Pendahuluan
Kita telah banyak belajar mengenai isu-isu terkait dengan pertanggungjawaban aktivitas
perusahaan dalam aspek non financial dengan mengeksplorasi teori-teori yang menjelaskan
praktek pelaporan sukarela perusahaan. Pada makalah ini akan membahas isu-isu pengembangan
pemahaman teori lebih jauh dengan mempelajari aspek pertumbuhan badan penelitian yang
menyelidiki praktek pelaporan sosial dan lingkungan yang diadopsi oleh banyak organisasi
akhir-akhir ini.
Praktek pelaporan sosial dan lingkungan sering menunjuk pada pelaporan yang
berkelanjutan yang seringkali menutupi aspek kesinambungan keuangan/ ekonomi dalam
penambahan kesinambungan sosial dan lingkungan. Istilah pelaporan berkelanjutan
(sustainability reporting) dan pelaporan sosial lingkungan (social environmental reporting)
secara bergantian akan digunakan untuk mengacu pada arti dari peraturan/ ketentuan menuju
rentang stakeholders, informasi mengenai kinerja entitas dalam hal interaksi secara fisik dan
lingkungan sosial termasuk informasi mengenai dukungan entitas tehadap karyawan, komunitas
lokal dan asing, catatan keamanan dan pemanfaatan sumber-sumber daya alam.
Sedikit mengejutkan bahwa banyak siswa akuntansi yang melengkapi kualifikasi
akuntansi mereka tanpa mempertimbangkan isu-isu terkait pertanggungjawaban bisnis. Namun
demikian praktek akuntansi pada tingkatan yang lebih sederhana dapat didefinisikan sebagai
ketentuan informasi mengenai kinerja entitas yang ditujukan bagi kelompok pengguna laporan
keuangan tertentu yang tidak bisa dipisahkan dari pertimbangan tingkat responsibilitas dan
akuntabilitas sebuah entitas. Sebagai seorang akuntan kita akan menerima tugas untuk
menyediakan akun kinerja sosial dan lingkungan pada sebuah organisasi bila kita telah mengakui
bahwa sebuah entitas memiliki responsibilitas dan akuntabilitas kinerja sosial dan lingkungan.
Begitu juga sebaliknya.
Karena area pelaporan sosial dan lingkungan ini relatif masih baru dan masih terus
mengalami perubahan maka bagi seorang akuntan akan sangat menarik untuk ikut terlibat
didalamnya. Kita akan mulai melihat akuntan jenis baru yaitu akuntan lingkungan
1
(environmental accountants) dan akuntan sosial (social accountants) yang bekerja berdampingan
bersama dengan akuntan keuangan tradisional.
2
Setelah melakukan identifikasi tentang siapa saja stakeholders yang memiliki
kepentingan dan kebutuhan atas informasi yang akan dihasilkannya, tahap ketiga yang harus
dilakukan perusahaan dalam pelaporan yang berkelanjutan adalah memastikan apa saja informasi
yang dibutuhkan oleh para stakeholders, dengan kata lain masalah (isu-isu) apa yang dituju
dalam pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan. Dalam mengidentifikasikan masalah, sebuah
entitas mempunyai tanggungjawab dan akuntabilitas atas stakeholders yang terkait, termasuk
melakukan dialog antara perusahaan dengan target stakeholders yang ditentukan. Beberapa
penelitian telah membahas mengenai proses komunikasi dengan stakeholders ini.
