Anda di halaman 1dari 26

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS
I. Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 76 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Alamat : Pegalpanjang 01/01 cikoneng Ganeas
Tanggal Masuk : 29 Juni 2017
Tanggal Periksa : 30 Juni 2017
No RM : 13..07.18.53
II. Keluhan Utama
Sesak nafas
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan sesak nafas yang telah dirasakan
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak nafas dirasa memberat
terutama setelah beraktivitas, akan sedikit berkurang bila pasien
beristirahat. dan pasien sering terbangun pada malam hari karena sesak.
Pasien tidur lebih nyaman dengan 3 bantal. Sesak nafas diikuti dengan
keluhan batuk dengan dahak yang sulit dikeluarkan, dan jika keluar dahak
berwarna kuning, demam sumer-sumer, penurunan berat badan drastis
disangkal, nafsu makan menurun, nyeriulu hati, keringat malam (-), nyeri
dada (-) saat batuk. BAK dan BAB tidak ada keluhan.
Dalam 1 bulan ini, sesak dirasakan oleh pasien sudah 3x kumat.
Namun, sekarang sesak nafas penderita mulai berkurang, penderita sudah
bisa bicara perkalimat, tidak seperti pada awal masuk, yang terengah-
engah ketika berbicara. Batuk juga sudah berkurang. Pasien mengaku
merokok dalam sehari bisa mencapai 2 bungkus, Merokok dimulai dari
usia .....

1
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat DM : disangkal
Riwayat hipertensi : disangkal
Riwayat sakit jantung : disangkal
Riwayat minum OAT : disangkal

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat penyakit serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat DM : disangkal
Riwayat Jantung : disangkal

VI. Keadaan Sosial Ekonomi


Penderita adalah suami dari 1 istri dan ayah dari 3 anak, bekerja sebagai
pensiunan.

VII. Riwayat Kebiasaan dan Gizi


Pasien makan 3 kali sehari, sebanyak porsi, dengan nasi, lauk
pauk (tahu, tempe, telur,ikan) dan sayur. Pasien jarang makan buah dan
minum susu. Pasien minum air putih sebanyak 5-7 gelas belimbing
perhari.
Riwayat olah raga : disangkal
Riwayat minum alkohol : disangkal
Riwayat merokok :+

II. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum : sakit sedang, compos mentis, gizi cukup
B. Tanda Vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit

2
Pernapasan : 30 x/menit
Suhu : 37,7 C
SpO2 : 95%
C. Kepala : mesochepal, simetris.
D. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
Pupil isokor (3 mm/3mm), Reflek cahaya (+/+).
E. Hidung : Nafas cuping hidung (-), darah (-), secret (-).
F. Telinga : darah (-), secret (-).
G. Mulut : mukosa basah (+), sianosis (-), lidah kotor (-).
H. Leher : JVP meningkat (4 cm), limfonodi tidak membesar.
I. Thorax : retraksi (-).
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Palpasi : ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II intensitas normal, reguler, bising (-)

Paru
Inspeksi : Pengembangan dada kanan = kiri
Palpasi : Fremitus raba kanan = kiri
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan RBK (+/+)
Wheezing (+/+)
Ekspirasi memanjang (+)

J. Abdomen
Inspeksi : Dinding perut sejajar dengan dinding dada
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Tympani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar/lien tidak teraba

3
K. Trunk
Inspeksi : Skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
Perkusi : Nyeri ketok (-)
L. Ekstremitas
Oedem Akral dingin

M. Status Psikiatri
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan : Pria, tampak sesuai umur, perawatan diri cukup
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Perilaku dan Aktivitas Motorik : Normoaktif
d. Pembicaraan : Normal
e. Sikap terhadap Pemeriksa : Kooperatif, kontak mata cukup
2. Afek dan Mood
Afek : Appropiate
Mood : Eutimik
3. Gangguan Persepsi
Halusinasi : (-)
Ilusi : (-)
4. Proses Pikir
Bentuk : realistik
Isi : waham (-)
Arus : koheren
5. Sensorium dan Kognitif
Daya konsentrasi : baik
Orientasi : Orang : baik
Waktu : baik
Tempat : baik

