Anda di halaman 1dari 42

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan

manusia. Untuk memenuhi kebutuhan dan sekaligus mengembangkan

dirinya, manusia telah melakukan kegiatan belajar sejak dilahirkan.

Pengertian belajar menurut Soedijarto (1989) adalah suatu proses secara

langsung dan aktif pada saat pelajar itu mengikuti suatu kegiatan belajar

mengajar yang direncanakan dan disajikan di sekolah, proses belajar

mengajar tersebut dapat terjadi di dalam kelas maupun di luar kelas. Seorang

pelajar dikatakan sedang belajar apabila pelajar tersebut terlibat secara

langsung dan aktif dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Muhibbinsyah

(2008) belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang

sangat funda mental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang

pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan

pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik

ketika ia berada disekolah maupun dilingkungan rumah atau keluarganya

sendiri. Menurut Winataputra, U dkk (2007) belajar adalah proses yang

dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam kemampuan,

keterampilan, dan sikap tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan

mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar

sepanjang hayat.
Ciri-ciri belajar adalah sifat atau keadaan yang khas dimiliki oleh

perbuatan belajar. Beberapa ciri belajar adalah : (1) Belajar dilakukan

dengan sadar dan mempunyai tujuan. Tujuan dipakai sebagai arah kegiatan

dan sekaligus sebagai tolok ukur keberhasilan belajar; (2) Belajar merupakan

pengalaman sendiri, tidak dapat diwakilkan pada orang lain. Jadi belajar

bersifat individual; (3) Belajar merupakan proses interaksi antara individu dan

lingkungan. Individu harus aktif bila dihadapkan pada suatu lingkungan

tertentu. Keaktifan dapat terwujud karena individu memiliki berbagai potensi

belajar; (4) Belajar mengakibatkan terjadinya perubahan pada diri orang yang

belajar. Perubahan tersebut bersifat integral, artinya perubahan dalam aspek

kognitif, afektif dan psikomotor yang terpisahkan satu dengan yang lain.

Belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, baik yang berasal dari dalam

diri individu maupun yang berasal dari luar individu. Faktor dari dalam diri

individu seperti: motivasi, minat, intelegensi, dan bakat. Sedangkan dari luar

individu seperti: sarana dan prasarana belajar, lingkungan keluarga dan

masyarakat. Faktor-faktor diatas dalam banyak hal sering berkaitan dan

mempengaruhi satu sama lain. Pengaruh faktor-faktor tersebut, muncul

peserta didik yang berprestasi tinggi dan berprestasi rendah. Dalam hal ini,

guru diharapkan mampu mengantisipasi kemungkinan kelompok peserta

didik yang menunjukkan gejala kegagalan dengan berusaha mengetahui dan

mengatasi faktor yang menghambat proses belajar mereka (Max Darsono

dalam Sari, K. M, 2011).


B. Pembelajaran

Istilah pembelajaran merupakan perkembangan dari istilah pengajaran.

Pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh seorang guru atau yang lain

untuk membelajarkan siswa yang belajar. Menurut paham konvensional,

pembelajaran diartikan sebagai bantuan kepada anak didik yang dibatasi pada

aspek intelektual dan keterampilan. Unsur utama dari pembelajaran adalah

pengalaman anak sebagai seperangkat event sehingga terjadi proses belajar

(Hasanah, A, 2012).

Pembelajaran menurut Dimyati dan Mujiono (2006) adalah kegiatan

guru secara terprogram dalam desain intruksional untuk membuat siswa

belajar secara aktif yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.

UUSPN No 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses

interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu

lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses pembelajaran yang

dibangun untuk mengembangkan kreatifitas berfikir yang dapat

meningkatkan kemampuan berfikir siswa serta dapat meningkatkan

kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan

penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

Pembelajaran menurut Hamalik dalam Mulyawati, W (2012) adalah

upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi

peserta didik. Implikasi dari pengertian di atas ialah pendidikan bertujuan

mengembangkan atau mengubah tingkah laku peserta didik. Pembelajaran

merupakan suatu proses yang terdiri dari kombinasi dua aspek yaitu, belajar
tertuju kepada apa yang harus dilakukan oleh peserta didik, mengajar

berorientasi pada apa yang harus dilakukan oleh pendidik sebagai pemberi

pelajaran. Kedua aspek ini akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu

kegiatan pada saat terjadi interaksi antara pendidik dan peserta didik, serta

antara peserta didik dengan peserta didik yang lain disaat pembelajaran

sedang berlangsung. Pembelajaran pada hakikatnya merupakan proses

komunikasi antara peserta didik dengan pendidik serta antar peserta didik

dalam rangka perubahan sikap.

Secara garis besar, ada 4 pola pembelajaran. Pertama, pola

pembelajaran guru dengan siswa tanpa menggunakan alat bantu atau bahan

pembelajaran dalam bentuk alat raga. Kedua, pola (guru + alat bantu) dengan

siswa. Ketiga, pola (guru + media) dengan siswa. Keempat, pola media

dengan siswa atau pola pembelajaran jarak jauh menggunakan media atau

bahan pembelajaran yang disiapkan. Berdasarkan pola-pola pembelajaran

tersebut, maka pembelajaran bukan hanya sekedar mengajar dengan pola

satu, akan tetapi lebih dari pada itu seorang guru harus mampu menciptakan

proses pembelajaran yang bervariasi (Hasanah, A, 2012).

Prinsip-prinsip pembelajaran diantaranya sebagai berikut:

1. Motivasi, kematangan dan kesiapan diperlukan dalam proses belajar

mengajar, tanpa motivasi dalam proses belajar mengajar, terutama

motivasi intrinsik proses belajar mengajar tidak akan efektif dan tanpa

kematangan organ-organ biologis dan fisiologis, upaya belajar sukar

berlangsung.
2. Pembentukan persepsi yang tepat terhadap ransangan sensoris merupakan

dasar dari proses belajar mengajar yang tepat.

3. Kemajuan dan keberhasilan proses belajar mengajar ditentukan oleh antara

lain bakat khusus, taraf kecerdasan, minat serta tingkat kematangan dan

jenis sifat dan intensitas dari bahan yang dipelajari.

4. Proses belajar mengajar dapat dangkal, luas, dan mendalam, tergantung

pada materi yang menjadi pembahasan dalam pembelajaran tersebut.

5. Proses belajar megajar berlangsung dari yang sederhana meningkat kepada

yang kompleks, dari yang konkret kepada yang abstrak, dari yang khusus

ke umum, dari yang mudah ke sulit, dari yang induksi ke deduksi.

(Dimyanti dan Mudjiono, 2006)

C. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa

setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar tampak sebagai

perubahan tingkah laku pada diri siswa yang dapat diamati dan diukur dalam

bentuk perubahan pengetahuan sikap dan keterampilan (Hamalik, 2008).

