Anda di halaman 1dari 19

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karir
Menurut KBBI (2013) karier dapat didefinisikan sebagai perkembangan dan
kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, jabatan dan sebagainya. Selain itu, Arthur,
Hall et al (1989) dalam Arnold (2011) menjelaskan karier sebagai rangkaian
proses perkembangan dari pengalaman bekerja seseorang, Collin dan Watts dalam
Arnold (2011) mendefinisikan karir sebagai perkembangan individu dalam belajar
dan bekerja sepanjang hidupnya.

2.1.2 Teori Pengembangan Karier


Super (1990) dalam Tarsidi (2008) merumuskan kerangka perkembangan
pemilihan karir mengikuti proses kehidupan sebagai berikut:
1. Tahap Pertumbuhan/ Growth (sejak lahir hingga 14 atau 15 tahun)
Tahap ini ditandai dengan perkembangan kapasitas, sikap, minat, dan
kebutuhan yang terkait dengan konsep diri. Menurut Freud (1965) dalam
Savickas (2002), dalam tahap ini terdapat 4 jalur perkembangan yang
meliputi perhatian untuk masa depan, kontrol pribadi untuk kejuruan,
konsepsi tentang pemilihan kejuruan dan pendidikan serta kepercayaan diri
untuk membuat dan menerapkan pilihan karir. Masing masing jalur ini akan
membawa remaja dalam sikap, kepercayaan dan kompetensi yang penting
dalam menentukan pemilihan kerja dan pembangunan karir. (Super, 1990
dalam Savickas, 2002)
2. Tahap Eksplorasi/ Exploratory (usia 15-24)
Tahap ini ditandai dengan fase tentative dimana seseorang sudah dapat
menentukan rencana tetapi belum sampai ke final. Erikson (1963) dalam
Savickas (2002) menjelaskan bahwa dalam tahap ini, individu sudah
melibatkan diri dalam masyarakat, namun masih bertahap untuk menentukan
konsep diri dalam penentuan karirnya. Sesuai dengan namanya, dalam tahap
ini individu melakukan eksplorasi karir, mencari pekerjaan yang sesuai

1
dengan dirinya dan dalam tahap ini, individu akan melalui tiga tugas dalam
pengembangan kejuruan yaitu kristalisasi, sepesifikasi dan aktualisasi.
Remaja akhir perlu mempersiapkan diri dalam memasuki kehidupan
nyata di masyarakat. Hal ini akan dicapai dengan cara mengembangkan
kemampuan intelektual maupun keterampilan dasar yang dimilikinya.
Bentuk persiapan diri yang dilakukan adalah memilih program studi yang
tepat sebagai bekal untuk mengembangkan karier pribadinya (Dariyo, 2004
dalam Hariyanto, 2013).
3. Tahap Pembentukan/ Establishment (usia 25-44)
Tahap ini ditandai dengan trial dan stabilisasi melalui pengalaman kerja.
Savickas (2002) menjelaskan bahwa di tahap ini, seseorang telah
menempatkan diri dalam posisi kerja namun masih mencoba-coba
membuktikan apakah pilihan dan keputusan pekerjaan yang dibuat pada
masa eksplorasi benar atau tidak. Disini seseorang akan menentukan apakah
dia akan menetap di karir tersebut, atau merubah pilihannya untuk
mendapatkan kenyamanan.
4. Tahap Pemeliharaan/ Maintenance (usia 4564)
Tahap ini ditandai dengan proses penyesuaian berkelanjutan untuk
memperbaiki posisi dan situasi kerja. Savickas (2002) menjelaskan di tahap
ini bahwa seseorang akan berkonsentrasi untuk mempertahankan apa yang
telah mereka pilih. Mereka akan mengevaluasi kembali pengalaman kerja
dan merevisi konsep diri, melanjutkan yang menyenangkan dan merubah
yang tidak menyenangkan untuk tetap stabil dalam memelihara karir tersebut
dan tidak sampai berganti dengan pekerjaan lain.
5. Tahap Kemunduran/ Decline (usia 65+)
Tahap ini ditandai dengan pertimbangan-pertimbangan pra-pensiun, output
kerja, dan akhirnya pensiun. Setelah melewati masa yang panjang, para
pekerja akan mengalami penurunan energi dan minat dalam pekerjaan.
Mereka akan melepaskan diri dari pekerjaan dan merencanakan pensium,
serta menjalankan struktur kehidupan yang baru dan berbeda. (Savickas,
2002)

