Anda di halaman 1dari 49

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sirosis Hati atau SH (liver chirrosis) merupakan perjalanan akhir dari


suatu kelainan patologi dari berbagai penyakit hati . Istilah sirosis pertama kali
diperkenalkan oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Junani
scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai unutk
menunjukkan warna oranye atau warna kuning dari permukaan hati yang tampak
pada saat dilakukan otopsi.23
WHO memberi batasan sitologi dari sirosis sebagai proses kelainan hati
yang bersifat merata (diffuse) yang ditandai dengan fibrosis dan perubahan
bentuk atau arsitektur yang normal dari hati ke bentuk nodul-nodul yang
abnormal. Progresivitas kerusakan hati itu dapat berlangsung dalam waktu
beberapa minggu sampai beberapa tahun.23
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke 3 pada penderita
yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit cardiovaskuler dan kanker). Diseluruh
dunia SH menempati urutan ke 7 penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak
laki-laki , dibandingkan wanita rasionya sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata
penderitanya terbanyak golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya dengan
umur 40-49 tahun. Insiden SH di Amerika diperkirakan 360 per-100.000
penduduk. Penyebab SH sebagaian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
alkoholik steatohepatis serta hepatitis C . Di Indonesia data prevalensi penderita
SH secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama SH
adalah hepatitis B (HBV) dan C (HVC). Angka kejadian SH di Indonesia akibat
hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9 % dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%. 11
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata
prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal
2

penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris Raya dan Amerika Serikat, jumlah
kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya. 12,27
Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas : 1. Sirosis hati kompensata
dan 2. Sirosis hati dekompensata disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal.
Sirosis hati juga dapat menyebabkan anemia dikarenakan adanya
hipertensi portal atau kegagalan hepatoseluler. Jenis anemia yang disebabkan oleh
SH bermacam-macam tergantung klinis dan hasil pemeriksaan penunjang yang
mendukung.

1.2 Tujuan
A. Mengetahui definisi, klasifikasi, dan etiologi SH .
B. Mengetahui definisi, penyebab dan klasifikasi anemia def. besi .
C. Mengetahui gejala, pemeriksaan penunjang dan terapi untuk anemia def.
besi.
D. Mengetahui manifestasi klinis dan pemeriksaan untuk mendiagnosis SH..
E. Mengetahui penatalaksanaan, prognosis, dan komplikasi SH.
F. Mengetahui hubungan SH dengan anemia def. besi.
3

BAB II

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN:

Nama : Ny. NM

Umur : 52 tahun

Alamat : Jl. Lumajang Gg. Daman no 330 Sukoharjo Kaniga

No. RM : 464523

ANAMNESIS (autoanamnesis) :

a. Keluhan Utama : Pusing nggeliyeng

b. Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengeluh pusing seperti nggeliyeng sejak tadi malam , pusing
seperti nggeliyeng dirasakan saat bangun tidur , nggeliyeng terjadi secara
tiba-tiba seperti gelap saat buka mata. Saat duduk nggeliyeng masih terasa,
kalau tidur nggeliyeng berkurang. Sebelumnya pasien mengeluh kepala
pusing cekot-cekot sejak 3 hari yang lalu, cekot-cekot dirasakan pada
bagian kepala belakang hilang timbul dan disertai leher seperti kaku,
cekot-cekot dirasakan memberat saat bangun tidur dan duduk. Pasien
mengeluh cepat lelah, dan pasien merasa kalau berat badannya semakin
turun. Pasien juga mengeluh sesak nafas sejak tadi saat di RSUD Dr. Moh
Shaleh, sesak dirasakan terus-menerus, sesak berkurang saat duduk dan
memberat saat tidur. Muntah darah disangkal, BAB darah (seperti petis)
disangkal. Pasien tidak mengeluh badan panas (-), mual (-) , muntah (-).
Makan (+), minum (+), BAK (+) normal , BAB (+) normal.
4

c. Riwayat Penyakit Dahulu :


Sering keluar masuk RSUD. Dr. Moh Shaleh dengan sakit seperti ini,
Hipertensi disangkal, DM disangkal, Asma disangkal, Jantung disangkal
Pernah USG 2 tahun yang lalu dengan diagnosis Sirosis Hepatis.
HBsAg (+), Riwayat penyakit liver.
Muntah darah (+)
Berak darah (+)

d. Riwayat Pengobatan :
Pernah kedokter dan diberi obat, namun gejala masih tetap.

e. Riwayat Penyakit Keluarga :


Dalam keluarga tidak ada yang sakit seperti ini,
Hipertensi, DM disangkal.

f. Riwayat Sosial :
Minum-minuman beralkohol disangkal,

g. Riwayat Alergi :
Tidak ada alergi.

PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum:
Pasien tampak lemah, kesadaran compos mentis, GCS 456

2. Tanda-Tanda Vital:
TD 109/54 mmHg; Nadi 100 x/menit; RR 24 x/menit; Suhu 36,5 oC

3. Keadaan Tubuh:
Kepala : dalam batas normal
5

Kulit : turgor cukup, pucat (+), sianosis (-), ikterik (-)


Mata : konjungtiva anemis (+/+), pupil isokor, reflek pupil (+/+),
sklera ikterik (-/-)
Hidung : secret (-/-)
Telinga : discharge (-/-)
Mulut : kering (-), sianosis (-)
Leher : simetris, defiasi trakhea (-), pembesaran kelenjar limfe (-), JVP
Normal

4. Thoraks:
Paru
Depan Belakang
Pemeriksaan
Kanan Kiri Kanan Kiri
INSPEKSI
Bentuk Simetris + + + +
pergerakan Simetris + + + +
PALPASI
Pergerakan Simetris + + + +
ICS Simetris + + + +
PERKUSI
Suara ketok Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
Sonor Sonor Sonor Sonor
AUSKULTASI
Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler
6

Ronkhi - - - -
- - - -
- - - -
- - - -
Wheezing - - - -
- - - -
- - - -
- - - -

Jantung
Inspeksi Iktus cordis: tidak tampak
Palpasi Iktus: tidak teraba
Thrill: tidak didapat
Perkusi Batas kanan: ICS II-IV parasternal line dextra
Batas kiri: ICS V, 1 cm lateral mid clavicula line
Sinistra
Auskultasi S1/S2: Tunggal
Suara tambahan: murmur (-), gallop (-)

5. Abdomen
Inspeksi bentuk cembung
Massa (-) Scar (-)
Auskultasi Bising usus normal
Palpasi Supel
Hepar : teraba 3 jari dibawah arcus costae
Lien : teraba 2 jari dibawah arcus costae
Titik schufner : 1-2
Ginjal : tidak teraba
Nyeri tekan (-)
Perkusi Suara timpani dan redup
7

Shiftting Dulness (+), 3 jari dibawah umbilicus


(posisi miring)
Undulasi (+)

6. Ekstremitas
Atas Bawah Akral : hangat kering merah
CRT > 2 detik

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium tanggal 22-10-2016
Darah Lengkap
Hematokrit :15 (35-47)
Hemoglobin : 4,2 (12-16)
Leukosit : 2.500 (4000-11000)
Trombosit : 143.000 (15000-350000)
MCV : 65,1 (84,0-96)
MCH : 18,1 (28,0-34,0)
MCHC : 27,8 (32-36)
8

TEMPORARY PROBLEM LIST


1. Pusing seperti nggeliyeng
2. Bangun tidur tiba-tiba gelap
3. Kepala cekot-cekot
4. Cepat lelah
5. Berat badan turun.
6. Sesak nafas
7. 2 tahun yang lalu USG dengan diagnose sirosis hepatis
8. HBsAg (+)
9. Pasien pernah melena dan hematemeses
10. Keadaan umum : Lemah
11. Tekanan darah : 109/54
12. Anemis (+)
13. Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
14. Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae (titik schufner 1-2)
15. Asites (+) 3 jari dibawah umbilicus (posisi miring)
16. Hb 4,2
17. Leukositopenia
18. Trombositopenia
19. Hematokrit menurun
20. MCV,MCH,MCHC menurun.
9

