Anda di halaman 1dari 20

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

JURUSAN TEKNIK SIPIL S-1


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS RIAU
Kampus Bina Widya Km. 12,5 Simpang Baru Pekanbaru

MEKANIKA BATUAN

KLASIFIKASI MASSA BATUAN METODE RMR, Q


SYSTEM DAN GSI
Teknik Sipil Universitas Riau

Disusun Oleh:

ARIF RAHMAN (1307114639)


DAVIN SAYOGA (1307114649)
IRFAN HASAN (1307113194)
KOKO PUTRA ARIADI (1307114679)
YOGIE PRANATA (1307114567)

MARET 2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .................................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ....................................................................................iii

A. PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

B. KLASIFIKASI Rock Mass Rating (RMR) ............................................... 2

C. KLASIFIKASI Q SYSTEM ..................................................................... 11

D. KLASIFIKASI Geological Strength Index (GSI) ................................. 15

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME yang telah melimpahkan
segenap rahmat dan berkat-Nya sehingga penyusun dapat menyesaikan makalah
berjudul Klasifikasi Massa Batuan Menggunakan Metode RMR, Q System, dan
GSI ini semoga dapat dijadikan suatu pengetahuan dan wawasan bagi yang membacanya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Dosen
pengampu Mekanika, Bapak M Yusa, ST, MT yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan pengarahan kepada penyusun didalam pembuatan makalah ini.

Tiada gading yang tak retak. Penulis menyadari bahwa penulisan paper ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penyusun membutuhkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif dan korektif sebagai bahan evaluasi ke depannya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.

Pekanbaru, Maret 2017

Kelompok 1

iii
A. PENDAHULUAN
Geologi adalah faktor terpenting dalam menentukan jenis, bentuk dan biaya
terowongan, pelaksanaan terowongan akan menemui tingkat ketidak pastian yang tinggi jika
data kondisi batuan atau tanah disekitar terowongan tidak lengkap.
Sebelum pelaksanaan terowongan, pada umumnya akan dilakukan penyelidikan
geologi teknik menggunakan metode pemboran, insitu testing, adits maupun pilot tunnel. Adits
untuk ekplorasi umumnya tidak dilakukan kecuali suatu bagian terowongan dianggap
berbahaya. Pada pemboran inti, core sampel harus selalu disimpan untuk membantu jika
ditemui masalah geoteknik saat pelaksanaan.
Pilot tunnel adalah cara terbaik untuk menyelidiki lokasi terowongan dan harus
digunakan bila terowongan berukuran besar akan dilaksanakan pada jalur yang mempunyai
kondisi geologi yang kritis. Degan membuat pilot tunnel maka berbagai masalah yang akan
ditemui pada pelaksanaan penggalian pada skala yang lebih besar dapat diantisipasi sedini
mungkin.
Syarat utama untuk konstruksi suatu terowongan adalah :
1. Dapat dilaksanakan dengan aman.
2. Pelaksanaan tidak mengakibatkan kerusakan yang tidak dikehendaki pada bangunan
penting lainnya.
3. Konstruksi terowongan harus minim pemeliharaan.
4. Dalam jangka panjang harus dapat menahan segala gaya yang bekerja , terutama
tekanan tanah dan air tanah.

Sudah dikembangkan lebih dari 100 tahun lalu, sejak Ritter (1879) mencoba melakukan
pendekatan empiris untuk perancangan terowongan, khususnya penentuan kebutuhan
penyangga.
Metode klasifikasi akan cocok jika digunakan dalam kondisi yang sama dengan kondisi
pada saat metode tersebut dikembangkan. Meskipun demikian, tetap diperlukan kehatihatian
untuk menerapkannya pada persoalan mekanika batuan yang lain.
Klasifikasi massa batuan menguntungkan pada tahap studi kelayakan dan desain awal
dimana sangat sedikit informasi yang tersedia mengenai massa batuan, tegangan, dan
hidrogeologi.
Secara sederhana, klasifikasi massa batuan digunakan sebagai sebuah check-list untuk
meyakinkan bahwa semua informasi penting telah dipertimbangkan.