2
Masa-masa tertentu dalam hidup individu dihadapkan pada tugas-tugas
perkembangan karir. Tugas perkembangan karir menurut Super (dalam Tarsidi, 2008):
a. Kristalisasi (Crystallization): 14-18 tahun
Kristalisasi merupakan periode proses kognitif untuk memformulasikan
sebuah tujuan kejuruan umum melalui kesadaran akan sumber-sumber
yang tersedia, berbagai kemungkinan, minat, nilai, dan perencanaan untuk
okupasi yang lebih disukai
b. Spesifikasi (Specification): 18-21 tahun
Periode peralihan dari preferensi vokasional tentatif menuju preferensi
vokasional yang spesifik. Di sini, individu diharuskan untuk
mempersempit arah karir umum menjadi satu tertentu dan mengambil
langkah yang diperlukan untuk melaksanakan keputusan tersebut.
c. Pelaksanaan (Implementation): 21-25 tahun
Periode menamatkan pendidikan/pelatihan untuk pekerjaan yang disukai
dan memasuki dunia kerja.
d. Stabilisasi (Stabilization): 25-35 tahun
Periode mengkonfirmasi karir yang disukai dengan pengalaman kerja
yang sesungguhnya dan penggunaan bakat untuk menunjukkan bahwa
pilihan karir sudah tepat.
e. Konsolidasi (consolidation): >35 tahun
Periode pembinaan kemapanan karir dengan meraih kemajuan, status dan
senioritas.
Dalam hasil penelitian longitudinalnya, Super mengungkapkan
kesimpulan bahwa terdapat hubungan antara kematangan karir dan
pencapaian remaja dalam kesadaran diri, pengetahuan tentang okupasi,
dan kemampuan perencanaan. (Tarsidi, 2008)
2.1.3 Faktor Yang Memperngaruhi Pemilihan Karir
Menurut Seligman (1994) dalam Nugraeni (2011), terdapat lima faktor yang
mempengaruhi kematangan karir yaitu :
a. Keluarga
Latar belakang keluarga, role model yang dibangun oleh orang tua, urutan
kelahiran dan pilihan karir keluarga adalah dimensi keluarga yang
mempengaruhi perkembangan karir. Penick dan Jepsen (1992) menemukan
bahwa keluarga memiliki pengaruh penting dalam membentuk identitas karir.

3
Secara umum anak terutama laki-laki cenderung meniru jenis dan tingkat karir
ayahnya atau memilih karir yang lebih tinggi status dan prestisnya dibanding
karir orangtua.
Hill dan Tyson (2009) menjelaskan bahwa peran orangtua dalam
pendidikan didefinisikan sebagai interaksi orang tua dengan sekolah dan anak-
anak mereka untuk mempromosikan kesuksesan akademis. Namun, ketika
memasuki masa remaja, seseorang akan memiliki kemampuan untuk
mempertimbangkan sendiri keputusan dan tindakan yang ingin mereka ambil.
Sehingga mereka lebih aktif dalam menentukan keputusan berpendidikan
dengan belajar dari keberhasilan dan kegagalan serta dari pemecahan masalah
yang telah mereka alami. Hal ini akan menyebabkan orangtua beranggapan
remaja sudah tidak memerlukan keterlibatan orangtua dalam menentukan
masa depannya.
b. Sosial ekonomi dan budaya
Faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi perkembangan karir adalah
lingkungan, status sosial ekonomi dan latar belakang budaya. Lingkungan
mempengaruhi perkembanagan karir melalui tiga cara yaitu pengetahuan
individu mengenai pekerjaan, latar belakang dimana individu merasa nyaman,
dan pesan yang diterima individu mengenai pilihan karir yang tepat.
Sawitri (2013) menjelaskan bahwa salah satu faktor yang berkaitan
dengan peran orang tua dalam menentukan pilihan anaknya adalah budaya.
Pengaruh keluarga harus digaisbawahi pada negara kolektif seperti Indonesia.
Dalam konteks budaya ini, seorang individu akan menentukan pilihan
berdasarkan harapan, pendapat dan evaluasi orang lain yang signifikan
terutama orangtua, juga keinginan dan kebutuhan individu itu sendiri.
c. Gender
Aspirasi dan pilihan karir laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh asumsi
pilihan karir yang tepat untuk masing-masing gender dan oleh persentase
individu masing-masing gender dalam pekerjaan.
d. Faktor individual
Faktor karakteristik individual yang mempengaruhi kematangan karir adalah :
1) Harga diri