Menurut Purwanto, N (2004) hasil belajar adalah perubahan dalam

kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik, tergantung dari tujuan

pengajarnya. Menurut Nana Sudjana dalam Mulyawati, V (2012) pada

dasarnya hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah

menerima pengalaman belajar. Nana Syaodih dalam Puspitasari, D. Y (2010)


mendefinisikan hasil belajar atau achievement sebagai suatu realisasi dari

kecakapan-kecakapan potensial yang dimiliki seseorang.

Suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil, jika setiap guru memiliki

pandangan masing-masing yang sejalan dengan filsafatnya. Namun untuk

menyamakan persepsi sebaiknya kita berpedoman pada kurikulum yang

berlaku saat ini yang telah disempurnakan, antara lain bahwa suatu proses

belajar mengajar tentang suatu bahan pembelajaran dinyatakan berhasil

apabila tujuan pembelajaran khususnya dapat dicapai. Tercapai tidaknya

tujuan pembelajaran khusus, guru perlu mengadakan tes formatif pada setiap

menyajikan suatu bahasan kepada siswa. Penilaian formatif ini untuk

mengetahui sejauh mana siswa telah menguasai tujuan pembelajaran khusus

yang ingin dicapai. Fungsi penelitian ini adalah untuk memberikan umpan

balik pada guru dalam rangka memperbaiki proses belajar mengajar dan

melaksanakan program remedial bagi siswa yang belum berhasil. Karena

itulah, suatu proses belajar mengajar dinyatakan berhasil apabila hasilnya

memenuhi tujuan pembelajaran khusus dari bahan tersebut (Surakhmad, W

1980).

Menurut Djamarah dan Zain (2006) mengungkapkan, bahwa untuk

mengukur dan mengevaluasi hasil belajar siswa dapat dilakukan melalui tes

prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya, tes prestasi belajar

dapat digolongkan ke dalam tiga jenis penilaian, sebagai berikut:

1. Tes formatif, penilaian ini dapat mengukur satu atau beberapa pokok

bahasan tertentu dan tujuan untuk memperoleh gambaran tentang daya


serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes ini dimanfaatkan

untuk memperbaiki proses belajar mengajar dalam waktu tertentu.

2. Tes subsumatif, tes ini meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang

telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh

gambaran daya serap siswa untuk meningkatkan tingkat prestasi belajar

atau hasil belajar siswa. Hasil tes subsumatif ini dimanfaatkan untuk

memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam

menentukan nilai rapor.

3. Tes sumatif, tes ini diadakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap

bahan pokok-pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester,

satu atau dua bahan pelajaran. Tujuannya adalah untuk menetapkan tarap

atau tingkat keberhasilan belajar siswa dalam satu periode belajar tertentu.

Hasil dari tes sumatif ini dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun

peringkat (rangking) atau sebagai ukuran mutu sekolah.

Hasil belajar dapat dipengaruhi oleh berbagai hal. Faktor-faktor yang

mempengaruhi hasil belajar adalah:

1. Faktor internal meliputi dua aspek, yakni aspek fisiologis dan aspek

psikologis, yang terdiri dari lima faktor, yaitu: intelegensi siswa, sikap

siswa, bakat siswa, minat siswa dan motivasi siswa.

2. Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu: lingkungan sosial dan

lingkungan non sosial (sarana prasarana), termasuk media pembelajaran.

3. Faktor pendekatan belajar, yakni jenis upaya belajar siswa yang meliputi

strategi dan metode yang digunakan untuk melakukan kegiatan


pembelajaran. Berdasarkan faktor eksternal belajar diatas, yaitu faktor

yang bersumber dari lingkungan sekolah siswa, maka dapat didefinisikan

lagi menjadi:

a. Cara memberikan pelajaran.

b. Kurangnya bahan-bahan bacaan.

c. Kurangnya alat-alat.

d. Bahan pelajaran yang tidak sesuai dengan kemampuan.

e. Penyelenggaraan pembelajaran terlalu padat.

(Muhibbinsyah, 2008)

D. Model Pembelajaran

Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran

yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Model pembelajaran dengan kata lain merupakan bungkus atau bingkai dari

penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran (Sudrajat

dalam Suryani, N dan Leo, A, 2012). Masih terkait dengan model

pembelajaran, Syaiful Sagala dalam Suryani, N dan Leo, A, (2012)

menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar peserta didik untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi

sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran dan guru dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar-mengajar. Model

pembelajaran menurut Supriyono dalam Suryani, N dan Leo, A (2012) dapat


diartikan sebagai pola yang digunkan untuk penyusunan kurikulum,

pengaturan materi dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Dengan kata

lain, model pembelajaran ialah pola yang dipergunakan sebagai pedoman

dalam perencanaan pembelajaran dikelas.

Model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan,

termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam

kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Model pembelajaran didefinisikan sebagai kerangka konseptual yang

melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman

belajar untuk mencapai tujuan belajar. Merujuk pemikiran Joyce, fungsi

model adalah each model guides us as we design instruction to help students

achieve various objectives. Melalui model pembelajaran guru dapat

membantu peserta didik mendapatkan informasi, keterampilan, cara berpikir,

dan mengeskpresikan ide. Model pembelajaran berfungsi pula sebagai

pedoman bagi para perancang pembelajaran dan guru dalam merencanakan

aktivitas belajar mengajar (Suprijono dalam Mulyawati, V, 2012).

Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model

pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai

tujuan belajar dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan

dan melaksanakan aktivitas pembelajaran (Suryani, N dan Leo, A, 2012).

Model pembelajaran tediri dari model pembelajaran langsung (direct

instruction), model pembelajaran kooperatif (cooperative learning), model


pembelajaran diskusi (discussion learning) dan model pembelajaran strategi

(strategy learning) (Suprijono dalam Mulyawati, V, 2012).

E. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif merupakan startegi belajar dengan sejumlah

siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota

kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk

memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar

dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum

menguasai bahan pelajaran.

Menurut Slavin pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-

unsur interaksi sosial pada pembelajaran sains. Model pembelajaran

kooperatif mengharuskan siswa belajar bersama dalam kelompok-

kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun

dalam kelompok yang terdiri dari empat atau enam orang siswa, dengan

kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri

dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini

bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan

teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif

diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerja sama

dengan baik didalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik,


siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang

direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota

kelompok adalah mencapai ketuntasan.

Beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah; (a) setiap siswa

memiliki peran; (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;

(c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga

teman-teman sekelompoknya; (d) guru membantu mengembangkan

keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok; (e) guru hanya

berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan. Tiga konsep sentral yang

menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan

oleh Slavin, yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu

dalam kelompok, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.