4
Daya Ingat : Jangka panjang : baik
Jangka pendek : baik
Daya Nilai : Daya nilai realitas dan sosial baik
Insight :6

N. Status Neurologis
Kesadaran : GCS E4V5M6
Fungsi Luhur : dalam batas normal
Fungsi Vegetatif : dalam batas normal
Nervus Cranialis : dalam batas normal
Fungsi Sensorik
1. Rasa Eksteroseptik : suhu, nyeri, dan raba dalam batas normal
2. Rasa Propioseptik : getar, posisi, dan tekan dalam batas normal
3. Rasa Kortikal : stereognosis, barognosis dalam batas
normal

Fungsi Motorik dan Reflek


Kekuatan Tonus R.Fisiologis R.patologis
5 5 N N +2 +2 - -
5 5 N N +2 +2 - -

O. Range Of Motion (ROM)

NECK
ROM Pasif ROM Aktif
Fleksi 0 - 70 0 - 70
Ekstensi 0 - 40 0 - 40
Lateral bending kanan 0 - 60 0 - 60
Lateral bending kiri 0 - 60 0 - 60
Rotasi kanan 0 - 90 0 - 90
Rotasi kiri 0 - 90 0 - 90

5
ROM Pasif ROM Aktif
Ektremitas Superior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
Ektensi 0-50 0-50 0-50 0-50
Abduksi 0-180 0-180 0-180 0-180
Shoulder
Adduksi 0-75 0-75 0-75 0-75
Eksternal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Internal Rotasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi 0-150 0-150 0-150 0-150
Ekstensi 0 0 0 0
Elbow
Pronasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Supinasi 0-90 0-90 0-90 0-90
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
Ekstensi 0-70 0-70 0-70 0-70
Wrist
Ulnar Deviasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Radius deviasi 0-20 0-20 0-20 0-20
Finger MCP I Fleksi 0-50 0-50 0-50 0-50
MCP II-IV fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
DIP II-V fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
PIP II-V fleksi 0-100 0-100 0-100 0-100
MCP I Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Fleksi 0-90 0-90 0-90 0-90
Ekstensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Trunk Right Lateral Bending 0-35 0-35 0-35 0-35
Left Lateral Bending 0-35 0-35 0-35 0-35

ROM Pasif ROM Aktif


Ektremitas Inferior
Dekstra Sinistra Dekstra Sinistra
Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120
Ektensi 0-30 0-30 0-30 0-30
Abduksi 0-45 0-45 0-45 0-45
Hip
Adduksi 0-45 0-45 0-45 0-45
Eksorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Endorotasi 0-30 0-30 0-30 0-30
Fleksi 0-120 0-120 0-120 0-120
Knee
Ekstensi 0 0 0 0
Dorsofleksi 0-30 0-30 0-30 0-30
Plantarfleksi 0-30 0-30 0-30 0-30
Ankle
Eversi 0-50 0-50 0-50 0-50
Inversi 0-40 0-40 0-40 0-40

6
P. Manual Muscle Testing (MMT)
NECK
Fleksor M. Sternocleidomastoideum 5
Ekstensor M. Sternocleidomastoideum 5

TRUNK
Fleksor M. Rectus Abdominis 5
Thoracic group 5
Ektensor
Lumbal group 5
Rotator M. Obliquus Eksternus Abdominis 5
Pelvic Elevation M. Quadratus Lumbaris 5

Ektremitas Superior Dekstra Sinistra


M. Deltoideus anterior 5 5
Fleksor
M. Bisepss anterior 5 5
M. Deltoideu 5 5
Ekstensor
M. Teres Mayor 5 5
M. Deltoideus 5 5
Abduktor
M. Biseps 5 5
Shoulder
M. Latissimus dorsi 5 5
Adduktor
M. Pectoralis mayor 5 5
M. Latissimus dorsi 5 5
Internal Rotasi
M. Pectoralis mayor 5 5
Eksternal M. Teres mayor 5 5
Rotasi M. Infra supinatus 5 5
M. Biseps 5 5
Fleksor
M. Brachilais 5 5
Elbow Eksternsor M. Triseps 5 5
Supinator M. Supinatus 5 5
Pronator M. Pronator teres 5 5
Fleksor M. Fleksor carpi radialis 5 5
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5
Wrist
Abduktor M. Ekstensor carpi radialis 5 5
Adduktor M. Ekstensor carpi ulnaris 5 5
Fleksor M. Fleksor digitorum 5 5
Finger
Ekstensor M. Ekstensor digitorum 5 5

