ANEMIA APLASTIK
Disusun oleh:
Regina Asri Imanta Putri
030.13.163
Pembimbing:
dr. Ade Amelia, Sp. A
IDENTITAS PASIEN
Nama : DS Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 10 tahun 4 hari Suku Bangsa : Sunda/Indonesia
No.RM : 00.65.54.63 Agama : Islam
Pendidikan : SD Anak ke- :2
Alamat : Babakan Tengah
Orang Tua / Wali
Profil Ayah Ibu
Nama Tn. NW Ny. N
Umur 45 tahun 40 tahun
Alamat Jl. Babakan Tengah Jl. Babakan Tengah
Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang sama selama 2 tahun
belakangan ini. Keluhan pertama kali dirasakan saat pasien berusia 8 tahun, saat itu pasien panas
tinggi dengan perabaan tangan dan pingsan sehingga orangtua membawanya ke IGD RS Delima
Asih. Pasien juga tampak pucat, gusi berdarah, serta terdapat bintik merah serta lebam pada kulit
wajah, tubuh, dan ekstremitas. Di RS tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pasien dirawat selama 1 minggu dan didiagnosis anemia aplastik. Pasien diberikan terapi cairan
infus serta transfusi darah. Pada hari ke-3 perawatan di RS Delima Asih, pasien kejang berdurasi
20 menit, sebanyak 2 kali, kelojotan seluruh tubuh dengan mata mendelik. Pada hari ke-4
pasien koma selama 2 hari sehingga dirujuk ke RSUD Karawang. Di RSUD Karawang pasien
dirawat di HCU selama 1 malam. Setelah sadar pasien dipindahkan ke bangsal rawamerta dan
dirawat 2 hari disana. Pasien dirujuk ke RS Hasan Sadikin untuk melakukan biopsi sumsum
tulang. Dari hasil biopsi pasien dinyatakan anemia aplastik dan harus ditransfusi secara rutin.
Pasien menyetujui dan dirawat selama 10 hari disana untuk mendapatkan transfusi. Sampai saat
ini pasien rutin transfusi darah setiap 2 minggu sekali di RSUD Karawang. Pasien juga sering
dirawat di RS karena infeksi seperti demam, batuk, dan pilek.
B. Riwayat Kehamilan/Kelahiran
Anemia (-), hipertensi (-), diabetes melitus (-),
Morbiditas kehamilan penyakit jantung (-), penyakit paru (-), merokok (-),
infeksi (-), minum alkohol (-)
Rutin kontrol ke bidan 1 kali setiap bulan sampai
Kehamilan
usia kehamilan 7 bulan dan setiap 2 minggu sekali
Perawatan antenatal setelahnya sampai menjelang masa persalinan.
Riwayat imunisasi TT (+) 2 x, konsumsi suplemen
selama kehamilan (+)
Tempat persalinan Rumah
Penolong persalinan Dukun beranak
Cara persalinan Spontan Pervaginam
Masa gestasi Kurang bulan (30 minggu)
Berat lahir: 2100 gram
Kelahiran Panjang lahir: (orangtua pasien tidak ingat)
Lingkar kepala : (orangtua pasien tidak ingat)
Keadaan bayi Langsung menangis (+)
Kemerahan: (+)
Nilai APGAR: (orangtua tidak tahu)
Kelainan bawaan: (-)
Kesimpulan riwayat kehamilan dan kelahiran: Pasien lahir per vaginam, kurang bulan,
dengan berat badan lahir rendah.
C. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi pertama : Umur 6 bulan (Normal: 5-9 bulan)
Psikomotor :
Tengkurap : Umur 4 bulan (Normal: 3-5 bulan)
Duduk : Umur 6 bulan (Normal: 6-9 bulan)
Berdiri : Umur 11 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Berjalan : Umur 12 bulan (Normal: 12-18 bulan)
Mengucapkan kata : Umur 12 bulan (Normal: 9-12 bulan)
Makan sendiri : Umur 22 bulan (Normal: 18-24 bulan)
Menyusun kalimat dan pengertian kata-kata:umur 2 tahun (Normal: 2-3 tahun)
D. Riwayat Makanan
Umur
ASI/PASI Buah/ Biskuit Bubur Susu Nasi Tim
(bulan)
01 ASI - - -
14 ASI - - -
46 PASI - - -
68 PASI + - -
8 10 PASI + - +
10-12 PASI + - +
12-24 PASI + - +
Kesimpulan riwayat makanan: Pasien mendapatkan ASI ekslusif, kualitas dan kuantitas
makanan cukup.
