Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit tidak menular (PTM) merupakan penyakit yang akan menjadi


tantangan di masa depan. WHO memperkirakan pada tahun 2020 penyakit tidak
menular akan menyebabkan 73% kematian dan 60% kesakitan di dunia. Diperkirakan
negara yang akan merasakan dampaknya adalah negara berkembang termasuk
Indonesia (South, dkk. 2014). Salah satu dari penyakit tidak menular adalah
hipertensi. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140
mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Meningkatnya
tekanan darah dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal, penyakit jantung koroner, dan strok bila tidak mendapatkan perawatan yang
memadai (Info dating, 2014).

Berdasarkan data Global Status Report Noncommunicable Disease 2010 dari


WHO menyebabkan 40% negara dengan tingkat ekonomi berkembang memiliki
penderita hipertensi, sedangkan negara maju hanya 35%. Kawasan Afrika memegang
posisi puncak penderita hipertensi sebanyak 46% (Candra, 2013).

Menurut American Hearth Association (AHA), penduduk Amerika yang


berusia di atas 20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta
jiwa, dengan hampir sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Gejala dari
hipertensi adalah sakit kepala, rasa berat di tengkuk, vertigo, jantung berdebar-debar,
mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdenting, dan mimisan (Info dating, 2014).

Di Asia penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya yang
berarti satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Di Indonesia angka
kejadian hipertensi berkisar 6-15% dimana masih banyak penderita yang belum
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Prevalensi di Jawa tengah adalah 25% pada tahun
2013 yang sudah turun dari 36% pada tahun 2007 (Info dating, 2014).
Penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan
bebererapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi seperti penyakit jantung koroner,
gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah otak. Terdapat pula penyakit penyerta
yang biasanya memperburuk keadaan seperti penyakit diabetes mellitus dan resistensi
insulin (Dalimartha, dkk. 2008).

Manajemen hipertensi adalah perawatan yang diberikan untuk mencegah


terjadinya komplikasi. Manajemen hipertensi terdiri dari dua hal yaitu terapi obat dan
modifikasi gaya hidup. Terapi obat seperti pemakaian furosemide, kombinasi alfa
beta, labetalol hidroklorid, propanolol, captopril, losartan dan lain-lain. Sedangkan
untuk modifikasi gaya hidup seperti mengurangi konsumsi garam, mengurangi berat
badan bagi yang mengalami obesitas, diit sehat, mengurangi konsumsi alkohol,
mengurangi rokok, olahraga teratur, dana memanajemen stres dengan baik (Mancia,
dkk. 2013)

Manajemen hipertensi merupakan salah satu bentuk pencegahan untuk


mencegah terjadinya komplikasi seperti terjadinya penyakit jantung. Salah satu jenis
penyakit jantung yang sangat berpotensi dari penyakit hipertensi adalah sindrom
koroner akut.

Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infrak miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (non STEMI) dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI). Pada APTS dan Non STEMI pembuluh darah tidak mengalami oklusi total
dan memiliki patogenesis dan presentasi klinik yang hampir sama hanya saja yang
membedakan pada kadar biokimianya, apabila kadar biokimia meninggi menunjukkan
terjadi Non STEMI dan apabila kadar biokimia tidak meninggi maka yang terjadi
adalah APTS (Departemen Kesehatan, 2006)

The American Heart Association (AHA) memperkirakan bahwa 13 juta orang


di Amerika menderita SKA dan kurang lebih 1 juta orang meninggal tiap tahunnya
(Bock, 2007). Di Eropa penyakit SKA menyerang 234 orang/100.000 penduduk/tahun
pada kelompok umur 30 sampai 69 tahun, lebih sering pada pria (50-75%), dan 10%
diantaranya meninggal setiap tahun (Nielsen, dkk. 2006). Di Indonesia, data dari
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2005 menunjukkan kematian akibat
penyakit kardiovaskuler menempati urutan pertama (16%) untuk umur di atas 40
tahun (Santoso and Setiawan, 2005). SKA selalu menempati urutan pertama di antara
jenis penyakit jantung lainnya dan merupakan penyakit terbanyak yang membutuhkan
perawatan serta penyebab 80% kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung
(Nurulita, dkk. 2011). Berdasarkan data observasional didapatkan bahwa lebih dari 1
juta orang diindikasikan meninggal karena sindrom koroner akut dan 49,4 % pasien
sindrom koroner akut menderita hipertensi (Ali, dkk. 2012).