1
B. KLASIFIKASI Rock Mass Rating (RMR)
Rock Mass Rating (RMR) atau juga dikenal dengan Geomechanichs
Classification dikembangkan oleh Bieniawski pada tahun 1972- 1973. Metode rating
dipergunakan pada klasifikasi ini. Besaran rating tersebut didasarkan pada pengalaman
Bieniawski dalam mengerjakan proyekproyek terowongan dangkal. Metode ini telah
dikenal luas dan banyak diaplikasikan pada keadaan dan lokasi yang berbedabeda seperti
tambang pada batuan kuat, terowongan, tambang batubara, kestabilan lereng, dan
kestabilan pondasi. Metode ini dikembangkan selama bertahuntahun seiring dengan
berkembangnya studi kasus yang tersedia dan disesuaikan dengan standar dan prosedur
yang berlaku secara internasional (Bieniawski, 1979).
Metode klasifikasi RMR merupakan metode yang sederhana dalam
penggunaannya, dan parameterparameter yang digunakan dalam metode ini dapat
diperoleh baik dari data lubang bor maupun dari pemetaan struktur bawah tanah. Metode
ini dapat diaplikasikan dan disesuaikan untuk situasi yang berbedabeda seperti tambang
batubara, tambang pada batuan kuat (hard rock) kestabilan lereng, kestabilan pondasi, dan
untuk kasus terowongan.
Dalam menerapkan sistem ini, massa batuan dibagi menjadi seksiseksi menurut
struktur geologi dan masingmasing seksi diklasifikasikan secara terpisah. Batasbatas
seksi umumnya struktur geologi mayor seperti patahan atau perubahan jenis batuan.
Perubahan signifikan dalam spasi atau karakteristik bidang diskontinu mungkin
menyebabkan jenis massa batuan yang sama dibagi juga menjadi seksiseksi yang
berbeda.
Tujuan dari sistem RMR adalah untuk mengklasifikasikan kualitas massa batuan
dengan menggunakan data permukaan, dalam rangka untuk memandu metode penggalian dan
juga untuk memberikan rekomendasi pertambangan mendukung serta rentang yang tidak
didukung dan standup time. Selain itu, menurut metode RMR, yang tergantung pada
kondisi massa batuan di daerah penelitian, penelitian ini juga mencoba untuk mencari
tahu risiko rekayasa potensi yang mungkin terjadi selama konstruksi pertambangan dan
berusaha untuk menunjukkan metode yang tepat untuk mengendalikan dan mencegah
seperti risiko-risiko potensial.
Dalam mengklasifikasikan massa batuan berdasarkan sistem Klasifikasi RMR,
Bieniawski menggunakan lima parameter utama yang dijumlahkan untuk memperoleh
nilai total RMR, yaitu

2
a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)

b. Rock Quality Designation (RQD)

c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)

d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)

e. Kondisi air tanah (Groundwater conditions)

Berikut ini sekilas penjelasan mengenai kelima parameter yang dipakai dalam
sistem klasifikasi RMR :

a. Uniaxial Compressive Strength (UCS)


Uniaxial Compressive Strength (UCS) adalah kekuatan dari batuan utuh (intact rock)
yang diperoleh dari hasil uji UCS. Uji UCS menggunakan mesin tekan untuk menekan
sampel batuan dari satu arah (uniaxial). Nilai UCS merupakan besar tekanan yang harus
diberikan sehingga membuat batuan pecah. Sedangkan point load index merupakan
kekuatan batuan batuan lainnya yang didapatkan dari uji point load. Jika UCS
memberikan tekanan pada permukaan sampel, pada uji point load, sampel ditekan pada
satu titik. Untuk sampel dengan ukuran 50 mm, Bieniawski mengusulkan hubungan
antara nilai point load strength index (Is) dengan UCS adalah UCS = 23 Is. Pada
umumnya satuan yang dipakai untuk UCS dan Is adalah MPa.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter kekuatan batuan utuh diberi bobot
berdasarkan nilai UCS atau nilai PLInya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