E. Riwayat Imunisasi
Vaksin Dasar (umur) Ulangan (umur)
3 4
Hepatitis B Lahir 2 bulan
bulan bulan
Polio Lahir 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Hib 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak -
Pasien mendapat imunisasi di puskesmas
Kesimpulan riwayat imunisasi: Imunisasi dasar tidak lengkap dan belum mendapatkan
imunisasi ulangan.
F. Riwayat Keluarga
a. Corak Reproduksi
Tanggal lahir Jenis Lahir Mati Keterangan
No Hidup Abortus
(umur) kelamin mati (sebab) kesehatan
1. 17 tahun Laki-laki Ya - - - Sehat
b. Riwayat Pernikahan
Ayah Ibu
Nama Tn. NW Ny.N
Perkawinan ke- 1 1
Umur saat menikah 30 tahun 20 tahun
Pendidikan terakhir SD SMP
Suku Sunda Sunda
Agama Islam Islam
Keadaan kesehatan Sehat Sehat
Kosanguinitas - -
Kesimpulan riwayat penyakit yang pernah diderita: Pasien didiagnosis anemia aplastik sejak
usia 8 tahun
H. Riwayat Lingkungan Perumahan
Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan kakak. Menurut pengakuan ibu pasien, lingkungan
rumah padat penduduk. Ventilasi dan jendela rumah cukup banyak sehingga cahaya matahari
dapat masuk.
Kesimpulan keadaan lingkungan: Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan
pencayahaan sinar matahari dalam rumah baik.
J. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah berobat ke IGD RS Delima Asih 2 tahun yang lalu, berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik pasien didiagnosis anemia aplastik sehingga dirawat selama selama 1
minggu dan diberikan terapi cairan infus serta transfusi darah. Pada hari ke-3 perawatan pasien
kejang dan pada hari ke-4 pasien koma selama 2 hari sehingga dirujuk ke RSUD Karawang.
Pasien dirawat di HCU selama 1 malam. Setelah sadar pasien dipindahkan ke bangsal rawamerta
dan dirawat 2 hari disana serta diberikan terapi infus. 1 minggu setelahnya pasien dirujuk ke RS
Hasan Sadikin untuk melakukan biopsy sumsum tulang. Dari hasil biopsi pasien dinyatakan
anemia aplastik dan harus ditransfusi secara rutin. Sejak saat itu sampai sekarang pasien rutin
menjalani tranfusi darah di RSUD Karawang dan sering di rawat di RS karena infeksi seperti
demam, batuk, dan pilek.
Kesimpulan pengobatan: Pasien mendapatkan transfusi darah untuk pengobatan anemia
aplastik selama 2 tahun terakhir.
II. PEMERIKSAAN FISIK (Tanggal 24 Mei 2017, pukul 17.15 WIB)
STATUS GENERALIS
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Kesan gizi : Obesitas
Keadaan lain : Anemis (+), ikterik (-), sesak (-), sianosis (-)
Data antropometri
Berat badan : 36,2 kg
Tinggi badan : 130 cm
Status Gizi (dengan menggunakan kurva CDC):
36,2
100% = 100% = 134%
130
36,2
100% = 100% = 109%
10
130
100% = 100% = 94%
10
25 Mei 2017
Hematologi Hasil Nilai normal
Hemoglobin 12 g/dL 10,8-15,6 g/dL
IV. RESUME
Pasien datang ke Poli RSUD Karawang dengan keluhan demam sejak 2 hari SMRS. Demam
naik turun dengan obat penurun panas, suhu tinggi dengan perabaan tangan. Ibu pasien juga
mengatakan gusi pasien berdarah spontan sejak 1 hari SMRS, mata kanan dan kiri merah sejak 1
hari SMRS, terdapat darah keluar dari hidung, pasien tampak pucat, dan sering merasa mudah
lelah. Terdapat bintik merah pada bagian pipi, leher, perut, kedua tangan, dan kaki sejak 1
minggu SMRS. Terdapat lebam berwarna biru pada tangan kanan dan kedua kaki sejak 1 minggu
SMRS. Pasien juga mengeluh telinga terasa nyeri sejak 2 hari SMRS. Terdapat pilek dengan
cairan berwarna putih dan terdapat batuk tidak berdahak sejak 2 hari SMRS, sesak disangkal.
