Anda di halaman 1dari 25

BAB 3.

LANDASAN TEORI

3.1 Pemilihan Lokasi Bendung


Pemilihan lokasi bendung merupakan suatu tahapan penting, karena lokasi
bendung akan menentukan letak dan luas daerah irigasi yang akan dilayani. Selain
itu pemilihan lokasi juga berpengaruh pada saat proses konstruksi. Pemilihan
lokasi yang tepat akan dapat memberikan suatu manfaat yang besar tapi
sebaliknya bila terjadi pemilihan yang kurang tepat dapat mendatangkan musibah
ataupun kendala, baik pada saat pembangunan maupun saat opersionalnya. Oleh
karena itu pemilihan lokasi bendung harus dilakukan dengan tepat, dengan
memperhitungkan beberapa faktor yaitu Topografi, Hidrologi, Morfologi,
Geologi, Mekanika Tanah, dan bangunan lain yang akan dibangun.
Bendung berdasarkan operasionalnya dapat dibedakan menjadi :
a. bendung tetap Bendung tetap adalah bendung yang terdiri dari ambang
tetap atau permanen, sehingga muka air banjir tidak dapat diatur elevasinya.
Bendung ini biasanya digunakan di sungai-sungai pada bagian hulu dan tengah.
b. bendung gerak Bendung gerak adalah bendung yang terdiri dari ambang
yang dapat bergerak (pintu sorong, radial dan tipe lainnya), sehingga dapat
melakukan terhadap muka air banjir. Bendung ini biasa digunakan di sungai-
sungai pada bagian hilir di daerah yang datar.
Bendung berdasarkan lokasi bangunan dapat dibedakan menjadi :
a. pada palung sungai
Bendung pada pada palung sungai adalah bendung yang dibangun di
dasar sungai pada as sungai tersebut.
b. pada sudetan atau kopur
Bendung pada kopur adalah bendung yang dibangun diluar as sungai
dengan membuat aliran sungai baru melewati bendung tersebut.
Penempatan bendung dapat dilakukan di dalam sungai ataupun diluar
sungai (sudetan). Pemilihan lokasi bendung ini akan sangat berpengaruh pada
kemampuan kerja suatu bendung pada saat operasinalnya dan pada proses
pelaksanaan konstruksinya. Oleh karena itu sangat perlu diperhatikan faktor
yang akan mempengaruhinya, sehingga akan didapatkan suatu kondisi yang
tepat dan paling menguntungkan.
Keuntungan bendung yang ditempatkan di sudetan sungai adalah sebagai
berikut :
a. Memudahkan dalam pelaksanaan konstruksi, tidak ada gangguan aliran
sungai.
b. Waktu pelaksanaan tidak bergantung kepada musim
c. Dapat memilih tanah pondasi yang lebih baik, karena lokasi pondasi
bukan didasar sungai.
d. Penempatan lokasi intake, kantung pasir dan saluran lebih baik dengan
menyesuaikan dengan lokasi sudetan

Kerugian bendung yang ditempatkan disudetan sungai adalah sebagai


berikut :
a. Adanya perubahan morfologi sungai.
b. Dapat mengganggu ekosistem yang ada, karena akan merubah tata
letak sungai.
c. Diperlukan tanggul penutup sungai yang cukup besar.
d. Ada proses pengerukan yang besar untuk membuat sudetan.

Sedangkan keuntungan bendung yang ditempatkan di dasar sungai adalah


sebagai berikut :
a. Tidak ada pekerjaan penutupan sungai untuk mengalihkan aliran kea
rah sudetan yang telah dibuat.
b. Tidak ada proses pembuatan sudetan yang memerlukan perhatian yang
tinggi terhadap masalah keteknikan sungai.