Tujuan pembelajaran kooperatif berbeda dengan kelompok

tradisional yang menerapkan sistem kompetisi, dimana keberhasilan

individu diorientasikan pada kegagalan orang lain. Sedangkan tujuan dari

pembelajaran kooperatif adalah menciptakan situasi di mana keberhasilan

individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya

(Fatonah, S dan Zuhdan, K, 2014).

Manfaat pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dan bersosialisasi.

b. Melatih kepekaan diri, empati melalui variasi perbedaan sikap dan

perilaku selama bekerja sama.

c. Mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri.


d. Meningkatkan motivasi belajar, harga diri dan sikap perilaku positif

sehingga dengan pembelajaran kooperatif peserta didik akan tahu

kedudukannya dan belajar saling menghargai satu sama lain.

e. Meningktkan prestasi belajar dengn meningktakan prestasi akademik,

sehingga dapat membantu peserta didik memahami konsep-konsep

yang sulit.

(Suryani, N dan Leo, A, 2012)

2. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Keuntungan penggunaan pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie

dalam Suryani, N dan Leo, A (2012) pembelajaran kooperatif adalah

pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil

siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk

mencapai tujuan. Model pembelajaran ini bertujuan untuk

mengembangkan aspek keterampilan sosial sekaligus aspek kognitif dan

aspek sikap siswa.

Model pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan ini disebut

saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan dapat dicapai

melalui: 1) saling ketergantungan mencapai tujuan, 2) saling

ketergantungan melaksanakan tugas: 3) saling ketergantungan bahan atau

sumber: 4) saling ketergantungan peran dan 5) saling ketergantungan hasil

atau hadiah. Pembelajaran kooperatif menciptakan interaksi yang asah,

asih dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar (learning community).


Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang didalamnya

terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Elemen-elemen itu adalah: 1)

saling ketergantungan positif, 2) interaksi tatap muka, 3) akuntabilitas

individu, dan 4) keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau

keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan. Ada lima tahapan dari

model pembelajaran kooperatif, yaitu: 1) mengklarifikasi tujuan dan

establishing set, 2) mempresentasikan informasi atau mengorganisasikan

siswa dalam kelompok-kelompok belajar, 3) membantu kerja kelompok-

kelompok belajar, 4) mengujikan berbagai materi, dan 5) memberikan

pengakuan (Sugiyanto dalam Suryani, N dan Leo, A, 2012).

3. Tujuan Pembelajaran Cooperatif

Menurut Ibrahim, terdapat tiga tujuan instruksional penting yang

dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu:

a. Hasil Belajar Akademik

Pembelajaran kooperatif tidak hanya mencakup beragam tujuan

sosial, tetapi juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas

akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini

unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para

pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model pembelajaran

kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik

yang berhubungan dengan hasil belajar yang memberi keuntungan baik

pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja

bersama menyelesaikan tugas-tugas akademik.


b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan kedua model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan

secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya,

kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran

kooperatif memberi peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan

kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas

akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar

saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting yang ketiga dari pembelajaran koperatif adalah

mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.

Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh siswa, karena

kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah sosial

semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu

dalam menghadapi persaingan global (Isjoni, 2010).

4. Keuntungan Penggunaan Pembelajaran Kooperatif

Ada banyak keuntungan dengan menggunakan model pembelajaran

kooperatif, diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, ketrampilan,

informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.


d. Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai nilai sosial dan

komitmen.

e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g. Berbagi ketrampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara

hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h. Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari

berbagai perspektif.

j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang lebih baik.

k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan

kemampuan, jenis kelamin, etnis, sosial, agama dan orientasi tugas.

(Sugiyanto dalam Mulyawati, V, 2012)

Jarolelimek & Parker mengungkapkan tentang kelebihan dari

pembelajaran kooperatif antara lain : 1) saling ketergantungan positif, 2)

adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, 3) siswa

dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, 4) suasana kelas

yang rileks dan menyenangkan, serta 5) terjalinnya hubungan yang hangat

dan bersahabat antara siswa dengan gurunya (Isjoni, 2010).

F. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)
Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama, kepala

bernomor yang merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran

kooperatif. Model NHT pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan

tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi

yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka

terhadap isi pelajaran tersebut.

Model NHT adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif

struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang

untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. Struktur Kagan menghendaki

agar para siswa bekerja saling bergantung pada kelompok-kelompok kecil

secara kooperatif. Struktur tersebut dikembangkan sebagai bahan alternatif

dari sruktur kelas tradisional seperti mangacungkan tangan terlebih dahulu

untuk kemudian ditunjuk oleh guru untuk menjawab pertanyaan yang telah

dilontarkan. Menurut Kagan model pembelajaran NHT ini secara tidak

langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan

dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa

lebih produktif dalam pembelajaran. Model ini dapat digunakan untuk

semua mata pelajaran dan semua tingkatan peserta didik (Anita Lie dalam

Suryani, N dan Leo, A, 2012).

Menurut Anita Lie dalam Suryani, N dan Leo, A (2012) model

pembelajaran NHT adalah suatu tipe dari pembelajaran kooperatif

pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk


saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling

tepat. Model pembelajaran NHT menurut Trianto (2007) merupakan jenis

pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola

interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

Menurut Ahmad Zuhdi dalam Mulyawati, V (2012) model pembelajaran

NHT adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana siswa diberi

nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil

nomor dari siswa. Kesimpulan dari model pembelajaran kooperatif tipe

Numbered Heads Together (NHT) adalah model pembelajaran yang

dimana terdapat penomoran siswa dalam masing-masing kelompok untuk

bekerja sama dalam menyelesaikan soal.

2. Tahap-tahap dalam Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Tahap-tahap dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) menurut Ibrahim, M dkk (2000) sebagai berikut:

a. Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini

guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang

beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor

sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda-beda,

sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

b. Pengajuan Pertanyaan
Pengajuan pertanyaan adalah guru mengajukan pertanyaan

kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi

pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat

pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat

umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.

c. Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan-pertanyaan dari guru, siswa

berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban

kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui

jawaban dari masing-masing pertanyaan.

d. Pemberian Jawaban

Kemudian guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari

tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan

menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara

random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut,

selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut

mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur khusus yang

dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan

untuk meningkatkan penguasaan akademik. Tipe ini dikembangkan oleh

Kagen dalam Ibrahim, M dkk (2000) dengan melibatkan para siswa dalam

menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek


pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

3. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads

Together (NHT)

Kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads

Together (NHT) menurut Ahmad Zuhdi dalam Mulyawati, V (2012)

sebagai berikut:

Kelebihan:

a. Setiap siswa menjadi lebih siap semua.

b. Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh.

c. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Kelemahan:

a. Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru.

b. Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

G. Media Pembelajaran

1. Pengertian Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah media yang digunakan dalam

pembelajaran, yaitu meliputi alat bantu guru dalam mengajar serta sarana

pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).