3
Tabel kekuatan material batuan utuh (Bienawski, 1989)

b. Rock Quality Designation (RQD)

RQD didefinisikan sebagai prosentase panjang core utuh yang lebih dari 10 cm
terhadap panjang total core run. Diameter core yang dipakai dalam pengukuran
minimal 54.7 mm. Dan harus dibor dengan doubletube core barrel. Perhitungan RQD
mengabaikan mechanical fracture yaitu fracture yang dibuat secara sengaja atau tidak
selama kegiatan pengeboran atau pengukuran (Hoek, dkk. 1995). Kondisi air tanah
(Groundwater conditions).

c. Jarak antar (spasi) kekar (Spacing of discontinuities)

Jarak antar (spasi) kekar didefinisikan sebagai jarak tegak lurus antara dua kekar
berurutan sepanjang garis pengukuran yang dibuat sembarang. Sementara Sen dan
Eissa (1991) mendefinisikan spasi kekar sebagai suatu panjang utuh pada suatu
selang pengamatan. Menurut ISRM, jarak antar (spasi) kekar adalah jarak tegak lurus

4
antara bidang kekar yang berdekatan dalam satu set kekar.
Pada perhitungan nilai RMR, parameter jarak antar (spasi) kekar diberi bobot
berdasarkan nilai spasi kekarnya seperti tertera pada tabel dibawah ini.

d. Kondisi kekar (Condition of discontinuities)

Ada lima karakteristik kekar yang masuk dalam pengertian kondisi kekar,
meliputi kemenerusan (persistence), jarak antar permukaan kekar atau celah
(separation/aperture), kekasaran kekar (roughness), material pengisi (infilling/gouge),
dan tingkat kelapukan (weathering). karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Roughness
Roughness atau kekasaran permukaan bidang diskontinu merupakan parameter
yang penting untuk menentukan kondisi bidang diskontinu. Suatu permukaan
yang kasar akan dapat mencegah terjadinya pergeseran antara kedua permukaan bidang
diskontinu.

5
Separation
Merupakan jarak antara kedua permukaan bidang diskontinu. Jarak ini biasanya
diisi oleh material lainya (filling material ) atau bisa juga diisi oleh air. Makin
besar jarak ini, semakin lemah bidang diskontinu tersebut.
Continuity
Continuity merupakan kemenerusan dari sebuah bidang diskontinu, atau juga
merupakan panjang dari suatu bidang diskontinu.
Weathering
Weathering menunjukkan derajat kelapukan permukaan diskontinu.

6
Infilling (gouge)
Filling atau material pengisi antara dua permukaan bidang diskontinu
mempengaruhi stabilitas bidang diskontinu dipengaruhi oleh ketebalan, konsisten
atau tidaknya dan sifat material pengisi tersebut. Filling yang lebih tebal dan
memiliki sifat mengembang bila terkena air dan berbutir sangat halus akan
menyebabkan bidang diskontinu menjadi lemah.

Dalam perhitungan RMR, parameter-parameter diatas diberi bobot masing masing


dan kemudian dijumlahkan sebagai bobot total kondisi kekar. Pemberian bobot
berdasarkan pada tabel dibawah ini.