Kerugian bendung yang ditempatkan di dasar sungai adalah sebagai


berikut :
a. Dalam pelaksanaan konstruksi ada gangguan aliran sungai sehingga
perlu adanya pekerjaan-pekerjaan sementara seperti pembuatan saluran
pengelak, tanggul penutup, dan cofferdam.
b. Waktu pelaksanaan bergantung kepada musim

3.2 Perancangan Tubuh Bendung

3.2.1 Perancangan Bentuk dan Elevasi Mercu Bendung

Tipe mercu bendung yang sering digunakan di Indonesia sebagai bendung


pelimpah adalah tipe Ogee dan tipe bulat. Kedua bentuk mercu tersebut dipakai
baik untuk konstruksi beton, pasangan batu dan kombinasi beton dengan pasangan
batu.
Untuk mengetahui elevasi muka air yang diperlukan, tinggi, kedalaman air
dan kehilangan tinggi energi berikut harus dipertimbangkan.
1. Elevasi sawah tertinggi
2. Kedalaman air sawah
3. Kehilangan Tenaga :
a. saluran tersier ke sawah
b. kemiringan saluran tersier
c. bangunan gorong-gorong
d. bangunan bagi
e. kemiringan saluran primer
f. kemiringan saluran sekunder
g. di pintu pengambilan
h. akibat kantung sedimen
i. akibat bagunan ukur debit
j. akibat fluktuasi di pintu pengambilan

3.2.2 Perancangan Jari-jari Mercu Bendung


3.2.2.1 Tipe Bulat
Pada perencanaan ini dirancang menggunakan mercu bendung tipe bulat
dengan 2 jari-jari, R1 dan R2. Untuk Menentukan jari-jari mercu bendung
digunakan rumus sebagai berikut :
Rumus Bunschu :

Q = m.b.d3/2.g1/2.................................................................................(3.1)
Dengan :
Q = debit aliran yang melewati mercu (m3/dt)
m = koefisien peluapan (1,33)
b = lebar efektif bendung (m)
d = tinggi air diatas mercu = 2/3H (m)
H = tinggi air dibagian huku bendung (m)
= h+k
k = besarnya energi kecepatan aliran diatas mercu bendung (m)

Untuk menetapkan R1 dipakai metode Kregten sebagai rumus


pendekatan :
H1
Bila : R1 = 3,8 dan R1 < 1m, maka;
R1 = 0,5H dan R2 = 2 R1
Dengan, :
P = tinggi bendung dari dasar sungai (m)
R1, R2 = jari-jari mercu bendung (m)
Gambar 3.2 Mercu Tipe Bulat dengan 2 Jari-jari

3.2.2.2 Tipe Ogee

Mercu Ogee adalah sebuah mercu bendung yang memiliki bentuk tirai
luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak
akan memberikan tekanan sub atmosfir pada permukaan mercu sewaktu bending
mengalirkan air pada debit rencana.Untuk debit rendah , air akan memberikan
tekanan kebawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US Army Corp
of Engineers telah mengambangkan persamaan berikut.

Dengan :
X,Y = koordinat permukaan hilir
hd = tinggi energi rencana diatas mercu
K,n = parameter untuk berbagai kemiringan hilir
Untuk bentuk-bentuk mercu Ogee terdapat dalam lampiran Gambar 4.9 Lampiran
8, harga-harga K dan n dapat dilihat dalam Tabel 4.2 Lampiran 9.

Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bending tipe Ogee adalah
sebagai berikut :

Dengan :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit = C0.C1.C2
C0 = konstanta = 1,30
C1 = fungsi p/hd dan H1/hd
C2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu
g = percepatan grafitasi = 9,8 m/dt2
b = lebar mercu (m)
H1 = tinggi energy diatas mercu (m)
Untuk harga koefisien debit C1, C2 dalam dilihat dalam Gambar 4.7
Lampiran 10 dan Gambar 4.10 Lampiran 11.