Ketika suatu perusahaan telah menentukan tujuan dari proses pelaporan (mengapa
melaporkan), stakeholders yang dituju dengan adanya proses pelaporan ini ( untuk siapa laporan
tersebut dimaksudkan), dan informasi apa saja yang diminta oleh stakeholders ( apa masalah
yang dipertanggungjawabkan oleh para stakeholders entitas, atau apa masalah yang seharusnya
dicover), maka tahap terakhir dalam proses pelaporan sosial dan lingkungan adalah
menghasilkan sebuah laporan (mungkin dalam bentuk lebih dari satu macam) mengenai suatu
isu/ masalah (informasi yang dibutuhkan para stakeholders). Hal ini merupakan langkah umum
yang melibatkan lebih banyak hal-hal yang lebih detail mengenai bagaimana laporan tersebut
akan disusun. Pada tahap ini beberapa elemen dari proses pelaporan sosial dan lingkungan akan
sangat jauh menyimpang dari proses pelaporan keuangan yang diwujudkan dalam kerangka
konseptual akuntansi keuangan, meskipun beberapa masalah (seperti reliability information)
masih dianggap penting pada kedua proses tersebut.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai struktur pelaporan keuangan berkelanjutan
sesuai dengan tahap-tahap mengapa siapa untuk apa bagaimana dalam proses pelaporan
sosial dan lingkungan. Dimulai dari eksplorasi detail mengenai motif atau tujuan organisasi
secara umum dan bisnis perusahaaan secara khusus dalam rangka menjamin CSR dan pelaporan
berkelanjutan. Disusul langkah kedua dengan memberikan argumen bahwa rentang stakeholders
yang dituju oleh praktek pelaporan sosial dan lingkungan perusahaan akan mengalir langsung
dari alasan filosofi yang mendasari mengapa hal tersebut akan memberikan jaminan dalam
pelaporan sosial dan lingkungan.
Pada bagian berikutnya akan dibahas mengenai tahap ketiga dengan mempertimbangkan
kajian penelitian yang mendemonstrasikan bahwa pada kenyataannnya ada permintaan dari para
stakeholders atas informasi tentang masalah-masalah sosial dan lingkungan. Bagian ini akan
3
mempelajari perspektif teori dalam proses dialog para stakeholders, yang dapat digunakan untuk
mengidentifikasikan masalah para stakeholders entitas tertentu yang memegang tanggungjawab
dan akuntabilitas, dan kemudian apa masalah yang akan dimaksudkan dalam pelaporan sosial
dan lingkungan. Selanjutnya dikuti dengan bagian berikutnya yang membahas mengenai kajian
penelitian yang menyelidiki beberapa masalah-masalah dan proses yang tekait dengan tahap
bagaimana menghasilkan laporan sosial dan lingkungan perusahaan. Termasuk di dalamnya
sebuah analisa mengenai pembatasan atas proses dan praktek pelaporan keuangan konvensional
dalam menangkap dampak sosial dan lingkungan perusahaan, proporsi dan pembatasan atas
pelaporan triple bottom line dalam menyediakan proses dan praktek pelaporan sosial dan
lingkungan yang cocok.
6
lainya adalah apakah tanggungjawab perusahaan hanya terbatas pada saat sekarang saja dan apa
saja implikasinya bagi generasi di masa mendatang. Juga ada masalah terkait jabatan publik yang
mendominasi pengambilan keputusan dalam perusahaan.
Berikut ini adalah beberapa contoh mengenai kepedulian dan tanggungjawab perusahaan
terhadap pihak lain diluar para pemegang saham terkait masalah akuntabilitas perusahaan.
Unilever (2004)
Dalam pernyataan pembuka review laporan tahunan terdapat pernyataan perusahaan yang
meyakini bahwa untuk meraih kesuksesan mengharuskan standar tertinggi perilaku
perusahaan terhadap semua orang yang bekerja bersama mereka, masyarakat yang
bersentuhan dengan perusahaan, dan lingkungan yang ikut tepengaruh oleh perusahaan.
British Communication (2004)
Grup multinasional ini menyatakan dalam laporan CSR perusahaan bahwa konsep
pembangunan berkelanjutan merepresentasikan sebuah dunia baru dimana pertumbuhan
ekonomi memberikan masyarakat yang adil dan inklusif, dan pada saat yang bersamaan
melestarikan lingkungan alam dan sumber daya dunia yang tidak dapat diperbaharui bagi
gernerasi penerus di masa depan.
Sebuah Peternakan Ikan di Skotlandia
Georgekopoulos dan Thomson (2005) memberikan contoh sebuah peternakan ikan di
Skotlandia sebuah institut yang mempraktekkan pertanian organik dan menyatakan bahwa
pergeseran ke produksi organik tidak bermasalah dan relatif tidak mahal. Hal ini bukan
merupakan reaksi untuk memprotes gerakan atau bahwa salmon organik dianggap sebagai
produk yang lebih aman dan sehat. Pergeseran tesebut dipicu oleh prospek harga pasar yang
lebih tinggi dan untuk mengamankan penjualan dalam iklim penurunan harga pasar dan
volume untuk salmon anorganik.