Sebagai penyaji dan penyalur pesan, media belajar dalam hal-hal tertentu

bisa mewakili guru menyajikan informasi belajar kepada siswa. Jika

program media itu didesain dan dikembangkan secara baik, maka fungsi

itu akan dapat diperankan oleh media meskipun tanpa keberadaan guru.
Brown mengungkapkan bahwa media pembelajaran yang digunakan dalam

kegiatan pembelajaran dapat mempengaruhi terhadap efektivitas

pembelajaran. Pada mulanya, media pembelajaran hanya berfungsi sebagai

alat bantu guru untuk mengajar yang digunakan adalah alat bantu visual.

Sekitar pertengahan abad ke-20 usaha pemanfaatan media visual

dilengkapi dengan digunakannya alat audio, sehingga lahirlah alat bantu

audio-visual.

Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

(IPTEK), khususnya dalam bidang pendidikan, saat ini penggunaan alat

bantu atau media pembelajaran menjadi semakin luas dan interaktif,

seperti adanya komputer dan internet. Latuheru menyatakan bahwa media

pembelajaran adalah bahan, alat, atau teknik yang digunakan dalam

kegiatan belajar-mengajar dengan maksud agar proses interaksi

komunikasi pendidikan antara guru dan siswa dapat berlangsung secara

tepat guna dan berdaya guna. Kesimpulan dari beberapa pendapat di atas

yaitu media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan

pesan, dapat merangsang pikiran, perasaan, dan kemauan peserta didik

sehingga dapat mendorong terciptanya proses belajar pada diri peserta

didik (Suryani, N dan Leo, A, 2012).

Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan media dalam

kegiatan pembelajaran adalah:

a. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

b. Karakteristik siswa atau sasaran.


c. Jenis rangsangan belajar yang diinginkan.

d. Keadaan latar atau lingkungan.

e. Kondisi setempat.

(Sadiman dkk dalam Suryani, N dan Leo, A, 2012)

2. Fungsi Media Pembelajaran

Fungsi media pembelajaran menurut Arsyad, A (2007) Dalam suatu

proses belajar mengajar, dua unsur yang sangat penting adalah metode

pembelajaran dan media pembelajaran. Kedua aspek ini saling berkaitan.

Pemilihan satu metode pembelajaran akan sangat mempengaruhi jenis

media pembelajaran yang digunakan. Dengan demikian fungsi utama

media pembelajaran adalah sebagai alat bantu mengajar yang turut

mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang ditata dan

diciptakan oleh guru. Fungsi media dalam proses pembelajaran

ditunjukkan pada gambar berikut:

SISWA
GURU MEDIA PESAN

Fungsi media dalam pembelajaran

Hamalik mengemukakan bahwa penggunaan media pembelajaran

dalam proses belajar-mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat

yang baru, membangkitkan rangsangan kegiatan belajar dan bahkan


membawa pengaruh psikologis terhadap siswa. Dengan demikian, secara

umum media pembelajaran berfungsi sebagai:

a. Alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar-mengajar yang efektif.

b. Bagian integral dari keseluruhan situasi belajar-mengajar.

c. Meletakkan dasar-dasar yang konkret dari konsep yang abstrak

sehingga dapat mengurangi pemahaman yang bersifat verbalisme.

d. Membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

e. Mempertinggi mutu belajar-mengajar.

(Suryani, N dan Leo, A, 2012)

Sadiman dkk menyampaikan fungsi media (media pendidikan)

secara umum, adalah sebagai berikut:

a. Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat visual.

b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indra, misal objek yang

terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan gambar, slide,

dsb. Peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat film,

video, foto atau film bingkai.

c. Meningkatkan kegairahan belajar, memungkinkan siswa belajar sendiri

berdasarkan minat dan kemampuannya, dan mengatasi sifat pasif siswa.

d. Memberikan rangsangan yang sama, dapat menyamakan pengalaman

dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran.

Secara rinci, fungsi media dalam proses pembelajaran yaitu:

a. Menyaksikan benda yang ada atau peristiwa yang terjadi pada masa

lampau. Dengan perantara gambar, potret, sliede, film, video atau media
yang lain, siswa dapat memperoleh gambaran yang nyata tentang

benda/peristiwa sejarah.

b. Memperoleh gambaran yang jelas tentang benda/hal-hal yang sukar

diamati secara langsung karena ukurannya yang tidak memungkinkan,

baik karena terlalu besar atau terlalu kecil. Misalnya dengan

perantaraan paket siswa dapat memperoleh gambaran yang jelas tentang

bendungan dan kompleks pembangkit listrik, dengan slide dan film

siswa memperoleh gambaran tentang bakteri, amuba dan sebagainya.

c. Mengamati dengan teliti binatang-binatang yang sukar diamati secara

langsung karena sukar ditangkap. Dengan bantuan gambar, potret slide,

film atau video siswa dapat mengamati berbagai macam serangga,

burung hantu, kelelawar, dan sebagainya.

d. Mengamati peristiwa-peristiwa yang jarang terjadi atau berbahaya

untuk didekati. Dengan slide, film atau video siswa dapat mengamati

pelangi, gunung meletus, pertempuran dan sebagainya.

e. Dengan mudah membandingkan sesuatu. Dengan bantuan gambar,

model atau foto siswa dapat dengan mudah membandingkan dua benda

yang berbeda sifat ukuran, warna, dan sebagainya.

f. Dapat belajar sesuai dengan kemampuan, minat dan temponya masing-

masing. Dengan modul siswa dapat belajar sesuai dengan kemampuan,

kesempatan, dan kecepatan masing-masing.

3. Tujuan Media Pembelajaran

Secara umum tujuan penggunaan media pembelajaran adalah:


a. Agar proses belajar-mengajar yang sedang berlangsung dapat berjalan

dengan tepat guna dan berdaya guna.

b. Untuk mempermudah bagi guru/pendidik dalam menyampaikan

informasi materi kepada peserta pendidik.

c. Untuk mempermudah bagi peserta didik dalam menerima serta

memahami materi yang telah disampikan oleh guru/pendidik.

d. Untuk dapat mendorong keinginan peserta didik mengetahui lebih

banyak dan mendalam tentang materi yang disampaikan oleh guru.

e. Untuk menghindarkan salah pengertian atau salah paham antara peserta

didik yang satu dengan yang lain terhadap materi atau pesan yang

disampaikan oleh guru/pendidik.