7
Tabel Panduan Klasifikasi Kondisi Kekar (Bieniawski, 1989).

e. Kondisi Air Tanah


Debit aliran air tanah atau tekanan air tanah akan mempengaruhi kekuatan massa
batuan. Oleh sebab itu perlu diperhitungkan dalam klasifikasi massa batuan.
Pengamatan terhadap kondisi air tanah ini dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu :
Inflow per 10 m tunnel length : menunjukkan banyak aliran air yang teramati setiap
10 m panjang terowongan. Semakin banyak aliran air mengalir maka nilai yang
dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
Joint Water Pressure : semakin besar nilai tekanan air yang terjebak dalam kekar
(bidang diskontinu) maka nilai yang dihasilkan untuk RMR akan semakin kecil.
General condition : mengamati atap dan dinding terowongan secara visual,
sehingga secara umum dapat dinyatakan dengan keadaaan umum dari permukaan seperti
kering, lembab, menetes atau mengalir.
Untuk penelitian ini, cara ketiga ini yang digunakan.
Kondisi air tanah yang ditemukan pada pengukuran kekar diidentifikasikan
sebagai salah satu kondisi berikut : kering (completely dry), lembab (damp), basah
(wet), terdapat tetesan air (dripping), atau terdapat aliran air (flowing). Pada

8
perhitungan nilai RMR, parameter kondisi air tanah (groundwater conditions) diberi
bobot berdasarkan tabel dibawah ini.

Orientasi Kekar (Orientation of discontinuities)


Parameter ini merupakan penambahan terhadap kelima parameter sebelumnya.
Bobot yang diberikan untuk parameter ini sangat tergantung pada hubungan antara
orientasi kekarkekar yang ada dengan metode penggalian yang dilakukan. Oleh karena
itu dalam perhitungan, bobot parameter ini biasanya diperlakukan terpisah dari lima
parameter lainnya.

Lima parameter pertama mewakili parameter dasar dari sistem klasifikasi ini. Nilai
RMR yang dihitung dari lima parameter dasar tadi disebut RMR basic. Hubungan antara
RMRbasic dengan RMR ditunjukkan pada persamaan dibawah ini.
RMR = RMRbasic + penyesuaian terhadap orientasi kekar
dimana, RMRbasic = parameter (a+b+c+d+e)

Penggunaan Rock Mass Rating (RMR)


Setelah nilai bobot masingmasing parameter-parameter diatas diperoleh, maka
jumlah keseluruhan bobot tersebut menjadi nilai total RMR. Nilai RMR ini dapat
dipergunakan untuk mengetahui kelas dari massa batuan, memperkirakan kohesi dan
sudut geser dalam untuk tiap kelas massa batuan seperti terlihat pada tabel dibawah
ini.

9
Kondisi massa batuan dievaluasi untuk setiap setiap bidang diskontinu yang ada
(Bieniawski,1989). Dengan menjumlahkan semua rating dari lima parameter akan
diperoleh nilai RMR dasar yang belum memperhitungkan orientasi bidang diskontinu.
Adjusment terhadap orientasi bidang diskontinu ini dipisahkan dalam perhitungan
nilai RMR karena pengaruh dari bidang diskontinu tersebut tergantung pada aplikasi
engineeringnya, seperti terowongan, chamber, lereng atau fondasi (Edelbro, 2003).
Arah umum dari bidang diskontinu berupa strike dan dip, akan mempengaruhi
kestabilan lubang bukaan. Hal ini ditentukan oleh sumbu dari lubang bukaan tersebut,
apakah tegak lurus strike atau sejajar strike, penggalian lubang bukaan tersebut,
apakah searah dip atau berlawanan arah dengan dip dari bidang diskontinu.
RMR dapat digunakan sebagai panduan memilih penyangga terowongan. Panduan
ini tergantung pada beberapa faktor seperti kedalaman lubang bukaan dari permukaan,
ukuran dan bentuk terowongan serta metode penggalian yang dipakai
(Bieniawski,1989)
Sedangkan untuk menentukan kestabilan lubang bukaan dapat ditentukan melalui
standup time dari nilai RMR menggunakan grafik span terhadap standup time.
Keakuratan dari standup time ini menjadi diragukan karena nilai standup time
sangat dipengaruhi oleh metode penggalian, ketahanan terhadap pelapukan
(durability), dan kondisi tegangan in situ yang merupakan parameter-parameter
penting yang tidak tercakup dalam metode klasifikasi RMR. Oleh karena itu,
sebaiknya grafik ini digunakan hanya untuk tujuan perbandingan semata.