4
Individu dengan harga diri yang tinggi cenderung memiliki sikap positif
terhadap pekerjaan, merencanakan karir dengan baik dan memandang
pekerjaan sebagai sarana untuk mengekspresikan diri. Harga diri yang
tinggi berperan penting dalam perencanaan karir dan keputusan atau
implementasi perencanaan karir. (Greenhaus, 1976)
2) Kemampuan dan minat
Inteligensi, bakat dan minat merupakan faktor yang paling kuat dalam
mempengaruhi pilihan karir. Secara umum keterpaduan antara
kemampuan, minat, bakat, dan persyaratan pekerjaan akan mempengaruhi
kepuasaan, performansi dan stabilitas karir individu.
3) Kepribadian
Individu akan memilih karir yang cenderung sesuai dengan karakteristik
kepribadian. Kepribadian meliputi sejumlah dimensi yang relevan dengan
perkembangan karir yaitu orientasi interpersonal, nilai, motivasi, stabilitas
dan kemauan untuk mengambil resiko
e. Dunia kerja
Dunia kerja dan pasar kerja merupakan faktor dalam perencanaan karir yang
secara konstan berubah dan tidak dapat diprediksi, sehingga dapat
mempengaruhi kepuasan individu terhadap karirnya yaitu dengan memberi
pengaruh pada kesempatan kerja yang bisa dicari oleh individu.

2.2 Social Cognitive Careeer Theory (SCCT)/ Teori Kognitif Sosial


Salah satu jenis pendekatan konseling karir adalah Social Cognitive Career
Theory (SCCT). Teori ini merupakan teori karir yang berdasar pada teori self
efficacy Bandura. Teori ini menyatakan hubungan yang saling mempengaruhi
antara manusia dan lingkungannya. Teori ini beranggapan bahwa tujuan,
kepentingan dan pilihan karir sangat berkaitan dengan keyakinan diri dan harapan
seseorang. SCCT menjelaskan tiga model dalam pengembangan karier seseorang
yang segmental namun saling berkaitan yaitu:
(a) Pengembangan minat akademik dan kejuruan
(b) Bagaimana individu membuat pilihan pendidikan dan karier, dan
(c) kinerja dan stabilitas pendidikan karir.

5
Ketiga model ini memiliki penekanan berbeda yang berpusat pada tiga
variabel utama yaitu self efficacy, harapan dari pelaksanan karir (outcome
expectations), dan tujuan pribadi (personal goals). (Leung, 2008)
Gambar 1. Social Cognitive Career Theory
(Lent, Brown & Hackett, 1994)

2.2.1 Self Efficacy


Self Efficacy atau efikasi diri didefinisikan oleh Hayden et al (2013)
sebagai keyakinan akan kemampuan seseorang untuk berhasil menyelesaikan
sesuatu. Dalam proses mempersiapkan karir, sangat penting memiliki
keyakinan tentang dirinya, yakni dengan ciri-ciri kepribadian yang menonjol,
memiliki keyakinan akan potensi intelektualnya dan yakin dengan kelebihan
yang dimiliki. Mereka harus menentukan dengan tepat bidang karir atau
pekerjaan yang sesuai dengan mereka, menimbang berdasarkan potensi diri.
Hal inilah yang berhubungan dengan efikasi diri (Riady, 2014)
Bandura (1994) mejelaskan bahwa perkembangan dari efikasi diri
dimodifikasi melalui empat sumber informasi pengalaman:
1. Pengalaman keberhasilan (mastery experience)

Pengalaman pribadi yang nyata, seperti keberhasilan dan kegagalan akan


menjadi cara yang paling efektif dalam membangun efikasi diri yang
kuat. Pengalaman keberhasilan akan meningkatkan efikasi diri sedangkan
pengalaman kegagalan dapat menurunkannya. Seseorang akan lebih
mudah kecewa dan jatuh akibat kegagalan apabila selama ini hanya
merasakan kesuksesan. Apabila efikasi diri telah kuat berkembang