(Suryani, N dan Leo, A, 2012)

H. Media Pembelajaran Teka-teki Silang (TTS)

1. Pengertian Media Pembelajaran Teka-teki Silang (TTS)

Menurut Milliande dalam Sari, K, M (2011) teka-teki silang adalah

permainan dimana sebuah rangka segiempat, angka dilengkapi dengan

kata-kata baik mendatar dan menurun dengan jawaban yang sesuai dengan

kuncinya. Menurut Lightner dalam Sari, K, M (2011) teka-teki silang

adalah permainan kata dimana kata-kata yang disesuaikan dengan

kunci/definisi disampaikan dan dicocokkan sesuai dengan segi empat dan

di isi satu huruf pada setiap kotaknya, dan kata-kata telah disusun secara

horizontal atau vertikal sehingga sebagian besar untuk huruf terdiri dari
dua kata. Kesimpulan dari beberapa pendapat diatas bahwa teka-teki silang

adalah permainan kata bentuk segiempat putih dan hitam yang tujuannya

adalah mengisi bagian putih dengan huruf-huruf, bentuk katanya mendatar

dan menurun dengan kata kunci yang menghasilkan kata tersebut.

Beberapa teka-teki silang, kata kuncinya terkadang singkat dan

padat, kata kunci itu biasanya definisi sederhana dari jawabannya. Teka-

teki silang membutuhkan waktu dalam menyelesaikannya dan juga

membutuhkan pemikiran. Idealnya, teka-teki silang diberikan sebagai

pekerjaan kelompok atau berpasangan didalam kelas dengan waktu yang

cukup untuk menyelesaikannya. Teka-teki silang biasanya bervariasi dari

yang paling sederhana sampai yang paling rumit. Teka-teki yang

sederhana silang pada tingkat dasar bisa diberikan dengan beberapa

persyaratan yaitu sebagai berikut:

a. Kata dan kalimat yang digunakan dalam teka-teki silang harus dibuat

secara tersusun sehingga tantangan bisa dibaca oleh para siswa.

b. Teka-teki silang harus memberikan kesempatan banyak untuk para

siswa dalam mempraktikkan dan mengulang kata.

c. Permainan harus diberikan dengan berbagai macam cara, sehingga para

siswa tidak akan bosan dengan permainannya dan mereka akan

termotivasi untuk mencoba setiap macamnya.

Guru harus memberikan kesempatan bagi para siswa untuk

memecahkan permainan secara individu setelah mereka mengerti aturan


permainannya, mereka bisa membuatnya secara berpasangan atau

bekerjasama (Arsyad, A, 2007).

2. Fungsi Media Teka-teki Silang (TTS)

Fungsi teka-teki silang dalam pembelajaran yaitu guna menarik

minat siswa untuk belajar. Guru harus menciptakan metode baru yang

menarik, salah satunya yaitu melalui permainan teka-teki silang. Dalam

pembelajaran siswa tidak hanya selalu bisa mengerti dan paham hanya

dengan mendengarkan guru atau dengan hanya membaca buku pelajaran,

maka diharapkan teka-teki silang dapat menumbuhkan dan menarik minat,

semangat belajar, dan perhatian siswa. Kenyataannya, teka-teki silang

berperan penting dalam proses pengayaan. Tetapi juga struktur bahasa,

pengucapan, dan penulisan. Hal ini membantu siswa dalam menguasai

materi dengan mudah (Sari, K, M, 2011)

Fungsi media teka-teki silang dalam proses pembelajaran yaitu:

a. Membantu guru untuk menggambarkan ketertarikan dan memacu

motivasi siswa.

b. Membantu siswa aktif dalam kegiatan belajar mengajar.

c. Membantu siswa untuk mengembangkan rasa percaya diri.

d. Membantu siswa untuk berlatih kerjasama dengan sesama secara efektif

e. Memberikan tantangan untuk memecahkan masalah dengan situasi

yang sangat santai.

f. Membantu guru untuk menjadi lebih kreatif.

(Tasuli dalam Sari, K, M, 2011).


Media Teka-teki silang dapat bervariasi dari yang paling sederhana

sampai yang paling rumit tergantung pada tingkatan siswa pada tingkat

dasar. Teka-teki silang yang dapat diberikan antara lain:

a. Dari gambar ke kata (from picture to words)

Fungsi permainan ini adalah untuk mengidentifikasi gambar ke

dalam kata-kata. Guru akan menulis gambar atau objek di segiempat.

Setiap objek disusun berdasarkan angka dan segi empat mendatar dan

menurun. Siswa harus menulis nama objek itu di tempat yang telah

disediakan dalam teka-teki silang.

b. Setengah Teka-teki Silang (half-crosswords)

Kegiatan setengah teka-teki silang ini siswa bekerja dalam dua

kelompok. Setiap kelompok harus melengkapi teka-teki silang.

Dengan meminta atau memberikan definisi, mereka berusaha untuk

mengisinya dari kata-kata yang hilang.

c. Teka-teki Sederhana (Simple Crosswords)

Kegiatan teka-teki sederhana ini, siswa harus mengisi segiempat

yang kosong dengan memikirkan, menjawab atau menemukan definisi

dari kata kunci yang diberikan.

3. Keuntungan Penggunaan Media Teka-teki Silang (TTS)

Teka-teki silang juga dapat menjadi sebuah terapi yang bermanfaat

secara medis dan psikologis.

a. Secara psikologis, orang dengan kebiasaan mengisi teka-teki silang

disinyalir memiliki keteraturan perasaan, ketelitian dan memiliki


keuletan. Analisis logisnya, mencari jawaban dan menyusun huruf demi

huruf pada kolom-kolom teka-teki silang memang membutuhkan

keuletan dan kesabaran. Rasa penasaran dalam mencari jawaban dari

teka-teki akan menjadi motivasi untuk terus mencari dan mencoba

hingga kolom demi kolom terisi.

b. Secara medis, manfaat didalam mengisi teka-teki silang yaitu mampu

meningkatkan fungsi kerja otak manusia dan mencegah kepikunan dini.

Teka-teki silang dapat dikategorikan sebagai silmutan yang berfungsi

mengelola stres dan menghubungkan saraf-saraf otak yang terlelap.

Sifat fun tapi tetap learning dari teka-teki silang memberikan efek

menyegarkan ingatan, sehingga fungsi kerja otak kembali optimal

karena otak dibiasakan untuk terus belajar dengan santai. Kondisi

pikiran yang jernih, rileks dan tenang akan membuat memori otak kuat,

sehingga daya ingat pun meningkat (Sari, K, M, 2011).

I. Media Pembelajaran Word Square

Menurut Urdang dalam Bogas, M. P (2015) word Square is a set of

words such that when arranged one beneath another in the form of a square

the read a like horizontally, artinya word square adalah sejumlah kata yang

disusun satu di bawah yang lain dalam bentuk bujur sangkar dan dibaca

secara mendatar dan menurun. Word square menurut Hornby dalam Bogas,

M. P (2015) adalah sejumlah kata yang disusun sehingga kata-kata tersebut

dapat dibaca ke depan dan ke belakang. Word square adalah salah satu alat
bantu/media pembelajaran berupa kotak-kotak kata yang berisi kumpulan

huruf. Pada kumpulan huruf tersebut terkandung konsep-konsep yang harus

ditemukan oleh siswa sesuai dengan pertanyaan.

