Anda di halaman 1dari 6

Penyebaran HIV/AIDS di Indonesia: Berkaca Pada Afrika

Rumah tempat tinggal saya berdekatan dengan kafe-kafe yang mulai buka dari jam 7 malam
sampai jam 3 pagi. Terletak di sebuah jalan raya yang besar menuju Tanjung babia Mamuju
utara, setiap malam kafe-kafe itu tampak ramai dengan pengunjung. Suara musik dari kafe
tersebut kadang terdengar sampai ke tempat tinggal saya

Jika bekerja hingga larut malam, saat sampai dirumah saya sering menyaksikan perempuan-
perempuan muda berdandan menor di pelataran kafe tersebut. Sekadar merokok atau
menunggu tamu yang datang.

Seorang teman kerja saya pernah bercerita perempuan-perempuan di kafe tersebut sebenarnya
bukan karyawan tetap di situ. Mereka karyawan yang berstatus freelance. Penghasilan mereka
hanya mengandalkan tips dari tamu serta komisi dari makanan atau minuman yang dibeli tamu
di kafe tersebut. Tidak ada gaji pokok maupun tunjangan lain.

Yang mencengangkan, masih menurut cerita teman saya, perempuan-perempuan itu tidak
hanya menemani tamu. Jika ada yang berminat, mereka juga bisa di-booking. Tidak di kafe itu,
tapi di hotel-hotel yang terdapat di sekitar jalan raya tersebut. Tuntutan kebutuhan hidup yang
besar di Mamuju Utara seringkali menjadi alasan klasik mereka melakukan praktik tersebut.

Mendengarkan cerita teman tersebut, saya teringat dengan banyak tulisan tentang praktik-
praktik prostitusi ilegal. Penyebaran virus HIV/AIDS mengancam kehidupan perempuan-
perempuan tersebut. Rendahnya kesadaran mereka untuk melindungi diri dari penyakit
tersebut membuat ancaman tertular semakin besar. Mereka pun tidak punya keberanian untuk
meminta pasangannya mengenakan kondom saat berhubungan dengan intim. Padahal, kondom
bisa disebut sebagai benteng terakhir mereka melindungi dari penyakit tersebut.

Satu tahun yang lalu, saya pernah membaca artikel di sebuah situs online. Di situ disebutkan
bahwa sekitar 1.000 laki-laki di Mamuju Utara merupakan pelanggan pekerja seks komersial
(PSK). Dari jumlah tersebut, 20 persen telah beristri dan berpotensi besar menularkan virus HIV
kepada istrinya. Data yang diperoleh dari hasil survei Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi barat
dengan beberapa LSM itu menunjukkan bahwa fenomena penyebaran HIV/AIDS cukup
mengkhawatirkan.
Masih menurut data yang sama, selain faktor hubungan seksual yang tidak sehat, penularan
HIV/AIDS di Mamuju Utara juga dipicu oleh penggunaan NAPZA, jarum suntik dan hubungan
seks sesama jenis.

Tahun 2016 ini, di Sulawesi Barat terdapat 20 Orang Dengan HIV/AIDS. Dari jumlah tersebut,
jumlah terbesar atau sekitar 20 persen di antaranya berasal dari Mamuju Utara Karena itu,
Komisi Penanggulan AIDS KPA Mamuju Utara sebagai tempat penelitian dalam rangka "Menuju
Asia Pasifik Getting to Zero". Langkah KPAP dalam program itu adalah menyediakan konselor
untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan HIV/AIDS. Selain itu, akses kesehatan
akan dibuat lebih banyak, salah satunya dengan menambah empat puskesmas Program Terapi
Rumatan Metadon (PTRM).

Sebagai catatan tambahan, PTRM berangkat dari hasil uji coba yang dilakukan WHO. Dari uji
coba tersebut diketahui bahwa penyebab meningkatnya kasus HIV/AIDS terutama diakibatkan
penggunaan narkoba dengan bertukaran jarum suntik secara sembarangan. Di Jakarta, 68% dari
pasien yang berobat ke RSKO (Rumah Sakit Ketergantungan Obat) merupakan pengguna jarum
suntik (penasun) dimana 72% dari jumlah tersebut sering menggunakan jarum suntik bekas dan
59% saling tukar jarum suntik.

Apakah HIV/AIDS?

HIV merupakan singkatan dari human immunodeficiency virus. HIV merupakan retrovirus yang
menjangkiti sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia (terutama CD4 positive T-sel dan
macrophages komponen-komponen utama sistem kekebalan sel), dan menghancurkan atau
mengganggu fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan terjadinya penurunan sistem kekebalan
yang terus-menerus, yang akan mengakibatkan defisiensi kekebalan tubuh

Sedangkan AIDS merupakan singkatan dari Acquired ImmunoDeficiency Syndrome yakni gejala
dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi yang disebaban
HIV merupakan penyebab dari penyakit ini. Tingkat HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai
infeksi tertentu merupakan indikator bahwa infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS.