Dukungan Terhadap Pandangan Sempit Tanggungjawab Bisnis
Dari waktu ke waktu banyak orang terkenal yang memberikan pandangan mereka
mengenai tanggungjawab bisnis. Dalam bukunya yang telah banyak dikutip, Capitalism and
Freedom (1962), Milton Friedman menolak pandangan bahwa manajer perusahaan mempunyai
kewajiban moral lebih dari keinginan memaksimalkan keuntungannya. Para pendukung
Friedman cenderung berpendapat bahwa tindakan semua individu adalah didorong oleh
kepentingan individual (self interest) untuk memaksimalkan kemakmuran pribadi, kemudian hal
ini akan memberikan manfaat bagi masyarakat (melalui pertumbuhan ekonomi) karena
kemakmuran dihasilkan oleh kesuksesan yang akan menular pada mereka yang kurang sukses
7
(trickel down theory). Memang teori ini biasanya dianggap pengulangan dari kunci pembenaran
moral sistem kapitalis.
Masalah utama dalam pembenaran moral pada fokus eksklusif dan sempit dalam
memaksimalkan nilai/ kemakmuran pemegang saham ini adalah sedikitnya (bila ada) bukti yang
menunjukkan bahwa hal itu terjadi. Bahkan sejumlah bukti ekonomi justru menunjukkan hal
yang sebaliknya. Sebagai contoh Hutton (1996,172) memberikan bukti bahwa dalam sebagian
besar kondisi ekonomi pasar bebas di Inggris pada tahun 1980an, pendapatan riil dari sepuluh
orang terkaya naik lebih dari 50%, sementara 15% dari penduduk yang miskin mengalami
penurunan pendapatan riil.
Poin lainnya adalah bahwa keuntungan memberikan sebuah pengukuran atas
pendapatan (dividen) masa depan yang mungkin diperoleh bagi satu kelompok stakeholders
yaitu pemegang saham. Dalam mengomentari perusahaan untuk keuntungan yang tinggi
mungkin kita meletakkan kepentingan investor (pemilik) dibawah kepentingan stakeholders lain.
Sangat tidak biasa untuk melihat sebuah laporan dalam tekanan finansial bahwa perusahaan
tertentu menghasilkan sebuah keuntungan dengan peningkatan biaya gaji/ upah. Dalam konteks
ini terdapat implikasi bahwa pendapatan satu stakeholder (pegawai) entah bagaimana buruk
tetapi keuntungan stakeholder lainnya (pemilik modal) adalah bagus.
9
21 yang dianggap sebagai action plan abad 21 dan menempatkan keberlanjutan (sustainability)
sebagai pertimbangan utama pembangunan nasional dan global yang sedang berlansung.
Pada tahun yang sama Uni Eropa (EU) merilis dokumen berjudul Toward Sustainability
sebagai bagian dari Fifth Action Programmenya. Salah satu saran dari program tersebut adalah
agar profesi akuntansi mengambil peran dalam implementasi sistem biaya yang
menginternalisasi beberapa biaya lingkungan. Seperti bahasan sebelumnya dalam akuntansi
keuangan tradisional biasanya mengabaikan biaya dan manfaat lingkungan sosial.
Menindaklanjuti Earth Summit di Rio Janeiro, pada tahun 2002 pertemuan berikutnya
digelar di Johanesburg. Salah satu hasil pertemuan ini adalah peluncuran ketentuan yang direvisi
dari pedoman untuk proses pelaporan dampak sosial dan lingkungan dari operasi sebuah
perusahaan. Pedoman ini dikenal sebagai Sustainability Reporting Guidelines dan dikembangkan
oleh berbagai organisasi dibawah bantuan Global Reporting Initiative (GRI).
Mengidentifikasi stakeholder yang relevan sesuai dengan cabang manajerial teori stakeholder
11
Kelompok-kelompok yang tepat dari stakeholder yang mampu menggunakan kekuatan
ekonomi yang lebih atas sebuah organisasi akan bervariasi dari satu organisasi ke organisasi, dan
juga dapat bervariasi dalam satu organisasi dari waktu ke waktu.
Untuk jenis perusahaan dimana konsumen cenderung untuk memegang kekuasaan
ekonomi yang cukup besar, mereka dapat dengan mudah beralih membeli produk pesaing jika
perusahaan melakukan sesuatu yang tidak mereka setujui. Sebaliknya, untuk pemasok monopoli
dari barang atau jasa penting, konsumen hanya memiliki sedikit kekuatan ekonomi secara
langsung karena mereka tidak akan memiliki alternatif sumber pasokan dan biasanya tidak
mampu menghentikan konsumsi produk atau layanan penting tersebut.