Sindrom Koroner Akut disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Salah satu
faktor risiko utama yang menyebabkan terjadinya sindrom koroner akut adalah
tekanan darah yang tinggi (hipertensi). Menurut Info dating, 2014, Hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah 20/10 mmHg
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar dua kali lipat dan meningkatkan
risiko kematian akibat sindrom koroner akut sebesar dua kali lipat (WHO, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu pencetus dari aterotrombosis. Hipertensi dapat
menyebabkan sindrom koroner akut dengan beberapa mekanisme, diantaranya dengan
menyebabkan hipertrofi jantung, disfungsi endotel atau gangguan pada sistem renin-
angiotensin (Ariandiny, 2014).

Melihat begitu besar dampak yang bisa diakibatkan oleh hipertensi maka dari
itu peneliti tertarik untuk meneliti manajemen hipertensi pada penderita sinrom
koroner akut (SKA)

B. Rumusan Masalah

Manajemen hipertensi merupakan salah satu tindakan preventif yang dapat


dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi hipertensi, salah satunya adalah
sindrom koroner akut (SKA). Manajemen hipertensi terdiri dari dua hal yaitu
manajemen obat dan modifikasi gaya hidup. Oleh karena itu rumusan masalah pada
penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penerapan manajemen hipertensi
pada pasien sindrom koroner akut.

C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum

Memperoleh informasi tentang manajemen hipertensi pada penderita sindrom


koroner akut (SKA)

2. Tujuan Khusus

a. Menganalisis karakteristik responden meliputi usia, jenis kelamin, dan


lamanya menderita sindrom koroner akut

b. Mengukur tingkat kepatuhan terhadap manajemen hipertensi dengan angka


terkena sindrom kooner akut.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat untuk Rumah sakit

a. Memberikan informasi pentingnya sosialisasi terhadap pasien terkait


manajemen hipertensi

b. Sebagai salah satu tindakan preventif yang bisa disosialisasikan kepada


penderita hipertensi agar tidak terjadi komplikasi

c. Sebagai bahan pertimbangan untuk dikaji lebih lanjut sebelum disosialisasikan


kepada pasien

2. Manfaat untuk Ilmu Keperawatan

a. Sebagai referensi pengetahuan tentang pentingnya manajemen hipertensi


untuk mencegah terjadinya komplikasi

b. Sebagai referensi dalam penelitian keperawatan medikal bedah selanjutnya


Daftar Pustaka

Ali WM, Al Habib KF, Hersi A, Asaad N, Sulaiman K, Al Shiek Ali A, et al. In-hospital
complications and 1-year outcome of acute coronary syndrome in patients with hypertension.
Eastern Mediterranean Health Journal. 2012; 18(9):902-10.

Bock J, Evaluation of Cardiac Injury and Function, in Henry's Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods, McPherson R, Editor. 2007, Saunders Elsevier:
Virginia. p. 219-27.
Candra, A. 2013. Penderita Hipertensi Terus Meningkat. Dilihat 26 Oktober
2013.http://m.kompasiana.com/health/read/2013/04/05/1404008/Penderita
Hipertensi.Terus.Meningkat

Dalimartha, dkk. 2008. Care YourSelf, Hipertensi. Penebar Plus +. Jakarta

Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical care untuk Pasien Penyakit jantung Koroner:
Fokus Sindrom Koroner Akut. Bakti Husada: Jakarta

Mancia, dkk. 2013. ESH/ESC Guidelines for the Management of arteril hypertension.
European hearth Journal (2013) 34, 2159-2219

Nielsen K, Faergeman O, Larsen ML, and Foldspang A 2006. "Danish singles have a twofold
risk of acute coronary syndrome: data from a cohort of 138 290 persons,." J Epidemiol
Community Health, 60:721-728
Nurulita, dkk. 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid sebagai Faktor
Resiko Sindrom Koroner Akut. Vol. 1 No. 1 : 94-100 JST Kesehatan

Santoso M and Setiawan T 2005. "Penyakit Jantung Koroner " Cermin Dunia Kedokteran
147: 5-9.
South, dkk. 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas
Kolongan Kecamatan kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Vol. 2. Nomor 1. Februari:
ejournal keperawatan (e-Kp)

Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan.2014. Info dating. Jakarta Selatan

WHO. Cardiovascular risk factor trends and potential for reducing coronary heart disease
mortality in the United States of America. 2013 (diunduh 24 Maret 2013). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK http://www.who.int/bulletin/volumes/88/2/08-057885/en/.

Anda mungkin juga menyukai