Keluhan mual dirasakan oleh pasien sejak 2 hari SMRS, muntah disangkal dan tidak terdapat
penurunan nafsu makan. BAK kuning, jernih dan lancar 3-4x sehari, BAB 1x sehari, tidak ada
perubahan konsistensi, tidak berdarah, tidak berlendir.
Ibu pasien mengatakan pasien sering mengalami gejala yang sama selama 2 tahun
belakangan ini. Keluhan pertama kali dirasakan saat pasien berusia 8 tahun, saat itu pasien panas
tinggi dengan perabaan tangan dan pingsan sehingga orangtua membawanya ke IGD RS Delima
Asih. Pasien juga tampak pucat, gusi berdarah, serta terdapat bintik merah serta lebam pada kulit
wajah, tubuh, dan ekstremitas. Di RS tersebut berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
pasien dirawat selama 1 minggu dan didiagnosis anemia aplastik. Pasien diberikan terapi cairan
infus serta transfusi darah. Pada hari ke-3 perawatan di RS Delima Asih, pasien kejang berdurasi
20 menit, sebanyak 2 kali, kelojotan seluruh tubuh dengan mata mendelik. Pada hari ke-4
pasien koma selama 2 hari sehingga dirujuk ke RSUD Karawang. Di RSUD Karawang pasien
dirawat di HCU selama 1 malam. Setelah sadar pasien dipindahkan ke bangsal rawamerta dan
dirawat 2 hari disana. Pasien dirujuk ke RS Hasan Sadikin untuk melakukan biopsi sumsum
tulang. Dari hasil biopsi pasien dinyatakan anemia aplastik dan harus ditransfusi secara rutin.
Pasien menyetujui dan dirawat selama 10 hari disana untuk mendapatkan transfusi. Sampai saat
ini pasien rutin transfusi darah setiap 2 minggu sekali di RSUD Karawang. Pasien juga sering
dirawat di RS karena infeksi seperti demam, batuk, dan pilek.
Menurut pengakuan Ibu pasien, nenek pasien sering mengalami gejala yang sama tetapi
Ibu pasien tidak mengetahui dengan jelas penyakit yang diderita oleh pasien dan riwayat
pengobatannya. Pada riwayat kehamilan, selama mengandung ibu pasien bekerja sebagai buruh
pabrik kertas. Lingkungan rumah padat penduduk. Ventilasi udara dan pencayahaan sinar
matahari dalam rumah baik. Riwayat imunisasi pasien lengkap dan sesuai usia.
Pada pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, compos mentis, status gizi obesitas
menurut CDC = 134% Tekanan darah: 100/60 mmHg, Nadi: 84x/menit (reguler, lemah, isi
Mata : konjungtiva anemis +/+ , sklera ikterik -/-, injeksi conjungtiva +/+
Hidung : napas cuping hidung -/-, sekret +/+ Pendarahan pada bagian nasal +
Thoraks :
- Paru-paru: gerak dinding dada simetris kanan dan kiri, tidak tampak pernapasan
cepat, retraksi intercostal, subcostal, suprasternal (-), suara nafas vesicular +/+ rhonki
-/-, wheezing -/-,
- Jantung : BJ I & BJ II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : supel, BU (+) 3x/menit, timpani seluruh lapang perut ,turgor kulit kembali
cepat, nyeri tekan (-), Hepatomegali (-), spleenomegali (-), ptekie (+)
KGB : Tidak teraba membesar
Ekstremitas : Akral hangat pada keempat ekstremitas, sianosis (-), edema (-), capillary
refill time <2 detik, ptekie (+) pada keempat ekstremitas, hematom (+) pada tangan kanan
dan kedua tungkai, ekimosis (+) pada tungkai sinistra
22 Mei 2017
Hemoglobin : 5,7 g/dl
Eritrosit : 2,1 x103 g/ul
Leukosit: 2,72 x 103/uL