7
Ektremitas Inferior Dekstra Sinistra
Hip Fleksor M. Psoas mayor 5 5
Ekstensor M. Gluteus maksimus 5 5
Abduktor M. Gluteus medius 5 5
Adduktor M. Adduktor longus 5 5
Knee Fleksor Hamstring muscle 5 5
Ekstensor Quadriceps femoris 5 5
Ankle Fleksor M. Tibialis 5 5
Ekstensor M. Soleus 5 5

Q. Indeks ADL Barthel


No. Aktivitas Skor
1. Makan 10
2. Mandi 5
3. Berhias diri 5
4. Berpakaian 5
5. Kontrol BAB 10
6. Kontrol BAK 10
7. Pergi ke WC 10
8. Transfer 5
9. Berjalan 5
10. Naik turun tangga 5
Total 70

Status Ambulansi : Moderate dependent

III.PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium darah (29 Juni 2017)
Hb : 14,6 g/dL
L : 14.500/uL
Ht :
T :
GDS : 128 mg/Dl

Kreatinin : 0,7 mg/dl

8
B. Foto Rontgen Thorax PA (29 Juni 2017)
Kesan:
1. Fibro-infiltrat kedua lapang paru

IV. ASSESSMENT
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) eksaserbasi akut

V. DAFTAR MASALAH
A. Problem Medis : Sesak nafas
B. Problem rehabilitasi Medik
A. Speech Terapi : (-)
B. Okupasi Terapi : keterbatasan melakukan kegiatan sehari-hari
karena sesak nafas dan batuk
C. Sosiomedik : terkadang membutuhkan bantuan untuk melakukan
Keg iatan sehari-hari
D. Ortesa-protesa : (-)
E. Psikologi : beban pikiran karena keterbatasan melakukan
aktivitas sehari-hari
F. Fisioterapi : sesak napas, retensi sputum

VI. PENATALAKSANAAN
A. Terapi Paru
1. O2 2L/mnt
2. Rl 20 gtt/mnt
3. Cefotaxim 2x1 gr (iv)
4. Dexamethasone 2x1 amp (iv)
5. Ambroxol 3x1 tab (po)
6. Omz 1x1 tab (po)
7. Pct (BP)
8. Nebu ventolin 1 ampul ekstra

9
B. Terapi Rehabilitasi Medik
1. Fisioterapi
Chest physical therapy:
a. breathing control
b. deep breathing
c. latihan batuk
d. chest expansion exercise
e. postural drainage
2. Speech Terapi : (-)
3. Okupasi Terapi : latihan dalam melakukan aktivitas sehari-hari
4. Sosiomedik : memberi edukasi kepada pasien dan keluarga
mengenai penyakit pasien
5. Ortesa-protesa : (-)
6. Psikologi : Psikoterapi suportif , mengurangi
kecemasan
pasien

VII. Impairment, Disabilitas, dan Handicap


A. Impairment : PPOK eksaserbasi akut
B. Disabilitas : Sesak nafas dan batuk
C. Handicap : Keterbatasan aktivitas sehari- hari karena mudah sesak

VIII. Planning
A. Planning Diagnostik : spirometri (bila stabil)
B. Planning Terapi : tidak ada
C. Planning Edukasi :
- Penjelasan penyakit dan komplikasi yang bisa terjadi
- Penjelasan tujuan pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan
- Edukasi untuk home exercise dan ketaatan untuk melakukan terapi
D. Planning Monitoring : Evaluasi hasil terapi.

10
IX. Goal
A. Perbaikan keadaan umum, sehingga mempersingkat lama perawatan
B. Minimalisasi impairment, disabilitas, dan handicap pada pasien
C. Mencegah komplikasi yang lebih buruk yang dapat memperburuk keadaan
penderita (seperti gagal nafas, infeksi berulang, CPC)
D. Mengatasi masalah psikologis yang timbul akibat penyakit yang diderita
pasien

X. PROGNOSIS
Ad vitam : baik
Ad sanam : dubia et malam
Ad fungsionam : dubia et bonam

TINJAUAN PUSTAKA

11
I. Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK)
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara di saluran napas yang
bersifat progresif yang bersifat non reversibel atau reversibel parsial
(Alsaggaf dkk, 2004).

B. Epidemiologi
Insidensi pada pria > wanita. Namun akhir-akhir ini insiden pada
wanita meningkat dengan semakin bertambahnya jumlah perokok wanita
(Aditama, 2005).