3.2.3 Lebar efektif mercu Bendung

Lebar efektif mercu adalah panjang bersih mercu bendung, yaitu lebar
sungai dilokasi bendung dikurangi dengan lebar pilar utama dan lebar saluran
pembilas bendung. Untuk Menentukan lebar efektif mercu bendung digunakan
rumus sebagai berikut :

Dengan :
Be = lebar efektif mercu bendung (m)
B = lebar mercu bendung (m)
n = jumlah pilar = pilar utama + pilar saluran pembilas
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)

Harga-harga koefisien Kp dan Ka didapat pada tabel 4.1 Lampiran 12.

3.2.4 Tinggi Muka Air Sebelum Ada Bendung

Untuk Menentukan tinggi muka air sungai di hulu dan di hilir bendung
digunakan rumus-sebagai berikut :

Dengan :
Q = debit sungai (m3/dt)
A = luas tampang basah (m2)
V = kecepatan aliran (m/dt)
Untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan maka penampang
sungai diasumsikan berbentuk trapezium dan lebar dasar sungai dianggap sama.
Maka didapat persamaan luas penampang sungai sebagai berikut:

Dengan :
A = luas tampang basah sungai (m2)
b = lebar dasar sungai (m)
h = tinggi air banjir (m)
P = keliling basah aliran sungai (m)
m = kemiringan talud/tebing sungai
Dianggap bahwa kecepatan aliran sungai dapat dicari pendekatannya
dengan menggunakan rumus De-Chezy sebagai berikut :

Untuk menghitung koefisien Chezy,menggunakan rumus Basin sebagai


berikut :

Dengan :
C = koefisien Chezy (m1/2/dt)
R = A/P = jari-jari Hydraulis (m)
Jb = kekasaran dinding Basin = 0,85
I = kemiringan rata-rata dasar sungai

3.2.5 Tinggi Muka Air Setelah Ada Bendung


Untuk Menentukan tinggi muka air setelah ada bendung digunakan rumus
sebagai berikut :

Dengan :
P = tinggi bendung dari dasar sungai (m)
= Elevasi mercu bendung Elevasi dasar sungai
b = lebar efektif mercu bendung (m)
d = tinggi air diatas mercu m
h = tinggi muka air (m)
R2 = diameter terbesar mercu (m)

3.2.6 Efek Back Water

Efek back water adalah suatu perubahan keadaan sungai dihulu bendung
akibat adanya pembendungan air dengan bangunan pelimpah, yaitu berupa
terjadinya kenaikan muka air hulu bendung yang merambat ke udik atau hulu
sungai. Kemudian panjang efek back water ini merupakan panjang tanggul banjir
yang harus diperhitungkan.

Pada perancangan efek back water terdapat 2 cara yang digunakan, yaitu
cara pendekatan dan grafis. Untuk menentukan panjangnya penggenangan akibat
air banjir dengan cara pendekatan adalah sebagai berikut :
Dengan :
L = panjang pengaruh pembendungan (m)
h = tinggi muka air banjir berhubung ada bendung di hulu bendung
I = kemiringan dasar sungai
a = tinggi air banjir sebelum ada bendung
z = kedalaman air pada jarak X meter dari bendung (m)

Gambar 3.3 Pengaruh penggenangan Back Water

Untuk menentukan panjangnya penggenangan akibat air banjir dengan


cara grafis adalah sebagai berikut :
Dengan :
S = jarak antara dua tampang yang ditinjau (m)
h = selisih dalam air antara dua tampang yang ditinjau (m)
= koefisien coraolis = 1
Q = Debit rencana (m3/dt)
A = luas tampang basah alira (m2)
n = koefisien Manning
p = keliling basah
Sf = kemiringan garis energi
I = kemiringan dasar sungai/saluran
B = lebar permukaan air (m)

Kemudian dibuat tabel dari hasil hitungan, dengan cara dihitung


menggunakan harga berbagai tinggi muka air akibat adanya bending, mulai dari
harga kedalaman air tepat diatas bending sampai harga kedalaman air banjir pada
titik dimulai adanya perubahan tinggi air akibat adanya pembendungan.

Dengan didapatnya harga L = panjang aliran sungai yang dipengaruhi


back water direncanakan sebagai panjang tanggul banjir di hulu bending, atau
sampai pada kontur yang mempunyai elevasi yang lebih besar dari elevasi air
yang dipengaruhi oleh back water.