6
melalui keberhasilan, maka dampak negatif dari kegagalan akan dapat
ditangani dan diatasi dengan usaha tertentu. Hal ini dapat menimbulkan
motivasi diri bahwa hambatan yang sulit dapat dilewati dengan usaha
yang terus menerus.
2. Pengalaman orang lain (vicarious experience)
Jalan kedua untuk membentuk dan menguatkan kepercayaan diri
mengenai efikasi adalah melalui pengalaman orang lain pada model
social. Ketika seseorang dengan kemampuan yang sebanding mampu
mendapatkan keberhasilan dalam mengerjakan tugas maka akan
meningkatkan efikasi diri untuk mengerjakan tugas yang sama, begitu
pula sebaliknya, pengamatan terhadap kegagalan orang lain akan
menurunkan penilaian seseorang mengenai kemampuannya. Namun
apabila model yang dilihat tidak dirasakan memiliki kemampuan yang
sama, maka perilaku model terebut tidak akan mempengaruhi efikasi diri.
Maulidira (2015) menjelaskan bahwa dalam dunia kedokteran,
orangtua dan dosen dianggap sebagai role model dan mempengaruhi
mahasiswa dalam menentukan karir yang akan dipilihnya.
3. Persuasi sosial (social persuasion)
Persuasi social adalah cara ketiga untuk menguatkan kepercayaan yang
seseorang miliki untuk mencapai kesuksesan. Pemberian arahan
mengenai kemampuan yang dimiliki diri dalam bentuk saran, nasehat dan
bimbingan akan membantu meningkatkan keyakinan keberhasilan
mencapai tujuan yang diinginkan. Individu yang diyakinkan secara verbal
akan berusaha lebih keras untuk mencapai suatu keberhasilan.
4. Kondisi fisiologis dan emosional (psychological and emotional state)
Kondisi fisiologis merupakan dasar informasi seseorang untuk menilai
kemampuannya. Ketegangan fisik dalam situasi yang menekan akan
dianggap sebagai tanda ketidakmampuan karena dapat melemahkan
performa kerja individu. Emosi yang kuat juga dapat mengurangi
performa seperti pada saat mengalami ketakutan, kecemasan atau
peningkatan stress akan menurunkan efikasi diri.
Srivastava (2016) menjelaskan bahwa profesi dokter bukan hanya
sebuah pekerjaan tetapi panggilan jiwa. Apabila seorang anak

7
menginginkan untuk menjadi dokter maka orangtua dapat membimbing
untuk mencapai tujuan. Namun apabila seorang anak tidak ingin menjadi
dokter, maka orangtua tidak bisa memaksakan kehendak tersebut.

2.2.2 Outcome Expextations


Lent, Brown dan Hackett (2002) mendefinisikan outcome expectations
sebagai keyakinan pribadi mengenai konsekuensi atau hasil dari perilaku
tertentu. Outcome expectations melibatkan imajinasi dari perilaku yang
diberikan, diibaratkan dengan pertanyaan Jika saya melakukan ini, apa yang
akan terjadi?. Sedangkan elf-efficacy berkaitan dengan keyakinan akan
kemampuan seseorang, diibaratkan dengan pertanyaan Dapatkah saya
melakukan ini?.
Outcome expectations meliputi beberapa keyakinan tentang hasil
respons, seperti keyakinan tentang reinforcement yang didapat dari luar
(menerima penghargaan dari kinerja yang berhasil), hasil yang mengarah pada
diri sendiri (seperti kebanggaan diri sendiri untuk menguasai tugas yang
menantang), dan hasil yang diperoleh dari proses menjalankan kegiatan yang
diberikan (misalnya, penyerapan dalam tugas itu sendiri). (Lent, Brown dan
Hackett (2002)
Teori Barak (1981) dan Vroom (1964) dalam Lent (2002) menjelaskan
bahwa outcome expectations memainkan peran kunci dalam memotivasi
perilaku. Outcome expectations diperoleh melalui pengalaman belajar yang
serupa dengan pembelajaran yang menimbulkan self-efficacy. Misalnya,
outcome expectations mengenai tindakan karir tertentu berasal dari penilaian
orang terhadap hasil (seperti penghargaan) yang mereka terima untuk
melakukan tindakan yang relevan di masa lalu; Pengamatan hasil yang
dihasilkan oleh orang lain; Perhatian pada hasil yang dihasilkan sendiri
(seperti persetujuan sendiri) dan reaksi orang lain; Dan kepekaan terhadap
isyarat fisik (seperti tingkat emosional atau rasa kesejahteraan) selama
menjalankan tugas. Outcome expectations mungkin juga dipengaruhi oleh
self-efficacy ketika hasil ditentukan oleh kualitas kinerja seseorang.

8
2.2.3 Personal Goals
Bandura (1986) dalam Lent (2002) medefinisikan tujuan sebagai tekad untuk
terlibat dalam aktivitas tertentu atau untuk mempengaruhi hasil di masa
depan. Penetapan personal goals atau tujuan pribadi dapat membuat
seseorang dapat mengatur, membimbing, dan mempertahankan perilaku
mereka sendiri, bahkan dalam jangka waktu yang lama tanpa memerlukan
faktor penguat dari luar. Meskipun lingkungan dan latar belakang pribadi
tidak diragukan lagi membantu membentuk perilaku, perilaku tidak
sepenuhnya ditentukan oleh latar belakang kehidupan, gen, atau faktor
nonvolitional lainnya, tetapi dimotivasi dan dipengaruhi oleh tujuan yang
ditentukan sendiri dan berdasarkan faktor kognitif sosial lainnya yang
memiliki tujuan saling terkait.
SCCT mengemukakan suatu interaksi yang kompleks antara tujuan,
self-efficacy, dan outcome expectations dalam pengaturan perilaku diri sendiri
(Bandura, 1986 dalam Lent, 2002). Misalnya, self-efficacy dan outcome
expectations mempengaruhi tujuan yang dipilih dan usaha yang dikeluarkan
dalam mencapai tujuan. Personal goals juga akan mempengaruhi
perkembangan self-efficacy dan outcome expectations (misalnya, pencapaian
tujuan meningkatkan self-efficacy). Tujuan juga memainkan peran penting
dalam hampir semua teori mengenai pemilihan karir dan pengambilan
keputusan (Lent et al., 1994 dalam Lent, 2002).