C. Faktor Risiko
Meliputi faktor-faktor host dan paparan lingkungan dan penyakit
biasanya muncul dari interaksi antara kedua faktor tersebut.
Faktor host:
1. Genetik : defisiensi alfa 1 antitripsin. Suatu kelainan herediter yang
jarang ditemukan.
2. Hiperaktivitas bronkus : Asma dan hiperaktivitas bronkus saluran
napas merupakan faktor resiko yang memberi andil timbulnya PPOK.

Faktor lingkungan:
1. Asap tembakau
2. occupational dust anf chemical
3. Polusi udara
4. Infeksi (Alsaggaf dkk, 2004).

D. Patofisiologi

12
Karakteristik PPOK adalah keradangan kronis mulai dari saluran
napas, parenkim paru sampai struktur vaskukler pulmonal. Diberbagai
bagian paru dijumpai peningkatan akrofag, limfosit T (terutama CD8) dan
neutrofil. Sel-sel radang yang teraktivasi akan mengeluarkan berbagai
mediator seperti Leukotrien B4, IL8, TNF yang mapu merusak struktur paru
dan atau mempertahankan inflamasi neutrofilik. Disamping inflamasi ada
2 proses lain yang juga penting yaitu imbalance proteinase dan anti
proteinase di paru dan stres oksidatif (Alsaggaf dkk, 2004).
Perubahan patologis yang khas dari PPOK dijumpai disaluran
napas besar (central airway), saluran napas kecil (periperal airway),
parenkim paru dan vaskuler pulmonal. Pada saluran napas besar dijumpai
infiltrasi sel-sel radang pada permukaan epitel. Kelenjar-kelenjar yang
mensekresi mukus membesar dan jumlah sel goblet meningkat. Kelainan
ini menyebabkan hipersekresi bronkus. Pada saluran napas kecil terjadi
inflamasi kronis yang menyebabkan berulangnya siklus injury dan repair
dinding saluran napas. Proses repair ini akan menghasilkan structural
remodeling dari dinding saluran napas dengan peningkatan kandungan
kolagen dan pembentukan jaringan ikat yang menyebabkan penyempitan
lumen dan obstruksi kronis saluran pernapasan. Pada parenkim paru terjadi
destruksi yang khas terjadi pada emfisema sentrilobuler. Kelainan ini lebih
sering dibagian atas pada kasus ringan namun bila lanjut bisa terjadi
diseluruh lapangan paru dan juga terjadi destruksi pulmonary capilary bed.
Perubahan vaskular pulmonal ditandai oleh penebalan dinding pembuluh
darah yang dimulai sejak awal perjalanan ilmiah PPOK. Perubahan
struktur yang pertama kali terjadi adalah penebalan intima diikuti
peningkatan otot polos dan infiltrasi dinding pembuluh darah oleh sel-sel
radang. Jika penyakit bertambah lanjut jumlah otot polos, proteoglikan dan
kolagen bertambah sehingga dinding pembuluh darah bertambah tebal
(Alsaggaf dkk, 2004).
Pada bronkitis kronis maupun emfisema terjadi penyempitan
saluran napas. Penyempitan ini dapat mengakibatkan obstruksi dan

13
menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik, saluran pernapasan yang
berdiameter kecil (< 2mm) menjadi lebih sempit dan berkelok-kelok.
Penyempitan ini terjadi karena metaplasi sel goblet. Saluran napas besar
juga menyempit karena hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus. Pada
emfisema paru, penyempitan saluran napas disebabkan oleh berkurangnya
elastisitas paru-paru (Sat Sharma, 2006).

E. Gejala klinis PPOK


Pasien biasanya mengeluhkan 2 keluhan utama yaitu sesak napas
dan batuk. Adapun gejala yang terlihat seperti :
1. Sesak Napas
Timbul progresif secara gradual dalam beberapa tahun. Mula-mula
ringan lebih lanjut akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Sesak napas
bertambah berat mendadak menandakan adanya eksaserbasi.
2. Batuk Kronis
Batuk kronis biasanya berdahak kadang episodik dan memberat waktu
pagi hari. Dahak biasanya mukoid tetapi bertambah purulen bila
eksaserbasi.
3. Sesak napas (wheezing)
Riwayat wheezing tidak jarang ditemukan pada PPOK dan ini
menunjukan komponen reversibel penyakitnya.Bronkospasme bukan
satun-satunya penyebab wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi saat
pengerahan tenaga (exertion) mungkin karena udara lewat saluran
napas yang sempit oleh radang atau sikatrik.
4. Batuk Darah
Bisa dijumpai terutama waktu eksaserbasi. Asal darah diduga dari
saluran napas yang radang dan khasnya blood streaked purulen
sputum.