Dalam kasus pemasok monopoli, kebijakan pemerintah atas monopoli biasanya akan
memiliki kekuatan ekonomi yang cukup besar atas perusahaan, sebagai pembuat kebijakan
sering kali memiliki kemampuan untuk menentukan harga yang dibebankan kepada konsumen,
tingkat layanan yang diperlukan dan standar kualitas. Dengan demikian, sudut pandang
stakeholder manajerial akan memprediksi bahwa dalam kasus pemasok monopoli, pengungkapan
pertanggungjawaban akan ditujukan untuk membantu meyakinkan regulator bahwa monopoli
telah dioperasikan sesuai dengan standar ekonomi, sosial dan lingkungan yang dibutuhkan oleh
regulator dan dibutuhkan oleh para politisi yang menunjuk regulator tersebut.
Jadi dari sudut pandang stakeholder manajerial, stakeholder yang kuat secara ekonomi
dimana pandangan dan harapannya akan dipertimbangkan dalam menentukan tanggung jawab
sosial dan lingkungan perusahaan, dan tugas akuntabilitas termasuk dalam tanggung jawab ini,
akan cenderung bervariasi dari konsumen (untuk perusahaan yang menjual produk generik di
pasar yang kompetitif) ke regulator pemerintah (untuk pemasok monopoli produk atau jasa) yang
penting.
Sebagai contoh bagaimana stakeholder yang kuat secara ekonomi dapat bervariasi dari
waktu ke waktu dalam sebuah organisasi tunggal adalah dengan mempertimbangkan perubahan
dalam lingkungan ekonomi makro dimana perusahaan beroperasi. Bagi perusahaan yang
membutuhkan karyawan semi terampil dalan jumlah besar dan layak menjual produknya dalam
pasar kompetitif, konsumen memiliki kekuatan ekonomi yang besar saat resesi ekonomi tetapi
mungkin kehilangan sebagian kekuatannya saat booming ekonomi (ketika permintaan konsumen
tumbuh lebih cepat dari pasokan) sebaliknya tenaga kerja semi terampil dapat menjadi kuat
secara ekonomi selama ledakan ekonomi jika pengangguran jatuh dan umumnya kekurangan
12
pekerja semi terampil muncul. Dalam hal ini stakeholder yang kuat secara ekonomi dimana
pandangan perusahaan akan ditujukan sesuai dengan cabang manajerial dari teori stakeholder
bisa berubah dari konsumen perusahaan ke karyawannya.
Sebuah identifikasi yang lebih luas dari para stakeholder sesuai dengan cabang etika teori
stakeholder
Adanya tanggungjawab perusahaan dan pelaporan berkelanjutan dalam organisasi
dimotivasi oleh pertimbangan etika yang lebih luas untuk mengurangi dampak negatif
(memaksimalkan dampak positif), dimana setiap orang atau entitas yang kemungkinan terkena
dampak dari operasi organisasi merupakan stakeholder. Organisasi bertanggungjawab kepada
siapa operasi mereka bisa berdampak, baik kepada generasi manusia saat ini dan generasi
mendatang (dengan tidak mempedulikan seberapa jauh asal orang-orang tersebut dari
organisasi), juga pada hewan dan unsur alam yang berpotensi terkena dampak operasi organisasi
tersebut.
Berdasarkan teori ini, organisasi memiliki motivasi secara etis untuk memperhitungkan
pandangan dan kebutuhan semua stakeholder (sekarang dan masa depan) kepada siapa operasi
mereka berpotensi berdampak namun dalam prakteknya, pada kebanyakan organisasi yang
operasinya cenderung memiliki beberapa bentuk dampak pada orang, hewan dan unsur alam
lainnya mencoba untuk memperhitungkan semua potensi dampak dan berusaha untuk
berkomunikasi dengan semua orang yang berpotensi terkena dampak adalah hal yang mustahil.