PERMANENT PROBLEM LIST


1. Kepala cekot-cekot
2. Cepat lelah
3. Berat badan turun.
4. Sesak nafas
5. 2 tahun yang lalu USG dengan diagnose sirosis hepatis
6. HBsAg (+)
7. Pasien pernah melena dan hematemeses
8. Keadaan umum : Lemah Diagnosis I
9. Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
10. Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae (titik schufner 1-2)
11. Asites (+) 3 jari dibawah umbilicus (posisi miring)
12. Hb 4,2
13. Leukositopenia
14. Trombositopenia
15. Hematokrit menurun
16. MCV,MCH,MCHC menurun

1. Pusing seperti nggeliyeng


2. Bangun tidur tiba-tiba gelap
3. Cepat lelah
4. Keadaan umum : Lemah Diagnosis II
5. Anemis (+)
6. Hb 4,2
7. Hematokrit menurun
8. MCV,MCH,MCHC menurun.
10

INITIAL ASSESMENT
Diagnosis I : Sirosis Hepatis dekompensata dd sirosis hepatis kompensata
Diagnosis II : Amemia hipokromik mikrositik, dd anemia pada penyakit kronis

PLANNING
1. Planning diagnosis : DL , Faal hati ,USG abdomen, Endoskopi
2. Planning terapi :
Diagnosis I : O2 nasal 4tpm
Inf. Asering 15 tpm
Inj. Omeprazole 40 mg (2x1)
Inj. Furosemid 20 mg (1x1)
Tab curcuma 20 mg (3x1)
Pro transfusi PRC

Diagnosis II : Inf. Asering 15 tpm


Inj. Omeprazole ]20 mg (2x1)
Tab Neurodex (1x1)
Pro Transfusi PRC sampai Hb > 10
3. Planning Monitoring:
a. Gejala klinis
b. Tanda-tanda vital
4. Planning Edukasi:
a. KIE mengenai penyakit (banyak istirahat)
b. Pro MRS
c. Konsultasi dokter spesialis penyakit dalam
d. Tab Fe
e. Meningkatkan hygine.

FOLLOW UP (di ruang Flamboyan)


Tanggal 02 November 2016 pukul 05.00 WIB
11

S : Pasien mengeluh kepala cekot-cekot , hilang timbul , cekot-cekot memberat


saat duduk dan mendingan saat tidur. Selain cekot-cekot, pasien juga merasa
nggeliyeng. Pasien mengatakan leher bagian belakang kaku , terutama saat
bangun tidur .Ada sesak hilang timbul. Kalau makan, perut terasa penuh
sampai keleher . Tidur kurang enak. Panas (-), makan (+), minum (+),
mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
BB 44 kg.
O : K/U: Baik Kesadaran: composmentis
TD: 110/80 mmHg
Nadi: 80 x/menit
RR: 22 x/menit
Suhu: 36,6 oC
Kepala: A+/I-/C-/D-
Leher: defiasi trakhea (-), JVP normal
Thorax: Cor : s1/s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: simetris +/+, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen: supel,
Bising usus (+) normal.
Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae,
titik schufner 1-2
Shifting dullness (+) , asites minimal,
3 jari dibawah umbilicus (miring)
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), CRT > 2 detik, oedem (-)
Pemeriksaan penunjang:
Hematokrit :15 (35-47)
Hemoglobin : 4,2 (12-16)
Leukosit : 2.500 (4000-11000)
Trombosit : 143.000 (15000-350000)

A : Sirosis Decompensata + Anemia defisiensi besi


12

P : Dx : DL, Faal hati, SGOT/SGPT, USG abdomen, Endoskopi


Tx : O2 nasal 4tpm
Inf Asering 15 tpm
Inj. Omeprazole ]20 mg (2x1)
Inj. Furosemid 20 mg (1x1)
Tab curcuma 20 mg (3x1)
Tab Neurodex (1x1)
Pro Transfusi PRC sampai Hb > 10
Mx : TTV dan Gejala Klinis
Ex : KIE mengenai penyakit (banyak istirahat)
Batasi asupan cairan yang masuk,
Tab Fe
Meningkatkan hygine.
Apabila ada muntah darah atau melena, segera lapor ke dokter.

Tanggal 03 November 2016 pukul 05.00 WIB.


S : Pasien mengatakan masih nyeri kepala cenut-cenut dan nggeliyeng,
nggeliyeng bertambah berat saat duduk dan ringan saat tidur. Panas (-),
makan (+), minum (+),
mual (-), muntah (-), BAK (+), BAB (+)
BB 44 kg.
O :K/U : baik Kesadaran : composmentis
TD: 100/70 mmHg
Nadi: 80 x/menit
RR: 20 x/menit
Suhu: 36,5 oC
Kepala: A+/I-/C-/D-
Leher: defiasi trakhea (-), JVP normal
Thorax: Cor : s1/s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: simetris +/+, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
13

Abdomen: supel,
Bising usus (+) normal.
Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae,
titik schufner 1-2
Shifting dullness (+) , asites minimal,
3 jari dibawah umbilicus (miring)
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik, oedem (-)
Pemeriksaan penunjang:
Hematokrit :15 (35-47)
Hemoglobin : 4,2 (12-16)
Leukosit : 2.500 (4000-11000)
Trombosit : 143.000 (15000-350000)

A : Sirosis Decompensata + Anemia defisiensi besi

P : Dx : DL, Faal hati, SGOT/SGPT, USG abdomen, endoskopi


Tx : Inf Asering 15 tpm
Inj. Omeprazole ]20 mg (2x1)
Inj. Furosemid 20 mg (1x1)
Tab curcuma 20 mg (3x1)
Tab Neurodex (1x1)
Pro Transfusi PRC sampai Hb > 10
Mx : TTV dan Gejala Klinis
Ex : KIE mengenai penyakit (banyak istirahat)
Batasi cairan yang masuk,
Tab Fe
Meningkatkan hygine.
Apabila ada muntah darah atau berak darah segera lapor kedokter.

Tanggal 04 November 2016


14

S : Pasien mengatakan kepala masih nggeliyeng , kaku di leher dan hilang


timbul. Pasien mengeluh perutnya kembung . Makan (+), minum (+), BAK
(+), BAB (-), BAB terakhir 4 hari yang lalu. Pasien merasa kalu perunta
semakin membesar. Kemarin dapat transfuse PRC yang ke-3 .
BB 44,25 kg.
O :K/U : baik Kesadaran : composmentis
TD: 100/60 mmHg
Nadi: 86 x/menit
RR: 28 x/menit
Suhu: 36,5 oC
Kepala: A+/I-/C-/D-
Leher: defiasi trakhea (-), JVP normal
Thorax: Cor : s1/s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
Pulmo: simetris +/+, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-
Abdomen: supel (+)
Bising usus (+) normal.
Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae,
titik schufner 1-2
Shifting dullness (+) , asites bertambah 2 jari
diatas umbilicus (miring)
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), CRT > 2 detik, oedem (-)
Pemeriksaan penunjang:
Lab 04 November 2016
Hematokrit : 21 (36-46)
Hemoglobin : 6,8 (12-16)
Leukosit : 3.560
Trombosit : 131.000
Eritrosit :3 (4,1-5,1)

A : Sirosis Decompensata + Anemia defisiensi besi


15

P : Dx : DL, Faal hati, SGOT/SGPT, USG abdomen


Tx : Inf Asering 15 tpm
Inj. Omeprazole ]20 mg (2x1)
Inj. Furosemid 20 mg (1x1)
Tab curcuma 20 mg (3x1)
Tab Neurodex (1x1)
Pro Transfusi PRC sampai Hb > 10
Mx : TTV dan Gejala Klinis
Ex : KIE mengenai penyakit (banyak istirahat)
Batasi cairan yang masuk,
Tab Fe
Meningkatkan hygine.
Apabila ada muntah darah atau berak darah segera lapor kedokter.