Data pada Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan AIDS telah menewaskan lebih dari 25
juta orang antara tahun 1981 dan 2007, dan 33,2 juta orang di seluruh dunia diperkirakan hidup
dengan HIV pada 2007, menjadikannya salah satu epidemi yang paling merusak dalam sejarah.
Untuk mencegah penyebaran virus AIDS, WHO menegaskan pentingnya kesehatan seperti
pemakaian kondom pada pria dan wanita, pelumas dan jarum suntik yang bersih dan untuk
pencegahan efektif penularan HIV, berkualitas tinggi dan bebas stigma perawatan kesehatan
dan layanan pencegahan.

Berdasarkan Program Bersama Perserikatan Bangsa Bangsa tentang HIV/AIDS 2012 (UNAIDS),
epidemi HIV di Asia dan Pasifik tetap sebagian besar terkonsentrasi di antara orang-orang yang
menyuntikkan narkoba, dan laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki dan pekerja seks.

Kalangan aktivis peduli HIV/AIDS menyebutkan terdapat tiga cara agar tidak terjangkit penyakit
HIV/AIDS yakni ABC (Abstinence, Be Faithful, Condom). Abstinence berarti tidak berhubungan
seks, Be Faithful yakni setia pada pasangan serta Condom (penggunaan kondom saat
berhubungan seks).

HIV/AIDS di Indonesia
Data yang dikutip BBC Indonesia (1/12) dari Kementerian Kesehatan menyebutkan sejak tahun
1997 sampai September 2012 kasus HIV AIDS di Indonesia secara kumulatif mencapai 120.000
orang sejak 1997 sampai September 2012. Penyebarannya semakin semakin meluas di 33
provinsi dan 341 kabupaten/kota.

Dari jumlah tersebut, jumlah perempuan yang terinfeksi HIV sekitar 35 persen, dan terus
mengalami peningkatan. Ironisnya, dibandingkan PSK (Pekerja Seks Komersial), lebih banyak ibu
rumah tangga yang terdeteksi mengidap virus HIV. Hal ini karena mereka tertular dari suaminya
Menurut Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi, salah satu faktor meningkatnya jumlah penderita
HIV/AIDS karena kurangnya kesadaran pemakaian kondom di kelompok yang berisiko seperti
PSK.

Menurut menteri, penggunaan kondom pada kelompok berisiko minimal harus mencapai 80%,
dengan demikian transmisi baru penularan HIV bisa dicegah. Jika pencegahan tidak dilakukan
diperkirakan kasus baru HIV bisa mencapai 76.000 per tahun. Hingga September 2012, jumlah
penderita AIDS mencapai 3.541 orang, turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 6.187
orang. Sementara jumlah pengidap HIV turun dari 21.031 orang menjadi 9.883 orang. Saat ini,
menurut dia, 81,8% penularan HIV baru berasal dari perilaku seksual berisiko dan 12% dari
penggunaan alat suntik narkoba.

Epidemi
Tidak bisa dipungkiri, meningkatnya jumlah pekerja seks komersial semakin
menambah kekhawatiran meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS. Ini seperti
mengingatkan kita pada kasus yang sama di negara-negara Afrika. The Washington
Post dalam salah satu artikelnya menyebutkan hingga AIDS makin menjadi
ancaman di negara-negara miskin tersebut. Uganda, Zimbabwe, Ethiopia, Afrika
Selatan dan negara-negara lainnya hingga kini masih berkutat dengan persoalan
tersebut.

HIV yang ditemukan di Afrika tengah menjelang abad ke-20 terus berkembang
ketika pengaruh kolonialisme masih merajalela. Hal ini kemudian diperparah
dengan terjadinya perubahan sosial yang ditandai dengan tumbuhya peradaban
kota yang mengenyampingkan nilai-nilai tradisional terutama yang berkaitan
dengan nilai moral. Pada gilirannya, kondisi ini seperti embrio dari semakin
meningkatnya penyebaran HIV/AIDS di kawasan tersebut. Sayangnya, saat itu tak
seorang pun tahu tentang penyebaran HIV yang semakin mengganas.

Masih mengutip sumber yang sama, meningkatnya jumlah PSK menjadi elemen
penting dari epidemi HIV/AIDS. Faktor ketidaksetiaan pasangan juga menjadi
penyebab dari fenomena mengkhawatirkan penyebaran penyakit tersebut. Hingga
hari ini, para aktivis penanggulangan HIV/AIDS di Afrika terus berjuang agar
persoalan-persoalan tersebut bisa diatasi secepatnya sejalan dengan upaya
menangani orang-orang yang sudah tertular penyakit tersebut.