3.2.7 Perancangan Kolam Olak


3.2.7.1 Kolam Olak Tipe Cekung

Menurut Direktorat Irigasi 1986, Standar Perencanaan Irigasi Kp06,


kolam olak tipe Cecung atau bak tenggelam telah digunakan sejak lama dan
sangat berhasil pada bending-bendung rendah dan untuk bilangan Froude rendah.
Jika kedalaman konjugasi hilir dari loncat air terlalu tinggi dibanding kedalaman
air normal hilir, atau diperkirakan akan terjadi kerusakan pada lantai kolam yang
panjang akibat batu-batu besar yang terangkat lewat atas bendung maka dapat
dipakai peredam energi yang relatif pendek tetapi dalam. Perilaku hidrolis
peredam energi tipe ini terutama bergantung kepada terjadinya kedua pusaran,
satu pusaran permukaan bergerak kearah berlawanan dengan arah jarum jam
diatas bak, dan sebuah pusaran permukaan bergerak kearah putaran jarum jam dan
terletak dibelakang ambang ujung.
Jari-jari minimum bak yang diizinkan (Rmin) terdapat pada gambar 4.22
terlampir, dimana garis menerus adalah garis asli dari criteria USBR. Dibawah
H/hc = 2,5 USBR tidak memberikan hasil-hasik percobaan. Garis putus-putus
merupakan hasil percobaan yang dilakukan IHE yang menghasilkan kriteria yang
bagus untuk jari-jari minimum bak yang diizinkan bagi bangunan-bangunan
dengan tinggi energi rendah.
Batas minimum tinggi air hilir (Tmin) terdapat pada gambar 4.23
terlampir. Untuk H/hc diatas 2,4 garis tersebut merupakan envelope batas
tinggi air hilir yang diberikan oleh USBR bagi batas minimum tinggi air (bak
bercelah), batas minimum tinggi air hilir yang dipengaruhi oleh jari-jari bak dan
batas tinggi air hilir untuk bak tetap. Dibawah H/h c = 2,4 garis tersebut
menggambarkan kedalaman konjugasi suatu loncat air. Dengan pertimbangan
bahwa kisaran harga H/hc yang kurang dari 2,4 berada di luar jamgkauan
percobaan USBR, maka diputuskanlah untuk mengambil kedalaman konjugasi
sebagai kedalaman minimum air hilir dari bak untuk harga H/hc yang lebih kecil
dari 2,4.
Dari penyelidikan model tehadap bak tetap, IHE menyimpulkan bahwa
pengaruh kedalaman tinggi air hilir terhadap bekerjanya bak sebagai peredam
energi, ditentukan oleh perbandingan h2/h1, (dapat dilihat di gambar 4.24
terlampir). Jika h2/h1 lebih tinggi dari 2/3, maka aliran akan menyelam kedalam
bak dan tidak ada efek peredaman yang bisa diharapkan.

3.2.7.2 Kolam Olak Tipe USBR

Untuk melakukan perencanaan kolam olak tipe USBR digunakan rumus


sebagai berikut :

Dengan :
Vu = kecepatan awal loncatan (m/dt)
G = gaya grafitasi (9,81 m2/dt)
H1 = tinggi energi diatas ambang (m)
z = tinggi jatuh (m)

Dengan :
Yu = kedalaman air diawal loncata air (m)
q = debit per lebar saluran (m3/dt)
Vu = kecepatan awal loncatan (m/dt)
Q = debit banjir Q100th (m3/dt)

Dengan :
g = gaya grafitasi (9,81 m2/dt)
Yu = kedalaman air diawal loncat air (m)
Dengan :
Y2 = kedalaman air di atas ambang ujung (m)
Yu = kedalaman air di awal loncat air (m)
Fr = bilangan Froude