Tanggal 05 November 2016


S : Pasien mengatakan nyeri perut bagian ulu hati nyeri saat dibuat nafas
panjang, perut terasa penuh .Panas (-), pusing (-), mual (-), muntah (-). Makan
(+), minum (+), BAK (+), BAB (+) kemarin beral keras hitam seperti kotoran
kambing. Hari ini dapat transfuse PRC yang ke-4.
BB 44 kg.

O :K/U : baik Kesadaran : composmentis


TD: 110/50 mmHg
Nadi: 64 x/menit
RR: 16 x/menit
Suhu: 36,4 oC
Kepala: A+/I-/C-/D-
Leher: defiasi trakhea (-), JVP normal
Thorax: Cor : s1/s2 tunggal, murmur (-), gallop (-)
16

Pulmo: simetris +/+, vesikuler +/+, wheezing -/-, ronkhi -/-


Abdomen: supel (+)
Bising usus (+) normal.
Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae,
titik schufner 1-2
Shifting dullness (+) , asites berkurang 1-2 jari
dibawah umbilicus (miring)
Ekstremitas: akral hangat (+), edema (-), CRT > 2 detik, oedem (-)
Pemeriksaan penunjang:
Lab 04 November 2016
Hematokrit : 21 (36-46)
Hemoglobin : 6,8 (12-16)
Leukosit : 3.560
Trombosit : 131.000
Eritrosit :3 (4,1-5,1)
A : Sirosis Decompensata + Anemia defisiensi besi

P : Dx : DL, Faal hati, SGOT/SGPT, USG abdomen


Tx : Inf Asering 15 tpm
Inj. Omeprazole ]20 mg (2x1)
Inj. Furosemid 20 mg (1x1)
Tab curcuma 20 mg (3x1)
Tab Neurodex (1x1)
Pro Transfusi PRC sampai Hb > 10
Mx : TTV dan Gejala Klinis
Ex : KIE mengenai penyakit (banyak istirahat)
Batasi cairan yang masuk,
Tab Fe
Meningkatkan hygine.
Apabila ada muntah darah atau berak darah segera lapor kedokter.
17

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1.1 Definisi Sirosis Hati


Sirosis Hati atau SH (liver chirrosis) merupakan perjalanan akhir dari
suatu kelainan patologi dari berbagai penyakit hati . Istilah sirosis pertama kali
diperkenalkan oleh Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Junani
scirrhus atau kirrhos yang artinya warna oranye dan dipakai untuk
menunjukkan warna oranye atau warna kuning dari permukaan hati yang tampak
pada saat dilakukan otopsi.23
Sirosis merupakan tahap akhir proses difus fibrosis hati progresif yang
ditandai oleh distorsi arsitektur hati dan pembentukan nodul regeneneratif.
Gambaran morfologi dari SH meliputi fibrosis difus, nodul regenerative,
perubahan arsitektur lobular dan pembentukan hubungan vascular intrahepatik
antara pembuluh darah hati aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan eferen
(vena hepatica). 15,18
Secara klinis atau fungsional SH dibagi atas : 1. Sirosis hati kompensata
dan 2. Sirosis hati dekompensata disertai dengan tanda-tanda kegagalan
hepatoseluler dan hipertensi portal.18

3.1.2 Klasifikasi dan Etiologi SH


Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular (besar molekul kurang dari 3mm)
2. Makronodular (besar nodul lebih dari 3 mm)
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)
18

Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :


1. Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini
belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan
pada saat pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.19

Sebagian besar jenis SH dapat diklasifikasikan secara etiologis dan morfologis


menjadi :
1. Alkoholik
2. Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis)
3. Biliaris
4. Kardiak
5. Metabolik, keturunan dan terkait obat.
Dinegara barat, SH yang tersering terjadi akibat alkoholik
sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B maupun
C. Hasil penelitian di di Indonesia menyebutkan virus hepatitis B
menyebabkan sirosis terbesar 0-50% dan viru hepatitis C (non B- non C).
Alkohol sebagagi penyebab sirosis di Indonesia mungkin frekuensinya
kecil sekali belumada datanya. 19

3.1.3 Epidemiologi SH
Sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ke 3 pada penderita
yang berusia 45-46 tahun (setelah penyakit cardiovaskuler dan kanker). Diseluruh
dunia SH menempati urutan ke 7 penyebab kematian. Penderita SH lebih banyak
laki-laki , dibandingkan wanita rasionya sekitar 1,6 : 1. Umur rata-rata
penderitanya terbanyak golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya dengan
umur 40-49 tahun. Insiden SH di Amerika diperkirakan 360 per-100.000
penduduk. Penyebab SH sebagaian besar adalah penyakit hati alkoholik dan non
19

alkoholik steatohepatis serta hepatitis C . Di Indonesia data prevalensi penderita


SH secara keseluruhan belum ada. Di daerah Asia Tenggara, penyebab utama SH
adalah hepatitis B (HBV) dan C (HVC). Angka kejadian SH di Indonesia akibat
hepatitis B berkisar antara 21,2-46,9 % dan hepatitis C berkisar 38,7-73,9%. 11
Menurut laporan rumah sakit umum pemerintah di Indonesia, rata-rata
prevalensi sirosis hepatis adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat dibangsal
penyakit dalam atau rata-rata 47,4% dari seluruh pasien penyakit hati yang
dirawat. Di negara-negara maju seperti Inggris Raya dan Amerika Serikat, jumlah
kematian akibat SH meningkat setiap tahunnya. 12,27

3.1.4 Patofisiologi
Sirosis hepatis terjadi akibat adanya cidera kronik-ireversibel pada parenkim
hati disertai timbulnya jaringan ikat difus akbiat adanya cidera fibrosis),
oembentukan nodul degenerative ukuran mikronodul sampai makronodul. Hal ini
sebagai akibat adanya nekrosis hepatosit , koplapsnya jaringan penunjang
retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler berakibat
pembentukan vaskuler intra hepatic antra pembuluh darah hati aferen (vena porta
dan arteri hepatica) dan eferen (vena hepatica), dan regenerasi nodular parenkim
hati sisanya. 15,18
Terjadi fibrosis hati disebabkan adanya aktifasi dari sel stellate hati. Aktivasi
ini dipicu oleh pelepasan yang dihasilkan sel hepatosit dan sel Kupffer. Sel stellate
merupakan sel penghasil utama matrix ekstracelluar (ECM) setelah terjadi cedera
pada hepar. Pembentukan ECM disebabkan adanya pembentukan jaringan mirip
fibroblast yang dihasilkan sel stellate yang dipengaruhi oleh beberapa sitokin
seperti transforming growth factor (TGF-) dan tumor necrosis factors (TNF ).
18

Deposit ECM di space of disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan


memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah
pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang
seharusnya dimetamobilisasi oleh hepatosit akan masuk ke aliran darah sistemik
20

dan menghambat material yang diproduksi hati masuk kedarah . Proses ini akan
menimbulkan hipertensi portal dan penurunan fungsi hepatoseluler. 18

3.1.5 Manifestasi Klinis


Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukana pada
waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan
penyakit lain. Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah
dan lemes, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,testis mengecil, ginekomasti,
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut sirosis (dekompensata) gejala-
gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan
hipertensi portal. 21
Manifestasi klinis dari Sirosis hati disebabkan oleh satu atau lebih hal-hal
yang tersebut di bawah ini :
1. Kegagalan Prekim hati
2. Hipertensi portal
3. Asites
4. Ensefalophati hepatitis
Keluhan dari sirosis hati dapat berupa :
1. Merasa kemampuan jasmani menurun
2. Nausea, nafsu makan menurun dan diikuti dengan penurunan berat badan
3. Mata berwarna kuning dan buang air kecil berwarna gelap
4. Pembesaran perut dan kaki bengkak
5. Perdarahan saluran cerna bagian atas
6. Pada keadaan lanjut dapat dijumpai pasien tidak sadarkan diri (Hepatic
Enchephalopathy)
7. Perasaan gatal yang hebat.
Seperti telah disebutkan diatas bahwa pada hati terjadi gangguan arsitektur hati
yang mengakibatkan kegagalan sirkulasi dan kegagalan perenkim hati yang
masing-masing memperlihatkan gejala klinis berupa :
a. Kegagalan sirosis hati
21

