Rizkia - Isi Ta Fakultas
Rizkia - Isi Ta Fakultas
2.1 Karir
Menurut KBBI (2013) karier dapat didefinisikan sebagai perkembangan dan
kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, jabatan dan sebagainya. Selain itu, Arthur,
Hall et al (1989) dalam Arnold (2011) menjelaskan karier sebagai rangkaian
proses perkembangan dari pengalaman bekerja seseorang, Collin dan Watts dalam
Arnold (2011) mendefinisikan karir sebagai perkembangan individu dalam belajar
dan bekerja sepanjang hidupnya.
1
dengan dirinya dan dalam tahap ini, individu akan melalui tiga tugas dalam
pengembangan kejuruan yaitu kristalisasi, sepesifikasi dan aktualisasi.
Remaja akhir perlu mempersiapkan diri dalam memasuki kehidupan
nyata di masyarakat. Hal ini akan dicapai dengan cara mengembangkan
kemampuan intelektual maupun keterampilan dasar yang dimilikinya.
Bentuk persiapan diri yang dilakukan adalah memilih program studi yang
tepat sebagai bekal untuk mengembangkan karier pribadinya (Dariyo, 2004
dalam Hariyanto, 2013).
3. Tahap Pembentukan/ Establishment (usia 25-44)
Tahap ini ditandai dengan trial dan stabilisasi melalui pengalaman kerja.
Savickas (2002) menjelaskan bahwa di tahap ini, seseorang telah
menempatkan diri dalam posisi kerja namun masih mencoba-coba
membuktikan apakah pilihan dan keputusan pekerjaan yang dibuat pada
masa eksplorasi benar atau tidak. Disini seseorang akan menentukan apakah
dia akan menetap di karir tersebut, atau merubah pilihannya untuk
mendapatkan kenyamanan.
4. Tahap Pemeliharaan/ Maintenance (usia 4564)
Tahap ini ditandai dengan proses penyesuaian berkelanjutan untuk
memperbaiki posisi dan situasi kerja. Savickas (2002) menjelaskan di tahap
ini bahwa seseorang akan berkonsentrasi untuk mempertahankan apa yang
telah mereka pilih. Mereka akan mengevaluasi kembali pengalaman kerja
dan merevisi konsep diri, melanjutkan yang menyenangkan dan merubah
yang tidak menyenangkan untuk tetap stabil dalam memelihara karir tersebut
dan tidak sampai berganti dengan pekerjaan lain.
5. Tahap Kemunduran/ Decline (usia 65+)
Tahap ini ditandai dengan pertimbangan-pertimbangan pra-pensiun, output
kerja, dan akhirnya pensiun. Setelah melewati masa yang panjang, para
pekerja akan mengalami penurunan energi dan minat dalam pekerjaan.
Mereka akan melepaskan diri dari pekerjaan dan merencanakan pensium,
serta menjalankan struktur kehidupan yang baru dan berbeda. (Savickas,
2002)
2
Masa-masa tertentu dalam hidup individu dihadapkan pada tugas-tugas
perkembangan karir. Tugas perkembangan karir menurut Super (dalam Tarsidi, 2008):
a. Kristalisasi (Crystallization): 14-18 tahun
Kristalisasi merupakan periode proses kognitif untuk memformulasikan
sebuah tujuan kejuruan umum melalui kesadaran akan sumber-sumber
yang tersedia, berbagai kemungkinan, minat, nilai, dan perencanaan untuk
okupasi yang lebih disukai
b. Spesifikasi (Specification): 18-21 tahun
Periode peralihan dari preferensi vokasional tentatif menuju preferensi
vokasional yang spesifik. Di sini, individu diharuskan untuk
mempersempit arah karir umum menjadi satu tertentu dan mengambil
langkah yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
c. Pelaksanaan (Implementation): 21-25 tahun
Periode menamatkan pendidikan/pelatihan untuk pekerjaan yang disukai
dan memasuki dunia kerja.
d. Stabilisasi (Stabilization): 25-35 tahun
Periode mengkonfirmasi karir yang disukai dengan pengalaman kerja
yang sesungguhnya dan penggunaan bakat untuk menunjukkan bahwa
pilihan karir sudah tepat.
e. Konsolidasi (consolidation): >35 tahun
Periode pembinaan kemapanan karir dengan meraih kemajuan, status dan
senioritas.