10
C. KLASIFIKASI Q SYSTEM
Klasifikasi batuan Q-System dikenal juga dengan istilah Rock Tunneling Quality Index
untuk keperluan perancangan penyangga penggalian bawah tanah.
Q-System digunakan dalam klasifikasi massa batuan sejak tahun 1980 di Iceland.
Sistem ini pertama kali dikembangkan oleh Barton, dkk di 1974 berdasarkan pengalaman
pembuatan terowongan terutama di Norwegia dan Finlandia.
Pembobotan Q-System didasarkan atas penaksiran numerik kualitas massa batuan
berdasarkan 6 parameter berikut;
1. RQD (Rock Quality Designation)
2. Jumlah Kekar/Joint Set Number (Jn)
3. Kekasaran Kekar atau Kekar Utama/Joint Roughness Number (Jr)
4. Derajat Alterasi atau pengisian sepanjang kekar yang paling lemah/Joint Alteration Number
(Ja)
5. Aliran Air/Joint Water Reduction Number (Jw)
6. Faktor Reduksi Tegangan /Stress Reduction Factor (SRF)
Dalam sistem ini, diperhatikan diskontinuitas dan joints. Angka dari Q bervariasi dari
0.001-1000 dan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini:

1. RQD (Rock Quality Desgnation)


RQD = 100,4 - 3,68
Dimana : Frekuensi Joint (1/Spasi)

Tabel RQD

11
Kualitas batuan menggunakan klasifikasi Q-system dapat berkisar dari Q= 0,0001
sampai Q= 1000 pada skala logaritmik kualitas massa batuan.

2. Jn (Joint Set Number)

Tabel Jn

3. Jr (Joint Roughness Number)

Tabel Jr

12
4. Ja (Joint Alteration Number)

Tabel Rock Wall Contact

Tabel Rock wall contact before 10 cm shear

Tabel No rock wall contact when sheared

13
5. Jw (Joint Water Reduction Number)

Tabel Jw

6. SRF (Stress Reduction Factor)

Tabel SRF (1)

Tabel SRF (2)

14
ESR
Perhitungan Equivalent Dimention berdasarkan lebar bukaan terowongan dan nilai
ESR (Excavation Support Ratio). Nilai ESR sangat bergantung pada kategori penggalian.
ED = Excavation Span, Diameter or Height (m)/ESR

D. KLASIFIKASI Geological Strength Index (GSI)


Hoek dan Brown (1980) mengusulkan metode untuk mendapatkan estimasi kekuatan
massa batuan terkekarkan (joint rock mass), berdasarkan pada penilaian ikatan antar struktur
pada massa batuan dan kondisi permukaan struktur geologi tersebut, yang dikenal sebagai
Original HoekBrown Criterion. Kriteria ini dimulai dari kekuatan batuan utuh dan kemudian
diperkenalkan faktor-faktor untuk mengurangi kekuatan tersebut berdasarkan pada
karakteristik pada bidang diskontinu (joints) didalam massa batuan. Kriteria ini terus
dikembangkan oleh Hoek, dkk (1995) dimasukkan konsep Geological Strength Index (GSI)
yang memberikan estimasi pengurangan kekuatan massa batuan karena perbedaan kondisi
geologi.

15
Nilai GSI diperoleh dari hasil deskripsi geologi dengan berdasarkan struktur dan kondisi
permukaan struktur. Nilai GSI dapat juga didekati dari nilai Rock Mass Rating (RMR) yang
diperoleh dari klasifikasi massa batuan menurut Bieniawski (1989) dengan persamaan sebagai
berikut:
GSI = RMR 5
GSI =1.5 Jcond + RQD/2 (Hoek et. al, 2013)

16
17

Anda mungkin juga menyukai