5. Anoreksia dan berat badan menurun

14
Penurunan berat badan merupakan tanda progresif jelek (Alsaggaf dkk,
2004) .

F. Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan :
1. Gambaran klinis
a. Anamnesis : riwayat penyakit yang ditandai dengan gejala-
gejala diatas.
b. Faktor-faktor resiko
1) Pemeriksaan Fisik :
pasien biasanya tampak kurus dengan Barrel shaped chest
fremitus taktil dada berkurang atau tidak ada
perkusi dada hipersonor, batas peru hati lebih rendah
suara napas berkurang, ekspirasi memanjang, suara
tambahan (ronkhi atau wheezing)
2) Pemeriksaan penunjang :
a) Pemeriksaan radiologi
Pada bronkitis kronis, foto thoraks memperlihatkan
tubular shadow berupa bayangan garis-garis yang
paralel keluar dari hilus menuju apeks paru dan corakan
paru yang bertambah.
Pada emfisema, foto thoraks menunjukkan adanya
hiperinflasi dengan gambaran diafragma yang rendah
dan datar, penciutan pembuluh darah pulmonal, dan
penambahan cortakan ke distal.

Normal Hyperinflation

15
b) Pemeriksaan fungsi paru (spirometri)
c) Pemeriksaan gas darah
d) Pemeriksaan EKG
e) Pemeriksaan Laboratorium darah (gambaran leukositosis)
PPOK harus dipertimbangkan pada penderita dengan keluhan
batuk dengan dahak atau sesak napas dan atau riwayat terpapar faktor
resiko. Diagnosis dipastikan dengan pemeriksaan obyektif adanya
hambatan aliran udara (dengan spirometri) (Alsaggaf dkk, 2004).

G. Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan penderita PPOK adalah untuk mengurangi
gejala, mencegah eksaserbasi, memperbaiki dan mencegah penurunan faal
paru, dan meningkatkan kualitas hidup. Adapun modalitas terapi yang
digunakan terdiri dari unsur edukasi, obat-obatan, oksigen, ventilasi
mekanik, nutrisi dan rehabilitasi.
1. Pencegahan: mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara.
2. Terapi eksaserbasi akut dengan:
a. antibiotik
b. terapi oksigen
c. chest fisioterapi
d. bronkodilator
3. Terapi jangka panjang dengan:
a. antibiotik
b. bronkodilator
c. latihan fisik untuk meningkatkan toleransi fisik
d. mukolitik dan ekspektoran
e. terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal
napas tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55 mmHg) (Alsaggaf dkk,
2004)
f. Rehabilitasi:

16
1) chest fisioterapi
a) Pernapasan Diafragma, tenik ini melibatkan pelatihan
pasien tersebut untuk menggunakan diafragmanya saat
merelaksasi otot abdominalnya selama inspirasi. Pasien
tersebut dapat merasakan naiknya abdomen, sementara
dinding toraksnya masih diam.
b) Pursed Lip Breathing (pernapasan bibir yang
disokong), bibir pasien disokong saat ekspirasi untuk
mencegah terjebaknya udara akibat kolapsnya jalan udara
yang kecil.
c) Drainase Postural, Penggunaan posisi yang terbantu oleh
gravitasi dapat memperbaiki mobilitas sekret.
d) Perkusi Manual, perkusi atau vibrasi dinding toraks dapat
membantu mobilisasi sekret.
e) Batuk Terkendali, Pasien duduk bersandar kedepan dan
mulai batuk yang disengaja pada waktu yang tepat dengan
kekuatan yang cukup untuk mobilisasi mukus tanpa
memyebabkan kolapsnya jalan napas.
f) Batuk yang dibantu, tekanan diberikan pada abdomen
selama ekshalasi.
2) Psikoterapi
Memberikan motivasi untuk mengatasi beban pikiran
karena keterbatasan melakukan aktivitas sehari-hari.
3) Rehabilitasi pekerjaan (Okupasi Terapi)
a) Nilai dan berikan program latihan untuk jangkauan gerak
dan penguatan ekstremitas superior.
b) Anjurkan perlengkapan adaptif untuk meningkatkan
kemandirian dan meminimalkan penggunaan energi.
c) Evaluasi lingkungan rumah dan kerja.
d) Berikan saran-saran untuk meningkatkan kemandirian dan
peningkatan energi (Garisson, 2001).