Dengan :
n3 = tinggi balok penghalang tengah (m)
Fr = bilangan Froude

Dengan :
n = tinggi ambang ujung (m)
Fr = bilamgan Froude

Dengan :
Y1 = tinggi tenaga potensial (m)
Y2 = tinggi loncat air (m)
LW = panjang loncat air (m)
LB = panjang gerusan yang terjadi (m)
a = tinggi ambang akhir sebelah hilir (m)
R = jari jari mercu bendung (m)

3.2.7.3 Kolam Olak Tipe Vlugter


Untuk melakukan perancangan kolam olak tipe Vlugter digunakan rumus
sebagai berikut :

Dengan :
d = tinggi air diatas mercu (m)
z = tinggi loncat air (m)
t = panjang loncat air (m)
a = tinggi ambang akhir sebelah hilir (m)
L = panjang kolam olak (m)

Gambar 3.4 Kolam Olak tipe Vlugter


3.2.8 Rip-rap

Rip-rap adalah bangunan yang terletak dihilir kolam olak berupa susunan
bongkahan batu alam atau blok-blok beton yang merupakan lapisan pelindung
loncat air. Rip-rap berfungsi untuk mengurangi kedalaman penggerusan setempat
dan untuk melindungi tanah dasar di hilir peredam energi.
Batu alam yang digunakan adalah batu yang keras, padat, serta memiliki
berat jenis 2,4 T/m3.
Rumus yang dapat digunakan untuk merancang rip-rap adalah sebagai
berikut :

Dengan :
LL = panjang lapisan rip-rap (m)
R = kedalaman gerusan (m)
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, maka R
ditambah 1,5R lagi, sehingga R yang digunakan menjadi 2,5R. Tebal rip-rap yang
berupa susunan bongkahan batu kosong adalah 2 s/d 3 diameter bongkahan.

Dengan :
Q = debit (m3/dt)
f = faktor lumpur Lecey
dm = diameter (mm)
V = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan grafitasi (9,8 m/dt2)
Gambar 3.5 Rip-rap

3.2.9 Perancangan Lantai Muka


Dalam perancangan lantai muka terdapat dua teori yaitu teori Bligh dan
teori Lane. Untuk melakukan perhitungan lantai muka dapat digunakan rumus
sebagai berikut :

3.2.9.1 Teori Bligh

Dengan :
CR = Creep Ratio untuk Bligh
L = panjang garis aliran minimum (m)
H = selisih tinggi muka air hulu dan hilir bendung pada kondisi
normal (m)

Dengan :
Lm = panjang lantai muka yang dibutuhkan (m)
L = panjang garis aliran minimum (m)
L = panjang garis aliran yang terjadi di tubuh bendung (m)
3.2.9.2 Teori Lane

Dengan :
CL = angka rembesan Lane
LV = jumlah panjang vertikal (m)
LH = jumlah panjang horisontal (m)
H = selisih tinggi muka air hulu dan hilir bendung pada kondisi
normal (m)

3.3 Perancangan Bangunan Pengambilan


Bangunan pengambilan adalah sebuah bangunan berupa pintu air. Air
irigasi dibelokkan dari sungai melalui bangunan ini.

Untuk melakukan perencanaan bangunan pengambilan dapat digunakan


rumus sebagai berikut :

Dengan :
= koefisien debit = (0,8)
b = lebar bersih bukaan pintu pengambilan (m)
a = tinggi bersih bukaan pintu pengambilan (m)
z = kehilangan tinggi energi (m)
Untuk menentukan jumlah pintu adalah sebagai berikut.

Dengan :
n = jumlah pintu pengambilan
b = lebar bersih bukaan pintu pengambilan (m)
bpa = lebar pintu pengambilan (m)

Lebar pintu dirancang sesuai dengan materil pintu yang akan digunakan.
Untuk pintu dari kayu lebar maksimal = 2,0 m, dan pintu dai besi lebar maksimal
= 1,5 m. Lebar pilar antar pintu dapat digunakan 0,5-1,5 m.