1. Edema
2. Ikterus
3. Koma
4. spider nevi
5. alopesia pectoralis
6. ginekomastia
7. kerusakan hati
8. asites
9. rambut pubis rontok
10. eritema Palmaris
11. atropi testis
12. kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)
b. Hipertensi portal
1. varises oesophagus
2. splenomegali
3. perubahan sum-sum tulang
4. caput medusa
5. asites
6. ollateral veinhemorrhoid
7. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

3.1.6 Diagnosis SH
Pada stadium kompensata sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakkan diagnosis SH. Pada proses lebih lanjut stadium kompensata dapat
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium kimia
serologi dan pemeriksaan lainnya. Pada stadium dekompensata diagnosis tidak
terlalu sulit karena gejala dan tanda klinis biasanya sudah tampak dengan adanya
komplikasi.5,26
Baku emas unutk diagnosis SH adalah biposi hati melalui percutan atau
transjugular, laparoskopi atau dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak perlu
22

digunakan apabila klinis menunjukkan kecenderungan SH. Walaupun biopsy hati


resikonya kecil tapi dapat berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian. 5,26

3.1.7 Pemeriksaan Penunjang SH


Pemeriksaan yang dapat menunjang untuk mendiagnosa SH diantaranya:
1. Pemeriksaan Laboratorium yang spesifik untuk SH. 8,17,5
No Jenis Pemeriksaan Hasil
1 Aminotransferase ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat
2 Alkali fosfatase/ ALP Sedikit meningkat
3 Gamma-glutamil transferase GT Korelasi dengan ALP sedikit khas
akibat alcohol sedikit meningkat
4 Bilirubin Meningkat pada SH lanjut penting
untuk menentukan mortalitas
5 Albumin Menurun pada SH lanjut
6 Globulin Meningkat terutama Ig G
7 Waktu protrombin Meningkat/ penurunan sedikit faktor
V/VII dari hati
8 Natrium darah Menurun akibat ada peningkatan ADH
dan aldosteron
9 Trombosit Menurun (Hipersplennism)
10 Lekosit dan Netrofil Menurun (Hipersplennism)
11 Anemia Makrositik, normositik, dan
mikrositik.

2. USG
USG untuk mendeteksi SH kurang sensitive namun cukup spesifik
bila penyebabnya jelas. Gambaran USG menunjukkan ekodensitas hati
meningkat dengan ekostruktur kasar homogen atau heterogen pada sisi
superficial, sedang pada sisi profunda ekodensitas menurun. Dapat
dijumpai pula pembesaran lobus caudatus, splenomegali, dan vena
23

hepatica gambaran terputus-putus. Hati mengecil dan dijumpai


splenomegali. 17
Asites tampak sebagai area bebas gema (ekolusen) antara organ
intrabdominal dengan dinding abdomen. Pmeriksaan MRI dan CT
konvensional bisa digunakan untuk menentukan derajat beratnya SH .
missal dengan menilai ukuran lien, asites dan kolateral vaskuler Ketiga lat
ini juga dapat untuk mendeteksi adanya karsinomahepatoseluler.17
3. Endoskopi
Untuk memeriksa adanya varises di esophagus dan gaster pada
penderita SH . Selain untuk diagnosis juga dapat pula digunakan untuk
pencegahan dan terapi perdarahan varises. 26

3.1.8 Komplikasi SH
Komplikasi yang terjadi menurut Dimitriou D., 2012 pada SH antara lain:
22

1. Ketika hati cedera parah , darah tidak bisa melalui hati pada kecepatan
normal karena terhalang oleh jaringan parut, sehingga menyebabkan
tekanan normal lebih tinggi dari pada vena portal-vena utama yang
memvaskularisasi hati (hipertensi portal ).
2. Pada hipertensi portal sering menyebabkan asites, yang merupakan
akumulasi cairan dirongga perut. Jika asites menjadi tegang, dapat
menyebabkan hernia umbilikalis. Selain itu, apabila flora normal tubuh
masuk kedalam cairan asites, maka dapat menyebabkan bacterial
peritonitis (SBP).
3. Pada hipertensi portal dapat menyebabkan pembentukan varises, ketika
tekanan drah meningkat menyebabkan dilatasi pembuluh darah disekitar
esophagus atau sekitar anus, dalam kondisi tertentu ini verises dapat
ruptur, menyebabkan hematemeses, melena atau kehilangan darah.
4. Sirosis kadang-kadang dapat menyebabkan jaundice pada mata dan atau
kulit karena akumulasi bilirubin dalam darah. Jika bilirubin diekskresikan
dalam urin, urin dapat berubah menjadi gelap.
24

5. Sirosis juga dapat menyebabkan ensefalopati hepatic, yang


bermanifestasi sebgai kelelahan atau kebingungan. Hal ini disebabkan oleh
amoni dan produk dari pencernaan protein yang dibsersihkan dengan benar
oleh hati dari aliran darah.
6. Pasien dengan sirosis seringkali mudah mengalami hematom karena hati
memproduksi faktor pembekuan ynag jumlahnya berkurang. Selin itu,
tingkat trombosit dalam darah mungkin lebih rendah dari normal
(trombositopeni) apabila terjadi splenomegali.
7. Sindrom Hepatorenal 1
Sindom hepatorenal (SHR) merupakan gangguan fungsi ginjal tanpa
kelainan organic ginjal, yang ditemukan pada SH tahap lanjut. Sindroma
ini sering dijumpai pada penderuta SH dengan asites refrakter .

3.1.9 Penalatalaksaan SH
Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa : 21
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. Misalnya cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan
interferon. Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi
bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah
mendapatkan pengobatan IFN seperti
a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN,
c) terapi dosis IFN tiap hari
Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit
3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat
25

badan (1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang


diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan
dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4
minggu yang dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu
selama 48 minggu dengan atau tanpa kombinasi dengan RIB.
Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN
dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-
RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi
komplikasi seperti
1. Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
Istirahat
diet rendah garam
Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
gagal maka penderita harus dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah
menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun
penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan
encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat
dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan
dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain:
26

Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan


pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan
kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites
dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus
dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites
yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan
masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada
Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10
mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan
natrium urin < 10 mmol/24 jam.

2. Spontaneous Bacterial Peritonitis


Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah
tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita
sirosis hati dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih
sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada
kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan.
Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90%
Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun
dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP
bila dijumpai keadaan sebagai berikut :
Spontaneous bacterial peritonitis
Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites
Clinical feature my be absent and WBC normal
Ascites protein usually <1 g/dl
Usually monomicrobial and Gram-Negative
Start antibiotic if ascites > 250 mm polymorphs
50% die
69 recur in 1 year
27

Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III


(Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon
secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk
Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3
minggu.

3. Hepatorenal syndrome
Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut :
Criteria for diagnosis of hepato-renal syndrome
Major
Chronic liver disease with ascietes
Low glomerular fitration rate
Serum creatin > 1,5 mg/dl
Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute
Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic
drugs
Proteinuria < 500 mg/day
No improvement following plasma volume expansion
Minor
Urine volume < 1 liter / day
Urine Sodium < 10 mmol/litre
Urine osmolarity > plasma osmolarity
Serum Sodium concentration < 13 mmol / litre

Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik


yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti
gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara
konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam,
potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang
Nefrotoxic.
28

Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis


intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak
bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil
jelek pada Childs C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang
akan dilakukan transplantasi.
Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan
perbaikan dan fungsi ginjal.

4. Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus.


Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Kasus ini
merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah penanganannya
lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama adalah tindakan
Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka
dilakukan :
Pasien diistirahatkan dan dpuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfuse
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak
sekali kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa
antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin
Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam
rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan
Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi
aatau Oesophageal Transection.
29

5. Ensefalophaty hepatic
Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita
penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan
kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada
umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya
factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal,
obat-obat yang hepatotoxic.
Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :
1) Mengenali dan mengobati factor pencetus
2) Intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak
serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan :
Diet rendah protein
Pemberian antibiotik (neomisin)
Pemberian lactulose/ lactikol
3) Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter
Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil)
Tak langsung (Pemberian AARS).

6. Sindrom hepatorenal
Sindom hepatorenal (SHR) merupakan gangguan fungsi
ginjal tanpa kelainan organic ginjal, yang ditemukan pada SH
tahap lanjut. Sindroma ini sering dijumpai pada penderuta SH
dengan asites refrakter . Sindroma hepatorenal tipe 1 ditandai
dengan gangguan progresif fungsi ginjal dan penurunan klirens
kreatinin secara bermakna dalam 1-2 minggu. Tipe 2 ditandai
dengan penurunan filtrasi glomerulus dengan peningkatan serum
kreatinin. Tipe 2 ini lebih baik prognosisnya daripada tipe 1. 1
Penanganan SHR yang terbaik adalah dengan transplantasi
hati . Belum banyak penelitian yang menguji efektifitas pemberian
preparat somatostatin, terlipressin. Untuk prevensi terjadinya SHR
30

perlu dicegah terjadinya hipovolemia pada pendertita SH dengan


menghentikan pemberian diuretik, rehidrasi dan infuse albumin.6

3.1.10 Prognosis
Perjalanan alamiah SH tergantung pada sebab dan penanganan etiologi
yang mendasari penyakit. Beberapa system scoring dapat digunakan untuk
menilai keparahan SH dan menentukan prognosisnya.Sistem scoring ini
antara lain scor Child Turcotte Pugh (CTP) dan Model end stage liver Disease
(MELD), yang digunakan untuk evaluasi pasien dengan rencana transplantasi
hati. 17,4
Nilai
Parameter 1 2 3
Enselopati Tidak ada Terkontrol dengan Kurang terkontrol
terapi
Asites Tidak ada Terkontrol dengan Kurang terkontrol
terapi
Bilirubin <2 2-3 >3
(mg/dl)
Albumin >3,5 1,8-3,5 < 2,8
(gr/L)
INR <1,7 1,7-2.2 > 2,2
Klasifikasi Child Turcotte Pugh (Garcia-Tsao G & Bosch J, 2010)
Penderita SH dikelompokkan menjadi CTP-A (5-6 poin), CTP-B (7-9 poin) dan
CTP-C (10-15 poin). Penderita SH dengan CTP kelas A menunjukkan penyakit
hatinya terkompensasi dengan baik, dengan angka kesintesan berturut-turut 1
tahun dan 2 tahun sebesar 81% dan 60%. Kesintesan penderita SH dengan Child
Turcotte Pugh kelas C 1tahun an 2 tahun berturut-turut adalah 45% dan 35%.
31

3.2.1 Anemia Defisiensi Besi


Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak baik di
Negara maju maupun Negara yang sedang berkembang. Padahal besi
merupakan suatu unsur terbanyak pada lapisan kulit bumi, akan tetapi
defisiensi besi merupakan penyebab anemia yang tersering. Hal ini
disebabkan tubuh manusia mempunyai kemampuan terbatas untuk
menyerap besi dan seringkali tubuh mengalami kehilangan besi yang
berlebihan yang diakibatkan perdarahan. 7
Kebutuhan besi yang dibutuhkan setiap harinya untuk
menggantikan zat besi yang hilang dari tubuh dan untuk pertumbuhan ini
bervariasi, tergantung dari umur, jenis kelamin. Kebutuhan meningkat
pada bayi, remaja, wanita hamil, menyusui serta wanita menstruasi. Oleh
karena itu kelompok tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi
jika terdapat kehilangan besi yang disebabkan hal lain maupun kurangnya
intake besi dalam jangka panjang.7

3.2.2 Metabolisme Besi


Senyawa-senyawa esensial yang mengandung besi dapat
ditemukan dalam plasma dan di dalam semua sel. Karena zat besi yang
terionisasi bersifat toksik terhadap tubuh, maka zat besi selalu hadir dalam
bentuk ikatan dengan hem yang berupa hemoprotein (seperti hemoglobin,
mioglobin dan sitokrom) atau berikatan dengan sebuah protein (seperti
transferin, ferritin dan hemosiderin). 9
Jumlah besi di dalam tubuh seorang normal berkisar antara 3-5 g
tergantung dari jenis kelamin, berat badan dan hemoglobin. Besi dalam
tubuh terdapat dalam hemoglobin sebanyak 1,5 3g dan sisa lainnya
terdapat dalam plasma dan jaringan . 16
Kebanyakan besi tubuh adalah dalam hemoglobin dengan 1 ml sel
darah merah mengandung 1 mg besi (2000 ml darah dengan hematokrit
normal mengandung sekitar 2000 mg zat besi) 8
32

Pertukaran zat besi dalam tubuh merupakan lingkaran yang


tertutup. Besi yang diserap usus setiap hari kira-kira 1-2 mg, ekskresi besi
melalui eksfoliasi sama dengan jumlah besi yang diserap usus yaitu 1-2
mg. Besi yang diserap oleh usus dalam bentuk transferin bersama dengan
besi yang dibawa oleh makrofag sebesar 22 mg dengan jumlah total yang
dibawa tranferin yaitu 24mg untuk dibawa ke sumsum tulang untuk
eritropoesis. Eritrosit yang terbentuk memerlukan besi sebesar 17 mg yang
merupakan eritrosit yang beredar keseluruh tubuh, sedangkan yang 7 mg
akan dikembalikan ke makrofag karena berupa eritropoesis inefektif. 2
Secara umum, metabolisme besi ini menyeimbangkan antara
absorbsi 1-2 mg/ hari dan kehilangan 1-2 mg/ hari. Kehamilan dapat
meningkatkan keseimbangan besi, dimana dibutuhkan 2-5 mg besi perhari
selama kehamilan dan laktasi. Diet besi normal tidak dapat memenuhi
kebutuhan tersebut sehingga diperlukan suplemen besi. 20
3.2.3 Penyebab Anemia Defisiensi Besi
Beberapa hal yang dapat menjadi kausa dari anemia defisiensi besi
diantaranya 2
1. Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis:
a. Yang paling sering adalah perdarahan uterus ( menorrhagi,
metrorrhagia) pada wanita, perdarahan gastrointestinal diantaranya
adalah ulcus pepticum, varices esophagus, gastritis, hernia hiatus ,
diverikulitis, karsinoma lambung, karsinoma sekum, karsinoma kolon,
maupun karsinoma rectum, infestasi cacing tambang, angiodisplasia.
Konsumsi alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat menyebabkan
gastritis, hal ini tanpa disadari terjadi kehilangan darah sedikit-sedikit
tapi berlangsung terus menerus.
b. Yang jarang adalah perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor,
batu ataupun infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas
(hemoptoe).
2. Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa pertumbuhan
[remaja], kehamilan, wanita menyusui, wanita menstruasi. Pertumbuhan
33

yang sangat cepat disertai dengan penambahan volume darah yang


banyak, tentu akan meningkatkan kebutuhan besi
3. Malabsorbsi sering terjadi akibat dari penyakit coeliac, gastritis atropi
dan pada pasien setelah dilakukan gastrektomi.
4. Diet yang buruk/ diet rendah besi
Merupakan faktor yang banyak terjadi di negara yang sedang
berkembang dimana faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang
pendidikan yang rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas
mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung zat besi.
Beberapa makanan yang mengandung besi tinggi adalah daging,
telur, ikan, hati, kacang kedelai, kerang, tahu, gandum. Yang dapat
membantu penyerapan besi adalah vitamin C, cuka, kecap. Dan yang
dapat menghambat adalah mengkonsumsi banyak serat sayuran,
penyerapan besi teh, kopi, `oregano`
Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai
penyebab utama. Penyebab paling sering pada laki-laki adalah
perdarahan gastrointestinal, dimana dinegara tropik paling sering karena
infeksi cacing tambang. Pada wanita paling sering karena
menormettorhagia. 2