17
II. CHEST PHYSIOTHERAPY
Mukus merupakan suatu lapisan protektif yang melapisi bagian dalam
paru dan jalan napas yang menangkap debu dan kotoran yang terdapat pada
udara yang kita hirup dan mencegah iritasi pada paru. Ketika terdapat infeksi
dan iritasi, maka tubuh akan memproduksi mukus yang kental untuk
membantu paru-paru melepaskan diri dari infeksi. Bila mukus yang kental ini
menyumbat jalan napas, maka akan terjadi kesulitan bernapas. Sehingga untuk
membantu membuang ekstra mukus ini dilakukanlah Chest Physiotherapy.
Chest Physiotherapy terdiri dari Postural Drainage, perkusi dada, dan
vibrasi dada. Biasanya ketiga metode ini digunakan pada posisi drainase paru
yang berbeda diikuti dengan latihan napas dalam dan batuk.
A. Postural Drainage
Penumpukan sekresi saluran napas bila dibiarkan akan
menimbulkan akibat yang serius. Dapat timbul serangan batuk spasmodik
akibat iritasi lokal, obstruksi bronkus, atelektasis, infeksi paru, dan
gangguan ventilasi perfusi.
Postural Drainage merupakan pemberian posisi terapeutik pada
pasien yang memungkinkan sekresi paru mengalir berdasarkan gravitasi ke
dalam bronkus mayor dan trakea dimana selanjutnya dapat dibatukkan.

Indikasi:
Kondisi yang berkaitan dengan paru-paru: bronkitis, fibrosis kistik,
pneumonia, asma, abses paru, penyakit paru-paru obstruktif.
Profilaksis post-operatif torakotomi, stasis pneumonia
Profilaksis pada penggunaan ventilasi buatan jangka lama, kelumpuhan,
dan pada pasien dalam kondisi tak sadar

Kontra indikasi:
Peningkatan TIK
Segera setelah makan
Refleks batuk (-)

18
Penyakit jantung akut
Gangguan sistem pembekuan

Postural Drainage juga merupakan suatu rangkaian latihan non


invasif yang digunakan bersamaan dengan humidifikasi dan pengobatan.
Manipulasi ini dibentuk oleh kombinasi mekanis (perkusi dan
vibrasi), gravitasi dan mekanisme batuk. Pasien diletakkan dalam berbagai
posisi sesuai dengan segmen paru yang terlibat. Segmen paru yang akan
didrainase ditempatkan setinggi mungkin dan bronkus utama severtikal
mungkin. Selanjutnya perhatikan gambar-gambar berikut ini untuk
membantu pengaturan posisi drainase paru.
Pasien harus dimonitor dengan cermat pada saat posisi kepala lebih
rendah terhadap adanya aspirasi, dispnea, atau aritmia. Pada pasien abses
paru, hindari posisi pasien dengan lokasi abses di sebelah atas karena akan
menyebabkan pengaliran abses ke sisi paru lainnya.
Waktu yang diperlukan untuk tindakan ini bervariasi tergantung
pada kondisi pasien (sekitar 20-30 menit). Selama pemberian posisi,
pasien dianjurkan napas dalam 5 7 kali diselingi napas biasa selama 1-2
menit.
Tindakan ini dapat dilakukan 4 sampai 6 kali sehari atau setiap 2
jam pada kasus sputum banyak dan kental dan dilakukan sebelum
pemberian makanan.
Untuk memfasilitasi drainase agar konsistensi sekresi paru yang
kental menjadi lebih encer perlu dipertahankan pemberian cairan yang
adekuat (oral atau intravena) dan pemberian medikasi mukolitik.