2.2.3.1 Career Aspiration


Remaja yang memiliki efikasi diri yang kuat akan memiliki harapan
mengenai proses pilihan karir mereka. Tujuan jangka panjang, tujuan masa
depan dan tujuan hidup atau aspirasi adalah hal yang mendasari pemikiran
mengenai masa depan yang ideal (Chantara, 2011). Setelah seseorang
memiliki aspirasi karir, hal tersebut akan memotivasi mereka dalam pemilihan
dan pencapaian karir masa depan. (Elliot and Dweck, 2007 dalam Chantara,
2011). OBrien (1996) menjelaskan bahwa aspek karir merupakan tujuan dan

9
pilihan karir yang menjelaskan peran kepemimpinan, ambisi untuk mengelola
dan untuk melatih orang lain, dan minat terhadap pendidikan sebelumnya.
Penelitian LingBing (2008) mengemukakan bahwa aspirasi karir
mahasiswa kedokeran di cina sebagian besar berkeinginan menjadi dokter
klinisi, sebagian lainnya menjadi dosen atau staf pengajar dan sebagian kecil
mahasiwa masih belum bisa menentukan pilihannya. Penentuan aspirasi ini
dihubungkan dengan latar belakang keluarga, kemampuan personal,
kemampuan bahasa inggris dan ketertarikan dalam penelitian biomedik.
Faktor kemampuan bahasa Inggris yang buruk dan kurangnya keterampilan
komputer dapat membatasi peluang dalam akademis dan karir.

2.2.3.2 Career Planning


Perencanaan dan eksplorasi karir merupakan tindakan penting yang
diperlukan untuk mewujudkan aspirasi karir seseorang. Perencanaan karir
dikaitkan dengan self-efficacy, goals, personality dan interaksi untuk tujuan
sosial dan dukungan yang menunjukkan bahwa tingkat perencanaan tertinggi
ketika dukungan sosial dan tujuannya juga tinggi. Individu yang percaya diri
dengan harapan hasil karir akan cenderung menetapkan tujuan terkait karir
yang lebih tinggi dan terlibat dalam perencanaan dan eksplorasi karir yang
lebih banyak. (Rogers, Creed, & Glendon, 2008).
Perencanaan karir memungkinkan individu untuk mengembangkan
tujuan karir dan memfokuskan aktivitas pencarian mereka untuk menemukan
pekerjaan dan organisasi sesuai dengan tujuan ini. Perencanaan karir
melibatkan kegiatan yang terkait dengan pengelolaan informasi yang ada
mengenai tindakan di masa depan, dan mencakup penetapan sasaran, jadwal,
dan strategi jangka pendek yang akan memfasilitasi kemajuan karir. (Zikic &
Klehe, 2006).
Menurut Zink (2007), perencanaan karir merupakan komponen yang
penting dalam proses pengembangan mahasiswa kedokteran. Eksplorasi karir
dan proses pengambilan keputusan ini sangat kompleks dan melibatkan
beberapa faktor, yaitu tipe kepribadian, faktor personal, pengaruh guru dan
mentor, pertimbangan pendapatan dan malpraktek, serta jam kerja dan

10
masalah gaya hidup. Minat dan kemampuan mahasiswa yang berbeda akan
memperngaruhi pertimbangan pemilihan karir. Mahasiswa mendapatkan
paparan terhadap berbagai bidang medis, menemukan hal-hal baru dan
biasanya akan membuat keputusan karir final di akhir tahun ketiga atau di
tahun keempat sekolah kedokteran.
Pada tahun 1978 sekitar 10%-25% dokter mengubah pendidikan
residensi mereka atau mengubah karir spesialis. Hal ini menunjukkan bahwa
beberapa mahasiswa kedokteran tidak dapat membuat pilihan karir yang
terbaik di awal pendidikannya.