3.2.4 Klasifikasi
Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu: 2
1. Deplesi besi (Iron depleted state).: keadaan dimana cadangan besinya
menurun, tetapi penyediaan besi untuk eritropoesis belum terganggu
2. Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) : keadaan
dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan besi untuk
eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum tampak anemia secara
laboratorik.
3. Anemia defisiensi besi : keadaan dimana cadangan besinya kosong
dan sudah tampak gejala anemia defisiensi besi.
34

3.2.5 Gejala Anemia Defisiensi Besi


Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan hemoglobinnya
terjadi perlahan-lahan dengan demikian memungkinkan terjadinya proses
kompensasi dari tubuh, sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau
dirasa oleh penderita. Gejala klinis dari anemia defisiensi besi ini dapat
dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 2
1. Gejala umum dari anemia itu sendiri, yang sering disebut sebagai
sindroma anemia yaitu merupakan kumpulan gejala dari anemia,
dimana hal ini akan tampak jelas jika hemoglobin dibawah 7 8 g/dl
dengan tanda-tanda adanyakelemahan tubuh, lesu, mudah lelah, pucat,
pusing, palpitasi, penurunan daya konsentrasi, sulit nafas (khususnya
saat latihan fisik), mata berkunang-kunang, telinga mendenging,
letargi, menurunnya daya tahan tubuh, dan keringat dingin.
2. Gejala dari anemia defisiensi besi: gejala ini merupakan khas pada
anemia defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya,
yaitu:
a. koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok dimana kuku berubah
jadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan jadi cekung sehingga
mirip sendok.
b. Atropi papil lidah. Permukaan lidah tampak licin dan
mengkilap disebabkan karena hilangnya papil lidah.
c. Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
d. Glositis
e. Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
f. Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan `pharyngeal
web`
g. Atrofi mukosa gaster.
h. Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan
kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi
papil lidah dan disfagia.
35

Anemia defisiensi besi yang terjadi pada anak sangat


bermakna, karena dapat menimbulkan irritabilitas, fungsi cognitif
yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan menurun.
Prestasi belajar menurun pada anak usia sekolah yang disebabkan
kurangnya konsentrasi, mudah lelah, rasa mengantuk. 14
Selain itu pada pria atau wanita dewasa menyebabkan
penurunan produktivitas kerja yang disebabkan oleh kelemahan
tubuh, mudah lelah dalam melakukan pekerjaan fisik/ bekerja.
3. Gejala yang ditimbulkan dari penyakit yang mendasari terjadinya
anemia defisiensi besi tersebut, misalkan yang disebabkan oleh infeksi
cacing tambang maka akan dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis
membengkak, kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami. Jika
disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu karsinoma maka
gejala yang ditimbulkan tergantung pada lokasi dari karsinoma
tersebut beserta metastasenya.

3.2.6 Pemeriksaan Laboratorium


Parameter awal dari hitung darah lengkap biasanya menunjukkan
klinisi arah dari anemia defisiensi besi. MCV, MCH dan MCHC yang
rendah dan film darah hipokromik sangat mengarahkan terutama jika
pasien diketahui mempunyai hitung darah yang normal dimasa lalu. 8
Saturasi transferin biasanya dibawah 5%, serum ferritin kadarnya
kurang dari 10ng/ ml, protoporfirin eritrosit bebas sangat meningkat yaitu
200 g/dl, terjadi peningkatan TIBC [normal orang dewasa 240-360g/dl],
kadar besi serum kurang dari 40g/dl. 16
Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositik,
anisositosis (banyak variasi ukuran eritrosit), poikilositosis (banyak
kelainan bentuk eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel target. 14
Pada pemeriksaan hapusan darah, sel darah merah mikrositik
hipokromik apabila Hb < 12 g/dl (laki-laki), Hb < 10 g/dl (perempuan),
36

mungkin leukopeni, trombosit tinggi pada perdarahan aktif, retikulosit


rendah.10.
Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasi eritroid, besi yang
terwarnai sangat rendah atau tidak ada. 10

3.2.7 Terapi Anemia Defisiensi Besi


Pemberian terapi haruslah tepat setelah diagnosis ditegakkan
supaya terapi pada anemia ini berhasil. Dalam hal ini kausa yang
mendasari terjadinya anemia defisiensi besi ini harus juga diterapi.
Pemberian terapi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
1. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang
mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus
dilakukan segera kalau tidak, anemia ini dengan mudah akan kambuh
lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan memberikan hasil
yang diinginkan.
2. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:
Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi
yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien, hal ini karena
lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini
lebih murah.
o Preparat yang ter sedia berupa:
Ferro Sulfat : merupakan preparat yang terbaik,
dengan dosis 3 x 200 mg, diberikan saat perut
kosong [sebelum makan]. Jika hal ini
memberikan efek samping misalkan terjadi
mual, nyeri perut, konstipasi maupun diare maka
sebaiknya diberikan setelah makan/ bersamaan
dengan makan atau menggantikannya dengan
preparat besi lain. (Metha A, Hoffbrand AV,
2000, p.33)
37

Ferro Glukonat: merupakan preparat dengan


kandungan besi lebih rendah daripada ferro
sulfat. Harga lebih mahal tetapi efektifitasnya
hampir sama.
Ferro Fumarat, Ferro Laktat.
Waktu pemberian besi peroral ini harus cukup lama yaitu
untuk memulihkan cadangan besi tubuh kalau tidak, maka anemia
sering kambuh lagi. Berhasilnya terapi besi peroral ini
menyebabkan retikulositosis yang cepat dalam waktu kira-kira satu
minggu dan perbaikan kadar hemoglobin yang berarti dalam waktu
2-4 minggu, dimana akan terjadi perbaikan anemia yang sempurna
dalam waktu 1-3 bulan.
Hal ini bukan berarti terapi dihentikan tetapi terapi harus
dilanjutkan sampai 6 bulan untuk mengisi cadangan besi tubuh.
Jika pemberian terapi besi peroral ini responnya kurang baik, perlu
dipikirkan kemungkinan kemungkinannya sebelum diganti
dengan preparat besi parenteral. Beberapa hal yang menyebabkan
kegagalan respon terhadap pemberian preparat besi peroral antara
lain perdarahan yang masih berkelanjutan (kausanya belum
teratasi), ketidak patuhan pasien dalam minum obat (tidak teratur)
dosis yang kurang, malabsorbsi, salah diagnosis atau anemia
multifaktorial. 2
Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien
dengan malabsorbsi berat, penderita Crohn aktif, penderita
yang tidak memberi respon yang baik dengan terapi besi
peroral, penderita yang tidak patuh dalam minum preparat besi
atau memang dianggap untuk memulihkan besi tubuh secara
cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis. 2,7
o Ada beberapa contoh preparat besi parenteral:
38

Besi Sorbitol Sitrat (Jectofer) Pemberian


dilakukan secara intramuscular dalam dan
dilakukan berulang.
Ferri hidroksida-sucrosa (Venofer)
Pemberian secara intravena lambat atau
infus. (Hoffbrand AV, et Al, 2005, hal 25-
34) Harga preparat besi parenteral ini jelas
lebih mahal dibandingkan dengan preparat
besi yang peroral.Selain itu efek samping
preparat besi parental lebih berbahaya.
Beberapa efek samping yang dapat
ditimbulkan dari pemberian besi parenteral
meliputi nyeri setempat dan warna coklat
pada tempat suntikan, flebitis, sakit kepala,
demam, artralgia, nausea, vomitus, nyeri
punggung, flushing, urtikaria,
bronkospasme, dan jarang terjadi anafilaksis
dan kematian. Mengingat banyaknya efek
samping maka pemberian parenteral perlu
dipertimbangkan benar benar. Pemberian
secara infus harus diberikan secara hati-hati.
Terlebih dulu dilakukan tes hipersensitivitas,
dan pasien hendaknya diobservasi selama
pemberian secara infus agar kemungkinan
terjadinya anafilaksis dapat lebih
diantisipasi. (Bakta IM,2007, hal 26-39;
Hoffbrand AV,et al, 2005, hal 25-34;
Tierney LM, et al, 2001, hal 64-68)
Dosis besi parenteral harus
diperhitungkan dengan tepat supaya tidak
kurang atau berlebihan, karena jika
39

kelebihan dosis akan membahayakan si


pasien. Menurut Bakta IM, perhitungannya
memakai rumus sebagai berikut: (2007, hal
26-39) Kebutuhan besi [ng]= (15-Hb
sekarang) x BB x 3.
3. Terapi lainnya berupa:2,10,7
a. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang
bergizi dengan tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein
hewani.
b. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat
vitamin C ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan
dosis 3 x 100mg.
c. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan
transfusi kecuali dengan indikasi tertentu.