Dalam hasil penelitian longitudinalnya, Super mengungkapkan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kematangan karir dan
pencapaian remaja dalam kesadaran diri, pengetahuan tentang okupasi,
dan kemampuan perencanaan. (Tarsidi, 2008)
2.1.3 Faktor Yang Memperngaruhi Pemilihan Karir
Menurut Seligman (1994) dalam Nugraeni (2011), terdapat lima faktor yang
mempengaruhi kematangan karir yaitu :
a. Keluarga
Latar belakang keluarga, role model yang dibangun oleh orang tua, urutan
kelahiran dan pilihan karir keluarga adalah dimensi keluarga yang
mempengaruhi perkembangan karir. Penick dan Jepsen (1992) menemukan
bahwa keluarga memiliki pengaruh penting dalam membentuk identitas karir.
3
Secara umum anak terutama laki-laki cenderung meniru jenis dan tingkat karir
ayahnya atau memilih karir yang lebih tinggi status dan prestisnya dibanding
karir orangtua.
Hill dan Tyson (2009) menjelaskan bahwa peran orangtua dalam
pendidikan didefinisikan sebagai interaksi orang tua dengan sekolah dan anak-
anak mereka untuk mempromosikan kesuksesan akademis. Namun, ketika
memasuki masa remaja, seseorang akan memiliki kemampuan untuk
mempertimbangkan sendiri keputusan dan tindakan yang ingin mereka ambil.
Sehingga mereka lebih aktif dalam menentukan keputusan berpendidikan
dengan belajar dari keberhasilan dan kegagalan serta dari pemecahan masalah
yang telah mereka alami. Hal ini akan menyebabkan orangtua beranggapan
remaja sudah tidak memerlukan keterlibatan orangtua dalam menentukan
masa depannya.
b. Sosial ekonomi dan budaya
Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi perkembangan karir adalah
lingkungan, status sosial ekonomi dan latar belakang budaya. Lingkungan
mempengaruhi perkembanagan karir melalui tiga cara yaitu pengetahuan
individu mengenai pekerjaan, latar belakang dimana individu merasa nyaman,
dan pesan yang diterima individu mengenai pilihan karir yang tepat.
Sawitri (2013) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkaitan
dengan peran orang tua dalam menentukan pilihan anaknya adalah budaya.
Pengaruh keluarga harus digaisbawahi pada negara kolektif seperti Indonesia.
Dalam konteks budaya ini, seorang individu akan menentukan pilihan
berdasarkan harapan, pendapat dan evaluasi orang lain yang signifikan
terutama orangtua, juga keinginan dan kebutuhan individu itu sendiri.
c. Gender
Aspirasi dan pilihan karir laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh asumsi
pilihan karir yang tepat untuk masing-masing gender dan oleh persentase
individu masing-masing gender dalam pekerjaan.
d. Faktor individual
Faktor karakteristik individual yang mempengaruhi kematangan karir adalah :
1) Harga diri
4
Individu dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki sikap positif
terhadap pekerjaan, merencanakan karir dengan baik dan memandang
pekerjaan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Harga diri yang
tinggi berperan penting dalam perencanaan karir dan keputusan atau
implementasi perencanaan karir. (Greenhaus, 1976)
2) Kemampuan dan minat
Inteligensi, bakat dan minat merupakan faktor yang paling kuat dalam
mempengaruhi pilihan karir. Secara umum keterpaduan antara
kemampuan, minat, bakat, dan persyaratan pekerjaan akan mempengaruhi
kepuasaan, performansi dan stabilitas karir individu.
3) Kepribadian
Individu akan memilih karir yang cenderung sesuai dengan karakteristik
kepribadian. Kepribadian meliputi sejumlah dimensi yang relevan dengan
perkembangan karir yaitu orientasi interpersonal, nilai, motivasi, stabilitas
dan kemauan untuk mengambil resiko
e. Dunia kerja
Dunia kerja dan pasar kerja merupakan faktor dalam perencanaan karir yang
secara konstan berubah dan tidak dapat diprediksi, sehingga dapat
mempengaruhi kepuasan individu terhadap karirnya yaitu dengan memberi
pengaruh pada kesempatan kerja yang bisa dicari oleh individu.
