PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Asia penyakit ini telah membunuh 1,5 juta orang setiap tahunnya yang
berarti satu dari tiga orang menderita tekanan darah tinggi. Di Indonesia angka
kejadian hipertensi berkisar 6-15% dimana masih banyak penderita yang belum
mendapatkan pelayanan kesehatan yang baik. Berdasarkan hasil pengukuran tekanan
darah, prevalensi hipertensi pada penduduk umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di
Indonesia adalah sebesar 31,7%. Prevalensi di Jawa tengah adalah 25% pada tahun
2013 yang sudah turun dari 36% pada tahun 2007 (Info dating, 2014).
Penyakit hipertensi yang tidak ditangani dengan benar akan menyebabkan
bebererapa komplikasi. Komplikasi yang terjadi seperti penyakit jantung koroner,
gagal jantung, dan kerusakan pembuluh darah otak. Terdapat pula penyakit penyerta
yang biasanya memperburuk keadaan seperti penyakit diabetes mellitus dan resistensi
insulin (Dalimartha, dkk. 2008).
Sindrom koroner akut (SKA) adalah suatu istilah atau terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan spektrum keadaan atau kumpulan proses penyakit
meliputi angina pektoris tidak stabil/APTS (unstable angina/UA), infrak miokard
gelombang non-Q atau infark miokard tanpa elevasi segmen ST (non STEMI) dan
infark miokard gelombang Q atau infark miokard dengan elevasi segmen ST
(STEMI). Pada APTS dan Non STEMI pembuluh darah tidak mengalami oklusi total
dan memiliki patogenesis dan presentasi klinik yang hampir sama hanya saja yang
membedakan pada kadar biokimianya, apabila kadar biokimia meninggi menunjukkan
terjadi Non STEMI dan apabila kadar biokimia tidak meninggi maka yang terjadi
adalah APTS (Departemen Kesehatan, 2006)
Sindrom Koroner Akut disebabkan oleh beberapa faktor risiko. Salah satu
faktor risiko utama yang menyebabkan terjadinya sindrom koroner akut adalah
tekanan darah yang tinggi (hipertensi). Menurut Info dating, 2014, Hipertensi
merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan
diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima
menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang. Peningkatan tekanan darah 20/10 mmHg
dapat meningkatkan risiko penyakit jantung sebesar dua kali lipat dan meningkatkan
risiko kematian akibat sindrom koroner akut sebesar dua kali lipat (WHO, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu pencetus dari aterotrombosis. Hipertensi dapat
menyebabkan sindrom koroner akut dengan beberapa mekanisme, diantaranya dengan
menyebabkan hipertrofi jantung, disfungsi endotel atau gangguan pada sistem renin-
angiotensin (Ariandiny, 2014).
Melihat begitu besar dampak yang bisa diakibatkan oleh hipertensi maka dari
itu peneliti tertarik untuk meneliti manajemen hipertensi pada penderita sinrom
koroner akut (SKA)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Penelitian
Ali WM, Al Habib KF, Hersi A, Asaad N, Sulaiman K, Al Shiek Ali A, et al. In-hospital
complications and 1-year outcome of acute coronary syndrome in patients with hypertension.
Eastern Mediterranean Health Journal. 2012; 18(9):902-10.
Bock J, Evaluation of Cardiac Injury and Function, in Henry's Clinical Diagnosis and
Management by Laboratory Methods, McPherson R, Editor. 2007, Saunders Elsevier:
Virginia. p. 219-27.
Candra, A. 2013. Penderita Hipertensi Terus Meningkat. Dilihat 26 Oktober
2013.http://m.kompasiana.com/health/read/2013/04/05/1404008/Penderita
Hipertensi.Terus.Meningkat
Departemen Kesehatan. 2006. Pharmaceutical care untuk Pasien Penyakit jantung Koroner:
Fokus Sindrom Koroner Akut. Bakti Husada: Jakarta
Mancia, dkk. 2013. ESH/ESC Guidelines for the Management of arteril hypertension.
European hearth Journal (2013) 34, 2159-2219
Nielsen K, Faergeman O, Larsen ML, and Foldspang A 2006. "Danish singles have a twofold
risk of acute coronary syndrome: data from a cohort of 138 290 persons,." J Epidemiol
Community Health, 60:721-728
Nurulita, dkk. 2011. Perbandingan Kadar Apolipoprotein B dan Fraksi Lipid sebagai Faktor
Resiko Sindrom Koroner Akut. Vol. 1 No. 1 : 94-100 JST Kesehatan
Santoso M and Setiawan T 2005. "Penyakit Jantung Koroner " Cermin Dunia Kedokteran
147: 5-9.
South, dkk. 2014. Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi di Puskesmas
Kolongan Kecamatan kalawat Kabupaten Minahasa Utara. Vol. 2. Nomor 1. Februari:
ejournal keperawatan (e-Kp)
Pusat data dan Informasi Kementrian Kesehatan.2014. Info dating. Jakarta Selatan
WHO. Cardiovascular risk factor trends and potential for reducing coronary heart disease
mortality in the United States of America. 2013 (diunduh 24 Maret 2013). Tersedia dari:
URL: HYPERLINK http://www.who.int/bulletin/volumes/88/2/08-057885/en/.