LANDASAN TEORI
Q = m.b.d3/2.g1/2.................................................................................(3.1)
Dengan :
Q = debit aliran yang melewati mercu (m3/dt)
m = koefisien peluapan (1,33)
b = lebar efektif bendung (m)
d = tinggi air diatas mercu = 2/3H (m)
H = tinggi air dibagian huku bendung (m)
= h+k
k = besarnya energi kecepatan aliran diatas mercu bendung (m)
Mercu Ogee adalah sebuah mercu bendung yang memiliki bentuk tirai
luapan bawah dari bendung ambang tajam aerasi. Oleh karena itu mercu ini tidak
akan memberikan tekanan sub atmosfir pada permukaan mercu sewaktu bending
mengalirkan air pada debit rencana.Untuk debit rendah , air akan memberikan
tekanan kebawah pada mercu.
Untuk merencanakan permukaan mercu Ogee bagian hilir, US Army Corp
of Engineers telah mengambangkan persamaan berikut.
Dengan :
X,Y = koordinat permukaan hilir
hd = tinggi energi rencana diatas mercu
K,n = parameter untuk berbagai kemiringan hilir
Untuk bentuk-bentuk mercu Ogee terdapat dalam lampiran Gambar 4.9 Lampiran
8, harga-harga K dan n dapat dilihat dalam Tabel 4.2 Lampiran 9.
Persamaan antara tinggi energi dan debit untuk bending tipe Ogee adalah
sebagai berikut :
Dengan :
Q = debit (m3/dt)
Cd = koefisien debit = C0.C1.C2
C0 = konstanta = 1,30
C1 = fungsi p/hd dan H1/hd
C2 = faktor koreksi untuk permukaan hulu
g = percepatan grafitasi = 9,8 m/dt2
b = lebar mercu (m)
H1 = tinggi energy diatas mercu (m)
Untuk harga koefisien debit C1, C2 dalam dilihat dalam Gambar 4.7
Lampiran 10 dan Gambar 4.10 Lampiran 11.
Lebar efektif mercu adalah panjang bersih mercu bendung, yaitu lebar
sungai dilokasi bendung dikurangi dengan lebar pilar utama dan lebar saluran
pembilas bendung. Untuk Menentukan lebar efektif mercu bendung digunakan
rumus sebagai berikut :
Dengan :
Be = lebar efektif mercu bendung (m)
B = lebar mercu bendung (m)
n = jumlah pilar = pilar utama + pilar saluran pembilas
Kp = koefisien kontraksi pilar
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung
H1 = tinggi energi (m)
Untuk Menentukan tinggi muka air sungai di hulu dan di hilir bendung
digunakan rumus-sebagai berikut :
Dengan :
Q = debit sungai (m3/dt)
A = luas tampang basah (m2)
V = kecepatan aliran (m/dt)
Untuk mempermudah dalam melakukan perhitungan maka penampang
sungai diasumsikan berbentuk trapezium dan lebar dasar sungai dianggap sama.
Maka didapat persamaan luas penampang sungai sebagai berikut:
Dengan :
A = luas tampang basah sungai (m2)
b = lebar dasar sungai (m)
h = tinggi air banjir (m)
P = keliling basah aliran sungai (m)
m = kemiringan talud/tebing sungai
Dianggap bahwa kecepatan aliran sungai dapat dicari pendekatannya
dengan menggunakan rumus De-Chezy sebagai berikut :
Dengan :
C = koefisien Chezy (m1/2/dt)
R = A/P = jari-jari Hydraulis (m)
Jb = kekasaran dinding Basin = 0,85
I = kemiringan rata-rata dasar sungai
Dengan :
P = tinggi bendung dari dasar sungai (m)
= Elevasi mercu bendung Elevasi dasar sungai
b = lebar efektif mercu bendung (m)
d = tinggi air diatas mercu m
h = tinggi muka air (m)
R2 = diameter terbesar mercu (m)
Efek back water adalah suatu perubahan keadaan sungai dihulu bendung
akibat adanya pembendungan air dengan bangunan pelimpah, yaitu berupa
terjadinya kenaikan muka air hulu bendung yang merambat ke udik atau hulu
sungai. Kemudian panjang efek back water ini merupakan panjang tanggul banjir
yang harus diperhitungkan.