2.2.3.3 Career Exploration


Sementara perencanaan karir melibatkan pemikiran dan persiapan
masa depan pekerjaan, eksplorasi karir didefinisikan sebagai perilaku
pengumpulan informasi yang relevan dengan pekerjaan dan kemajuan karir
(Stumpf, Colarelli, & Hartman, 1983). Eksplorasi karir mewakili aspek
kecenderungan manusia untuk mencari pengalaman baru, meningkatkan
pengetahuan diri dan belajar tentang dunia. Sebagai proses seumur hidup,
eksplorasi karir memungkinkan individu untuk mengelola lebih baik setiap
tantangan yang terkait dengan transisi. Usaha eksplorasi ini didasarkan dari
motivasi intrinsik berupa rasa penasaran dan keinginan pribadi. (Blustein,
1997).
Eksplorasi diri melibatkan eksplorasi kepentingan, nilai, dan
pengalaman individu untuk mendapatkan pemahaman yang lebih
komprehensif tentang diri mereka sendiri. Eksplorasi lingkungan berfokus
pada penyelidikan individu terhadap berbagai pilihan karir dan melibatkan
pengumpulan informasi yang relevan yang memungkinkan keputusan karir
yang lebih baik (Zikic & Klehe, 2006).
Penelitian Keating (2013) menyebutkan bahwa fakultas kedokteran di
Amerika Serikat memfasilitasi eksplorasi karir mahasiswa kedokteran dengan
metode diskusi dengan para ahli, pemberian role model, mentoring dan
sharing teman sebaya. Hal ini akan menambah wawasan mahasiswa preklinik
di tahap awal untuk mengenali karir kedokteran.

11
2.3 Karir Kedokteran
Sekolah kedokteran merupakan langkah awal untuk menjadi seorang dokter
yang kompeten dan peduli (Freeman, 2004). Karir yang dapat dipilih oleh lulusan
dokter dapat dibedakan menjadi dua, yaitu bidang klinis (dokter layanan primer
atau spesialis) dan non klinis (kedokteran dasar, kedokteran komunitas,
administrasi kesehatan, penelitian, industri farmasi dan lainnya). Sebagian kecil
dokter menempuh karir di luar bidang kedokteran (non medis), seperti wirausaha,
politikus, artis, penulis dan lainnya. (Richards, 2003).
2.3.1 Kedokteran Klinis

Kedokteran klinis merupakan cabang ilmu kedokteran yang


melakukan pelayanan kesehatan berupa mencegah dan mengobati penyakit.
Pada pelaksanaannya, dalam menjalani hubungan dokter-pasien dan
mengambil keputusan klinis, dokter dituntut untuk senantiasa menggunakan
prinsip-prinsip bioetika Kegiatan diagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit harus melalui pertimbangan dan keputusan klinis (clinical judgment).
(Agius, 2005; Segal, 1999 dalam Syakurah, 2014).
Alasan pemilihan karir sebagai dokter spesialis ini adalah kesempatan
melakukan tindakan medis yang memerlukan keterampilan khusus, menjalani
kehidupan yang lebih aktif, tempat untuk bekerja yang menarik seperti
Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Intensive Care Unit (ICU), kesempatan
untuk melakukan penelitian klinik serta derajat sosial yang lebih tinggi di
mata masyarakat, dan juga pendapatan yang lebih besar. (Burrack, 1997)

2.3.2 Kedokteran Non-Klinis

12
Karir non klinis yang dijelaskan oleh Richards (2003) antara lain
kesehatan masyarakat, kedokteran komunitas, pendidikan kedokteran dan
kedokteran dasar. Selain itu termasuk juga bidang peneliti, kedokteran kerja,
industry farmasi, dokter tentara, kedokteran penerbangan, teknik kedokteran,
hukum kedokteran, jurnalisme kedokteran. dan lainnya. Karir non klinis tetap
berada pada lingkup kesehatan dan kedokteran, akan tetapi tidak selalu secara
langsung berinteraksi dengan individu secara personal dalam usaha
peningkatan kesehatan pribadinya.

Namun, Soethout (2008) menjelaskan bahwa bidang kesehatan


masyarakat bukanlah pilihan karir yang sangat populer bagi mahasiswa
kedokteran. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh keterpaparan pada saat
preklinik dan klinik yang lebih banyak mempelajari masalah klinik daripada
masalah non klinis.

2.3.3 Karir Non-Medis

Pilihan karir bagi seorang dokter tidak hanya terbatas pada bidang klinis
seperti dokter umum dan dokter spesialis, serta pada bidang nonklinis. Dokter
dapat juga memilih berkarir di luar bidang kedokteran misalnya menjadi
politisi, pengusaha, dan lain-lainnya (Nurhayati, 2016)

Profesi merangkap dokter yang cukup sering ditemui adalah artis dan
dokter yang bekerja di pemerintahan, khususnya bila memiliki jiwa
kepemimpinan dan nasionalisme yang tinggi. Walau tidak melakukan praktik
kedokteran namun hal ini dapat memperngaruhi kesehatan masyarakat yang
luas secara positif (Agius, 2005; Segal, 1999 dalam Syakurah, 2014).

