Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN KASUS

ANEMIA APLASTIK

Disusun oleh:
Regina Asri Imanta Putri
030.13.163

Pembimbing:
dr. Ade Amelia, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 8 MEI 2017 22 JULI 2017
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan gangguan hematopoiesis yang ditandai dengan penurunan


produksi eritroid, myeloid, dan megakariosit dalam sumsum tulang dengan akibat adanya
pansitopenia pada darah tepi, serta tidak dijumpai adanya keganasan sistem hematopetik ataupun
kanker metastatik yang menekan sumsum tulang.1 Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia,
aplasia sumsum tulang tanpa adanya organomegali maupun limfadenopati.2 Aplasia yang hanya
mengenai sistem eritropitik disebut anemia hipoplasti, yang hanya mengenai sistem granulotik
disebut agranulositosis, dan yang hanya mengenai sistem granulopoitik disebut Purpura
Trombositopenik Amegakaryotik. Bila mengenai ketiga sistem tersebut disebut panmieloptisis
atau anemia aplastik.1 Pansitopenia adalah keadaan defisiensi pada semua elemen sel darah
(eritrosit, leukosit dan trombosit) yang terjadi karena menurunnya produksi sumsum tulang atau
peningkatan destruksi perifer.3
Anemia aplastik dapat disebabkan oleh faktor kongenital maupun idiopatik. Faktor
idiopatik diantaranya dapat disebabkan oleh bahan kimia, obat-obatan seperti kloramfenikol,
infeksi pada hepatitis, maupun radiasi.4 Ditemukan lebih dari 70% anak menderita anemia
aplastik derajat berat saat didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara laki-laki dan
perempuan, namun beberapa penelitian nampak laki-laki lebih banyak dibanding perempuan.
Penyakit ini termasuk penyakit yang jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1-3/ 1
juta/tahun. Negara timur seperti Thailand, indonesia, Taiwan dan Cina insidennya lebih tinggi.
Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan 3.7/1 juta/tahun. Perbedaan insiden ini
diperkirakan oleh karena faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obatan yang tidak pada
tempatnya, pemakaian pestisida, serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.1 Sampai saat ini
anemia aplastik kebanyakan tidak diketahui penyebabnya, maka pada penatalakasanaannya
belum dapat diberikan tatalaksana optimal dan seringkali menimbulkan masalah-masalah baru
pada pasien, hal ini bukan hanya memperburuk kondisi pasien tetapi juga dapat mengancam jiwa
pasien. 5
BAB II
LAPORAN KASUS

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RSUD KARAWANG

STATUS PASIEN KASUS


Nama Mahasiswa : Regina Asri I.P Pembimbing: dr. Ade Amelia, Sp.A
NIM : 030.13.163 Tanda tangan :

IDENTITAS PASIEN
Nama : DS Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 10 tahun 4 hari Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
No.RM : 00.65.54.63 Agama : Islam
Pendidikan : SD Anak ke- :2
Alamat : Babakan Tengah
Orang Tua / Wali
Profil Ayah Ibu
Nama Tn. NW Ny. N
Umur 45 tahun 40 tahun
Alamat Jl. Babakan Tengah Jl. Babakan Tengah

Pekerjaan Serabutan Buruh Pabrik Kertas


Pendidikan terakhir SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Hubungan dengan orang tua : Pasien merupakan anak kandung
I. ANAMNESIS
Dilakukan secara alloanamnesis dengan Ibu kandung pasien
Lokasi : Ruang Rawamerta Kamar 150, RSUD Karawang
Tanggal masuk : 22 Mei 2017, pukul 03.03 WIB
Tanggal/Waktu : 23 Mei 2017, pukul 17.15 WIB
Keluhan utama : Demam sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit
Keluhan tambahan : Batuk, pilek, gusi berdarah, terdapat lebam pada tubuh, mual, mudah lelah

A. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke Poli RSUD Karawang dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS. Demam
naik turun dengan obat penurun panas, suhu tinggi dengan perabaan tangan. Ibu pasien juga
mengatakan gusi pasien berdarah spontan sejak 1 hari SMRS, mata kanan dan kiri merah sejak 1
hari SMRS, terdapat darah keluar dari hidung, pasien tampak pucat, dan sering merasa mudah
lelah. Terdapat bintik merah pada bagian pipi, leher, perut, kedua tangan, dan kaki sejak 1
minggu SMRS. Terdapat lebam berwarna biru pada tangan kanan dan kedua kaki sejak 1 minggu
SMRS. Pasien juga mengeluh telinga terasa nyeri sejak 2 hari SMRS. Terdapat pilek dengan
cairan berwarna putih dan terdapat batuk tidak berdahak sejak 2 hari SMRS, sesak disangkal.
Keluhan mual dirasakan oleh pasien sejak 2 hari SMRS, muntah disangkal dan tidak terdapat
penurunan nafsu makan. BAK kuning, jernih dan lancar 3-4x sehari, BAB 1x sehari, tidak ada
perubahan konsistensi, tidak berdarah, tidak berlendir.

Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang sama selama 2 tahun
belakangan ini. Keluhan pertama kali dirasakan saat pasien berusia 8 tahun, saat itu pasien panas
tinggi dengan perabaan tangan dan pingsan sehingga orangtua membawanya ke IGD RS Delima
Asih. Pasien juga tampak pucat, gusi berdarah, serta terdapat bintik merah serta lebam pada kulit
wajah, tubuh, dan ekstremitas. Di RS tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pasien dirawat selama 1 minggu dan didiagnosis anemia aplastik. Pasien diberikan terapi cairan
infus serta transfusi darah. Pada hari ke-3 perawatan di RS Delima Asih, pasien kejang berdurasi
20 menit, sebanyak 2 kali, kelojotan seluruh tubuh dengan mata mendelik. Pada hari ke-4
pasien koma selama 2 hari sehingga dirujuk ke RSUD Karawang. Di RSUD Karawang pasien
dirawat di HCU selama 1 malam. Setelah sadar pasien dipindahkan ke bangsal rawamerta dan
dirawat 2 hari disana. Pasien dirujuk ke RS Hasan Sadikin untuk melakukan biopsi sumsum
tulang. Dari hasil biopsi pasien dinyatakan anemia aplastik dan harus ditransfusi secara rutin.
Pasien menyetujui dan dirawat selama 10 hari disana untuk mendapatkan transfusi. Sampai saat
ini pasien rutin transfusi darah setiap 2 minggu sekali di RSUD Karawang. Pasien juga sering
dirawat di RS karena infeksi seperti demam, batuk, dan pilek.

B. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-),
Morbiditas kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-),
infeksi (-), minum alkohol (-)
Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan sampai
Kehamilan
usia kehamilan 7 bulan dan setiap 2 minggu sekali
Perawatan antenatal setelahnya sampai menjelang masa persalinan.
Riwayat imunisasi TT (+) 2 x, konsumsi suplemen
selama kehamilan (+)
Tempat persalinan Rumah
Penolong persalinan Dukun beranak
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Kurang bulan (30 minggu)
Berat lahir: 2100 gram
Kelahiran Panjang lahir: (orangtua pasien tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis (+)
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)
Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Pasien lahir per vaginam, kurang bulan,
dengan berat badan lahir rendah.
C. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Mengucapkan kata : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Makan sendiri : Umur 22 bulan (Normal: 18-24 bulan)
Menyusun kalimat dan pengertian kata-kata:umur 2 tahun (Normal: 2-3 tahun)

Kesimpulan riwayat pertumbuhan dan perkembangan: Tidak terdapat keterlambatan dalam


pertumbuhan dan perkembangan pasien.

D. Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
01 ASI - - -
14 ASI - - -
46 PASI - - -
68 PASI + - -
8 10 PASI + - +
10-12 PASI + - +
12-24 PASI + - +

Jenis Makanan Frekuensi dan Jumlah

Nasi / Pengganti 4x/hari (1 piring)

Sayur Setiap hari (1 mangkuk kecil)


Daging 3x/minggu (1 potong)

Telur 6x/minggu (1 butir/1x makan)

Ikan 4-5x/minggu (1 ekor)

Tahu 5-6x/ minggu (1-2 potong)

Tempe 5-6x/ minggu (1-2 potong)

Susu (merk / takaran) Susu , 4 x/minggu

Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kualitas dan kuantitas
makanan cukup.

E. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
3 4
Hepatitis B Lahir 2 bulan
bulan bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak -
Pasien mendapat imunisasi di puskesmas
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar tidak lengkap dan belum mendapatkan
imunisasi ulangan.
F. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 17 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. NW Ny.N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 30 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -

c. Riwayat Penyakit Keluarga : Nenek pasien memiliki gejala yang sama

d. Riwayat Kebiasaan Keluarga : Ayah pasien tidak memiliki kebiasaan merokok.

G. Riwayat Penyakit Yang Pernah Diderita


Penyakit Umur Penyakit Umur Penyakit Umur
Asma (-) Difteria (-) Penyakit jantung (-)
Cacingan (-) Diare (-) Penyakit ginjal (-)
DBD (-) Kejang (+) Radang paru (-)
Ootitis (-) Morbili (-) TBC (-)

Parotitis (-) Operasi (-) Lain-lain: (+)

Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien didiagnosis anemia aplastik sejak
usia 8 tahun
H. Riwayat Lingkungan Perumahan
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakak. Menurut pengakuan ibu pasien, lingkungan
rumah padat penduduk. Ventilasi dan jendela rumah cukup banyak sehingga cahaya matahari
dapat masuk.

Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan
pencayahaan sinar matahari dalam rumah baik.

I. Riwayat Sosial Ekonomi


Ayah pasien tidak memiliki pekerjaan tetap dan ibu pasien sebagai buruh pabrik.
Menurut Ibu pasien, penghasilan cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Kesimpulan sosial ekonomi: Penghasilan ayah dan ibu pasien cukup untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari.

J. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke IGD RS Delima Asih 2 tahun yang lalu, berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis anemia aplastik sehingga dirawat selama selama 1
minggu dan diberikan terapi cairan infus serta transfusi darah. Pada hari ke-3 perawatan pasien
kejang dan pada hari ke-4 pasien koma selama 2 hari sehingga dirujuk ke RSUD Karawang.
Pasien dirawat di HCU selama 1 malam. Setelah sadar pasien dipindahkan ke bangsal rawamerta
dan dirawat 2 hari disana serta diberikan terapi infus. 1 minggu setelahnya pasien dirujuk ke RS
Hasan Sadikin untuk melakukan biopsy sumsum tulang. Dari hasil biopsi pasien dinyatakan
anemia aplastik dan harus ditransfusi secara rutin. Sejak saat itu sampai sekarang pasien rutin
menjalani tranfusi darah di RSUD Karawang dan sering di rawat di RS karena infeksi seperti
demam, batuk, dan pilek.
Kesimpulan pengobatan: Pasien mendapatkan transfusi darah untuk pengobatan anemia
aplastik selama 2 tahun terakhir.
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 24 Mei 2017, pukul 17.15 WIB)
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan gizi : Obesitas
Keadaan lain : Anemis (+), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)
Data antropometri
Berat badan : 36,2 kg
Tinggi badan : 130 cm
Status Gizi (dengan menggunakan kurva CDC):
36,2
100% = 100% = 134%
130
36,2
100% = 100% = 109%
10
130
100% = 100% = 94%
10