Pada perancangan efek back water terdapat 2 cara yang digunakan, yaitu
cara pendekatan dan grafis. Untuk menentukan panjangnya penggenangan akibat
air banjir dengan cara pendekatan adalah sebagai berikut :
Dengan :
L = panjang pengaruh pembendungan (m)
h = tinggi muka air banjir berhubung ada bendung di hulu bendung
I = kemiringan dasar sungai
a = tinggi air banjir sebelum ada bendung
z = kedalaman air pada jarak X meter dari bendung (m)
Dengan :
Vu = kecepatan awal loncatan (m/dt)
G = gaya grafitasi (9,81 m2/dt)
H1 = tinggi energi diatas ambang (m)
z = tinggi jatuh (m)
Dengan :
Yu = kedalaman air diawal loncata air (m)
q = debit per lebar saluran (m3/dt)
Vu = kecepatan awal loncatan (m/dt)
Q = debit banjir Q100th (m3/dt)
Dengan :
g = gaya grafitasi (9,81 m2/dt)
Yu = kedalaman air diawal loncat air (m)
Dengan :
Y2 = kedalaman air di atas ambang ujung (m)
Yu = kedalaman air di awal loncat air (m)
Fr = bilangan Froude
Dengan :
n3 = tinggi balok penghalang tengah (m)
Fr = bilangan Froude
Dengan :
n = tinggi ambang ujung (m)
Fr = bilamgan Froude
Dengan :
Y1 = tinggi tenaga potensial (m)
Y2 = tinggi loncat air (m)
LW = panjang loncat air (m)
LB = panjang gerusan yang terjadi (m)
a = tinggi ambang akhir sebelah hilir (m)
R = jari jari mercu bendung (m)
Dengan :
d = tinggi air diatas mercu (m)
z = tinggi loncat air (m)
t = panjang loncat air (m)
a = tinggi ambang akhir sebelah hilir (m)
L = panjang kolam olak (m)
Rip-rap adalah bangunan yang terletak dihilir kolam olak berupa susunan
bongkahan batu alam atau blok-blok beton yang merupakan lapisan pelindung
loncat air. Rip-rap berfungsi untuk mengurangi kedalaman penggerusan setempat
dan untuk melindungi tanah dasar di hilir peredam energi.
Batu alam yang digunakan adalah batu yang keras, padat, serta memiliki
berat jenis 2,4 T/m3.
Rumus yang dapat digunakan untuk merancang rip-rap adalah sebagai
berikut :
Dengan :
LL = panjang lapisan rip-rap (m)
R = kedalaman gerusan (m)
Untuk menghitung turbulensi dan aliran yang tidak stabil, maka R
ditambah 1,5R lagi, sehingga R yang digunakan menjadi 2,5R. Tebal rip-rap yang
berupa susunan bongkahan batu kosong adalah 2 s/d 3 diameter bongkahan.
Dengan :
Q = debit (m3/dt)
f = faktor lumpur Lecey
dm = diameter (mm)
V = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan grafitasi (9,8 m/dt2)
Gambar 3.5 Rip-rap
Dengan :
CR = Creep Ratio untuk Bligh
L = panjang garis aliran minimum (m)
H = selisih tinggi muka air hulu dan hilir bendung pada kondisi
normal (m)
Dengan :
Lm = panjang lantai muka yang dibutuhkan (m)
L = panjang garis aliran minimum (m)
L = panjang garis aliran yang terjadi di tubuh bendung (m)
3.2.9.2 Teori Lane
Dengan :
CL = angka rembesan Lane
LV = jumlah panjang vertikal (m)
LH = jumlah panjang horisontal (m)
H = selisih tinggi muka air hulu dan hilir bendung pada kondisi
normal (m)
Dengan :
= koefisien debit = (0,8)
b = lebar bersih bukaan pintu pengambilan (m)
a = tinggi bersih bukaan pintu pengambilan (m)
z = kehilangan tinggi energi (m)
Untuk menentukan jumlah pintu adalah sebagai berikut.
Dengan :
n = jumlah pintu pengambilan
b = lebar bersih bukaan pintu pengambilan (m)
bpa = lebar pintu pengambilan (m)
Lebar pintu dirancang sesuai dengan materil pintu yang akan digunakan.
Untuk pintu dari kayu lebar maksimal = 2,0 m, dan pintu dai besi lebar maksimal
= 1,5 m. Lebar pilar antar pintu dapat digunakan 0,5-1,5 m.