Kemustahilan ini sebagian karena tingginya kompleksitas dan dunia yang saling terkait
maka banyak kegiatan memiliki potensi untuk menyebabkan banyak hal yang tidak diinginkan
dan konsekuensi yang tak terduga (Beck, 1992, 1999). Dimana konsekuensi masa depan dari
tindakan saat ini tidak dapat diduga, sulit untuk membayangkan bagaimana organisasi akan
memasukkannya dalam perhitungan ketika menentukan stakeholder yang terpengaruh (saat ini
dan masa depan) oleh operasi saat ini dan kepada siapa organisasi bertanggung jawab saat ini.
Kemustahilan ini juga sebagian muncul karena, ketika mengkomunikasikan elemen akuntabilitas
adalah hal yang tidak mungkin untuk mengefektifkan kominukasi hari ini dengan banyak elemen
bukan manusia dari alam atau dengan generasi masa depan.
Dengan demikian, meskipun ketika tanggungjawab sosial perusahaan sebuah organisasi
dan pelaporan sosial dan lingkungan dimotivasi oleh etika daripada alasan manajerial, organisasi
13
akan selalu memerlukan untuk mengidentifikasi sebagian dari semua stakeholder yang mungkin
terkena pengaruh dari operasi mereka. Sosial dan lingkungan memerlukan dan mengharapkan
sebagian dari stakeholder ini akan menentukan tanggungjawab sosial dan lingkungan dan
akuntabilitas organisasi, dan pelaporan sosial dan lingkungan dimana menunjukkan tugas dari
akuntabilitas.
Tuntutan stakeholder untuk, dan reaksi terhadap informasi sosial dan lingkungan
Segala bentuk pelaporan publik agar menjadi berguna perlu ada sebuah permintaan
eksternal untuk, atau reaksi terhadap informasi tertentu yang diungkapkan. Deegan dan Rankin
(1997) menunjukkan kemampuan untuk membentuk persepsi melalui laporan tahunan atau
pengungkapan laporan sosial dan lingkungan hanya mungkin jika anggota masyarakat benar-
benar menggunakan informasi yang dilaporkan. Deegan dan Rankin (1997) meneliti masalah
apakah orang benar-benar menggunakan atau mengandalkan informasi kinerja lingkungan yang
15
diberikan dalam laporan tahunan, atau dengan kata lain meskipun jawaban atas pertanyaan untuk
apa akuntabel, setidaknya akuntabel untuk sesuatu. Mereka diminta, dengan cara survei
kuesioner, pandangan pemegang saham; pialang saham dan analis riset; akuntansi akademisi;
perwakilan lembaga keuangan; dan sejumlah organisasi melakukan review umum atau fungsi
pengawasan terkait dengan:
Materialitas isu-isu lingkungan kepada kelompok tertentu dalam masyarakat yang
menggunakan laporan tahunan untuk mendapatkan informasi;
Informasi lingkungan apakah yang dicari dari laporan tahunan; dan
Bagaimana pentingnya informasi lingkungan dalam proses pengambilan keputusan
dibandingkan dengan informasi tanggung jawab sosial lainnya dan informasi tentang kinerja
dan posisi keuangan organisasi.
Deegan dan Rankin (1997) menemukan, pada tingkat yang signifikan secara statistik ,
bahwa pemegang saham dan individu dalam organisasi dengan review atau pengawasan fungsi
(termasuk asosiasi konsumen, kelompok karyawan, asosiasi industri dan kelompok lingkungan)
menganggap bahwa informasi lingkungan adalah material untuk melakukan keputusan tertentu
mereka. Selain itu, pemegang saham, akademisi akuntansi dan individu dari organisasi dengan
review atau pengawasan fungsi juga mencari informasi lingkungan dari laporan tahunan untuk
membantu dalam membuat berbagai keputusan mereka. Laporan tahunan ini dirasakan oleh
keseluruhan kelompok responden secara signifikan lebih penting (pada pertengahan 1990-an)
dibandingkan sumber informasi lain mengenai interaksi organisasi dengan lingkungan. Studi ini
menunjukkan bahwa berbagai kelompok stakeholder dalam masyarakat menuntut informasi
tentang kinerja sosial dan lingkungan organisasi, dengan demikian pada tingkat yang sangat luas
ada isu terus menerus dimana stakeholder memegang organisasi yang bertanggung jawab dan
akuntabel.
Juga untuk menjawab pertanyaan akuntabel untuk apa adalah untuk sesuatu, fokus pada
studi secara sempit ditujukan pada reaksi pasar saham terhadap pengungkapan informasi sosial.