3.4 Perancangan Bangunan Pembilas

Bangunan pembilas adalah salah satu perlengkapan pokok bendung, yang


terletak didekat dan menjadi satu kesatuan dengan intake (saluran pengambilan),
berfungsi untuk membilas (menghindarkan) angkutan sedimen dasar dan
mengurangi angkutan sedimen layang masuk ke intake. Tipe bangunan pembilas
dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Tipe konvensional/pembilas periodik Pembilas tipe ini dipilih apabila
debit minimum sungai lebih kecil dari debit pengambilan. Sedimen
yang terkumpul dapat dibilas dengan jalan membuka pintu pembilas
secara berkala.
2. Tipe underluice/pembilas kontinyu Pembilas ini dipilih apabila debit
minimum sungai lebih besar dari debit pengambilan. Tipe ini banyak
dijumpai pada bending yang dibangun sesudah tahun 1970-an, untuk
bending irigasi teknis. Pintu pembilas ditempatkan pada bentang
dibagian sisi yang arahnya tegak lurus sumbu bendung, yang terdiri
dari lubang/terowongan, pelat beton, lantai dengan lapisan tahan aus,
tembok penyangga, pintu pembilas.
3. Tipe shunt undersluce Pembilas tipe ini banyak dijumpai pada bending
di sungai di bagian hulu, digunakan untuk menghindarkan benturan
batu dan benda padat lainnya terhadap bangunan.
Untuk melakukan perencanaan bangunan pembilas maka harus
direncanakan ukuran butiran sedimen maksimum yang dapat digelontor.
Kemudian dihitung kecepatan pembilasan yang dapat menghanyutkan sedimen
sesuai dengan diameter yang telah direncanakan menggunakan rumus sebagai
berikut :

Kemudian kecepatan tersebut akan terpenuhi pada pada tinggi muka air
didepan pintu penguras dengan rumus sebagai berikut :

Dengan :
v = kecepatan aliran pembilasan (m/dt)
d = diameter butian (m)

Desain lebar pintu pembilas dapat direncanakan berdasarkan debit


minimum sungai atau debit maksimum pengambilan. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut :

Dengan :
= koefisien debit = (0,8)
b = lebar bersih bukaan (m)
a = tinggi bersih bukaan (m)
z = kehilangan tinggi energi (m)

Untuk menentukan jumlah pintu adalah sebagai berikut.

Dengan :
n = jumlah pintu pembilas
b = lebar bersih bukaan pintu pembilas (m)
bpb = lebar pintu pembilas (m)

Lebar pintu dirancang sesuai dengan materil pintu yang akan digunakan.
Untuk pintu dari kayu lebar maksimal = 2,0 m, dan pintu dai besi lebar maksimal
= 1,5 m. Lebar pilar antar pintu dapat digunakan 0,5-1,5 m.
3.5 Perancangan Bangunan Penangkap Pasir
Bangunan Penangkap Pasir adalah suatu saluran yang terletak diantara
pintu pengambilan dan saluran primer. Saluran ini berfungsi untuk mengendapkan
pasir / sedimen dengan dimensi tertentu, sehingga air yang dialirkan ke saluran
primer telah bersih dan dapat digunakan sebagai sumber irigasi. Kemudian
sedimen yang telah diendapkan di kantong pasir dapat dialirkan kembali ke sungai
dengan cara membilas saluran kantung pasir tersebut.

3.5.1 Perancangan Kantong Lumpur


Untuk melakukan perencanaan bangunan kantong lumpur dapat dilakukan
langkah berikut :

a. Menentukan volume (V) kantong pasir yang diperlukan dengan asumsi


bahwa air yang dielakkan mengandung 0,5% sediment yang harus
diendapkan dalam kantong pasir.

Dengan :
V = volume kantong pasir (m3)
Qn = debit rencana pengambilan = 120 % Qp (m3/dt)
T = jarak waktu pengambilan (dt)
b. Menentukan kemiringan energi dikantong lumpur selama eksploitasi
normal. Digunakan rumus Strickler sebagai berikut.