Kemudian kecepatan tersebut akan terpenuhi pada pada tinggi muka air
didepan pintu penguras dengan rumus sebagai berikut :
Dengan :
v = kecepatan aliran pembilasan (m/dt)
d = diameter butian (m)
Dengan :
= koefisien debit = (0,8)
b = lebar bersih bukaan (m)
a = tinggi bersih bukaan (m)
z = kehilangan tinggi energi (m)
Dengan :
n = jumlah pintu pembilas
b = lebar bersih bukaan pintu pembilas (m)
bpb = lebar pintu pembilas (m)
Lebar pintu dirancang sesuai dengan materil pintu yang akan digunakan.
Untuk pintu dari kayu lebar maksimal = 2,0 m, dan pintu dai besi lebar maksimal
= 1,5 m. Lebar pilar antar pintu dapat digunakan 0,5-1,5 m.
3.5 Perancangan Bangunan Penangkap Pasir
Bangunan Penangkap Pasir adalah suatu saluran yang terletak diantara
pintu pengambilan dan saluran primer. Saluran ini berfungsi untuk mengendapkan
pasir / sedimen dengan dimensi tertentu, sehingga air yang dialirkan ke saluran
primer telah bersih dan dapat digunakan sebagai sumber irigasi. Kemudian
sedimen yang telah diendapkan di kantong pasir dapat dialirkan kembali ke sungai
dengan cara membilas saluran kantung pasir tersebut.
Dengan :
V = volume kantong pasir (m3)
Qn = debit rencana pengambilan = 120 % Qp (m3/dt)
T = jarak waktu pengambilan (dt)
b. Menentukan kemiringan energi dikantong lumpur selama eksploitasi
normal. Digunakan rumus Strickler sebagai berikut.
Dengan :
Vn = kecepatan rata-rata selama eksploitasi normal (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
In = kemiringan energi selama eksploitasi normal
Qn = kebutuhan air rencana (m3/dt)
An = luas daerah basah eksploitasi normal (m2)
c. Menentukan kemiringan energi selama pembilasan dengan kantong
dalam keadaan kosong. Digunakan rumus Strickler sebagai berikut.
Dengan :
Vs = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
Qs = kebutuhan air rencana (m3/dt)
As = luas daerah basah pembilasan (m2)
d. Menentukan panjang kantong pasir, digunakan rumus sebagai berikut :
Dengan :
V = volume kantong pasir (m3)
b = lebar dasar (m)
L = panjang kantong lumpur (m)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
In = kemiringan energi selama eksploitasi normal
Dengan :
b = lebar total bangunan pembilas = lebar dasar kantong (m)
hs = kedalaman air pembilas (m)
bnf = lebar bersih bukaan pembilas (m)
hf = kedalaman air pada bukaan pembilas (m)
Dengan :
Vs = kecepatan rata-rata selama pembilasan (m/dt)
Ks = koefisien kekasaran (35 m1/2/dt)
Is = kemiringan energi selama pembilasan
Qs = kebutuhan air rencana (m3/dt)
As = luas daerah basah pembilasan (m2)
Dengan :
Ps = gaya yang terletak pada 2/3 kedalaman dari atas lumpur yang
bekerja secara horizontal
s = berat lumpur (kN/m)
h = dalamnya lumpur (m),
= sudut gesek dalam (derajat)
Dengan :
s = berat volume kering tanah 16 kN/m3 ( 1600 kgf
/m3 )
G = berat jenis butir = 2,65
Diperoleh s = 10 kN/m3 ( 1000 kgf /m3 )
Sudut gesekan dalam pada umunya bisa diandaikan 30, maka
diperoleh suatu kesimpulan bahwa,
4. Gaya Akibat Gempa
Gaya akibat gempa adalah gaya dengan arah horizontal yang terjadi pada
suatu bangunan pada saat terjadi gempa. Untuk menghitung gaya akibat
gempa digunakan rumus sebagai berikut :
Dengan :
K = gaya akibat gempa, diambil arah horizontal
k = koefisien gempa
G = berat bendung
Harga-harga gaya gempa diberikan dalam parameter bangunan yang
didasarkan pada peta Indonesia yang menunjukkan berbagai daerah dan
resiko.
Koefisien gempa dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
Dengan :
ad = percepatan gempa rencana (cm/dt2)
n,m = koefisien jenis tanah (kN/m)
ac = percepatan kejut dasar (cm/dt2)
z = factor yang bergantung kepada letak geografis
Dengan :
k = koefisien gempa
g = percepatan grafitasi
Dengan :
(H) = gaya horizontal total (kN)
(V) = gaya vertikal total (kN)
f = koefisien gesekan
SF = angka keamanan = 1,5
3.