5
Ketiga model ini memiliki penekanan berbeda yang berpusat pada tiga
variabel utama yaitu self efficacy, harapan dari pelaksanan karir (outcome
expectations), dan tujuan pribadi (personal goals). (Leung, 2008)
Gambar 1. Social Cognitive Career Theory
(Lent, Brown & Hackett, 1994)
6
melalui keberhasilan, maka dampak negatif dari kegagalan akan dapat
ditangani dan diatasi dengan usaha tertentu. Hal ini dapat menimbulkan
motivasi diri bahwa hambatan yang sulit dapat dilewati dengan usaha
yang terus menerus.
2. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Jalan kedua untuk membentuk dan menguatkan kepercayaan diri
mengenai efikasi adalah melalui pengalaman orang lain pada model
social. Ketika seseorang dengan kemampuan yang sebanding mampu
mendapatkan keberhasilan dalam mengerjakan tugas maka akan
meningkatkan efikasi diri untuk mengerjakan tugas yang sama, begitu
pula sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan
menurunkan penilaian seseorang mengenai kemampuannya. Namun
apabila model yang dilihat tidak dirasakan memiliki kemampuan yang
sama, maka perilaku model terebut tidak akan mempengaruhi efikasi diri.
Maulidira (2015) menjelaskan bahwa dalam dunia kedokteran,
orangtua dan dosen dianggap sebagai role model dan mempengaruhi
mahasiswa dalam menentukan karir yang akan dipilihnya.
3. Persuasi sosial (social persuasion)
Persuasi social adalah cara ketiga untuk menguatkan kepercayaan yang
seseorang miliki untuk mencapai kesuksesan. Pemberian arahan
mengenai kemampuan yang dimiliki diri dalam bentuk saran, nasehat dan
bimbingan akan membantu meningkatkan keyakinan keberhasilan
mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal
akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan.
4. Kondisi fisiologis dan emosional (psychological and emotional state)
Kondisi fisiologis merupakan dasar informasi seseorang untuk menilai
kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan akan
dianggap sebagai tanda ketidakmampuan karena dapat melemahkan
performa kerja individu. Emosi yang kuat juga dapat mengurangi
performa seperti pada saat mengalami ketakutan, kecemasan atau
peningkatan stress akan menurunkan efikasi diri.
Srivastava (2016) menjelaskan bahwa profesi dokter bukan hanya
sebuah pekerjaan tetapi panggilan jiwa. Apabila seorang anak
7
menginginkan untuk menjadi dokter maka orangtua dapat membimbing
untuk mencapai tujuan. Namun apabila seorang anak tidak ingin menjadi
dokter, maka orangtua tidak bisa memaksakan kehendak tersebut.
8
2.2.3 Personal Goals
Bandura (1986) dalam Lent (2002) medefinisikan tujuan sebagai tekad untuk
terlibat dalam aktivitas tertentu atau untuk mempengaruhi hasil di masa
depan. Penetapan personal goals atau tujuan pribadi dapat membuat
seseorang dapat mengatur, membimbing, dan mempertahankan perilaku
mereka sendiri, bahkan dalam jangka waktu yang lama tanpa memerlukan
faktor penguat dari luar. Meskipun lingkungan dan latar belakang pribadi
tidak diragukan lagi membantu membentuk perilaku, perilaku tidak
sepenuhnya ditentukan oleh latar belakang kehidupan, gen, atau faktor
nonvolitional lainnya, tetapi dimotivasi dan dipengaruhi oleh tujuan yang
ditentukan sendiri dan berdasarkan faktor kognitif sosial lainnya yang
memiliki tujuan saling terkait.
SCCT mengemukakan suatu interaksi yang kompleks antara tujuan,
self-efficacy, dan outcome expectations dalam pengaturan perilaku diri sendiri
(Bandura, 1986 dalam Lent, 2002). Misalnya, self-efficacy dan outcome
expectations mempengaruhi tujuan yang dipilih dan usaha yang dikeluarkan
dalam mencapai tujuan. Personal goals juga akan mempengaruhi
perkembangan self-efficacy dan outcome expectations (misalnya, pencapaian
tujuan meningkatkan self-efficacy). Tujuan juga memainkan peran penting
dalam hampir semua teori mengenai pemilihan karir dan pengambilan
keputusan (Lent et al., 1994 dalam Lent, 2002).