Kesan gizi: pasien termasuk dalam kategori obesitas


Tanda vital
Tekanan darah : 100/60 mmHg
Nadi : 84x/menit reguler, lemah, isi cukup, ekual kanan dan kiri
Nafas : 20x/menit
Suhu : 36,7 C
SpO2 : 99%
Kepala : Normosefali
Rambut : Rambut hitam, lurus, lebat, distribusi merata, dan tidak mudah dicabut
Wajah : Wajah simetris, terdapat ptekie pada pipi kanan kiri, tidak ada pembengkakan,
luka, ataupun jaringan parut
Mata : injeksi conjungtiva pada mata kanan dan kiri
Visus : Tidak dilakukan Ptosis : -/-
Sklera ikterik : -/- Lagofthalmus : -/-
Konjungtiva anemis : +/+ Cekung : -/-
Exophtalmus : -/- Kornea jernih : +/+
Enophtalmus : -/- Strabismus : -/-
Lensa jernih : +/+ Nistagmus : -/-
Oedem : -/-
Refleks konvergensi : tidak dilakukan
Refleks cahaya : langsung +/+, tidak langsung +/+
Telinga :
Bentuk : Normotia Tuli : -/-
Nyeri tarik aurikula : -/- Nyeri tekan tragus : -/-
Liang telinga : lapang Membran timpani : sulit dinilai
Serumen : -/- Refleks cahaya : sulit dinilai
Cairan : +/+ serumen Lebam merah : -/-
Hidung : Pendarahan pada bagian nasal
Bentuk : simetris Napas cuping hidung : -/-
Sekret : -/- Deviasi septum :-
Mukosa hiperemis : -/-
Bibir : pucat (+) sianosis (-)
Mulut : Trismus (-), oral hygiene baik, mukosa mulut berwarna merah muda, arcus
palatum simetris dengan mukosa palatum berwarna merah muda, tampak
ptekie pada bucal dan palatum
Lidah : Normoglosia, mukosa berwarna merah muda, hiperemis (-),
atrofi papil (-), tremor (-), lidah kotor (-)
Tenggorokan :Tonsil T1-T1, hiperemis (-),detritus (-),dinding posterior faring hiperemis (-)
arcus faring tidak hiperemis, uvula terletak ditengah.
Leher : Bentuk tidak tampak kelainan, edema (-), massa (-), tidak teraba pembesaran
tiroid maupun kelenjar getah bening, tampak bercak ptekie
Thoraks
Jantung
Auskultasi : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk thoraks simetris , gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak
tampak pernapasan cepat, retraksi intercostal (-) retraksi subcostal (-) retraksi
suprasternal (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), benjolan (-), gerak napas simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, ronkhi -/-, wheezing -/-
Abdomen
Inspeksi : Warna kulit sawo matang, tidak tampak distensi, kulit keriput (-), umbilikus
normal, gerak dinding perut saat pernapasan simetris, gerakan peristaltik (-), ptekie (+)
Auskultasi : Bising usus (+), frekuensi 3x/menit
Perkusi : Timpani seluruh lapang perut
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), turgor kulit kembali cepat, hepar dan lien tidak teraba
membesar
Genitalia : Jenis kelamin perempuan
Kelenjar getah bening :
Preaurikuler : tidak teraba membesar
Postaurikuler : tidak teraba membesar
Submandibula : tidak teraba membesar
Supraclavicula : tidak teraba membesar
Axilla : tidak teraba membesar
Inguinal : tidak teraba membesar
Ekstremitas :
Inspeksi : Simetris, tidak terdapat kelainan pada bentuk tulang, posisi tangan dan kaki,
serta sikap badan, sianosis (-), edema (-), ptekie (+) hematom (+) pada tangan
kanan dan keempat ekstremitas
Palpasi : akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary refill
time <2 detik.
Kulit : Warna sawo matang merata, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak lembab,
terdapat ptekie pada kulit wajah, leher, perut, dan keempat ekstremitas.
Terdapat hematom pada tangan kanan dan kedua kaki, ekimosis (+) pada
tungkai sinistra

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


22 Mei 2017
Hematologi Hasil Nilai normal
Hemoglobin 4,7 g/dL 10,8-15,6 g/dL

Eritrosit 2,1 x 106/uL 3,8 - 5,8 x 106/uL


Leukosit 2,72 x 103/uL 4,5 - 13,5 x 103/uL
Trombosit 1 x 103/uL 184 - 488 x 103 /uL
Hematokrit 16,2% 33-45%
Basofil 0 0-1
Eosinofil 1 1-5
Neutrofil 15 25-60
Limfosit 79 25-50
Monosit 5 1-6
MCV 77 fL 69-93 fL
MCH 27 pg 22-34 pg
MCHC 35 g/dL 23-36 g/dL
RDW-CV 11,6 % 12,0 14,8 %

25 Mei 2017
Hematologi Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12 g/dL 10,8-15,6 g/dL

Eritrosit 4,06 x 106/uL 3,8 - 5,8 x 106/uL


Leukosit 2,73 x 103/uL 4,5 - 13,5 x 103/uL
Trombosit 22 x 103/uL 184 - 488 x 103 /uL
Hematokrit 32,9% 33-45%
MCV 81,0fL 69-93 fL
MCH 29,6 pg 22-34 pg
MCHC 36,5 g/dL 23-36 g/dL
RDW-CV 13,0 % 12,0 14,8 %

IV. RESUME
Pasien datang ke Poli RSUD Karawang dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS. Demam
naik turun dengan obat penurun panas, suhu tinggi dengan perabaan tangan. Ibu pasien juga
mengatakan gusi pasien berdarah spontan sejak 1 hari SMRS, mata kanan dan kiri merah sejak 1
hari SMRS, terdapat darah keluar dari hidung, pasien tampak pucat, dan sering merasa mudah
lelah. Terdapat bintik merah pada bagian pipi, leher, perut, kedua tangan, dan kaki sejak 1
minggu SMRS. Terdapat lebam berwarna biru pada tangan kanan dan kedua kaki sejak 1 minggu
SMRS. Pasien juga mengeluh telinga terasa nyeri sejak 2 hari SMRS. Terdapat pilek dengan
cairan berwarna putih dan terdapat batuk tidak berdahak sejak 2 hari SMRS, sesak disangkal.
Keluhan mual dirasakan oleh pasien sejak 2 hari SMRS, muntah disangkal dan tidak terdapat
penurunan nafsu makan. BAK kuning, jernih dan lancar 3-4x sehari, BAB 1x sehari, tidak ada
perubahan konsistensi, tidak berdarah, tidak berlendir.

Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang sama selama 2 tahun
belakangan ini. Keluhan pertama kali dirasakan saat pasien berusia 8 tahun, saat itu pasien panas
tinggi dengan perabaan tangan dan pingsan sehingga orangtua membawanya ke IGD RS Delima
Asih. Pasien juga tampak pucat, gusi berdarah, serta terdapat bintik merah serta lebam pada kulit
wajah, tubuh, dan ekstremitas. Di RS tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pasien dirawat selama 1 minggu dan didiagnosis anemia aplastik. Pasien diberikan terapi cairan
infus serta transfusi darah. Pada hari ke-3 perawatan di RS Delima Asih, pasien kejang berdurasi
20 menit, sebanyak 2 kali, kelojotan seluruh tubuh dengan mata mendelik. Pada hari ke-4
pasien koma selama 2 hari sehingga dirujuk ke RSUD Karawang. Di RSUD Karawang pasien
dirawat di HCU selama 1 malam. Setelah sadar pasien dipindahkan ke bangsal rawamerta dan
dirawat 2 hari disana. Pasien dirujuk ke RS Hasan Sadikin untuk melakukan biopsi sumsum
tulang. Dari hasil biopsi pasien dinyatakan anemia aplastik dan harus ditransfusi secara rutin.
Pasien menyetujui dan dirawat selama 10 hari disana untuk mendapatkan transfusi. Sampai saat
ini pasien rutin transfusi darah setiap 2 minggu sekali di RSUD Karawang. Pasien juga sering
dirawat di RS karena infeksi seperti demam, batuk, dan pilek.

Menurut pengakuan Ibu pasien, nenek pasien sering mengalami gejala yang sama tetapi
Ibu pasien tidak mengetahui dengan jelas penyakit yang diderita oleh pasien dan riwayat
pengobatannya. Pada riwayat kehamilan, selama mengandung ibu pasien bekerja sebagai buruh
pabrik kertas. Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan pencayahaan sinar
matahari dalam rumah baik. Riwayat imunisasi pasien lengkap dan sesuai usia.

Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, compos mentis, status gizi obesitas

menurut CDC = 134% Tekanan darah: 100/60 mmHg, Nadi: 84x/menit (reguler, lemah, isi

cukup, ekual kanan dan kiri), Nafas: 20x/menit, Suhu: 36,7 C.

Kepala : normocephali, ptekie (+) pada pipi kanan kiri

Mata : konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik -/-, injeksi conjungtiva +/+
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret +/+ Pendarahan pada bagian nasal +

Cairan : +/+ serumen

Bibir : pucat (+) sianosis (-)


Mulut : tampak ptekie pada bucal dan palatum

Thoraks :

- Paru-paru: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak tampak pernapasan
cepat, retraksi intercostal, subcostal, suprasternal (-), suara nafas vesicular +/+ rhonki
-/-, wheezing -/-,
- Jantung : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, BU (+) 3x/menit, timpani seluruh lapang perut ,turgor kulit kembali
cepat, nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), spleenomegali (-), ptekie (+)
KGB : Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary
refill time <2 detik, ptekie (+) pada keempat ekstremitas, hematom (+) pada tangan kanan
dan kedua tungkai, ekimosis (+) pada tungkai sinistra

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:

22 Mei 2017
Hemoglobin : 5,7 g/dl
Eritrosit : 2,1 x103 g/ul
Leukosit: 2,72 x 103/uL
Trombosit: 1 x 103/ul
Hematokrit: 16,2%
Neutrophil: 15%
Limfosit: 79%
RDW-CV: 11,6%
25 Mei 2017

Hemoglobin: 12 dl
Eritrosit: 4,06 x 106/uL
Leukosit: 2,730 x 103/uL
Trombosit: 22 x 103/uL
Hematokrit: 32,9%
RDW-CV: 4,06 x 106/uL

V. DIAGNOSIS KERJA
Anemia aplastik
Gizi obesitas
Imunisasi tidak lengkap sesuai usia

VI. DIAGNOSIS BANDING


Leukemia
VII. PEMERIKSAAN ANJURAN
- Biopsi sumsum tulang
- Sediaan Hapus Darah Teip (SADT)
- Elektroforesis
- Lumbal pungsi
- High performance liquid affinity chromatography
- NMRI (Nuclear Magnetic Imaging)
- Radionuclide Bone Marrow Imaging

VIII. TATALAKSANA
Non- Medikamentosa
- Rawat inap
- Diit sesuai RDA
- Pengaturan pola hidup
Medikamentosa
- IVFD Nacl 10 tpm
- Ceftriaxon 1x1gram
- Transfusi Packed Red Cell 2x300 kolf
- Transfusi Trombosit 10 unit
- Ranitidin 2x3,5mg
- Paracetamol 3 x 400mg

Edukasi untuk orang tua pasien saat pulang:


a. Edukasi dan informasi kepada orang tua pasien mengenai keadaan pasien
b. Berobat secara teratur untuk memperoleh tujuan pengobatan yang diinginkan, jika terdapat
gejala infeksi (demam, batuk, pilek) segera berobat ke dokter
c. Memberi asupan pada anak dengan kalori dan nutrisi yang memadai sesuai dengan kebutuhan
gizi anak
X. DIAGNOSIS AKHIR
Anemia aplastik
Gizi obesitas
Imunisasi tidak lengkap sesuai umur

XI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
TANGGAL
23 Mei 2017 24 Mei 2017 25 Mei 2017 26 Mei 2017
S Pasien demam (+) Pasien sudah tidak demam Pasien mengatakan saat ini Pasien mengatakan saat ini
Batuk tidak berdahak (+) Batuk tidak berdahak (+) tidak ada keluhan hanya tidak ada keluhan, batuk
Pilek (+) berwarna putih Pilek (+) berwarna putih batuk (+) tidak berdahak. berdahak mulai menghilang.

Keluar darah dari hidung Keluar darah dari hidung BAB & BAK dbn, Nafsu BAB & BAK dbn, Nafsu