Trombosit: 1 x 103/ul
Hematokrit: 16,2%
Neutrophil: 15%
Limfosit: 79%
RDW-CV: 11,6%
25 Mei 2017
Hemoglobin: 12 dl
Eritrosit: 4,06 x 106/uL
Leukosit: 2,730 x 103/uL
Trombosit: 22 x 103/uL
Hematokrit: 32,9%
RDW-CV: 4,06 x 106/uL
V. DIAGNOSIS KERJA
Anemia aplastik
Gizi obesitas
Imunisasi tidak lengkap sesuai usia
VIII. TATALAKSANA
Non- Medikamentosa
- Rawat inap
- Diit sesuai RDA
- Pengaturan pola hidup
Medikamentosa
- IVFD Nacl 10 tpm
- Ceftriaxon 1x1gram
- Transfusi Packed Red Cell 2x300 kolf
- Transfusi Trombosit 10 unit
- Ranitidin 2x3,5mg
- Paracetamol 3 x 400mg
XI. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad malam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam
FOLLOW UP
TANGGAL
23 Mei 2017 24 Mei 2017 25 Mei 2017 26 Mei 2017
S Pasien demam (+) Pasien sudah tidak demam Pasien mengatakan saat ini Pasien mengatakan saat ini
Batuk tidak berdahak (+) Batuk tidak berdahak (+) tidak ada keluhan hanya tidak ada keluhan, batuk
Pilek (+) berwarna putih Pilek (+) berwarna putih batuk (+) tidak berdahak. berdahak mulai menghilang.
Keluar darah dari hidung Keluar darah dari hidung BAB & BAK dbn, Nafsu BAB & BAK dbn, Nafsu
Mata merah kanan kiri (+) Mata merah kanan kiri (-)
Gusi berdarah (+) Gusi berdarah (-) t
Tubuh lebam berwarna Tubuh lebam berwarna
biru pada tangan kanan & biru pada tangan kanan &
kedua tungkai (+) kedua tungkai (+)
Bintik kemerahan pada Bintik kemerahan pada
wajah, leher, perut, kedua wajah, leher, perut, kedua
tangan dan kaki tangan dan kaki
Mual (+) Mual (-)
Muntah (-) Muntah (-)
BAB & BAK dbn BAB & BAK dbn
Nafsu makan baik Nafsu makan baik
O
Kesan Sakit Tampak Sakit Sedang Tampak Sakit Sedang Tampak Sakit Sedang Tampak Sakit Sedang
Kesadaran Composmentis Composmentis Composmentis Composmentis
Tanda Vital N : 116 x/menit N :98x/menit N : 92 x/menit N : 85 x/menit
RR : 19 x/menit RR : 18 x/menit RR : 17 x/menit RR : 18 x/menit
S : 37,5 C S : 36,7 C S : 36,6 C S : 36,5 C
TD: 90/60 mmHg TD: 100/60mmHg TD: 100/60 mmHg TD: 100/60
Kepala Normosefali Normosefali Normosefali Normosefali
Mata CA+/+ SI-/- injeksi CA+/+ SI-/- injeksi CA-/- SI-/- injeksi CA-/- SI-/- injeksi conjungtiva
conjungtiva +/+ conjungtiva -/- conjungtiva -/- -/-
Hidung Sekret +/+ Sekret +/+ Sekret +/+ Sekret +/+
Pendarahan +/+ Pendarahan -/- Pendarahan -/- Pendarahan -/-
Telinga Serumen +/+ Serumen +/+ Serumen -/- Serumen -/-
Bibir Pucat +/+ Pucat +/+ Pucat -/- Pucat -/-
Mulut Ptekie pada bucal dan Ptekie pada bucal dan Ptekie pada bucal dan Ptekie pada bucal dan palatum
palatum (+) palatum (+) palatum (-) (-)
Leher KGB Thyroid TTB, ptekie KGB Thyroid TTB, ptekie KGB Thyroid TTB, ptekie (-) KGB Thyroid TTB, ptekie (+)
(+) (+)
Thoraks
Paru SNV+/+ Rh+/+ wh-/- SNV+/+ Rh+/+ wh-/- SNV+/+ Rh+/+ wh-/- SNV+/+ Rh+/+ wh-/-
Jantung BJ I II Reg m-, g- BJ I II Reg m-, g- BJ I II Reg m-, g- BJ I II Reg m-, g-
Abdomen BU+, NT-, ptekie (+) BU+ NT- ptekie (+) BU+ NT- ptekie (+) BU+ NT- ptekie (+)
Ekstremitas AH + OE- CRT <2s AH + OE- CRT <2s AH + OE- CRT <2s AH + OE- CRT <2s
ptekie (+) pada keempat ptekie (+) pada keempat ptekie (+) mulai berkurang ptekie (+) mulai berkurang