9
pilihan karir yang menjelaskan peran kepemimpinan, ambisi untuk mengelola
dan untuk melatih orang lain, dan minat terhadap pendidikan sebelumnya.
Penelitian LingBing (2008) mengemukakan bahwa aspirasi karir
mahasiswa kedokeran di cina sebagian besar berkeinginan menjadi dokter
klinisi, sebagian lainnya menjadi dosen atau staf pengajar dan sebagian kecil
mahasiwa masih belum bisa menentukan pilihannya. Penentuan aspirasi ini
dihubungkan dengan latar belakang keluarga, kemampuan personal,
kemampuan bahasa inggris dan ketertarikan dalam penelitian biomedik.
Faktor kemampuan bahasa Inggris yang buruk dan kurangnya keterampilan
komputer dapat membatasi peluang dalam akademis dan karir.
10
masalah gaya hidup. Minat dan kemampuan mahasiswa yang berbeda akan
memperngaruhi pertimbangan pemilihan karir. Mahasiswa mendapatkan
paparan terhadap berbagai bidang medis, menemukan hal-hal baru dan
biasanya akan membuat keputusan karir final di akhir tahun ketiga atau di
tahun keempat sekolah kedokteran.
Pada tahun 1978 sekitar 10%-25% dokter mengubah pendidikan
residensi mereka atau mengubah karir spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa
beberapa mahasiswa kedokteran tidak dapat membuat pilihan karir yang
terbaik di awal pendidikannya.
11
2.3 Karir Kedokteran
Sekolah kedokteran merupakan langkah awal untuk menjadi seorang dokter
yang kompeten dan peduli (Freeman, 2004). Karir yang dapat dipilih oleh lulusan
dokter dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang klinis (dokter layanan primer
atau spesialis) dan non klinis (kedokteran dasar, kedokteran komunitas,
administrasi kesehatan, penelitian, industri farmasi dan lainnya). Sebagian kecil
dokter menempuh karir di luar bidang kedokteran (non medis), seperti wirausaha,
politikus, artis, penulis dan lainnya. (Richards, 2003).
2.3.1 Kedokteran Klinis
12
Karir non klinis yang dijelaskan oleh Richards (2003) antara lain
kesehatan masyarakat, kedokteran komunitas, pendidikan kedokteran dan
kedokteran dasar. Selain itu termasuk juga bidang peneliti, kedokteran kerja,
industry farmasi, dokter tentara, kedokteran penerbangan, teknik kedokteran,
hukum kedokteran, jurnalisme kedokteran. dan lainnya. Karir non klinis tetap
berada pada lingkup kesehatan dan kedokteran, akan tetapi tidak selalu secara
langsung berinteraksi dengan individu secara personal dalam usaha
peningkatan kesehatan pribadinya.
Pilihan karir bagi seorang dokter tidak hanya terbatas pada bidang klinis
seperti dokter umum dan dokter spesialis, serta pada bidang nonklinis. Dokter
dapat juga memilih berkarir di luar bidang kedokteran misalnya menjadi
politisi, pengusaha, dan lain-lainnya (Nurhayati, 2016)
Profesi merangkap dokter yang cukup sering ditemui adalah artis dan
dokter yang bekerja di pemerintahan, khususnya bila memiliki jiwa
kepemimpinan dan nasionalisme yang tinggi. Walau tidak melakukan praktik
kedokteran namun hal ini dapat memperngaruhi kesehatan masyarakat yang
luas secara positif (Agius, 2005; Segal, 1999 dalam Syakurah, 2014).
13
peran dan fasilitator. Anak-anak akan menghormati perintah orangtua, dan hal ini
akan memberi pengaruh yang besar terhadap perasaan serta self efficacy anak dan
keputusan yang dibuat oleh anak.