Berikut macam-macam posisi postural drainage:

Lobus atas kanan - segmen anterior

19
Lobus atas kiri - segmen anterior

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari depan)

Lobus atas kanan segmen posterior (dipandang dari belakang)

Lobus atas kiri segmen posterior

20
lobus atas kiri - segmen posterior (posisi lain)

Lingula (dipandang dari belakang)

Kedua lobus bawah segmen anterior

21
Lobus bawah kanan segmen lateral

Lobus bawah kiri segmen lateral dan


Lobus bawah kanan segmen kardiak (medial)

Kedua lobus bawah segmen posterior


Perhatikan: bantal di bawah perut dan lutut, kepala tanpa bantal

Lobus bawah kanan segmen posterior


(Posisi dimodifikasi untuk penekanan khusus)

22
Kedua lobus bawah segmen posterior

B. Perkusi
Perkusi dada meliputi pengetokan dada dengan tangan saat pasien
berada pada posisi drainase. Tujuannya adalah untuk membantu
melepaskan sekret yang melengket pada dinding alveoli sehingga dapat
mengalir ke percabangan bronkus dan trakea.
Gallon (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan bahwa
perkusi yang dimasukkan ke dalam program pengobatan secara bermakna
akan meningkatkan kecepatan produksi sekret.
Untuk melakukan perkusi dada, tangan dibentuk seperti mangkuk
dengan mem-fleksikan jari dan meletakkan ibu jari bersentuhan dengan
telunjuk, atau posisi telapak tangan seperti saat menampung air atau
tepung kemudian dibalikkan.
Posisi pasien tergantung pada segmen paru yang akan diperkusi.
Selanjutnya pada area yang akan diperkusi dialas dengan handuk atau
biarkan baju pasien tetap terpasang agar tangan tidak menyentuh kulit
secara langsung.
Perkusi dilakukan selama 3 sampai 5 menit untuk setiap posisi.
Jangan melakukan perkusi pada area spinal, sternum, atau di bawah
rongga toraks. Bila perkusi dilakukan dengan benar maka perkusi tidak
akan menimbulkan rasa sakit pada pasien atau membuat kulit menjadi
merah. Bunyi tepukan menimbulkan suara yang khas menunjukkan posisi
tangan yang benar
Kontra indikasi perkusi dada:
- Fraktur iga

23
- Cedera dada traumatik
- Perdarahan atau emboli paru Mastektomi
- Pneumotoraks
- Lesi metastatik pada iga
- Osteoporosis
- Trauma medulla servikal
- Trauma abdomen
C. Vibrasi
Vibrasi meningkatkan kecepatan dan turbulensi udara ekshalasi
untuk mendorong sekret dan merupakan tindakan mekanik kedua setelah
perkusi atau dapat digunakan sebagai ganti perkusi bila dinding dada nyeri
sekali.
Tujuan vibrasi adalah untuk membantu mengeluarkan sekret dan
merangsang terjadinya batuk. Getaran pada kulit akan sampai pada paru
akan membantu menghilangkan mukus.
Stiller et al (dikutip dalam Hudak & Gallo, 1998) menemukan
bahwa pasien-pasien yang diterapi pemberian posisi, vibrasi, hiperventilasi,
dan penghisapan menunjukkan resolusi dari atelektasis yang lebih berarti
dari pada yang diterapi dengan penghisapan dan hiperventilasi saja.
Teknik vibrasi ini dilakukan dengan cara meletakkan tangan secara
berdampingan dengan jari-jari ekstensi di atas area dada segmen yang akan
didrainase. Selanjutnya pasien diminta untuk melakukan inhalasi dalam dan
ekshalasi secara perlahan. Selama pasien ekshalasi, dada divibrasi dengan
cara kontraksi dan relaksasi cepat pada otot lengan dan bahu. Dapat juga
digunakan electric vibrator jika tersedia. Kontra indikasi vibrasi dada sama
dengan kontraindikasi perkusi dada.

24
DAFTAR PUSTAKA

Aditama Tjandra Yoga. 2005. Patofisiologi Batuk. Bagian Pulmonologi Fakultas


Kedokteran Universitas Indonesia, Unit Paru RS Persahabatan. Jakarta.
Alsaggaf Hood, dkk. 2004. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK Unair. Surabaya.
Garisson Susan J. 2001. Dasar-Dasar Terapi dan Rehabilitasi Fisik. Departement
of Physical Medicine and Rehabilitation. Texas
Sat Sharma. 2006. Obstructive Lung Disease. Division of Pulmonary Medicine,
Department of Internal Medicine, University of Manitoba.
www.emedicine.com

25
26

Anda mungkin juga menyukai