2.4 Peran Orangtua dalam Pemilihan Karir Kedokteran


Sawitri (2013) menjelaskan bahwa peran orangtua merupakan prioritas dalam
tindakan yang dilakukan oleh anak-anak. Orangtua dipandang sebagai model

13
peran dan fasilitator. Anak-anak akan menghormati perintah orangtua, dan hal ini
akan memberi pengaruh yang besar terhadap perasaan serta self efficacy anak dan
keputusan yang dibuat oleh anak.
Seperti yang terjadi di masyarakat, sebagian orangtua Indonesia masih
menginginkan anaknya berkarier sebagai dokter. Hal itu berdasarkan survei
terbaru HSBC bekerjasama dengan Ipsos MORI yaitu The Value Education 2015:
Learning for Life. Dalam survei itu mengambil sampel sekitar 350 orang tua
Indonesia dan menunjukkan 31 persen orangtua ingin anaknya bergelut di bidang
kedokteran. (Afriyadi, 2015)
Munculnya harapan orang tua pada anak dapat mendorong anak untuk
mempunyai self efficacy untuk dapat memenuhi harapan. Apabila terdapat
hubungan yang baik antara anak dan orangtua terutama dalam bentuk dukungan,
maka anak akan dengan senang hati mengambil nasihan pilihan karir dari
orangtua. Self efficacy untuk memenuhi harapan termasuk salah satu domain dari
self efficacy yang mengukur keyakinan anak mengenai kemampuannya untuk
memenuhi sesuatu yang diharapkan guru dan orang tua. (Mussen dalam
Hariyanto, 2013)
Selain dalam bentuk harapan dan dorongan, orangtua juga dapat dijadikan
model oleh anak untuk menentukan karir. Memiliki orang tua atau kerabat yang
bekerja di bagian medis akan meningkatkan minat seseorang untuk memilih
bidang kesehatan untuk pendidikannya kelak. (Obadeji, 2014).
Namun, apabila orangtua terlalu menekankan perintah pada anak, maka akan
menyebabkan anak semakin tidak tertarik dan tidak termotivasi dalam menjalani
pilihan tersebut (Dietrich dan Kracke, 2009). Dalam bidang kedokteran, apabila
mereka tidak mampu dalam mempraktekkan pengobatan, maka mereka dapat
menurunkan tanggung jawab mereka sebagai profesional dan dapat memberikan
dampak yang signifikan terhadap kualitas pekerjaan. (Heikkila et al, 2015)

14
2.5 Kerangka Konsep

Persuasi dan
harapan
orangtua

Self efficacy

Career actions
Career aspiration (perencanaan dan
eksplorasi)

Outcome expectations

15
DAFTAR PUSTAKA

__________. (2013). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Luar Jaringan (Offline),
Pusat Bahasa Kementerian Pendidikan Nasional.
Arnold, J. (2011). Career Concepts In The 21st Century. The Psychologist, 24 (2).
Hal. 106 - 109.
Afriyadi, Achmad Dwi. 2015. 31% Orangtua di Indonesia Ingin Anaknya Jadi Dokter.
(diakses pada tanggal 8 Juli 2017 di
http://bisnis.liputan6.com/read/2312457/31-orangtua-di-indonesia-ingin-
anaknya-jadi-dokter)
Bandura, A. (1994). Self-efficacy. In V. S. Ramachaudran (Ed.), Encyclopedia of
human behavior (Vol. 4, pp. 71-81). New York: Academic Press. (Reprinted in
H. Friedman [Ed.], Encyclopedia of mental health. San Diego: Academic
Press, 1998).
Greenhaus. (1976). Self-Esteem, Career Salience, And The Choice Of An Ideal
Occupation. Journal of Vocational Behavior 8, 51-58.
Blustein, D. L. (1997). A context-rich perspective of career exploration across the life
roles. Career Development Quarterly, 45, 260274.
Chantara, Soontornpathai dkk. (2011). Self-determination theory and career
aspirations: A review of literature. IPEDR vol.5. V2-212-216.
Freeman, Brian. (2003). The Ultimate Guide To Choosing A Medical Specialty. New
York: The McGraw-Hill Companies, Inc.
Hariyanto, Dita Dityas. (2013). Hubungan Persepsi Tentang Kesesuaian Harapan
Orang Tua Dengan Diri Dalam Pilihan Studi Lanjut Dengan Tingkat Stres
Pada Siswa Kelas XII Di Kabupaten Jember. Tidak dipublikasikan. Hal 30
Hayden, Joana A dan William P. (2013). Introduction to Health Behavior Theory
Second Edition. New Jersey: Jones & Bartlett Publishers. Hal 15.

16
Heikkila, Teppo J et al. (2015). Factors important in the choice of a medical career: a
Finnish national study. BMC Medical Education (2015) 15:169
Hill, Nancy E and Diana FT. (2009). Parental Involvement in Middle School: A Meta-
Analytic Assessment of the Strategies That Promote Achievement.
Developmental Psychology 2009, Vol. 45, No. 3, hal 740763
Keating, E M dkk. (2013). How we created a peer-designed specialty-specific
selective for medical student career exploration. Med Teach. 2013;35(2):91-4
Lent, Robert. W., Brown, Steven D. (1994). Social Cognitive Career Theory dalam
Duene Brown etl (Eds). (2002) Career Choice and Development Fourth
Edition. New York: Wiley Campany. Hal 255-311
Leung, Alvin S. (2008). The Big Five Career Theories. J.A. Athanasou, R. Van
Esbroeck (eds.) International Handbook of Career Guidance. China: Business
Media B.V.
LingBing She dkk. 2008. Determinants of career aspirations of medical students in
southern China. BMC Med Educ. 2008; 8: 59.
Maulidira, Fatty dkk. (2015). Pengaruh role model terhadap pilihan karir pada
mahasiswa fakultas kedokteran. Jurnal Pendidikan Kedokteran Indonesia 4 No
2. 75-82
Nugraeni, I. (2011). Hubungan Antara Pusat Kendali Internal dengan Kematangan
Karir pada Siswa Kelas XII SMK Kristen I Klaten. Jurnal Penelitian. Klaten:
Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan.
Nurhayani, Eka dkk. (2016) Pilihan Karir Lulusan Program Pendidikan Profesi
Dokter Universitas Islam Bandung Tahun 2015. Global Medical and Health
Communication, Vol. 4-2 2016.
OBrien, K. M. (1996). The influence of psychological separation and parental
attachment on the career development of adolescent women. Journal of
Vocational Behavior, 48, 257274.
Obadeji, Adetunji dkk. (2014). Career in Medicine: What factors infl uence medical
students?. J Contemp Med Edu Vol 2 218-221.

17
Penick, Neill I dan David AJ. (1992). Family Functioning and Adolescent Career
Development. The Career Development Quarterly March 1992 Vol. 40. Hal
208-222
Riady MA. (2014). Hubungan antara self-efficacy dengan kematangan karir pada
siswa kelas XII SMK Ahmad Yani Jabung. Undergraduate thesis, Universitas
Islan Negeri Maulana Malik Ibrahim. Tidak dipublikasikan. Hal 47.
Richards P, Stockill S. (2003) Career Opportunities. Dalam: Learning Medicine: An
Informal Guide to Career in Medicine. Edisi 16. London. BMJ Books.
Rogers, M. E., Creed, P. A., & Glendon, A. I. (2008). The role of personality in
adolescent career planning and exploration: A social cognitive perspective.
Sawitri DR (2013). Parental influences and adolescent career behaviours in a
collectivist cultural setting. Int J Educ Vocat Guidance.
Savickas, Mark L. (2002). Career Construction dalam Duane Brown etl (eds). (2002).
Career Choice and Development Fourth Edition. New York: A Wiley
Company. Hal 167-182
Srivastava, Renjana. (2015). Forcing your child to become a doctor could be the
worst parenting decision you make. Diakses pada tanggal 9 Juni 2017 di
https://www.theguardian.com/commentisfree/2016/jun/08/forcing-your-child-
to-become-a-doctor-could-be-the-worst-parenting-decision-you-make.
Soethout, M.B., Olle, J.T, Gerrit, V.D.. (2008) Development of an interest in a career
in public health during medical school. Public Health. 122. 361-366.
Syakurah RA, Sari DA, Riansyah D, Yolanda P. (2014). Determinan pilihan karir
mahasiswa fakultas kedokteran sebagai spesialis di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Kedokteran Indonesia. 31(21). 132-136.
Tarsidi, Didi. (2008). Teori Perkembangan Karir. Tidak dipublikasikan.
Taveira, M. D. C., & Moreno, M. L. R.. (2003). Guidance theory and practice: The
status of career exploration. British Journal of Guidance and Counselling
31(2). 189-208.

18
Zikic, J., & Klehe, U.-C. (2006). Job loss as a blessing in disguise: The role of career
exploration and career planning in predicting reemployment quality. Journal
of Vocational Behavior. 391409
Zink B J dkk. (2007). A Comprehensive Medical Student Career Development
Program Improves Medical Student Satisfaction With Career Planning. Teach
Learn Med. 2007 Winter;19(1):55-60

19

Anda mungkin juga menyukai