Seperti yang terjadi di masyarakat, sebagian orangtua Indonesia masih
menginginkan anaknya berkarier sebagai dokter. Hal itu berdasarkan survei
terbaru HSBC bekerjasama dengan Ipsos MORI yaitu The Value Education 2015:
Learning for Life. Dalam survei itu mengambil sampel sekitar 350 orang tua
Indonesia dan menunjukkan 31 persen orangtua ingin anaknya bergelut di bidang
kedokteran. (Afriyadi, 2015)
Munculnya harapan orang tua pada anak dapat mendorong anak untuk
mempunyai self efficacy untuk dapat memenuhi harapan. Apabila terdapat
hubungan yang baik antara anak dan orangtua terutama dalam bentuk dukungan,
maka anak akan dengan senang hati mengambil nasihan pilihan karir dari
orangtua. Self efficacy untuk memenuhi harapan termasuk salah satu domain dari
self efficacy yang mengukur keyakinan anak mengenai kemampuannya untuk
memenuhi sesuatu yang diharapkan guru dan orang tua. (Mussen dalam
Hariyanto, 2013)
Selain dalam bentuk harapan dan dorongan, orangtua juga dapat dijadikan
model oleh anak untuk menentukan karir. Memiliki orang tua atau kerabat yang
bekerja di bagian medis akan meningkatkan minat seseorang untuk memilih
bidang kesehatan untuk pendidikannya kelak. (Obadeji, 2014).
Namun, apabila orangtua terlalu menekankan perintah pada anak, maka akan
menyebabkan anak semakin tidak tertarik dan tidak termotivasi dalam menjalani
pilihan tersebut (Dietrich dan Kracke, 2009). Dalam bidang kedokteran, apabila
mereka tidak mampu dalam mempraktekkan pengobatan, maka mereka dapat
menurunkan tanggung jawab mereka sebagai profesional dan dapat memberikan
dampak yang signifikan terhadap kualitas pekerjaan. (Heikkila et al, 2015)
14
2.5 Kerangka Konsep
Persuasi dan
harapan
orangtua
Self efficacy
Career actions
Career aspiration (perencanaan dan
eksplorasi)
Outcome expectations
15
DAFTAR PUSTAKA
__________. (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Luar Jaringan (Offline),
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.
Arnold, J. (2011). Career Concepts In The 21st Century. The Psychologist, 24 (2).
Hal. 106 - 109.
Afriyadi, Achmad Dwi. 2015. 31% Orangtua di Indonesia Ingin Anaknya Jadi Dokter.
(diakses pada tanggal 8 Juli 2017 di
http://bisnis.liputan6.com/read/2312457/31-orangtua-di-indonesia-ingin-
anaknya-jadi-dokter)
Bandura, A. (1994). Self-efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of
human behavior (Vol. 4, pp. 71-81). New York: Academic Press. (Reprinted in
H. Friedman [Ed.], Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic
Press, 1998).
Greenhaus. (1976). Self-Esteem, Career Salience, And The Choice Of An Ideal
Occupation. Journal of Vocational Behavior 8, 51-58.
Blustein, D. L. (1997). A context-rich perspective of career exploration across the life
roles. Career Development Quarterly, 45, 260274.
Chantara, Soontornpathai dkk. (2011). Self-determination theory and career
aspirations: A review of literature. IPEDR vol.5. V2-212-216.
Freeman, Brian. (2003). The Ultimate Guide To Choosing A Medical Specialty. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hariyanto, Dita Dityas. (2013). Hubungan Persepsi Tentang Kesesuaian Harapan
Orang Tua Dengan Diri Dalam Pilihan Studi Lanjut Dengan Tingkat Stres
Pada Siswa Kelas XII Di Kabupaten Jember. Tidak dipublikasikan. Hal 30
Hayden, Joana A dan William P. (2013). Introduction to Health Behavior Theory
Second Edition. New Jersey: Jones & Bartlett Publishers. Hal 15.
16
Heikkila, Teppo J et al. (2015). Factors important in the choice of a medical career: a
Finnish national study. BMC Medical Education (2015) 15:169
Hill, Nancy E and Diana FT. (2009). Parental Involvement in Middle School: A Meta-
Analytic Assessment of the Strategies That Promote Achievement.