Teori yang mendasari studi ini adalah hipotesis pasar efisien yang menyatakan bahwa isi
informasi dari pengumuman berita jika relevan dengan pasar maka akan segera dan secara tidak
bias tercakup dalam harga saham. Artinya jika item informasi tentang suatu organisasi dapat
dikaitkan dengan perubahan harga saham organisasi tersebut, maka diasumsikan bahwa
informasi penting bagi investor.
16
Berikut ini studi-studi yang meneliti reaksi pasar terhadap pengungkapan yang dibuat
oleh organisasi itu sendiri :
Ingram (1978) dan Anderson dan Frankie (1980) menemukan bahwa pasar tidak bereaksi
terhadap pengungkapan sosial, dengan Ingram menyimpulkan reaksi menjadi fungsi, antara
lain industri yang diikuti organisasi milik dan jenis pengungkapan sosial yang dibuat.
Belkaoui (1976) dan Jaggi dan Freedman (1982) mempelajari reaksi investor untuk
pengungkapan polusi. Belkaoui mengamati reaksi pangsa pasar yang positif untuk
perusahaan yang memberikan bukti prosedur pengendalian polusi yang bertanggung jawab,
dibandingkan dengan perusahaan yang tidak bisa menunjukkan tanggung jawab.
Jaggi dan Freedman (1982) mempelajari dampak pasar pengungkapan polusi dibuat oleh
perusahaan yang beroperasi dalam industri yang sangat berpolusi. Konsisten dengan hasil
Belkaoui itu, Jaggi dan Freedman mengamati reaksi pangsa pasar positif perusahaan-
perusahaan yang bisa menunjukkan kontrol polusi lebih besar.
Shane dan Spicer (1983) melakukan penelitian yang menyelidiki respon pasar terhadap
informasi kinerja lingkungan yang berasal dari sumber di luar perusahaan, khususnya yang
diproduksi oleh organisasi berbasis New York, Dewan Prioritas Ekonomi. Mereka
menemukan bahwa organisasi yang diidentifikasi memiliki peringkat kinerja pengendalian
polusi rendah lebih mungkin untuk memiliki security return negatif yang signifikan pada
hari yang peringkat yang dirilis ke publik dibandingkan dengan organisasi dengan peringkat
kinerja pengendalian polusi lebih tinggi. Shane dan Spicer menganggap bahwa hasilnya
konsisten dengan asumsi bahwa informasi yang dirilis oleh Dewan Prioritas Ekonomi
mengizinkan investor untuk membedakan antara organisasi dengan catatan kinerja
pengendalian polusi yang berbeda.
Lorraine, Collison dan Power (2004) meneliti reaksi harga saham di Inggris untuk publikasi
tentang denda bagi pencemaran lingkungan serta penghargaan tentang prestasi lingkungan
yang baik, selama 5,5 tahun mereka menemukan bahwa ada sedikit reaksi pasar pada hari
denda atau penghargaan diumumkan, namun ada dampak yang signifikan terhadap harga
saham dalam waktu seminggu dari pengumuman itu.
Freedman dan Patten (2004) memukan dimana perusahaan-perusahaan (di AS) menerbitkan
informasi dalam laporan tahunan mereka tentang tingginya tingkat polusi emisi dari pabrik
mereka, reaksi harga saham mereka lebih rendah dari pada perusahaan yang dikenal
mengeluarkan polusi yang tinggi tidak melaporkan hal itu dalam laporan tahunan mereka.
17
Blacconiere dan Patten (1994) meneliti reaksi pasar atas kebocoran kimia Union Carbide di
India pada tahun 1984. Menggunakan 47 sampel perusahaan US, mereka mengamati reaksi
pasar dalam industri signifikan atas kejadian tersebut. Namun perusahaan dengan
pengungkapan lingkungan yang lebih luas dalam laporan tahunan mereka sebelum bencana
mengalami reaksi negatif yang lebih kecil dibandingkan dengan pengungkapan yang kurang
luas.
Dari penelitian diatas, akan terlihat bahwa investor bereaksi terhadap pengungkapan
tanggung jawab sosial organisasi, karena itu jawaban yang luas atas pertanyaan akuntabel untuk
apa adalah akuntabel untuk beberapa tingkat dari praktek dan/atau dampak dari tanggung jawab
sosial.