(+) (-) makan baik makan baik

Mata merah kanan kiri (+) Mata merah kanan kiri (-)
Gusi berdarah (+) Gusi berdarah (-) t
Tubuh lebam berwarna Tubuh lebam berwarna
biru pada tangan kanan & biru pada tangan kanan &
kedua tungkai (+) kedua tungkai (+)
Bintik kemerahan pada Bintik kemerahan pada
wajah, leher, perut, kedua wajah, leher, perut, kedua
tangan dan kaki tangan dan kaki
Mual (+) Mual (-)
Muntah (-) Muntah (-)
BAB & BAK dbn BAB & BAK dbn
Nafsu makan baik Nafsu makan baik
O
Kesan Sakit Tampak Sakit Sedang Tampak Sakit Sedang Tampak Sakit Sedang Tampak Sakit Sedang
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
Tanda Vital N : 116 x/menit N :98x/menit N : 92 x/menit N : 85 x/menit
RR : 19 x/menit RR : 18 x/menit RR : 17 x/menit RR : 18 x/menit
S : 37,5 C S : 36,7 C S : 36,6 C S : 36,5 C
TD: 90/60 mmHg TD: 100/60mmHg TD: 100/60 mmHg TD: 100/60
Kepala Normosefali Normosefali Normosefali Normosefali
Mata CA+/+ SI-/- injeksi CA+/+ SI-/- injeksi CA-/- SI-/- injeksi CA-/- SI-/- injeksi conjungtiva
conjungtiva +/+ conjungtiva -/- conjungtiva -/- -/-
Hidung Sekret +/+ Sekret +/+ Sekret +/+ Sekret +/+
Pendarahan +/+ Pendarahan -/- Pendarahan -/- Pendarahan -/-
Telinga Serumen +/+ Serumen +/+ Serumen -/- Serumen -/-
Bibir Pucat +/+ Pucat +/+ Pucat -/- Pucat -/-
Mulut Ptekie pada bucal dan Ptekie pada bucal dan Ptekie pada bucal dan Ptekie pada bucal dan palatum
palatum (+) palatum (+) palatum (-) (-)
Leher KGB Thyroid TTB, ptekie KGB Thyroid TTB, ptekie KGB Thyroid TTB, ptekie (-) KGB Thyroid TTB, ptekie (+)
(+) (+)
Thoraks
Paru SNV+/+ Rh+/+ wh-/- SNV+/+ Rh+/+ wh-/- SNV+/+ Rh+/+ wh-/- SNV+/+ Rh+/+ wh-/-
Jantung BJ I II Reg m-, g- BJ I II Reg m-, g- BJ I II Reg m-, g- BJ I II Reg m-, g-
Abdomen BU+, NT-, ptekie (+) BU+ NT- ptekie (+) BU+ NT- ptekie (+) BU+ NT- ptekie (+)
Ekstremitas AH + OE- CRT <2s AH + OE- CRT <2s AH + OE- CRT <2s AH + OE- CRT <2s
ptekie (+) pada keempat ptekie (+) pada keempat ptekie (+) mulai berkurang ptekie (+) mulai berkurang
ekstremitas hematom pada ekstremitas hematom pada pada keempat ekstremitas pada keempat ekstremitas
tangan kanan dan kedua tangan kanan dan kedua hematom pada tangan kanan hematom pada tangan kanan
tungkai (+)dan ekimosis (+) tungkai (+) dan ekimosis (+) dan kedua tungkai (+) dan dan kedua tungkai (+) dan
pada tungkai sinistra pada tungkai sinistra ekimosis (+) pada tungkai ekimosis (+) pada tungkai
sinistra sinistra

A Anemia aplastik Anemia aplastik Anemia aplastik Anemia aplastik

P IVFD Nacl 10 tpm IVFD Nacl 10 tpm IVFD Nacl 10 tpm IVFD Nacl 10 tpm
PRC 3X300mg PRC 3X300mg PRC 3X300mg PRC 3X300mg
Lasik iv 35mg Lasik iv 35mg Lasik iv 35mg Lasik iv 35mg
Dexametason IV 5mg Dexametason IV 5mg Dexametason IV 5mg Dexametason IV 5mg
Ceftriakson 1x1gr Trombosit 10 unit Trombosit 10 unit Trombosit 10 unit
Paracetamol 3x400mg Ceftriakson 1x1gr Ceftriakson 1x1gr Ceftriakson 1x1gr
Ranitidine 2x3,3mg Paracetamol 3x400mg Paracetamol 3x400mg Paracetamol 3x400mg
Ranitidine 2x3,3mg Ranitidine 2x3,3mg Ranitidine 2x3,5mg

Lab Hemoglobin : 5,7 g/dl Hemoglobin: 12 dl


Eritrosit : 2,1 x103 g/ul Eritrosit: 4,06 x 106/uL
Leukosit: 2,730 x 103/uL
Leukosit: 2,72 x 103/uL
Trombosit: 22 x 103/uL
Trombosit: 1 x 103/ul
Hematokrit: 16,2% Hematokrit: 32,9%
Neutrophil: 15% RDW-CV: 4,06 x 106/uL

Limfosit: 79%
RDW-CV: 11,6%
BAB III
ANALISIS KASUS

Anemia aplastik merupakan salah satu kelompok anemia yang ditandai dengan
kegagalan sumsum tulang disertai penurunan sel-sel hematopoetik dan penggantiannya oleh
lemak.6 Hal ini merupakan kelainan dari sindrom klinik yang ditandai oleh defisiensi sel darah
merah, neutrophils, monosit dan platelet tanpa adanya bentuk kerusakan sumsum lainnya.
Dalam pemeriksaan sumsum tulang dinyatakan hampir tidak ada hematopoetik sel perkusi dan
digantikan oleh jaringan lemak. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia, aplasia sumsum
tulang tanpa adanya organomegali maupun limfadenopati. Prevaensi anemia aplastik lebih
jarang dijumpai di negara Barat dibandingkan di Asia termasuk Indonesia, perbedaan insidens
ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obat yang tidak
pada tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.2 Anemia
aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju 3-6 kasus/ 1 juta
penduduk/ tahun.

Etiologi anemia aplastik sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat
beberapa sumber yang berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan anemia aplastik. Anemia
aplastik dapat digolongkan menjadi tiga berdasarkan etiologinya yaitu anemia aplastik didapat
(acquired aplastic anemia), familial (inherited), dan idiopatik (tidak diketahui).7 Sumber
lainnya membagi penyebabnya menjadi faktor primer (kongenital, idiopatik) dan faktor
sekunder (radiasi, obat, penyebab lain). Penyebab kongenital contohnya sindroma fanconi
yang disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, kelainan ginjal, dan
sebagainya. Faktor sekunder diantaranya adalah bahan kimia seperti benzene dan insektisida,
obat seperti kloramfenikol dan antirematik, radiasi seperti sinar rontgen, dan Transfusion-
associated graft-versus-host disease.

