Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK (KI2051)

PERCOBAAN 3

PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK:

EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH


SERTA UJI ALKALOID

Nama : Vanodya Sarasvati Trapsilani

NIM : 11214012

Tanggal praktikum : 16 September 2015

Tanggal pengumpulan : 20 September 2015

Nama Asisten : Shendy Arya

NIM Asisten : 10510049

LABORATORIUM KIMIA ORGANIK


PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2015
PEMISAHAN SENYAWA ORGANIK:
EKSTRAKSI DAN ISOLASI KAFEIN DARI DAUN TEH SERTA
UJI ALKALOID
I. Tujuan
1. Menentukan titik leleh kristal kafein setelah ekstraksi kafein dari daun
teh
2. Menentukan kadar rendemen kristal
3. Menentukan Rf masing-masing noda hasil dari proses uji kromatografi
lapis tipis sampel kristal kafein

II. Teori Dasar


Ekstraksi merupakan metode pemisahan yang menggunakan sifat
fisis, yaitu perbedaan kelarutan komponen-komponen dalam larutan,
dengan menggunakan larutan lain sebagai media pemisah. Ekstraksi zat
cair digunakan untuk memisahkan dua zat yang saling bercampur dengan
menggunakan suatu pelarut yang melarutkan salah satu zat dalam
campuran.
Kromatografi adalah suatu teknik analisis yang dapat digunakan
untuk analisis kualitatif, analisis kuantitatif, pemisahan atau isolasi, atau
pun pemurnian. Prinsip dasar kromatografi adalah pemisahan yang
didasarkan atas ditribusi diferensial dua fasa, yaitu fasa diam (stationary
phase) dan fasa geraj (mobile phase). Gerakan fasa gerak ini
mengakibatkan terjadinya migrasi diferensial komponen-komponen dalam
sampel. Fasa diam dapat berupa zat padat atau zat cair yang terikat pada
permukaan padatan (kertas atau suatu absorben), sedangkan fasa gerak
dapat berupa cairan sebagi eluen, pelarut, atau gas pembawa yang inert.
Salah satu contoh jenis kromatografi adalah kromatografi lapis
tipis. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan
campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui
kuantitasnya.

III. Data Pengamatan


1. Ekstraksi Padat atau Cair : Ekstraksi Kafein dari Teh
- Hasil dekantasi =
a. Senyawa yang berada di atas : diklorometana (mengandung
kafein)
b. Senyawa yang berada di bawah : air
- Volume kristal kafein hasil ekstraksi = 50 ml
- Massa kristal kafein hasil ekstraksi = 0,0058 g
- Trayek titik leleh kristal kafein = 200-222oC
2. Uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
a. Elusi dengan eluen etil asetat : metanol = 3:1
- Jarak tempuh sampel = Jarak noda dari batas bawah = 2,6 cm
- Jarak tempuh pelarut = Jarak antar garis = 3,9 cm
b. Elusi dengan eluen kloroform-metanol = 9:1
- Jarak tempuh sampel = 3,6 cm
- Jarak tempuh pelarut = 4 cm

IV. Perhitungan/Pengolah Data

hasil yang diperoleh pada percobaan


%Rendemen/hasil = 100
hasil berdasarkan perhitungan(teoretis )

Rf =

Jarak yang ditempuh sampel Jarak noda dari batas bawah


=
Jarak yang ditempuh pelarut Jarak tempuh pelarut dari batas bawah

%Kesalahan =

nilai dari literaturnilai dari percobaan 100


nilai dariliteratur

0,0058 g
a. %Rendemen/Hasil = 100 =2,32
0,25 g
2,6
b. Rf etil asetat:metanol = =0,67
3,9
3,6
c. Rf kloroform:metanol = =0,9
4