3.2.8 Pencegahan
Tindakan pencegahan yang terpadu sangat diperlukan mengingat
tingginya prevalensi defisiensi besi di masyarakat. Pencegahan dapat
dilakukan dengan memberikan penyuluhan kesehatan masyarakat tentang
kebersihan lingkungan tempat tinggal dan higiene sanitasi masyarakat
yang tingkat pendidikan dan faktor sosial ekonominya yang rendah yaitu
dengan memberikan penyuluhan tentang pemakaian jamban terutama di
daerah pedesaan, atau daerah yang terpencil Menganjurkan supaya
memakai alas kaki terutama ketika keluar rumah, membiasakan cuci
tangan pakai sabun sebelum makan. Juga dilakukan penyuluhan gizi yaitu
penyuluhan yang ditujukan kepada masyarakat pedesaan mengenai gizi
keluarga, yaitu dengan mengkonsumsi makanan yang banyak zat besi
terutama yang berasal dari protein hewani,yaitu daging dan penjelasan
tentang bahan bahan makanan apa saja yang dapat membantu penyerapan
zat besi dan yang dapat menghambat penyerapan besi.
40

Untuk anak sekolah dilakukan melalui UKS (Usaha Kesehatan


Sekolah) yang melibatkan murid, guru dan orang tua dengan cara
mensosialisasikan tentang cara hidup sehat yaitu cuci tangan sebelum
makan , makan makanan yang mengandung zat besi. Pemberian
suplementasi besi pada ibu hamil dan anak balita. Pada ibu hamil
diberikan suplementasi besi oral sejak pertama kali pemeriksaan
kehamilannya sampai post partum, sedangkan untuk bayi diberikan ASI
dan pemberian sayur, buah/ jus buah saat usia 6 bulan. 3
Selain itu dilakukan upaya pemberantasan infeksi cacing tambang
sebagai sumber perdarahan kronik, yang paling sering terjadi didaerah
tropik.
41

BAB IV
PEMBAHASAN dan KESIMPULAN

4.1 Pembahasan dan kesimpulan


Dari kasus Ny. N usia 52 thn , didapatkan gejala sirosis hati yang mana
memiliki gejala klinis seperti:

1. Cepat lelah
2. Berat badan turun.
3. 2 tahun yang lalu USG dengan diagnose sirosis hepatis
4. HBsAg (+)
5. Pasien pernah melena dan hematemeses
6. Keadaan umum : Lemah
7. Hepar teraba 3 jari dibawah arcus costae
8. Lien teraba 2 jari dibawah arcus costae (titik schufner 1-2)
9. Asites (+) 3 jari dibawah umbilicus (posisi miring)
10. Hb 4,2
11. Leukositopenia
12. Trombositopenia
13. Hematokrit menurun
14. MCV,MCH,MCHC menurun
Gejala diatas merupakan suatu gejala sirosis hati dekompensata. Sirosis
hati dekompensata dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini
biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus

Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan


lemes, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan
menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi,testis mengecil, ginekomasti,
hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut sirosis (dekompensata)
gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati
42

dan hipertensi portal. Dibawah ini merupakan gejala klinis dari kegagalan
hati dan hipertensi portal (yang hurufnya ditebali)

c. Kegagalan fungsi hati


1. Edema
2. Ikterus
3. Koma
4. spider nevi
5. alopesia pectoralis
6. ginekomastia
7. kerusakan hati
8. asites
9. rambut pubis rontok
10. eritema Palmaris
11. atropi testis
12. kelainan darah (anemia,hematon/mudah terjadi perdaarahan)
d. Hipertensi portal
1. varises oesophagus
2. splenomegali
3. perubahan sum-sum tulang
4. caput medusa
5. asites
6. collateral veinhemorrhoid
7. kelainan sel darah tepi (anemia, leukopeni dan trombositopeni)

Untuk mendiagnosa sirosis hati dekompensata selain melihat dari gejala


klinis, kita juga memerlukan pemeriksaan penunjang diantaranya:
1. Laboratorium,
No Jenis Pemeriksaan Hasil
1 Aminotransferase ALT dan AST Normal atau sedikit meningkat
2 Alkali fosfatase/ ALP Sedikit meningkat
43

3 Gamma-glutamil transferase GT Korelasi dengan ALP sedikit khas


akibat alcohol sedikit meningkat
4 Bilirubin Meningkat pada SH lanjut penting
untuk menentukan mortalitas
5 Albumin Menurun pada SH lanjut
6 Globulin Meningkat terutama Ig G
7 Waktu protrombin Meningkat/ penurunan sedikit faktor
V/VII dari hati
8 Natrium darah Menurun akibat ada peningkatan ADH
dan aldosteron
9 Trombosit Menurun (Hipersplennism)
10 Lekosit dan Netrofil Menurun (Hipersplennism)
11 Anemia Makrositik, normositik, dan
mikrositik.

2. USG abdomen untuk mengetahui adakah pembesaran hati, splenomegali


dan asites, dan
3. Endoskopi untuk mengetahui adanya varises esophagus.

Dalam kasus Ny. NM ( 52 th), terdapat komplikasi sebagai berikut:


1. Hipertensi portal. Ketika hati cedera parah , darah tidak bisa melalui hati
pada kecepatan normal karena terhalang oleh jaringan parut, sehingga
menyebabkan tekanan normal lebih tinggi dari pada vena portal-vena
utama yang memvaskularisasi hati.
2. Asites. Pada hipertensi portal sering menyebabkan asites, yang merupakan
akumulasi cairan dirongga perut. Jika asites menjadi tegang, dapat
menyebabkan hernia umbilikalis
3. Pada hipertensi portal dapat menyebabkan pembentukan varises, ketika
tekanan drah meningkat menyebabkan dilatasi pembuluh darah disekitar
44

esophagus atau sekitar anus, dalam kondisi tertentu ini verises dapat
ruptur, menyebabkan hematemeses, melena atau kehilangan darah
4. Pasien dengan sirosis seringkali mudah mengalami hematom karena hati
memproduksi faktor pembekuan yang jumlahnya berkurang. Selin itu,
tingkat trombosit dalam darah mungkin lebih rendah dari normal
(trombositopeni) apabila terjadi splenomegali.