Selain itu, dalam beberapa tahun terakhir, perbankan dan lembaga asuransi telah menjadi
pengguna utama informasi sosial dan lingkungan, khususnya tentang kinerja lingkungan
organisasi. Di beberapa negara, bank tidak akan memberikan dana untuk organisasi kecuali
informasi tentang kebijakan dan kinerja lingkungan mereka disediakan. Alasannya adalah bahwa
organisasi yang menunjukkan kinerja lingkungan yang buruk dianggap beresiko lebih tinggi
dalam hal kepatuhan terhadap lingkungan dan dalam hal potensi biaya yang berkaitan dengan
perbaikan kerusakan yang ditimbulkan. Selanjutnya, dalam beberapa industri adalah mungkin
bahwa jaminan yang disediakan untuk pinjaman (seperti tanah) mungkin terkontaminasi karena
sistem manajemen lingkungan yang buruk. Beberapa analis juga mengevaluasi kinerja sosial dan
lingkungan perusahaan sebagai bagian dari analisis investasi mereka. Misalnya, Solomon dan
Solomon (2005) menunjukkan semakin pentingnya informasi lingkungan dan sosial untuk
analisis investasi.
19
stakeholder dalam dialog, agar menjadi efektif saluran komunikasi tersebut perlu disesuaikan
dengan perbedaan budaya yang dihadapi antara berbagai kelompok stakeholder.
Perspektif Teoritis Pada Beberapa Prosedur Pelaporan Sosial dan Lingkungan - Tahap
Bagaimana
Karena ada kurangnya regulasi di bidang pelaporan sosial dan lingkungan, serta tidak
adanya kerangka kerja konseptual yang diterima untuk pelaporan sosial dan lingkungan, ada
begitu banyak variasi bagaimana pelaporan ini dilakukan dalam praktek.
22
f. Dalam akuntansi keuangan dan pelaporan, biaya didefinisikan sedemikian rupa untuk
mengecualikan pengakuan setiap dampak pada sumber daya yang tidak dikendalikan oleh
entitas (seperti lingkungan), kecuali denda atau arus kas lainnya yang timbul.
g. Terdapat isu pengukuran. Untuk item yang akan direkam untuk tujuan akuntansi keuangan
itu harus diukur dengan akurasi yang memadai.
Meskipun terdapat kesulitan diatas, ada berbagai pendekatan eksperimental di seluruh
dunia yang bertujuan untuk mengembangkan pendekatan full cost untuk perhitungan laba
dengan menempatkan sebuah 'nilai' ekonomi terhadap dampak sosial dan lingkungan dari
organisasi individu. Beberapa studi akademis juga telah mengembangkan pendekatan teoritis di
daerah ini (misalnya, Bebbington dan Gray, 2001, Gray, 1992). Pendekatan ini merupakan
perkembangan dari akuntansi konvensional. Namun kekurangannya dengan kondisi saat ini
akuntansi keuangan dan pelaporan menunjukkan bahwa akuntansi keuangan dan pelaporan
tampaknya tidak memiliki mekanisme yang cocok untuk menangkap dan melaporkan dampak
sosial dan lingkungan organisasi. Akibatnya, mekanisme lain perlu digunakan untuk memberikan
perhitungan sosial dan lingkungan sesuai dengan stakeholder. Salah satu mekanisme yang luas
yang telah dibahas secara luas di dunia bisnis sebagai cara untuk memberikan keseimbangan
yang diinginkan informasi tentang sosial dan lingkungan, di samping ekonomi, kinerja organisasi
adalah laporan triple bottom line.
23
pelaporan triple bottom line menyediakan jawaban yang sangat luas atas pertanyaan bagaimana
sebuah organisasi harus melaporkan pada konteks sosial, lingkungan dan ekonomi dampak (atau
kinerja).
Brown, Dillard dan Marshall (2005) menyoroti masalah dengan menerapkan model
pelaporan garis triple bottom dalam praktek adalah : pertama, sementara penggunaan metafora
bottom line telah berhasil menarik perhatian manajer untuk masalah dampak sosial dan
lingkungan, metafora ini sangat terbatas sebagai istilah bottom line yang terkesan akan sesuatu
yang dapat diukur dalam satu nomor. Kedua, garis bawah ekonomi umumnya dipahami oleh
kalangan manajer sebagai metrik yang harus dimaksimalkan. Ketiga, jika tidak mungkin untuk
mengadopsi metrik yang memperlakukan setiap bottom line sama, maka gagasan dari pemisahan
tiga bottom line mungkin memberikan kesan bahwa ekonomi, sosial dan lingkungan tidak saling
berhubungan.