Developmental Psychology 2009, Vol. 45, No. 3, hal 740763
Keating, E M dkk. (2013). How we created a peer-designed specialty-specific
selective for medical student career exploration. Med Teach. 2013;35(2):91-4
Lent, Robert. W., Brown, Steven D. (1994). Social Cognitive Career Theory dalam
Duene Brown etl (Eds). (2002) Career Choice and Development Fourth
Edition. New York: Wiley Campany. Hal 255-311
Leung, Alvin S. (2008). The Big Five Career Theories. J.A. Athanasou, R. Van
Esbroeck (eds.) International Handbook of Career Guidance. China: Business
Media B.V.
LingBing She dkk. 2008. Determinants of career aspirations of medical students in
southern China. BMC Med Educ. 2008; 8: 59.
Maulidira, Fatty dkk. (2015). Pengaruh role model terhadap pilihan karir pada
mahasiswa fakultas kedokteran. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 4 No
2. 75-82
Nugraeni, I. (2011). Hubungan Antara Pusat Kendali Internal dengan Kematangan
Karir pada Siswa Kelas XII SMK Kristen I Klaten. Jurnal Penelitian. Klaten:
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Nurhayani, Eka dkk. (2016) Pilihan Karir Lulusan Program Pendidikan Profesi
Dokter Universitas Islam Bandung Tahun 2015. Global Medical and Health
Communication, Vol. 4-2 2016.
OBrien, K. M. (1996). The influence of psychological separation and parental
attachment on the career development of adolescent women. Journal of
Vocational Behavior, 48, 257274.
Obadeji, Adetunji dkk. (2014). Career in Medicine: What factors infl uence medical
students?. J Contemp Med Edu Vol 2 218-221.
17
Penick, Neill I dan David AJ. (1992). Family Functioning and Adolescent Career
Development. The Career Development Quarterly March 1992 Vol. 40. Hal
208-222
Riady MA. (2014). Hubungan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada
siswa kelas XII SMK Ahmad Yani Jabung. Undergraduate thesis, Universitas
Islan Negeri Maulana Malik Ibrahim. Tidak dipublikasikan. Hal 47.
Richards P, Stockill S. (2003) Career Opportunities. Dalam: Learning Medicine: An
Informal Guide to Career in Medicine. Edisi 16. London. BMJ Books.
Rogers, M. E., Creed, P. A., & Glendon, A. I. (2008). The role of personality in
adolescent career planning and exploration: A social cognitive perspective.
Sawitri DR (2013). Parental influences and adolescent career behaviours in a
collectivist cultural setting. Int J Educ Vocat Guidance.
Savickas, Mark L. (2002). Career Construction dalam Duane Brown etl (eds). (2002).
Career Choice and Development Fourth Edition. New York: A Wiley
Company. Hal 167-182
Srivastava, Renjana. (2015). Forcing your child to become a doctor could be the
worst parenting decision you make. Diakses pada tanggal 9 Juni 2017 di
https://www.theguardian.com/commentisfree/2016/jun/08/forcing-your-child-
to-become-a-doctor-could-be-the-worst-parenting-decision-you-make.
Soethout, M.B., Olle, J.T, Gerrit, V.D.. (2008) Development of an interest in a career
in public health during medical school. Public Health. 122. 361-366.
Syakurah RA, Sari DA, Riansyah D, Yolanda P. (2014). Determinan pilihan karir
mahasiswa fakultas kedokteran sebagai spesialis di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Kedokteran Indonesia. 31(21). 132-136.
Tarsidi, Didi. (2008). Teori Perkembangan Karir. Tidak dipublikasikan.
Taveira, M. D. C., & Moreno, M. L. R.. (2003). Guidance theory and practice: The
status of career exploration. British Journal of Guidance and Counselling
31(2). 189-208.
18
Zikic, J., & Klehe, U.-C. (2006). Job loss as a blessing in disguise: The role of career
exploration and career planning in predicting reemployment quality. Journal
of Vocational Behavior. 391409
Zink B J dkk. (2007). A Comprehensive Medical Student Career Development
Program Improves Medical Student Satisfaction With Career Planning. Teach
Learn Med. 2007 Winter;19(1):55-60
19