Etiologi anemia aplastik pada pasien ini adalah kongenital dan faktor kimia. Faktor
kimia dalam hal ini adalah benzene dan insktisida, pada saat dilakukan anamnesis ibu pasien
mengaku selama masa kehamilan beliau bekerja sebagai buruh pabrik kertas yang tugasnya
mengelem kertas-kertas, dalam lem terkandung bahan kimia salah satunya adalah benzene.
Benzene bersifat hematotoxic yang merupakan leukomogen kuat yang dapat mengganggu
proses hematopoiesis, hal ini dikarenakan benzene dapat menyerang enzim topoisomerase II
yang ada pada sumsum tulang. Enzimtopoisomerase II akan berinteraksi dengan DNA selama
tahap replikasi, tahap transkripsi terhambat sehingga akan mengakibatkan kerusakan pada
kromosom, jika penyebabnya adalah proses apoptosis hal ini dapat menyebabkan anemia
aplastik.8 Ibu pasien juga mengaku setiap malam hari sebelum tidur kamar pasien di semprot
menggunakan insektisida, didalam insektisida terkandung Chlorinated hydrocarbons
organophospat, DDT(chlorophenothane), lindane, dan chlordane, zat tersebut menyebabkan
toksisitas pada manusia. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah faktor kongenital yang
didapatkan dari nenek pasien, menurut pengakuan ibu, nenek pasien sering mengalam gejala
yang sama seperti pendarahan pada gusi, bintik kemerahan, maupun memar tanpa sebab,
namun ibu pasien tidak mengetahui dengan jelas penyakit yang diderita dan riwayat
pengobatannya.

Patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara pasti, namun terdapat 3 teori
yang menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu:

1. Kerusakan sel induk hematopoetik


2. Kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. Proses imunologis yang menekan hematopoiesis

Sel induk hematopoetik dapat diketahui melalui pertanda sel yaitu CD 34 atau dengan biakan
sel yang dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long term marrow culture
(LTMC), jumlah sel induk/CD 34 sangat menurun hingga 1-10%. Pansitopenia dalam anemia
aplastik menggambarkan kegagalan proses hematopoetik yang ditunjukkan dengan penurunan
drastis jumlah sel primitif hematopoetik. Pada pengamatan cobble stone area performing cells
jumlah sel induk sangat menurun. Keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80%
kasus memperkuat teori gangguan sel induk ini. Hal ini membuktikan bahwa dengan
pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada anemia aplastik.
Pasien dengan anemia aplastik biasanya tidak memiliki lebih dari 10% jumlah sel batang
normal. Studi laboratorium menjelaskan bahwa sel stromal dari pasien anemia aplastik dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari sel induk hematopoetik dan dapat juga
menghasilkan kuantitas faktor pertumbuhan hematopoetik dengan jumlah normal atau
meningkat. Oleh karena itu disarankan dua pendekatan utama untuk pengobatannya yaitu
penggantian sel induk yang tidak sempurna dengan cara transplantasi sumsum tulang dan
penekanan proses imunologi yang bersifat merusak.

Kemampuan hidup, daya proliferasi, dan diferensiasi sel induk hematopoetik


tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari stroma yang menghasilkan
berbagai sitokin. Pada penelitian menunjukan sel stroma pada pasien anemia aplastik tidak
terdapat kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang dalam jumlah normal. Oleh karena itu
teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai penyebab anemia banyak
ditinggalkan.

Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa kasus obat yang
berasosiasi dengan anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan terperinci melibatkan
proses imunologi yang menekan hematopoesis. Sel sitotoksik T diperkirakan dapat bertindak
sebagai faktor penghambat dalam sel hematopoetik dalam menyelesaikan produksi
hematopoesis inhibiting cytokinesis seperti interferon dan tumor nekrosis faktor . Efek
dari imun sebagai media penghambat dalam hematopoesis mungkin dapat menjelaskan
mengapa hampir sebagian besar pasien dengan anemia aplastik didapat memiliki respon
terhadap terapi imunosupresif.1

Gejala anemia aplastik meliputi lemas, mudah lelah, pucat, terdapat pendarahan pada
conjungtiva, gusi, epistaksis, memar tubuh (hematom,ecchymosis), dan bintik merah (ptekie).
Demam dan faringitis dapat ditemukan sebagai tanda dari infeksi.7 Pemeriksaan fisik secara
umum tidak khas kecuali tanda infeksi atau pendarahan. Jejas purpuric pada mulut (purpura
basah) menandakan jumlah platelet kurang dari 10.000/ l (10 109/liter) yang menandakan
risiko yang lebih besar untuk pendarahan otak. Pendarahan retina mungkin dapat dilihat pada
anemia berat atau trombositopenia. Limfadenopati, hepatomegali maupun splenomegali tidak
ditemukan.9
Keluhan Pasien Anemia Apalastik & Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik

Jenis Keluhan % Jenis Pemeriksaan Fisik %


Pendarahan 83 Pucat 100
Lemah badan 80 Pendarahan 63
Pusing 69 Kulit 34
Jantung berdebar 36 Gusi 26
Demam 33 Retina 20
Nafsu makan berkurang 29 Hidung 7
Pucat 26 Saluran cerna 6
Sesak nafas 23 Vagina 3
Penglihatan kabur 19 Demam 16
Telinga berdengung 13 Hepatomegali 7
Splenomegali 0

Tanda lain yang menunjukkan seseorang menderita anemia aplastik adalah


pansitopenia dan hiposelular sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi
atau supresi pada sumsum tulang. Pemeriksaan darah perifer lengkap dibutuhkan untuk
menunjang diagnosis anemia aplastik. Pada stadium awal penyakit, pansitopenia tidak selalu
ditemukan. Menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group
(IAASG) kriteria diagnosis anemia aplastik dapat digolongkan sebagai satu dari tiga sebagai
berikut : (a) hemoglobin kurang dari 10 g/dl atau hematokrit kurang dari 30%, (b) trombosit
kurang dari 50 109 /L, dan (c) leukosit kurang dari 3.5 109 /L, atau neutrofil kurang dari
1.5 109 /L, retikulosit < 30 109 /L.

Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi memberikan hasil pada anemia yang terjadi
bersifat normositik normokrom tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit
muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-
kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Laju endap darah
biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu
pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik
anak.1
Diagnosis pasti pada pasien anemia aplastik adalah biopsi sumsum tulang. Hasil biopsi
didapatkan gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak,
aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik. Diantara sel susum tulang yang
sedikit ini banyak ditemukan limfosit dan sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, endotel).
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Hasil dapat
memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah
perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga
dibutuhkan biopsi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi
diagnosis.