ekstremitas hematom pada ekstremitas hematom pada pada keempat ekstremitas pada keempat ekstremitas
tangan kanan dan kedua tangan kanan dan kedua hematom pada tangan kanan hematom pada tangan kanan
tungkai (+)dan ekimosis (+) tungkai (+) dan ekimosis (+) dan kedua tungkai (+) dan dan kedua tungkai (+) dan
pada tungkai sinistra pada tungkai sinistra ekimosis (+) pada tungkai ekimosis (+) pada tungkai
sinistra sinistra
P IVFD Nacl 10 tpm IVFD Nacl 10 tpm IVFD Nacl 10 tpm IVFD Nacl 10 tpm
PRC 3X300mg PRC 3X300mg PRC 3X300mg PRC 3X300mg
Lasik iv 35mg Lasik iv 35mg Lasik iv 35mg Lasik iv 35mg
Dexametason IV 5mg Dexametason IV 5mg Dexametason IV 5mg Dexametason IV 5mg
Ceftriakson 1x1gr Trombosit 10 unit Trombosit 10 unit Trombosit 10 unit
Paracetamol 3x400mg Ceftriakson 1x1gr Ceftriakson 1x1gr Ceftriakson 1x1gr
Ranitidine 2x3,3mg Paracetamol 3x400mg Paracetamol 3x400mg Paracetamol 3x400mg
Ranitidine 2x3,3mg Ranitidine 2x3,3mg Ranitidine 2x3,5mg
Limfosit: 79%
RDW-CV: 11,6%
BAB III
ANALISIS KASUS
Anemia aplastik merupakan salah satu kelompok anemia yang ditandai dengan
kegagalan sumsum tulang disertai penurunan sel-sel hematopoetik dan penggantiannya oleh
lemak.6 Hal ini merupakan kelainan dari sindrom klinik yang ditandai oleh defisiensi sel darah
merah, neutrophils, monosit dan platelet tanpa adanya bentuk kerusakan sumsum lainnya.
Dalam pemeriksaan sumsum tulang dinyatakan hampir tidak ada hematopoetik sel perkusi dan
digantikan oleh jaringan lemak. Penyakit ini ditandai oleh pansitopenia, aplasia sumsum
tulang tanpa adanya organomegali maupun limfadenopati. Prevaensi anemia aplastik lebih
jarang dijumpai di negara Barat dibandingkan di Asia termasuk Indonesia, perbedaan insidens
ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat-obat yang tidak
pada tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi.2 Anemia
aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju 3-6 kasus/ 1 juta
penduduk/ tahun.
Etiologi anemia aplastik sampai saat ini belum diketahui secara pasti. Terdapat
beberapa sumber yang berpotensi sebagai faktor yang menimbulkan anemia aplastik. Anemia
aplastik dapat digolongkan menjadi tiga berdasarkan etiologinya yaitu anemia aplastik didapat
(acquired aplastic anemia), familial (inherited), dan idiopatik (tidak diketahui).7 Sumber
lainnya membagi penyebabnya menjadi faktor primer (kongenital, idiopatik) dan faktor
sekunder (radiasi, obat, penyebab lain). Penyebab kongenital contohnya sindroma fanconi
yang disertai kelainan bawaan lain seperti mikrosefali, strabismus, kelainan ginjal, dan
sebagainya. Faktor sekunder diantaranya adalah bahan kimia seperti benzene dan insektisida,
obat seperti kloramfenikol dan antirematik, radiasi seperti sinar rontgen, dan Transfusion-
associated graft-versus-host disease.
Etiologi anemia aplastik pada pasien ini adalah kongenital dan faktor kimia. Faktor
kimia dalam hal ini adalah benzene dan insktisida, pada saat dilakukan anamnesis ibu pasien
mengaku selama masa kehamilan beliau bekerja sebagai buruh pabrik kertas yang tugasnya
mengelem kertas-kertas, dalam lem terkandung bahan kimia salah satunya adalah benzene.