Media pembelajaran word square adalah sejumlah kata bermakna yang

disusun ke kanan, ke atas atau miring diantara beberapa kata acak yang tidak

bermakna dapat dijadikan permainan kata agar siswa dapat memahami

konsep yang telah direncanakan guru. Pengisian word square mirip seperti

mengisi teka-teki silang tetapi bedanya jawabannya sudah ada namun

disamarkan dengan menambahkan kotak tambahan dengan sembarang

huruf/angka penyamar atau pengecoh. Media pembelajaran word square ini

bertujuan untuk mendorong peserta didik agar lebih aktif berpartisipasi dalam

proses pembelajaran dan juga bertujuan untuk melatih konsentrasi siswa

(Saptono, S, 2003).

Media pembelajaran word square yaitu berisi pertanyaan yang sesuai

dengan pengertian-pengertian penting suatu konsep atau sub konsep.

Kemudian siswa berdiskusi untuk menemukan jawaban pada kotak-kotak

word square. Sebagai sebuah media pembelajaran, word square memiliki

kelebihan dan kekurangan. Kelebihan media pembelajaran word square yaitu

mampu sebagai pendorong serta penguat siswa terhadap materi yang

disampaikan. Melatih ketelitian dan ketepatan dalam menjawab dan mencari

jawaban dalam lembar kerja. Selain itu, siswa ditekankan disini adalah dalam

berpikir efektif, jawaban mana yang paling tepat. Sementara itu, kekurangan

media pembelajaran word square yaitu dapat mematikan kreatifitas siswa.


Hal ini dikarenakan siswa tinggal menerima bahan pelajaran mentah dari

guru. Selain itu siswa juga tidak dapat mengembangkan materi yang ada

dengan kemampuan atau potensi yang dimilikinya (Bogas, M. P, 2015).

J. Koloid

1. Pengertian Koloid

Sistem terdispersi terdiri dari partikel kecil yang dikenal sebagai fase

dispersi, terdistribusi keseluruh medium kontinu atau medium disperse.

Bahan-bahan yang terdispersi bisa mempunyai jangkauan ukuran dari

partikel-partikel berdimensi atom dan molekul sampai partikel-partikel

yang ukurannya diukur dalam millimeter. Oleh karena itu, cara yang

paling mudah untuk menggolongkan sistem terdispersi adalah berdasarkan

garis tengah partikel rata-rata dari bahan terdispersi. Umumya dibuat tiga

golongan ukuran, yakni; dispersi molekuler, dispersi koloid, dan dispersi

kasar. Jangkauan ukuran untuk golongan-golongan ini, berikut sifat-

sifatnya terlihat dalam tabel 2.1.

Tabel 2.1 Penggolongan sistem terdispersi berdasarkan ukuran partikel

Jangkauan

Golongan ukuran Sifat system Contoh

partikel

Dispersi Kurang Partikel tidak terlihat dalam Molekul

molekuler dari 1,0 nm mikroskop electron, dapat oksigen

(m) melewati ultra filtrasi dan ion-ion

membrane semipermiabel; umum


mengalami difusi cepat glukosa

Dispersi 0,5 m () Partikel tidak dilihat oleh Sol

koloid sampai 1,0 mikroskop biasa walaupun perak

nm (m) partikel tersebut dideteksi koloidal,

dibawah ultra mikroskop; polimer

terlihat dalam mikroskop alam dan

electron; dapat melewati kertas polimer s

saring tapi tidak dapat melewati Intesis

membrane semipermiabel;

difusi berlangsung sangat

lambat.

Dispersi Lebih besar Partikel terlihat dibawah Butir-

kasar dari 0,5 m mikroskop; tidak dapat butir

() melewati kertas saring normal pasir,

atau mendialisis melalui sel-sel

membrane semipermiabel; darah

partikel-partikel tidak merah

mendifusi

(Martin, A dkk, 2008)

Koloid adalah campuran dari dua atau lebih zat yang salah satu

fasanya tersuspensi sebagai sejumlah besar partikel yang sangat kecil

dalam fasa kedua. Zat yang terdispersi dan medium penyangganya dapat

berupa kombinasi gas, cairan, atau padatan. Contoh koloid antara lain
semprotan aerosol (cairan tersuspensi dalam gas), asap (partikel padatan

dalam udara), susu (tetesan kecil minyak dan padatan dalam air), mayones

(tetesan kecil air dalam minyak), dan cat (partikel pigmen padat dalam

minyak untuk cat berdasar-minyak atau pigmen dari minyak yang

terdispersi dalam air untuk cat lateks). Partikel koloid lebih besar daripada

satu molekul tetapi terlalu kecil untuk dilihat oleh mata; dimensi umumnya

berkisar dari 10-9 sampai 10-6 (Oxtoby, dkk, 2001).

2. Jenis-jenis koloid

Koloid ada tiga jenis, tergantung dari jenis partikelnya, yaitu dispersi

koloid, larutan makromolekul, koloid asosiasi.

a. Dispersi Koloid

Terdiri atas zat-zat yang tidak larut dengan partikel-partikel yang

terdiri dari gabungan banyak molekul misalnya dispers koloid Au, As2,

S3, minyak dalam air dan sebagainya. Dispersi koloid bersifat

heterogen, terdiri atas dispers fase dan dispers medium. Baik fase

dispersi atau medium pendispersi dapat berupa zat padat, cair, dan gas,

hingga ada 9 bentuk sistem dispersi. Dari 9 bentuk sistem dispersi ini

direduksi menjadi 8, karena gas dan gas selalu bercampur sempurna.

Dari kedelapan jenis ini yang penting ialah sol, emulsi, dan gel

(Oxtoby, dkk, 2001).

1) Sol

Sol ialah dispersi koloid zat padat dalam zat cair, sol dibagi

menjadi sol liofobik dan sol liofilik.


Pada sol liofobik: Butir-butir koloid tidak suka pelarut, misalnya sol

logam-logam dan garam-garam dalam air.

Pada sol liofilik: Butir-butir koloid suka terhadap pelarut, misalnya

koloid liofob yang telah diberi gelatin, kanji, atau

kasein.