Bagaimana dengan Indonesia? Di Asia Tenggara, Indonesia termasuk ke dalam


negara dengan penyebaran HIV/AIDS paling cepat. Seperti disebukan di atas,
tingginya tingkat penyebaran infeksi HIV/AIDS ini berawal dari keengganan
masyarakat melindungi dirinya sendiri menggunakan kondom.

Menurut aktivis untuk AIDS, Baby Jim Aditya, setiap tahun penderita baru
HIV/AIDS mencapai 4 juta orang. Dalam seminar bertema Getting To Zero 2015:
Melindungi Keluarga dan Perempuan Indonesia dari Infeksi HIV/AIDS,
Sanggupkah?, Baby menyebutkan dari tahun 2002 hingga September 2011,
perkembangan HIV/AIDS di Indonesia naik hingga 15 kali. Pria penderita AIDS
berjumlah 19.139 orang, sementara wanita 7.255 orang

Yang memprihatinkan, wanita kerap menjadi korban pria karena konsep


patrialisme yang diusung banyak rumah tangga di Indonesia. Bahkan, menurt
Baby, ditilik dari pekerjaan, ibu rumah tangga yang baik menempati urutan ketiga
sebagai penderita.
Peduli

Menteri Kesehatan (Foto: lingkarjabar.net)


Mencermati fenomena terus meningkatnya jumlah penderita HIV/AIDS di
Indonesia, lalu apa yang harus dilakukan? Salah satu faktor penting menanggulangi
penyebaran HIV/AIDS adalah meningkatkan kepedulian semua orang terhadap
penyakit ini. Berkaca pada kasus penyebaran HIV/AIDS di Afrika, ketidakpedulian
terhadap penyakit tersebut menyebabkan penduduk di benua tersebut terjerembab
dalam masalah tersebut. Hingga kini, lembaga-lembaga dunia dan negara-negara
maju terus berupaya membantu agar penyebaran HIV/AIDS di negara tersebut
ditanggulangi.

Para tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama serta unsur-unsur lain di masyarakat


harus mendapat informasi yang gamblang mengenai mencuatnya fenomena ini.
Diskusi yang terus-menerus hingga mendapatkan pemahaman yang sama
mengenai penanggulangan penyakit ini harus dilakukan. Semua harus diajak untuk
lebih peduli terhadap masalah ini.

Para aktivis peduli HIV/AIDS tidak boleh menyerah dengan kritikan pihak-pihak
tertentu di masyarakat mengenai langkah-langkah pencegahan. Pihak-pihak yang
mengkritik itu sesungguhnya belum mengerti mengenai maksud sebenarnya dari
pencegahan tersebut. Para aktivis tidak boleh berhenti menyerukan penggunaan
kondom. Upaya ini merupakan salah satu solusi untuk mencegah semakin
merebaknya penyakit ini. Penggunaan kondom tidak hanya bagi laki-laki, tapi juga
perempuan-perempuan yang memiliki resiko tinggi terkena penyakit tersebut.

Kampanye pencegahan di ruang-ruang publik, sekolah, rumah ibadah dan


lembaga-lembaga lainnya harus terus-menerus dilakukan. Penyebaran informasi
melalui berbagai media dari mulai website, media cetak, televisi hingga selebaran
harus lebih gencar lagi dilakukan.

Pemerintah sendiri sudah saatnya melokalisasi perempuan-perempuan pekerja seks


komersial. Tujuannya agar pengawasan terhadap mereka bisa dilakukan lebih
efektif. Slogan no condom, no sex harus digalakkan secara terus-menerus. Para
pekerja seks harus diberikan pengetahuan memadai hingga muncul kesadaran
mengenai bahaya penyakit HIV/AIDS bagi kehidupan mereka. Poster-poster yang
menunjukkan bahaya penyakit HIV/AIDS dipasang di semua ruang lokalisasi.
Pemerintah harus bertindak tegas terhadp semua praktik prostitusi di luar lokalisasi
dengan mengenakan sanksi hukum yang tegas, baik terhadap laki-laki maupun
perempuan.

Saat ini, masyarakat Indonesia seharusnya tidak lagi berpikir penanggulangan


HIV/AIDS tugas pemerintah dan lembaga terkait. Penanggulangan HIV/AIDS
menjadi kewajiban seluruh masyarakat dalam rangka menyelamatkan kehidupan
anak bangsa. Upaya-upaya pencegahan penyebaran HIV/AIDS yang salah satunya
melalui penggunaan kondom tidak boleh kalah oleh suara orang-orang yang
sepintas peduli dengan persoalan, namun justeru menjerumuskan masyarakat pada
bahaya HIV/AIDS yang sesungguhnya. Semua upaya itu harus dilakukan jika kita
tidak ingin kelak melihat Indonesia menjadi Afrika kedua dalam penyebaran
HIV/AIDS.******[karnali faisal]

Anda mungkin juga menyukai