Meskipun terdapat kesulitan dengan menerapkan konsep pelaporan triple bottom line
dalam praktek, Gray (2005) berpendapat bahwa hal itu bisa memberikan struktur dimana
organisasi pelopor kemudian dapat menggunakannya untuk membantu mengembangkan
pelaporan berkelanjutan yang inovatif. Oleh karena itu muncul bahwa proses triple bottom line
intinya adalah saat ini tidak membantu dalam memberikan panduan bagi organisasi mengenai
penjelasan tentang bagaimana untuk menghasilkan pelaporan berkelanjutan yang akan menjawab
kebutuhan informasi spesifik stakeholder mereka. Mungkin yang dibutuhkan untuk memberikan
bimbingan yang lebih berguna adalah kerangka kerja konseptual untuk pelaporan sosial dan
lingkungan.
Inisiatif pelaporan global - kerangka kerja konseptual untuk pelaporan sosial dan
lingkungan?
Sebagai upaya untuk menyusun praktek pelaporan terbaik, beberapa badan telah aktif
dalam mengembangkan pedoman untuk pelaporan sosial dan lingkungan. Pada tingkat
internasional, pedoman utama dalam lingkup pelaporan sosial dan lingkungan adalah Global
Reporting Initiatives Sustainable Reporting Guidelines (Sering disebut sebagai GRI).
GRI menyediakan beberapa kategori untuk mengungkapkan informasi kinerja lingkungan,
bersama dengan indikator kinerja terkait. kategori kunci dari pengungkapan berkaitan dengan :
jenis dan jumlah bahan yang digunakan bersama-sama dengan informasi tentang limbah
24
penggunaan energi
penggunaan air
isu keanekaragaman hayati
emisi dan limbah
pemasok terkait isu lingkungan
dampak lingkungan yang signifikan dari barang dan jasa
kepatuhan hukum
dampak lingkungan yang signifikan dari transportasi
total belanja lingkungan
Bagian isi laporan adalah bagian utama dari dokumen dan menjelaskan lima komponen
yang mungkin ditemukan dalam laporan berkelanjutan terdiri dari:
1. Visi dan strategi, menjelaskan strategi organisasi pelaporan yang berkaitan dengan
keberlanjutan, termasuk pernyataan dari CEO
2. Profil, gambaran struktur organisasi pelaporan dan operasi dan ruang lingkup laporan
3. Sistem manajemen dan struktur perusahaan, menjelaskan struktus organisasi, kebijakan dan
sistem manajemen termasuk upaya keterlibatan stakeholder.
4. Daftar isi GRI, tabel yang disediakan oleh organisasi pelapor untuk mengidentifikasi di mana
informasi yang tercantum dalam bagian C dari pedoman GRI yang terletak dalam laporan
organisasi.
5. Indikator kinerja, ukuran dampak atau efek dari organisasi pelapor dibagi menjadi
terintegrasi, indikator kinerja ekonomi, lingkungan dan sosial.
Dari perspektif akuntansi, bahwa informasi secara umum dapat diterima yaitu harus
sebanding jarak waktu dan antara entitas, atribut komparatif juga sesuatu yang telah
dipromosikan dalam pedoman GRI. Karakteristik kualitatif lainnya yang dikembangkan dalam
GRI meliputi: transparansi, inklusivitas, dapat audit, relevan, kelengkapan, konteksnya
berkelanjutan, akurat, netralitas, kehandalan, kejelasan, ketepatan waktu, dan dapat diverifikasi.
26
Dari sudut pandang organisasi, kegiatan seperti audit sosial dilakukan sebagai katalis bagi
organisasi dan penting bagi manajemen senior untuk merangkul nilai-nilai baru. Suatu organisasi
berkelanjutan perlu memastikan audit sosial sesuai harapan masyarakat, dengan demikian audit
sosial akan membuat baik naluri bisnis dalam jangka panjang, dan merupakan sarana untuk
mendapatkan beberapa legitimasi dari stakeholder.
27