V. Pembahasan
Proses dekantasi pada percobaan ekstraksi kafein dari daun teh
memerlukan waktu yang lebih lama dari seharusnya. Hal ini disebabkan
karena kegagalan ekstraksi pertama. Kegagalan tersebut terjadi karena
pengocokkan yang terlalu kencang yang menyebabkan terbentuknya
emulsi (gelembung-gelembung). Akibat terbentuknya emulsi, dibutuhkan
penambahan diklorometana yang lebih banyak.
Pada penambahan diklorometana pertama sebanyak 20 ml, tidak
terlihat dua fasa yang terpisah setelah dekantasi. Lalu, dilakukan
penambahan sebanyak 10 ml diklorometana dan dilakukan dekantasi,
hasilnya belum terlihat juga. Setelah itu, dilakukan penambahan ketiga
diklorometana sebanyak 20 ml. Dekantasi setelah penambahan
diklorometana yang ketiga memperlihatkan terpisahnya dua fasa, tetapi
masih belum terlihat jelas. Kemudian, karena dekantasi untuk ekstraksi
pertama gagal, dilakukan penambahan keempat sebanyak 30 ml
diklorometana untuk ekstraksi kedua. Penambahan keempat sudah
memperlihatkan dengan jelas pemisahan dua fasa tersebut.
Setelah dilakukan dekantasi, diperoleh dua fasa, yaitu fasa
diklorometana dan fasa air. Fasa diklorometana berada di atas dan fasa air
berada di bawah. Untuk mengekstraksi, larutan yang diambil adalah fasa
diklorometana, sedangkan air dibuang. Hal ini disebabkan oleh sifat
kelarutan kafein. Kafein merupakan senyawa organik yang berarti senyawa
non polar. Senyawa non polar akan lebih larut dalam senyawa non polar.
Karena itu, kafein larut dalam diklorometana yang merupakan pelarut non
polar.
Ekstrak diklorometana yang didapat adalah sebesar 50 ml.
Kemudian, ekstrak diberi kalsium klorida anhidrat sebagai penyerap H2O
yang masih mungkin terdapat dalam ekstrak. Kemudian, dilakukan
penyaringan ekstrak, lalu dilakukan distilasi. Setelah distilasi, diperoleh
kristal putih kehijauan. Kristal tersebut ditimbang dan menunjukkan berat
sebesar 0,0058 g. Dari data referensi, seharusnya diperoleh kristal
sebanyak 0,25 g. Beberapa faktor yang menyebabkan berat kristal hasil
percobaan dengan data referensi berbeda jauh adalah penambahan
diklorometana yang sangat banyak dan pada saat ekstraksi ada
diklorometana yang mungkin terbawa air, serta adanya kandungan air
dalam kristal yang lebih cepat menguap pada saat distilasi. Faktor-faktor
tersebut juga berpengaruh pada titik leleh yang didapatkan. Titik leleh
akan lebih rendah dari data referensi yang seharusnya apabila masih
terdapat air. Sehingga yang terlihat saat analisis titik leleh bukan titik leleh
kafein, melainkan titik didih air.
Setelah itu, dilakukan uji KLT. Sampel kristal kafein diteteskan
dengan sedikit diklorometana. Lalu, larutan sampel tersebut ditotolkan
beberapa kali di atas pelat silika pada batas atas dan batas bawah pelat.
Setelah itu, dilakukan elusi KLT sampai batas atas pelat dengan
menggunakan eluen etil asetat-metanol = 3:1 (pelat 1) dan eluen
kloroform-metanol = 9:1 (pelat 2). Lalu, pelat dikeluarkan dan
dikeringkan. Kemudian, dilakukan penentuan titik noda dengan
meletakkan pelat KLT dibawah sinar UV. Dari pengamatan dibawah sinar
UV, terlihat adanya titik satu noda.
Dari proses penentuan titik noda, didapatkan jarak titik noda pada
pelat 1 dan pelat 2. Jarak tempuh sampel diukur dari batas bawah pelat ke
titik noda tersebut. Lalu, dilakukan perhitungan nilai Rf berdasarkan data
yang diperoleh. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa Rf kafein di pelat
1 adalah 0,67 dan Rf kafein di pelat 2 adalah 0,9. Hal ini menunjukkan
bahwa kafein memiliki sifat non polar karena Rf kafein pada eluen
kloroform yang bersifat non polar lebih tinggi daripada Rf kafein pada
eluen asetat yang memiliki sifat lebih polar. Semakin besar jarak tempuh
noda atau semakin mendekati batas atas pelat, semakin non polar senyawa
tersebut. Namun, keduanya juga menunjukkan sifat non polar dari kafein
karena dipengaruhi oleh silika yang ada pada pelat tersebut. Silika
merupakan senyawa non polar. Jika silika berikatan dengan kafein, akan
terbentuk ikatan yang lemah.

VI. Simpulan
1. Titik leleh kristal kafein = 200-222oC
2. %Rendemen/Hasil = 2,32 %
3. Rf kafein dengan eluen etil asetat-metanol = 3:1 = 0,67
4. Rf kafein dengan eluen kloroform-metanol = 9:1 = 0,9

VII. Daftar Pustaka


Leonard, John, Lygo, Barry, Procter, Garry. 2013. Advance Practical
Organic Chemistry Third Edition. Taylor & Francis Group
Oxtoby, David W., P., Gillis H., Nachtrieb, Norman H., Akhmadi, Suminar
Setiati. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern Edisi Keempat Jilid 1.
Jakarta: Erlangga. Hlm. 340-344
Sanagi, Mohd Marsin. 2001. Teknik Pemisahan dalam Analisis Kimia.
Malaysia: Universiti Teknologi Malaysia.
Underwood, A. L., Sopyan, Iis, Wibi, Hilarius H., Simarmata, Lemeda.
2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi Keenam. Jakarta : Erlangga

Anda mungkin juga menyukai