Dengan :
Vn = kecepatan rata-rata selama eksploitasi normal (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
In = kemiringan energi selama eksploitasi normal
Qn = kebutuhan air rencana (m3/dt)
An = luas daerah basah eksploitasi normal (m2)
c. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kantong
dalam keadaan kosong. Digunakan rumus Strickler sebagai berikut.

Dengan :
Vs = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
Qs = kebutuhan air rencana (m3/dt)
As = luas daerah basah pembilasan (m2)
d. Menentukan panjang kantong pasir, digunakan rumus sebagai berikut :

Dengan :
V = volume kantong pasir (m3)
b = lebar dasar (m)
L = panjang kantong lumpur (m)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
In = kemiringan energi selama eksploitasi normal

3.5.2 Perancangan Bangunan Pembilas Kantong Lumpur


Untuk melakukan perencanaan bangunan pembilas kantong lumpur dapat
digunakan rumus sebagai berikut :

Dengan :
b = lebar total bangunan pembilas = lebar dasar kantong (m)
hs = kedalaman air pembilas (m)
bnf = lebar bersih bukaan pembilas (m)
hf = kedalaman air pada bukaan pembilas (m)
Dengan :
Vs = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
Qs = kebutuhan air rencana (m3/dt)
As = luas daerah basah pembilasan (m2)

3.6 Stabilitas Bendung

3.6.1 Gaya-gaya yang Bekerja pada Bendung

1. Beban berat sendiri bendung


Beban sendiri adalah berat sendiri bangunan yang tergantung kepada
bahan digunakan untuk membuat bangunan tersebut.

Untuk tujuan perencanaan pendahuluan dapat digunakn harga-harga


berat volume dibawah ini.
a. Pasangan batu = 22 kN/m3 ( 2.200 kgf / m3 )
b. Beton tumbuk = 23 kN/m3 ( 2.300 kgf / m3 )
c. Beton bertulang = 24 kN/m3 ( 2.400 kgf /m3)
2. Gaya Tekanan hidrostatis
Tekanan Hidrostatis adalah fungsi kedalaman di bawah muka air. Gaya
Up Lift adalah tahanan yang bekerja didasarkan bidang kontak bendung
disebabkan adanya aliran air tanah. Besarnya tahanan dipengaruhi oleh
beda tinggi air dan elevasi bidang kontak yang dituju serta panjang garis
aliran.
Dengan :
Ux = Tekanan yang terjadi pada titik yang ditinjau (T/m2)
Hx = Tinggi air dari mercu bendung ketitik yang ditinjau (m)
Lx = Panjang Crrp Line sampai ketitik x (m)
L = Jumlah panjang Creep Line (m)
H = Beda tekanan (m)
3. Tekanan Lumpur
Tekanan lumpur yang bekerja terhadap muka hulu bendung atau
terhadap pintu dapat dihitung sebagai berikut :

Dengan :
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang
bekerja secara horizontal
s = berat lumpur (kN/m)
h = dalamnya lumpur (m),
= sudut gesek dalam (derajat)

Beberapa asumsi dapat dibuat sebagai berikut :

Dengan :
s = berat volume kering tanah 16 kN/m3 ( 1600 kgf
/m3 )
G = berat jenis butir = 2,65
Diperoleh s = 10 kN/m3 ( 1000 kgf /m3 )
Sudut gesekan dalam pada umunya bisa diandaikan 30, maka
diperoleh suatu kesimpulan bahwa,
4. Gaya Akibat Gempa
Gaya akibat gempa adalah gaya dengan arah horizontal yang terjadi pada
suatu bangunan pada saat terjadi gempa. Untuk menghitung gaya akibat
gempa digunakan rumus sebagai berikut :

Dengan :
K = gaya akibat gempa, diambil arah horizontal
k = koefisien gempa
G = berat bendung
Harga-harga gaya gempa diberikan dalam parameter bangunan yang
didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan
resiko.
Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :

Dengan :
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n,m = koefisien jenis tanah (kN/m)
ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2)
z = factor yang bergantung kepada letak geografis

Dengan :
k = koefisien gempa
g = percepatan grafitasi

3.6.2 Kebutuhan Stabilitas

1. Aman terhadap gaya guling


Stabilitas terhadap gaya guling dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
Dengan :
MAV = momen vertikal total pada titik A
MAH = momen horizontal total pada titik A
SF = Faktor keamanan = 1,5
2. Aman terhadap gaya geser
Stabilitas terhadap gaya geser dapat dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :

Dengan :
(H) = gaya horizontal total (kN)
(V) = gaya vertikal total (kN)
f = koefisien gesekan
SF = angka keamanan = 1,5

3.

Anda mungkin juga menyukai

  • Batuan Beku
    Batuan Beku
    Dokumen12 halaman
    Batuan Beku
    Ebran Andromeda
    Belum ada peringkat
  • BAB III Fiks
    BAB III Fiks
    Dokumen3 halaman
    BAB III Fiks
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Cover + LEMBRPENGESAHAN
    Cover + LEMBRPENGESAHAN
    Dokumen4 halaman
    Cover + LEMBRPENGESAHAN
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fiks
    BAB I Fiks
    Dokumen3 halaman
    BAB I Fiks
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • BAB I Fiks
    BAB I Fiks
    Dokumen3 halaman
    BAB I Fiks
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Fiks
    BAB IV Fiks
    Dokumen2 halaman
    BAB IV Fiks
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Format Cover Casing CD
    Format Cover Casing CD
    Dokumen3 halaman
    Format Cover Casing CD
    Dikka Pragola
    Belum ada peringkat
  • Daftar Tabel
    Daftar Tabel
    Dokumen3 halaman
    Daftar Tabel
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • BAB V Organisasi Dan Rencana Kerja
    BAB V Organisasi Dan Rencana Kerja
    Dokumen16 halaman
    BAB V Organisasi Dan Rencana Kerja
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Bagan
    Bagan
    Dokumen1 halaman
    Bagan
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Batuan Beku
    Batuan Beku
    Dokumen12 halaman
    Batuan Beku
    Ebran Andromeda
    Belum ada peringkat
  • Tere
    Tere
    Dokumen1 halaman
    Tere
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Bagan
    Bagan
    Dokumen1 halaman
    Bagan
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Rab Gudang
    Rab Gudang
    Dokumen4 halaman
    Rab Gudang
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Jika Seseorang Benar2 Menyukai Kita
    Jika Seseorang Benar2 Menyukai Kita
    Dokumen1 halaman
    Jika Seseorang Benar2 Menyukai Kita
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Gudang R3
    Gudang R3
    Dokumen2 halaman
    Gudang R3
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Tere Liye
    Tere Liye
    Dokumen1 halaman
    Tere Liye
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Rab Gudang
    Rab Gudang
    Dokumen4 halaman
    Rab Gudang
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Rab Gudang
    Rab Gudang
    Dokumen4 halaman
    Rab Gudang
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • RAB Rumah
    RAB Rumah
    Dokumen156 halaman
    RAB Rumah
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Tere Liye
    Tere Liye
    Dokumen1 halaman
    Tere Liye
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Orang
    Orang
    Dokumen1 halaman
    Orang
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Rab Gudang
    Rab Gudang
    Dokumen4 halaman
    Rab Gudang
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Gudang R3
    Gudang R3
    Dokumen2 halaman
    Gudang R3
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Jangan Cemas
    Jangan Cemas
    Dokumen1 halaman
    Jangan Cemas
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • 1
    1
    Dokumen1 halaman
    1
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Cerita
    Cerita
    Dokumen1 halaman
    Cerita
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Ceritaku 2
    Ceritaku 2
    Dokumen1 halaman
    Ceritaku 2
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat
  • Ceritaku 2
    Ceritaku 2
    Dokumen1 halaman
    Ceritaku 2
    Puji S Lestari
    Belum ada peringkat