Untuk penanganannya sendiri itu dibutuhkan


Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
d. Istirahat yang cukup
e. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang. Misalnya cukup
kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
f. Pengobatan berdasarkan etiologi
Apabila terdapat beberapa komplikasi bisa ditangani dengan :
1. Terdapat Asites
Dapat dikendalikan dengan terapi konservatif yang terdiri atas :
Istirahat
diet rendah garam
Untuk asites ringan dicoba dulu dengan istirahat dan diet
rendah garam dan penderita dapat berobat jalan dan apabila
gagal maka penderita harus dirawat.
Diuretik
Pemberian diuretic hanya bagi penderita yang telah
menjalani diet rendah garam dan pembatasan cairan namun
penurunan berat badannya kurang dari 1 kg setelah 4 hari.
Mengingat salah satu komplikasi akibat pemberian diuretic
adalah hipokalemia dan hal ini dapat mencetuskan
encepalophaty hepatic, maka pilihan utama diuretic adalah
spironolacton, dan dimulai dengan dosis rendah, serta dapat
45

dinaikkan dosisnya bertahap tiap 3-4 hari, apabila dengan


dosis maksimal diuresinya belum tercapai maka dapat kita
kombinasikan dengan furosemid.
Terapi lain:
Sebagian kecil penderita asites tidak berhasil dengan
pengobatan konservatif. Pada keadaan demikian pilihan
kita adalah parasintesis. Mengenai parasintesis cairan asites
dapat dilakukan 5 10 liter / hari, dengan catatan harus
dilakukan infuse albumin sebanyak 6 8 gr/l cairan asites
yang dikeluarkan. Ternyata parasintesa dapat menurunkan
masa opname pasien. Prosedur ini tidak dianjurkan pada
Childs C, Protrombin < 40%, serum bilirubin > dari 10
mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan
natrium urin < 10 mmol/24 jam.
2. Adanya perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus.
Perdarahan karena pecahnya Varises Esofagus Kasus ini
merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering
dinomorduakan, namun yang paling penting adalah
penanganannya lebih dulu. Prinsip penanganan yang utama
adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam
keadaan ini maka dilakukan :
Pasien diistirahatkan dan dpuasakan
Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu
transfuse
Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak
sekali kegunaannya yaitu :
untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es,
pemberian obat-obatan, evaluasi darah
Pemberian obat-obatan berupa
antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin,
Octriotide dan Somatostatin
46

Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam


rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan
Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi
aatau Oesophageal Transection.

Selain itu dari gejala sirosis hati dekompensata, pasien ini juga
menunjukkan gejala anemia seperti :
1. Pusing seperti nggeliyeng
2. Bangun tidur tiba-tiba gelap
3. Cepat lelah
4. Keadaan umum : Lemah
5. Anemis (+)
6. Hb 4,2
7. Hematokrit menurun
8. MCV,MCH,MCHC menurun
Dari data diatas dapat diperoleh kesimpulan kalau Ny. NM (52th) juga
mengalami anemia hikromik mikrositik , anemia ini juga disebut sebagai
anemia defiseinsi besi, Ini dilihat dari hasil pemeriksaan lab yang
menunjukkan adaya penurun dari MCV, MCH dan MCHC. Banyak
penyebab yang mendasari terjadinya anemia ini, tetapi perdarahan
merupakan penyebab terbanyak terjadinya anemia defisiensi besi ini.

Terapi yang sering digunakan untuk mengatasi anemia hipokromik


mikrositik atau anemia defiseinsi besi ini dapat diatasi dengan :
1. Terapi kausal: terapi ini diberikan berdasarkan penyebab yang
mendasari terjadinya anemia defisiensi besi. Terapi kausal ini harus
dilakukan segera kalau tidak, anemia ini dengan mudah akan kambuh
lagi atau bahkan pemberian preparat besi tidak akan memberikan hasil
yang diinginkan.
2. Terapi dengan preparat besi: pemberiannya dapat secara:
47

Oral : preparat besi yang diberikan peroral merupakan terapi


yang banyak disukai oleh kebanyakan pasien, hal ini karena
lebih efektif, lebih aman, dan dari segi ekonomi preparat ini
lebih murah.
Parenteral
Pemberian preparat besi secara parenteral yaitu pada pasien dengan
malabsorbsi berat, penderita Crohn aktif, penderita yang tidak memberi
respon yang baik dengan terapi besi peroral, penderita yang tidak patuh
dalam minum preparat besi atau memang dianggap untuk memulihkan
besi tubuh secara cepat yaitu pada kehamilan tua, pasien hemodialisis.
3. Terapi lain:
d. Diet: perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang
bergizi dengan tinggi protein dalam hal ini diutamakan protein
hewani.
e. Vitamin C: pemberian vitamin C ini sangat diperlukan mengingat
vitamin C ini akan membantu penyerapan besi. Diberikan dengan
dosis 3 x 100mg.
f. Transfusi darah: pada anemia defisiensi besi ini jarang memerlukan
transfusi kecuali dengan indikasi tertentu.

Kesimpulan dari data-data diatas bahwa Ny.NM (52th) mengalami sirosis hati
dekompensata dengan anemia hipokromik mikrositik.
48

DAFTAR PUSTAKA

1. Bacon BR, 2008 Cirrhosis its complication in DL Kasper, AS Fauci,DL


Longo., E Braunwald, SL Hauser, JL Jameson (edts) Harrisons Principles
of Internal Medicine 17th Edition Mc Graw Hill Medical 1971-1980.
2. Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
3. Cielsa ,B. 2007. Hematology in Practice. Philadelphia: FA Davis
Company.
4. Garcia-Tsao, G., and Boc=sch J. Management of Varices and Vereceal
Hemorrhage in cirrhosis. N Eng J Med 2010;362(9)823-831
5. Goldberg E and Chopra S, Diagnostic approach to the patient with
cirrhosis 2009. Up to date version 17.1.
6. Heidelbbaugh JJ and Sherbondy M, 2006, Cirrhosis and Chronic Liver
Failure :part II. Complication and Treatment Am Fam Physician 74;767-
776
7. Hoffbrand, AV. et all. 2005. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.
8. Isbister, JP. Pittiglio, DH. 1999. Hematologi Klinik Pendekatan
Berorentasi Masalah.
Jakarta: Hipokrates.
9. Jones, NCH. Wickramasinghe, SN. 2000. Catatan Kuliah Hematologi.
Jakarta: EGC.
10. Mehta, A. Hoffbrand, AV. 2000. Hematology at Glance. London:
Blackwell Science Ltd.
11. Nurdjanah, S,.Sirisis Hati dalam A.W.Sudoyo, B.Setyohadi, I.Alwi, M.
Sibnadibtara, S. Setiati (edts). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I
2009, 433-446
12. Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI). 2010. Sirosis Hepatis.
Available on
http://pphi-online.org/
13. Permono, B. Ugrasena, IDG. 2002. Continuing Education Ilmu Kesehatan
Anak. Surabaya: SIC.
49

14. Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi.


Surabaya: FK Unair.
15. Pinzani, M, Roselli,M.,Zuckermann, M., Liver Cirrhosis. Best Practice
and Research Ckinical Gastroenterology 2011; 25:281-2990.
16. Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000 . Widmans Clinical Interpretation of
Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company.
17. Schuppan D and AfdhalNH, 2008. Liver cirrhosis. Lancet 2008;371:838-
851.
18. Sherlock, S., Dooley, J., Hepatic Cirrhocis in Sherlock and J.Dooley
(edts) Disease of the Liver and Biliary System 11th edition 365-380

19. Sherlock.S, Penyakit Hati dan Sistim Saluran Empedu, Oxford,England


Blackwell 1997
20. Soeparman. Waspadji, S. 1990. Ilmu Penyakit Dalam II . Jakarta: FKUI.
21. Sutadi Sri Maryam, 2003. Sirosis Hepatis. Lampung. USU digital library.
22. Suci Rivani S. 2014. Sirosis Hati. Probolinggo,Universitas Wijaya
Kusuma Surabaya.
23. Tjokroprawiro, A., Chairul Effendi.,dkk. 2015. Buku Ajar Penyakit
Dalam.Surabaya, Airlangga University Press.
24. Theml Harald, MD. et all. 2004. Color Atlas Hematology Practical
Microscopic and And Clinical Diagnosis. New York: Thieme.
25. Tierney, LM. et all. 2001. Current Medical Diagnosis and Treatment . San
Fransisco : Mc Graw-Hill Companies.
26. Wikipedia . Cirrhosis . http:/en.wikipedia.org/wiki/cirrhosis.
27. World Health Organization. 2000. World Health Organisation 1997-1999
World Health Statistics Annual. Available on
http://www.emhf.org/resource_images/Part_07.pdf

Anda mungkin juga menyukai