Bila pelarutnya air disebut sol hidrofob dan sol hidrofil. Sol

dapat dibuat dengan dua cara yaitu kondensasi dari larutan sejati dan

dispersi dari dispersi kasar. Pada pembuatan sol, sol yang diperoleh

biasanya tidak murni tercampur dengan elektrolit. Zat ini dapat

dihilangkan dengan jalan: dialisis, elektrodialisis, atau ultrafiltrasi.

a) Dialisis berdasarkan kenyataan, bahwa elektrolit dapat melewati

membran yang porous, seperti kertas perkamen, selofan atau

kolodion sedang butir-butir koloid tidak. Dialisis memerlukan

waktu lama karena proses yang terjadi lambat.

b) Elektrodialisis mempergunakan perbedaan potensial di antara

membran-membrannya, hingga kecepatan elektrolit yang

besar.

c) Ultrafiltrasi sama dengan filtrasi biasa, hanya sebagai penyaring

dipakai kertas saring yang dilapis kolodion, atau mempergunakan

porselin yang porous atau gelas sinter. Untuk mempercepat

perlunya diberi tekanan atau dihisap (Oxtoby, dkk, 2001).

Sifat-sifat sol dibagi sebagai berikut:

a) Sifat Fisika
Sifat-sifat fisika tergantung jenis koloidnya. Untuk koloid

hidrofob, sifat-sifat seperti rapat, tegangan muka, dan viskositas

hampir sama dengan mediumnya, pada koloid liofilik, karena

terjadinya salvation, sifat-sifat fisiknya sangat berbeda dengan

mediumnya. Viskositasnya lebih besar dan tegangan

permukaannya lebih kecil.

b) Sifat koligatif

Sol juga menunjukkan sifat koligatif, tetapi lebih rendah

daripad sifat koligatif larutan biasa. Kecuali tekanan osmosis,

efek ini dapat diabaikan. Ini disebabkan karena butir-butir

koloid terdiri dari beribu-ribu molekul, sedang pengaruh terhadap

sifat koligatif hanya ditentukan oleh jumlah molekul.

c) Sifat optis

Bila seberkas sinar dilewatkan larutan sejati sebagian sinar

diserap dan diteruskan, sedikit sekali yang diserakkan. Sebaliknya

bila seberkas sinar dilewatkan larutan koloid, sebagian besar sinar

diserakkan. Peristiwa ini disebut peristiwa peristiwa tyndall. Daya

koloid untuk menyerakkan sinar ini menjadi dasar dari ultra

mikroskop yang ditemukan oleh Siedentopf dan Zsigmondy.

Dengan mikroskop ini, dapat dilihat adanya butir-butir koloid

sebagai butir-butir bercahaya di atas dasar hitam.

d) Sifat kinetik
Menurut Graham, butir-butir koloid berdifusi sangat lambat.

Butir-butir koloid selalu bergerak melewati jalan-jalan zig-zag,

gerakan ini disebut gerakan Brown. Gerakan Brown ini

disebabkan karena benturan molekul-molekul pelarut terhadap

butir-butir koloid.

e) Sifat listrik

Butir-butir koloid mempunyai sifat listrik, karena menyerap

ion atau molekul medium dari larutan. Butir-butir koloid liofob

menarik ion-ion elektolit, sedang butir koloid liofil menarik

molekul-molekul medium. Adanya muatan listrik pada butir-butir

koloid menyebabkan terjadinya beda potensial

2) Emulsi

Emulsi ialah dispersi koloid zat cair dalam zat cair lain yang

tidak bercampur. Koloid ini dapat dibuat dengan mengaduk

campuran dua zat cair tersebut. Emulsi dapat dibagi menjadi dua

yaitu, minyak dalam air dan air dalam minyak. (minyak = zat cair

yang tidak bercampur dengan air). Jenis emulsi tergantung dari

zatnya sendiri dan juga emulgator yang dipakai. Sabun-sabun,

larutan dari logam alkali dan alkali sulfat basa, merupakan emulgator

baik minyak dan air. Sabun-sabun tidak larut, seperti seng,

aluminium, besi dan alkali tanah, merupakan emulgator baik dalam

minyak. Penambahan ion-ion logam berat mengubah emulsi jenis

pertama ke jenis kedua.


3) Gel

Koagualasi sel liofil atau liofob, menghasilkan endapan. Bila

keadaanya dibuat tepat, dapat terjadi zat cair yang diserap oleh zat

padatnya. Proses ini disebut gelasi dan zat yang terjadi disebut gel.

Gel dapat dibuat dengan tiga cara:

a) Pendinginan

Misal: agar-agar, gelatin dan sebagainya dapat dibuat dari

pendinginan larutan yang tidak terlalu encer.

b) Metatesa

Misal: pembuatan silica gel.

c) Perubahan Pelarut

Misal: Larutan Ca asetat dalam air ditambah alkohol, terjadi gel

Ca asetat.

Gel ada yang bersifat elastis dan non elastis. Pada dehidrasi gel

elastis dan penambahan kembali air, dapat terbentuk gel kembali.

Hal ini tidak terjadi pada gel non elastis. Gel elastis yang sebagian

didehidrasi dapat menyerap pelarut, dan bila pelarut yang diserap

banyak, terjadi penggelembungan. Sebaliknya gel elastis dan non

elastis, dapat mengalami peristiwa pengkerutan atau sineresis.

Beberapa gel, terutama gelatin dan oksida-oksida terhidrat, bila

digojog dapat mencair membentuk sol, tetapi bila didinginkan

membentuk gel lagi. Peristiwa perubahan gel-sol dan sebaliknya,

seperti ini disebut tiksotropi (Sukardjo, 1997).


b. Larutan Makromolekul

Molekul-molekul yang mempunyai B.M. sangat tinggi dapat

dibuat secara sistematis, seperti karetssintetis, polistirena, polietilena,

lucite, nylon dan sebagainya, tetapi banyak juga yang terdapat di alam

seperti protein, polisakarida, gum, karet serta macam-macam resin.

Larutan molekul tidak dapat dipengaruhi medan listrik, kecuali bila

molekulnya sendiri bermuatan. Makromolekul yang membentuk ion

dalam larutan disebut elektrolit polimer atau elektrolit koloid. Larutan

makromolekul dapat diendapkan dengan penguapan atau penambahan

pelarut, dimana makromolekul tidak larut. Penetapan berat

makromolekul dapat dilakukan dengan menentukan tekanan osmosis

larutan, light scattering, viskositas, sedimentasi (Sukardjo, 1997).

c. Asosiasi koloid

Penambahan K-oleat ke dalam air, pada 50oC akan menurunkan

tegangan muka air. Bila penambahan dilakukan terus, maka pada

konsentrasi 0,0035 molar, tidak turun lagi dan berharga 30 dyne cm-1.

Hal ini juga terlihat pada sifat-sifat fisika lainnya, yaitu tekanan

osmosis, daya hantar, turbiaty, volume larutan spesifik. Hal diatas

disebabkan karena ion oleat membentuk cluster (gumpalan) yang

disebut micelles. Konsentrasi pada saat mulainya terjadi micelles

disebut critical micellization concentration (c.m.c). Di bawah c.m.c.

oleat berbentuk ion, di atas c.m.c. berbentuk micelles, yang mempunyai

ukuran koloid. Perubahan ini bersifat reversible.


ion (sejati) micelles (koloid)

koloid seperti diatas disebut asosiasi koloid, ini meliputi; sabun-

sabun, alkil sulfat tinggi, alkil sulfonat tinggi, garam amina tinggi, zat-

zat warna tertentu, ester gliserol tinggi, dan polietilena oksida

(Sukardjo, 1997).