Gambar 1. Spesimen sumsum tulang dengan biopsi dari Gambar 2. Spesimen sumsum tulang dengan
pasien normal.10 biopsi dari pasien anemia aplastik.10

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk menegakkan diagnois


anemia aplastik. Pada pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) didapatkan gambaran
yang khas yaitu tidak adanya elemen seluler dan digantikan oleh jaringan Nuclear Magnetic
Resonance Imaging (NMRI) merupakan cara terbaik untuk mengetahui luasnya perlemakan
karena dapat membuat pemisahan tegas antara daerah sumsum tulang berlemak dan sumsum
tulang berseluler. Radionuclide Bone Marrow Imaging untuk menentukan luasnya kelainan
sumsum tulang dapat ditentukan oleh scanning tubuh setelah disuntik dengan koloidradioaktif
technetium sulfur yang akan terikat pada makrofag sumsum tulang atau iodium cloride yang
akan terikat pada transferrin.
Berdasarkan anamnesis pada pasien ini didapatkan adanya gejala seperti pucat, mudah
lelah, gusi berdarah spontan, mata merah, hidung berdarah, bintik warna merah pada bagian
pipi, perut, kedua tangan, dan kaki, serta lebam pada ekstremitas. Hal ini siertai demam,
batuk, dan pilek. Menurut pengakuan ibu pasien, pasien sering mengalami gejala yang sama
sejak 2 tahun terakhir. Pada pemeriksaan fisik didapatkan conjungtiva anemis, mukosa bibir
pucat, terdapat pendarahan pada nasal, tampak ptekie pada bucal dan palatum, thorax tidak
terdapat kelainan, dan abdomen tidak terdapat hepatomegali maupun spleenomegali. Pada
inspeksi kulit didapatkan ptekie pada wajah, leher, abdomen, dan keempat ekstremitas.
Hematom pada tangan kanan dan kedua tungkai serta ekimosis pada tungkai sinistra. Pada
pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan hematologi darah perifer lengkap dengan hasil
didapatkan penurunan kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, hematokrit, RDW-CV, dan
eritrosit. Hasil yang didapatkan berturut-turut adalah hemoglobin : 5,7 g/dl, Hematokrit:
16,2%, Eritrosit : 2,1 x103 g/ul, Leukosit: 2,72 x 103/uL, Trombosit: 1 x 103/ul, RDW-CV:
11,6%. Menurut Menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group
(IAASG) ketiga kriteria diagnosis anemia aplastik sudah terpenuhi yaitu hemoglobin kurang
dari 10 g/dl atau hematokrit kurang dari 30%, trombosit kurang dari 50 109 /L, dan leukosit
kurang dari 3.5 109 /L.

Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik.
Hal ini sangat penting dilakukan mengingat hubungan dengan strategi terapi yang akan
diberikan. Kriteria yang dipakai pada umumnya adalah kriteria Camitra et al yang membagi
derajat anemia aplastik menjadi nonserve aplastic anemia (tidak berat), severe aplastic
anemia (berat), dan sangat berat. Tergolong anemia aplastik berat bila memenuhi kriteria
berikut, paling sedikit dua dari tiga:

(a) granulosit < 0.5 x 109/L;

(b) trombosit < 20 x 109/L

(c) corrected retikulosit < 1%, selularitas sumsum tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan
< 30% sel-sel hematopoetik.

Tergolong anemia aplastik sangat berat bila neutrofil < 0.2 109/L. Anemia aplastik
yang lebih ringan dari anemia aplastik berat disebut anemia aplastik tidak berat (nonserve
aplastic anemia). Pasien ini belum dapat diklasifikasikan menjadi anemia aplastik tidak berat,
berat, maupun sangat berat. Hal ini dikarenakan kriteria untuk penentuan klasifikasi anemia
aplastik belum terpenuhi karena pemeriksaan morfologi darah tepi belum dilakukan.

Anemia aplastik memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari 70% dengan
perawatan suportif saja. Penyakit ini termasuk darurat hematologi dan penatalaksanaan harus
dilakukan secepat mungkin. Obat- obatan tertentu diberikan berdasarkan pada pilihan terapi
dan melihat kebutuhan pasien. Rawat inap untuk pasien dengan anemia aplastik mungkin
diperlukan selama periode infeksi dan untuk terapi yang spesifik, seperti globulin
antithymocyte (ATG). Secara garis besar terapi untuk anemia apalstik dapat dibagi menjadi 4
yaitu terapi kausal, terapi suportif, terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang serta
terapi definitif yang terdiri atas pemakaian anti-lymphocyte globuline dan transplantasi
sumsum tulang.

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan


pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui seperti benzene dan
insektisida, tetapi hal ini sulit dilakukan mengingat etiologi anemia aplastik yang tidak jelas.
Terapi selanjutnya adalah terapi suportif yang diberikan untuk mengatasi akibat
pansitopenia seperti mengatasi infeksi. Untuk mengatasi infeksi antara lain adalah menjaga
higienitas perorangan, identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat. Selama dilakukan kultur bakteri dan hasil belum keluar berikan antibiotika
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Antibiotik yang
diberikan dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang, berupa derivat penicillin
semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Namun sefalosporin generasi ketiga lebih sering
diberikan belakangan ini. Jika dalam 5-7 hari demam tidak turun maka pikirkan adanya
infeksi sekunder seperti infeksi jamur. Jika terjadi infeksi jamur, disarankan untuk
memberikan ampotericin-B atau flukonasol parenteral.

Tranfusi packed red cell atau (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau terdapat tanda payah
jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9%-10% tidak perlu
mencapai kadar hb normal atau mempertahankan kadar hb yang tinggi karena dengan
transfuse darah yang terlampau sering akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau
timbul reaksi transfuse akibat dibentuknya antibody terhadap sel darah merah, leukosit, dan
trombosit. Transfusi suspensi trombosit diberikan bila terdapat pendaran masif atau trombosit
kurang dari 20.000/mm3 namum pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektifitas
trombosit karena timbulnya antibodi anti-trombosit.

Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang diantaranya adalah anabolik steroid
dan kortikosteroid. Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon
diberikan dalam dosis 2-3mg/kg BB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12 minggu dengan
efek samping berupa firilisasi dan gangguan fungsi hati. Kortikosteroid dosis rendah-
menengah fungsinya masih belum jelas tetapi pemberian kortikosteroid dapat mengurangi
pendarahan pada kulit yang disebabkan trombositopenia berat. Steroid yang diberikan adalah
prednisone 60-100mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan karena
menimbulkan efek samping seperti osteoporosis, sindroma cushing, dan obesitas. Granulocyte
Macrophage - Colony Stimulating Factor (GM-CSF) atau Granulocyte - Colony Stimulating
Factor G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus diberikan
secara terus menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfusi
sel darah merah.

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia apalstik terdiri dari 2 jenis pilihan yaitu terapi imunosupresif
dan transplantasi sumsum tulang. Terapi imunosupresif merupakan lini pertama dalam pilihan
terapi definitif pada pasien berusia diatas 40 tahun dan pasien muda yang tidak menemukan
donor yang cocok. Terapi ini terdiri dari pemberian anti lymphocyte globulin seperti Anti
lymphocyte globulin (ALG) atau anti tymphocyte globulin (ATG) dan pemberian
metilprednisolon. ALG dapat menekan proses imunologi dan bekerja melalui peningkatan
pelepasan haemopoetic growth factor. Sekitar 40%-70% kasus memberi respon pada ALG,
meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif atau kuantitatif). Terapi
yang lain adalah pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan siklosforin-A dilaporkan
memberikan hasil yang baik pada beberapa kasus tetapi efektifitasnya masih belum pasti
sampai saat ini.

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definif yang memberikan harapan


kesembuhan, tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih, serta sulitnya
mencari donor yang kompatibel sehingga pilihan terapi ini sebagai pilihan pada kasus anemia
aplastik berat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan untuk kasus yang berumur
dibawah 40 tahun, diberikan siklosforin-A untuk mengatasi graft versus host disease (GvHD),
transplantasi sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60%-70% kasus
dengan kesembuhan komplit. Meningkatnya jumlah penderita yang tidak cocok dengan
pendonor terjadi pada kasus transplantasi sumsum tulang pada pasien lebih muda dari 40
tahun yang tidak mendapatkan donor yang cocok dari saudaranya.

Pada pasien ini diberikan terapi IVFD Nacl 10 tpm, Packed Red Cells (PRC)
3X300mg karena didapatkan kadar hemoglobin 5,7 g/dl yang merupakan indikasi transfusi,
lasik iv 35mg diberikan sebagai premedikasi agar tidak terjadi overload cairan, kortikosteroid
yaitu dexametason IV 5mg untuk mengurangi pendarahan pada kulit yang disebabkan
trombositopenia, antibiotik berupa ceftriakson 1x1gr yang merupakan antibiotik golongan
sefalosporin generasi III. Pada pasien ini juga diberikan paracetamol 3x400mg dan ranitidine
2x3,3mg sebagai obat simptomatis. Pada hari kedua pengobatan masih terdapat manifestasi
pendarahan pada kulit sehingga diberikan transfusi trombosit untuk mengurangi
pendarahannya.

Prognosis penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada
umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis bergantung pada gambaran sumsum
tulang hiposeluler atau aseluler, kadar HbF >200mg% memperlihatkan prognosis baik, jumlah
granulosit >200/mm3 menunjukan prognosis yang lebih baik, dan pencegahan infeksi
sekunder. Gambaran umum sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk
menentukan prognosis.1 Selain itu prognosis anemia aplastik juga bergantung pada:

(a) kasus berat dan progresif, rata-rata kematian dalam 3 bulan (merupakan 10%-15%
kasus);
(b) penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan kambuh, rata-rata
kematian dalam 1 tahun, merupakan 50% kasus
(c) penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial, hanya merupakan sebagian
kecil penderita.

Prognosis ad vitam, ad fungsionam, ad sanationam pada pasien ini adalah dubia ad malam.
Hal ini disebabkan oleh karena pasien belum mengalami remisi sempurna setelah
pengobatan selama 2 tahun terakhir, remisi ini dapat dilihat menggunakan pemeriksaan
hematologi dan biopsi sumsum tulang satu tahun sekali sebagai indikator terbaik. Pada
pasien tidak dilakukan biopsi sumsum tulang setiap tahun karena keterbatasan biaya. Hal
lain yang mempengaruhi adalah seringnya pasien terkena infeksi, dimana infeksi
merupakan salah satu penyebab kematian penderita.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Sutaryo, B P, dkk. Buku Ajar Hematologi-Onkologi Anak. Ikatan Dokter Indonesia.


Jakarta; 2012. Hal 10-15
2. Alter BP. Aplastic Anemia in Children, Diagnosis, and Management. Pediatr;1994.
Edisi 6. Hal 46-54
3. A.V.Hoffbrand, J.E.Pettit, P.A.H. Moss.Anemia Aplastik dan Kegagalan SumsumTulang
Kapita Selekta Hematologi. Edisi IV. EGC. Jakarta. 2006. Hal: 83-87.
4. Marcdante, K J, dkk. Nelson Ilmu Kesehatan Esensial Edisi keenam. Jakarta. EGC 2014
5. Kaushansky, K, dkk. Williams Hematology 9thEdition. New York; 2015
6. Richard, D,dkk. Kamus Kedokteran Dorlan. Edisi 31. Jakarta; EGC. 2011
7. Shadduck RK. Aplastic Anemia. In: Beuttler E, Coller BS, Lichtman M, Kipps TJ.
th
Williams Hematology. 6 ed. USA: McGraw-Hill;2001. p. 504-523.
8. Hirabayashi Y1, Itoh Y, Tabata H, Nakajima K, Akiyama T, Masuyama N, Gotoh Y.
The Wnt/beta-catenin pathway directs neuronal differentiation of cortical neural
precursor cells. 2004. Hal 131(12):2791-801. Epub 2004 May 13.
9. Bakta IM. Anemia Karena Kegagalan Sumsum Tulang. In: Hematologi Klinik Ringkas.
Cetakan I. Jakarta: EGC;2006. p. 97-112.
10. Alkhouri N, Ericson SG. Aplastic Anemia:Review of Etiology and Treatment. [serial
online]1999;70:46-52. Avaiable from: http://bloodjournal.hematologylibrary.org/cgi
/reprint/103/11/46. Accessed July 07, 2008.

Anda mungkin juga menyukai