Benzene bersifat hematotoxic yang merupakan leukomogen kuat yang dapat mengganggu
proses hematopoiesis, hal ini dikarenakan benzene dapat menyerang enzim topoisomerase II
yang ada pada sumsum tulang. Enzimtopoisomerase II akan berinteraksi dengan DNA selama
tahap replikasi, tahap transkripsi terhambat sehingga akan mengakibatkan kerusakan pada
kromosom, jika penyebabnya adalah proses apoptosis hal ini dapat menyebabkan anemia
aplastik.8 Ibu pasien juga mengaku setiap malam hari sebelum tidur kamar pasien di semprot
menggunakan insektisida, didalam insektisida terkandung Chlorinated hydrocarbons
organophospat, DDT(chlorophenothane), lindane, dan chlordane, zat tersebut menyebabkan
toksisitas pada manusia. Faktor lain yang dapat mempengaruhi adalah faktor kongenital yang
didapatkan dari nenek pasien, menurut pengakuan ibu, nenek pasien sering mengalam gejala
yang sama seperti pendarahan pada gusi, bintik kemerahan, maupun memar tanpa sebab,
namun ibu pasien tidak mengetahui dengan jelas penyakit yang diderita dan riwayat
pengobatannya.
Patofisiologi anemia aplastik belum diketahui secara pasti, namun terdapat 3 teori
yang menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu:
Sel induk hematopoetik dapat diketahui melalui pertanda sel yaitu CD 34 atau dengan biakan
sel yang dikenal sebagai longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long term marrow culture
(LTMC), jumlah sel induk/CD 34 sangat menurun hingga 1-10%. Pansitopenia dalam anemia
aplastik menggambarkan kegagalan proses hematopoetik yang ditunjukkan dengan penurunan
drastis jumlah sel primitif hematopoetik. Pada pengamatan cobble stone area performing cells
jumlah sel induk sangat menurun. Keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80%
kasus memperkuat teori gangguan sel induk ini. Hal ini membuktikan bahwa dengan
pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada anemia aplastik.
Pasien dengan anemia aplastik biasanya tidak memiliki lebih dari 10% jumlah sel batang
normal. Studi laboratorium menjelaskan bahwa sel stromal dari pasien anemia aplastik dapat
mendukung pertumbuhan dan perkembangan dari sel induk hematopoetik dan dapat juga
menghasilkan kuantitas faktor pertumbuhan hematopoetik dengan jumlah normal atau
meningkat. Oleh karena itu disarankan dua pendekatan utama untuk pengobatannya yaitu
penggantian sel induk yang tidak sempurna dengan cara transplantasi sumsum tulang dan
penekanan proses imunologi yang bersifat merusak.
Mekanisme idiopatik, asosiasi dengan kehamilan, dan beberapa kasus obat yang
berasosiasi dengan anemia aplastik masih belum jelas tetapi dengan terperinci melibatkan
proses imunologi yang menekan hematopoesis. Sel sitotoksik T diperkirakan dapat bertindak
sebagai faktor penghambat dalam sel hematopoetik dalam menyelesaikan produksi
hematopoesis inhibiting cytokinesis seperti interferon dan tumor nekrosis faktor . Efek
dari imun sebagai media penghambat dalam hematopoesis mungkin dapat menjelaskan
mengapa hampir sebagian besar pasien dengan anemia aplastik didapat memiliki respon
terhadap terapi imunosupresif.1
Gejala anemia aplastik meliputi lemas, mudah lelah, pucat, terdapat pendarahan pada
conjungtiva, gusi, epistaksis, memar tubuh (hematom,ecchymosis), dan bintik merah (ptekie).