Koloid banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari seperti

pada penjelasan dibawah ini:

1) Berbagai makan yang berbentuk koloid, seperti susu, soup, jelly dan

sebagainya.

2) Obat-obatan yang berbentuk emulsi atau suspensi.

3) Sabun, merupakan elektrolit koloid dan digunakan sebagai detergent.

4) Lateks, cat, pernis, juga merupakan larutan-larutan koloid.

5) Silica dan alumina gel merupakan pengering gas-gas.

6) Asap, debu, awan, kabut dan sebagainya semuanya merupakan

koloid juga (Sukardjo, 1997).

3. Sifat-Sifat Koloid

a. Efek Tyndall

Cahaya yang dihamburkan oleh partikel debu bila seberkas cahya

matahari memasuki suatu kamar gelap, lewat pintu yang terbuka

sedikit. Partikel debu, banyak diantaranya terlalu kecil untuk dilihat

akan nampak sebagai titik terang dalam suatu berkas cahaya. Bila

partikel itu memang berukuran koloid, partikel itu sendiri tidak nampak,

yang terlihat ialah cahaya yang dihamburkan oleh mereka. Hamburan


cahaya ini disebut Efek Tyndall. Efek Tyndall dapat digunakan untuk

memperbedakan dispersi koloid dan suatu larutan biasa karena

atom/molekul kecil/ion yang berada dalam suatu larutan tidak

menghamburkan cahaya secara jelas.

Gambar 2.2 Efek Tyndall pada larutan sejati dan koloid

b. Gerak Brown

Jika suatu mikroskop optis difokuskan pada suatu dispersi koloid

pada arah yang tegak lurus pada berkas cahaya dengan latar belakang

gelap, akan nampak partikel koloid, bukan sebagai partikel dengan

batas yang jelas, melainkan sebagai bintik yang berkilauan. Gerakan

acak partikel koloid dalam suatu medium pendispersi ini disebut Gerak

Brown, menurut nama seorang ahli botani Inggris, Robert Brown, yang

mempelajarinya tahun 1827. Gerakan Brown masih kurang di mengerti

sampai tahun 1905. Einstein menunjukkan bahwa suatu partikel

mikroskopik yang melayang dalam suatu medium akan menunjukkan

suatu gerakan acak karena banyaknya tabrakan oleh molekul-molekul

pada sisi-sisi partikel itu tidak sama. Ramalan matematis ini kemudian

diperiksa kebenarannya oleh seorang ilmuwan dari Perancis, Jean


Perrin, yang kemudian memenangkan hadiah nobel untuk karyanya.

Hal itu membuktikan bahwa atom dan molekul itu merupakan kesatuan

nyata dan juga memberikan dukungan yang menentukan bagi teori

bahwa molekul-molekul terus menerus bergerak.

Gambar 2.3 Gerak Brown pada sistem koloid

c. Adsorpsi

Pada permukaan partikel terdapat gaya Van der Waals yang

belum terimbangi atau bahkan gaya valensi yang dapat menarik dan

mengikat atom-atom dari zat asing. Adhesi zat-zat asing ini pada

permukaan suatu partikel disebut adsorpsi. Zat-zat teradsorpsi terikat

sangat kuat dalam lapisan-lapisan yang biasanya tebalnya tak lebih dari

satu atau dua molekul (atau ion). Banyaknya zat asing yang dapat

diadsorpsi bergantung pada luasnya permukaan yang tersingkap.

Adsorpsi merupakan suatu gejala umum dari zat padat, adsorpsi ini

teristimewa efisiensinya dengan materi koloid yang disebabkan oleh

besarnya luas permukaan itu.

d. Pengendapan aerosol
Proses yang biasa digunakan untuk menghancurkan asap dan jenis

aerosol lain adalah metode koagulasi listri dari Cottrell. Pengendap

Cotrrell banyak digunakan dalam industri untuk dua maksud umum :

untuk menyingkirkan partikel pencemar dari dalam gas buangan

industri dan untuk memulihkan zat padat yang terbubuk halus yang

berharga agar tidak terbuang.

e. Dialisis

Pemisahan ion dari koloid dengan difusi lewat pori-pori suatu

selaput semipermeabel disebut dialisis. Dialisis digunakan untuk

memurnikan sel koloidaldan untuk penerapan khusus lain. Penerapan

yang paling dramatis adalah dalam merawat pasien yang ginjalnya tidak

bekerja. Suatu fungsi ginjal yang pokok ialah membuang produk

buangan metabolisme alamiah, seperti urea dan kreatina dari dalam

darah. Kegagalan dalam membuang produk buangan akan

mengakibatkan kematian. Satuan ginjal artifisial menyelamatkan jiwa

ribuan orang tiap tahunnya.

f. Kestabilan sistem koloid

Semua koloid gas dan dalam kebanyakan koloid cairan, partikel

zat terdispersi memiliki kerapatan yang lebih tinggi daripada medium

pendispersi. Salah satu cara yang paling lazim dalam mana partikel

koloid distabilkan ialah dengan mengadsorpsi suatu lapisan ion. Partikel

yang menyerap ion yang sama muatannya akan terstabilkan karena


mereka saling tolak menolak, bukannya bergabung membentuk agregat

yang lebih besar.

Suatu cara lain untuk menstabilkan suatu partikel ialah dengan

adsorpsi suatu lapisan molekul. Koloid yang bertindak sebagai bahan

penstabil disebut dengan koloid protektif. Koloid protektif terutama

efektif dalam menstabilkan koloid cair dalam cair yang disebut emulsi.

Kadang-kadang diinginkan agar suatu koloid tidak stabil. Hal ini

diinginkan, bila endapan yang terbentuk terdiri dari bubuk yang sangat

halus. Dengan mengendalikan kondisi, diusahakan agar partikel-

partikel itu bergabung sehingga mau mengendap atau agar mudah

disaring. Jika endapan seperti itu dicuci secara tidak tepat, endapan itu

dapat berpeptisasi yang artinya endapan itu terdispersi menjadi partikel

koloid yang lebih kecil. Peptisasi dapat dicegah dengan menggunakan

larutan pencuci yang tepat (Keenan dkk, 1998).

1. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat perbedaan media teka-teki

silang (TTS) dan media word square dalam menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap

hasil belajar siswa pada materi koloid kelas XI di SMA Negeri 1 Paser

Belengkong tahun pelajaran 2016/2017.

Anda mungkin juga menyukai