Demam dan faringitis dapat ditemukan sebagai tanda dari infeksi.7 Pemeriksaan fisik secara
umum tidak khas kecuali tanda infeksi atau pendarahan. Jejas purpuric pada mulut (purpura
basah) menandakan jumlah platelet kurang dari 10.000/ l (10 109/liter) yang menandakan
risiko yang lebih besar untuk pendarahan otak. Pendarahan retina mungkin dapat dilihat pada
anemia berat atau trombositopenia. Limfadenopati, hepatomegali maupun splenomegali tidak
ditemukan.9
Keluhan Pasien Anemia Apalastik & Pemeriksaan Fisis pada Pasien Anemia Aplastik
Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi memberikan hasil pada anemia yang terjadi
bersifat normositik normokrom tidak disertai dengan tanda-tanda regenerasi. Adanya eritrosit
muda atau leukosit muda dalam darah tepi menandakan bukan anemia aplastik. Kadang-
kadang pula dapat ditemukan makrositosis, anisositosis, dan poikilositosis. Laju endap darah
biasanya meningkat. Waktu pendarahan biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu
pembekuan akibat adanya trombositopenia. Hemoglobin F meningkat pada anemia aplastik
anak.1
Diagnosis pasti pada pasien anemia aplastik adalah biopsi sumsum tulang. Hasil biopsi
didapatkan gambaran sel sangat kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak,
aplasia sistem eritropoetik, granulopoetik, dan trombopoetik. Diantara sel susum tulang yang
sedikit ini banyak ditemukan limfosit dan sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, endotel).
Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun
kuantitatif. Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular. Hasil dapat
memberikan kesan hiposelular akibat kesalahan teknis (misalnya terdilusi dengan darah
perifer), atau dapat terlihat hiperseluler karena area fokal residual hematopoiesis sehingga
dibutuhkan biopsi sumsum tulang ulangan dan biopsi dianjurkan untuk mengklarifikasi
diagnosis.
Gambar 1. Spesimen sumsum tulang dengan biopsi dari Gambar 2. Spesimen sumsum tulang dengan
pasien normal.10 biopsi dari pasien anemia aplastik.10
Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik.
Hal ini sangat penting dilakukan mengingat hubungan dengan strategi terapi yang akan
diberikan. Kriteria yang dipakai pada umumnya adalah kriteria Camitra et al yang membagi
derajat anemia aplastik menjadi nonserve aplastic anemia (tidak berat), severe aplastic
anemia (berat), dan sangat berat. Tergolong anemia aplastik berat bila memenuhi kriteria
berikut, paling sedikit dua dari tiga:
(c) corrected retikulosit < 1%, selularitas sumsum tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan
< 30% sel-sel hematopoetik.
Tergolong anemia aplastik sangat berat bila neutrofil < 0.2 109/L. Anemia aplastik
yang lebih ringan dari anemia aplastik berat disebut anemia aplastik tidak berat (nonserve
aplastic anemia). Pasien ini belum dapat diklasifikasikan menjadi anemia aplastik tidak berat,
berat, maupun sangat berat. Hal ini dikarenakan kriteria untuk penentuan klasifikasi anemia
aplastik belum terpenuhi karena pemeriksaan morfologi darah tepi belum dilakukan.
Anemia aplastik memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari 70% dengan
perawatan suportif saja. Penyakit ini termasuk darurat hematologi dan penatalaksanaan harus
dilakukan secepat mungkin. Obat- obatan tertentu diberikan berdasarkan pada pilihan terapi
dan melihat kebutuhan pasien. Rawat inap untuk pasien dengan anemia aplastik mungkin
diperlukan selama periode infeksi dan untuk terapi yang spesifik, seperti globulin
antithymocyte (ATG). Secara garis besar terapi untuk anemia apalstik dapat dibagi menjadi 4
yaitu terapi kausal, terapi suportif, terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang serta
terapi definitif yang terdiri atas pemakaian anti-lymphocyte globuline dan transplantasi
sumsum tulang.
Tranfusi packed red cell atau (PRC) jika hemoglobin <7 g/dl atau terdapat tanda payah
jantung atau anemia yang sangat simtomatik. Koreksi sampai Hb 9%-10% tidak perlu
mencapai kadar hb normal atau mempertahankan kadar hb yang tinggi karena dengan
transfuse darah yang terlampau sering akan timbul depresi terhadap sumsum tulang atau
timbul reaksi transfuse akibat dibentuknya antibody terhadap sel darah merah, leukosit, dan
trombosit. Transfusi suspensi trombosit diberikan bila terdapat pendaran masif atau trombosit
kurang dari 20.000/mm3 namum pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektifitas
trombosit karena timbulnya antibodi anti-trombosit.
Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang diantaranya adalah anabolik steroid
dan kortikosteroid. Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon
diberikan dalam dosis 2-3mg/kg BB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12 minggu dengan
efek samping berupa firilisasi dan gangguan fungsi hati. Kortikosteroid dosis rendah-
menengah fungsinya masih belum jelas tetapi pemberian kortikosteroid dapat mengurangi
pendarahan pada kulit yang disebabkan trombositopenia berat. Steroid yang diberikan adalah
prednisone 60-100mg/hari, jika dalam 4 minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan karena
menimbulkan efek samping seperti osteoporosis, sindroma cushing, dan obesitas. Granulocyte
Macrophage - Colony Stimulating Factor (GM-CSF) atau Granulocyte - Colony Stimulating
Factor G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus diberikan
secara terus menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfusi
sel darah merah.
Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang.
Terapi definitif untuk anemia apalstik terdiri dari 2 jenis pilihan yaitu terapi imunosupresif
dan transplantasi sumsum tulang. Terapi imunosupresif merupakan lini pertama dalam pilihan
terapi definitif pada pasien berusia diatas 40 tahun dan pasien muda yang tidak menemukan
donor yang cocok. Terapi ini terdiri dari pemberian anti lymphocyte globulin seperti Anti
lymphocyte globulin (ALG) atau anti tymphocyte globulin (ATG) dan pemberian
metilprednisolon. ALG dapat menekan proses imunologi dan bekerja melalui peningkatan
pelepasan haemopoetic growth factor. Sekitar 40%-70% kasus memberi respon pada ALG,
meskipun sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif atau kuantitatif). Terapi
yang lain adalah pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan siklosforin-A dilaporkan
memberikan hasil yang baik pada beberapa kasus tetapi efektifitasnya masih belum pasti
sampai saat ini.
Pada pasien ini diberikan terapi IVFD Nacl 10 tpm, Packed Red Cells (PRC)
3X300mg karena didapatkan kadar hemoglobin 5,7 g/dl yang merupakan indikasi transfusi,
lasik iv 35mg diberikan sebagai premedikasi agar tidak terjadi overload cairan, kortikosteroid
yaitu dexametason IV 5mg untuk mengurangi pendarahan pada kulit yang disebabkan
trombositopenia, antibiotik berupa ceftriakson 1x1gr yang merupakan antibiotik golongan
sefalosporin generasi III. Pada pasien ini juga diberikan paracetamol 3x400mg dan ranitidine
2x3,3mg sebagai obat simptomatis. Pada hari kedua pengobatan masih terdapat manifestasi
pendarahan pada kulit sehingga diberikan transfusi trombosit untuk mengurangi
pendarahannya.
Prognosis penyakit anemia aplastik sangat bervariasi, tetapi tanpa pengobatan pada
umumnya memberikan prognosis yang buruk. Prognosis bergantung pada gambaran sumsum
tulang hiposeluler atau aseluler, kadar HbF >200mg% memperlihatkan prognosis baik, jumlah
granulosit >200/mm3 menunjukan prognosis yang lebih baik, dan pencegahan infeksi
sekunder. Gambaran umum sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk
menentukan prognosis.1 Selain itu prognosis anemia aplastik juga bergantung pada:
(a) kasus berat dan progresif, rata-rata kematian dalam 3 bulan (merupakan 10%-15%
kasus);
(b) penderita dengan perjalanan penyakit kronik dengan remisi dan kambuh, rata-rata
kematian dalam 1 tahun, merupakan 50% kasus
(c) penderita yang mengalami remisi sempurna atau parsial, hanya merupakan sebagian
kecil penderita.
Prognosis ad vitam, ad fungsionam, ad sanationam pada pasien ini adalah dubia ad malam.
Hal ini disebabkan oleh karena pasien belum mengalami remisi sempurna setelah
pengobatan selama 2 tahun terakhir, remisi ini dapat dilihat menggunakan pemeriksaan
hematologi dan biopsi sumsum tulang satu tahun sekali sebagai indikator terbaik. Pada
pasien tidak dilakukan biopsi sumsum tulang setiap tahun karena keterbatasan biaya. Hal
lain yang mempengaruhi adalah seringnya pasien terkena infeksi, dimana infeksi
merupakan salah satu penyebab kematian penderita.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA