Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

ABORTUS

Disusun oleh:

Vanodya Sarasvati Trapsilani

130110160196

Pembimbing :

Dr. dr. Adhi Pribadi, SpOG(K)

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2020
ABORTUS

1.1 Definisi

Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi secara spontan atau diinduksi

sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Setiap organisasi memiliki

definisi viabilitas fetus dan abortus yang berbeda. National Center for Health

Statistics, Centers for Disease Control and Prevention (CDC), dan WHO

mendefinisikan abortus sebagai berhentinya kehamilan atau keluarnya hasil

konsepsi sebelum usia kehamilan 20 minggu atau bayi dilahirkan dengan berat

badan kurang dari 500 gram.

1.2 Klasifikasi

Berdasarkan waktu, abortus dapat diklasifikasikan menjadi abortus dini dan

abortus lanjut. Abortus dini didefinisikan sebagai abortus yang terjadi hingga

usia kehamilan kurang dari 12 minggu. Sedangkan, abortus lanjut terjadi pada

trimester kedua.

Berdasarkan kejadiannya, abortus dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu

abortus spontan dan buatan. Abortus spontan atau keguguran adalah keluarnya

hasil konsepsi baik tanpa intervensi medis maupun mekanis. Abortus spontan

diklasifikasikan menjadi abortus iminens, insipiens, komplit, inkomplit,

habitualis, dan febrilis/septik. Sementara itu, abortus buatan atau abortus

provocatus adalah abortus yang terjadi akibat adanya intervensi baik medis
maupun mekanis. Abortus buatan dibagi menjadi abortus buatan menurut

kaidah ilmu (abortus provocatus artificialis/abortus therapeuticus) dan abortus

buatan kriminalis (abortus provocatus kriminalis). Abortus provocatus

artifisialis terjadi sesuai indikasi medis untuk kepentingan ibu dan tindakan

tersebut diputuskan oleh tim ahli. Sementara itu, abortus provocatus criminalis

merupakan pengguguran kehamilan tanpa alasan medis yang sah, dilarang

oleh hukum, atau dilakukan oleh pihak yang tidak berwenang.

1.3 Angka Kejadian

Di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, angka kejadian abortus

berkisar 18-19% dari semua kehamilan. Mayoritas adalah abortus dini.

Sementara itu, angka kejadian abortus lanjut mencapai sekitar 4% dan 5%

abortus terjadi setelah bunyi jantung janin teridentifikasi.

1.4 Etiologi

Abortus didahului dengan kematian janin yang dapat disebabkan oleh

gabungan berbagai faktor:

1.4.1 Faktor Janin

Sebanyak 50% abortus merupakan euploid abortion yang membawa

komplemen kromosom normal sedangkan 50% sisanya mengalami

abnormalitas pada kromosomnya. Abnormalitas kromosom merupakan

penyebab yang paling sering ditemukan pada abortus di trimester

pertama, tepatnya di usia kehamilan 8 minggu. Sekitar 95% disebabkan


oleh kesalahan gametogenesis maternal dan 5% akibat kesalahan

paternal. Abnormalitas yang sering ditemukan adalah trisomi (50-60%),

monosomi X (9-13%), dan triploidi (11-12%).

Trisomi kromosom 13, 16, 18, 21, dan 22 paling umum ditemukan.

Pada salah satu penelitian, ditemukan bahwa trisomy 16 adalah salah

satu faktor yang meningkatkan kejadian blighted ovum (telur kosong).

Monosomi X (45,X), seperti sindrom Turner merupakan salah satu

penyebab abortus.

Triploidi berhubungan dengan degenerasi hidrofik atau plasenta

mola. Janin di dalam mola hidatidiform parsial sering menyebabkan

abortus dini.

1.4.2 Faktor Maternal

Maternal berperan utama dalam terjadinya abortus euploid. Puncak

terjadinya abortus euploid adalah saat memasuki usia kehamilan 13

minggu atau awal trimester kedua. Insidensi abortus euploid meningkat

pesat pada usia maternal lebih dari 35 tahun:

1.4.2.1 Infeksi

Infeksi merupakan penyebab terjadinya abortus pada akhir

trimester pertama atau awal trimester kedua. Beberapa virus,

bakteri, dan parasit dapat menginfeksi unit fetoplasenta melalui

aliran darah. Sedangkan agen infeksi lainnya dapat menginfeksi


secara lokal melalui infeksi atau kolonisasi dari area genital atau

saluran kencing. Contoh agen infeksi di antaranya:

a. Virus: rubella, virus herpes simpleks, sitomegalovirus

b. Bakteri: S. typhi

c. Parasit: Toxoplasma gondii.

1.4.2.2 Penyakit/Gangguan Medis

Risiko abortus meningkat pada ibu dengan diabetes mellitus yang

tidak terkontrol, obesitas, gangguan tiroid, dan systemic lupus

erythematosus (SLE). Kelainan fungsi koagulasi darah juga dapat

meningkatkan risiko keguguran.

1.4.2.3 Kanker

Ibu dengan kanker yang menjalani radioterapi abdominopelvik

atau kemoterapi dapat berisiko tinggi mengalami keguguran.

1.4.2.4 Faktor Imunologis

a. Ketidakcocokan (inkompatibilitas) sistem HLA

b. SLE

1.4.2.5 Defek Anatomis

a. Uterus didelfis

b. Inkompetensia serviks

c. Sinekhiae uteri karena sindrom Asherman

1.4.2.6 Prosedur Operasi

Trauma akibat pembedahan seperti pengangkatan ovarium yang

mengandung korpus luteum graviditatum sebelum minggu ke-10


dan pembedahan intraabdominal dapat menyebabkan keguguran.

Namun, trauma akibat pembedahan merupakan salah satu

penyebab keguguran yang jarang terjadi.

1.4.2.7 Nutrisi

Pada salah satu penelitian di Serbia, ditemukan bahwa kadar

tembaga, prostaglandin E2, dan ensim anti-oksidan yang rendah

mendukung terjadinya blighted ovum. Risiko keguguran dapat

menurun pada wanita yang mengonsumsi buah, sayur, minyak

nabati, dan ikan. Selain itu, obesitas dapat meningkatkan risiko

keguguran.

1.4.2.8 Konsumsi Alkohol

Ibu hamil yang mengonsumsi alkohol secara regular atau

konsumsi yang berlebihan dapat meningkatkan risiko keguguran.

1.4.3 Faktor Paternal

Risiko abortus meningkat seiring dengan peningkatan usia paternal.

Risiko cenderung lebih rendah sebelum memasuki usia 25 tahun dan

secara progresif meningkat setiap 5 tahun. Penyebabnya diduga berasal

dari adanya abnormalitas kromosom spermatozoa.


1.4.4 Faktor Eksternal

1.4.4.1 Radiasi

Risiko keguguram meningkat bila terpapar oleh X-ray. Dosis 1-

10 Rad dapat merusak janin berusia 9 minggu. Pada dosis yang

lebih tinggi, keguguran dapat terjadi.

1.4.4.2 Obat

Obat-obat seperti antagonis folat, antikoagulan, dll. Penggunaan

obat sebaiknya dihindari pada usia kehamilan kurang dari 16

minggu kecuali terbukti tidak membahayakan janin atau terdapat

indikasi penyakit ibu yang parah.

1.4.4.3 Zat Kimiawi

Paparan bahan yang mengandung arsen dan benzena selama

kehamilan dapat meningkatkan risiko keguguran.

1.5 Patogenesis

Abortus spontan umumnya terjadi segera setelah kematian janin, maksimal 2

minggu sebelum terjadi perdarahan. Setelah terjadi kematian janin, akan

terjadi perdarahan di desidua basalis. Daerah implantasi akan mengalami

nekrosis dan infiltrasi sel-sel peradangan akut. Proses tersebut menstimulasi

kontraksi uterus yang kemudian mendorong hasil konsepsi keluar (ekspulsi)

dan menyebabkan perdarahan pervaginam.


Pengeluaran hasil konsepsi terjadi melalui 4 cara:

a. Kantung korion keluar pada kehamilan yang sangat dini, meninggalkan

sisa desidua;

b. Kantung amnion dan isinya (janin) didorong keluar, meninggalkan korion

dan desidua;

c. Pecah amnion disertai putusnya tali pusat dan pendorongan janin keluar,

tetapi sisa amnion dan korion tetap tertinggal (hanya janin yang

dikeluarkan);

d. Seluruh janin dan desidua yang melekat didorong keluar secara utuh.

Sebelum usia kehamilan 10 minggu, seluruh hasil konsepsi biasanya

keluar dengan lengkap karena vili korialis belum menanamkan diri dengan

erat ke dalam desidua. Pada saat memasuki usia kehamilan 10-12 minggu,

korion tumbuh cepat dan hubungan antara vili korialis dengan desidua makin

erat, sehingga abortus pada usia kehamilan tersebut sering menyisakan

plasenta. Sebagian besar abortus tidak mengeluarkan seluruh hasil konsepsi,

sehingga perlu dilakukan tindakan kuretase untuk membersihkan uterus dari

sisa hasil konsepsi. Tindakan tersebut bertujuan untuk mencegah perdarahan

atau infeksi akibat sisa konsepsi yang tertinggal di dalam rahim.

Terdapat bentuk-bentuk abortus yang istimewa, yaitu blighted ovum,

mola kruenta, mola karnosa, mola tuberosa, foetus compressus, dan foetus

papyraceus. Gambaran khas dari blighted ovum adalah terdapatnya kantong

amnion berisi cairan ketuban namun tidak ditemukan elemen embrio. Abortus

yang berlangsung lambat mengakibatkan terbentuknya bekuan darah pada


daerah implantasi atau disebut dengan mola kruenta. Bekuan darah tersebut

dapat mengeras dengan konsistensi seperti daging atau disebut dengan mola

karnosa. Mola tuberosa adalah kondisi dimana telur memperlihatkan benjolan

akibat hematoma di antara amnion dan korion. Sementara itu, pada janin yang

masih sangat kecil, janin dapat diabsorpsi dan hilang. Namun, bila janin sudah

agak besar, cairan amnion akan diabsorpsi hingga janin tertekan (foetus

compressus). Janin tersebut dapat mengering dan mengalami mumifikasi atau

disebut dengan foetus papyraceus.

1.6 Gambaran Klinis

Setiap tipe abortus menunjukan gambaran klinis yang berbeda berdasarkan

perdarahan, nyeri perut, ukuran uterus, terbuka atau tertutupnya ostium uteri,

dan gejala khasnya seperti pada Gambar 1.1. Pada anamnesis, perlu

ditanyakan tanggal hari pertama haid terakhir (HPHT) untuk menaksir usia

kehamilan. Kemudian, banyaknya perdarahan dan nyeri perut juga dapat

diidentifikasi melalui anamnesis. Pemeriksaan in spekulo dapat dilakukan

untuk mengidentifikasi terbuka/tertutupnya ostium uteri. Pada pemeriksaan

penunjang berupa USG dapat ditemukan:

a. Buah kehamilan intrauterin masih utuh, terdapat atau tidak tampak tanda

kehidupan janin.

b. Meragukan (kantong kehamilan masih utuh, namun pulsasi jantung janin

belum jelas)

c. Buah kehamilan tidak baik: janin mati

d. Sisa jaringan
Gambar 1.1. Gambaran Klinis Abortus

1.7 Kriteria Diagnosis

1.7.1 Abortus Iminens

Abortus mengancam, ditandai oleh perdarahan bercah dari jalan lahir,

dapat disertai nyeri perut bawah yang ringan, hasil konsepsi masih

mungkin berlanjut atau dipertahankan.

1.7.2 Abortus Insipiens

Abortus sedang berlangsung, ditandai oleh perdarahan ringan atau

sedang disertai kontraksi rahim dan akan berakhir sebagai abortus

komplit atau inkomplit.


1.7.3 Abortus Inkomplit

Sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui kanalis servikalis dan masih

terdapat sisa konsepsi dalam rongga rahim.

1.7.4 Abortus Komplit

Seluruh hasil konsepsi telah keluar dari rongga rahim melalui kanalis

servikalis secara lengkap.

1.7.5 Abortus Tertunda

Tertahannya (retensi) hasil konsepsi yang telah mati dalam rahim selama

8 minggu atau lebih.

1.7.6 Abortus Habitualis

Abortus spontan yang berlangsung berturut-turut sebanyak 3 kali atau

lebih.

1.7.7 Abortus Febrilis

Abortus disertai infeksi, biasanya ditandai rasa nyeri dan febris.

1.8 Tatalaksana Umum

a. Nilai keadaan umum ibu (tanda-tanda vital)

b. Evaluasi tanda-tanda syok (akral dingin, tampak pucat, takikardi, tekanan

darah sistolik <90 mmHg)

- Jika terdapat syok, lakukan tatalaksana awal syok

- Jika tidak terlihat tanda-tanda syok, tetap pikirkan kemungkinan

tersebut saat penolong melakukan evaluasi mengenai kondisi ibu

karena kondisinya dapat memburuk dengan cepat.


c. Beri dukungan emosional dan konseling kontrasepsi paska keguguran

d. Lakukan tatalaksana selanjutnya sesuai jenis abortus

1.9 Tatalaksana Khusus

1.9.1 Abortus Iminens

Bila kehamilan utuh, terdapat tanda kehidupan janin:

a. Rawat jalan

b. Tidak perlu pengobatan khusus

c. Jangan melakukan aktivitas fisik berlebihan atau hubungan seksual

d. Jika perdarahan berhenti: pantau kondisi ibu selanjutnya pada

pemeriksaan antenatal (kadar Hb dan USG panggul serial setiap 4

minggu). Nilai ulang bila perdarahan terjadi lagi.

e. Jika perdarahan tidak berhenti: nilai kondisi janin dengan USG 1

minggu kemudian. Nilai kemungkinan adanya penyebab lain.

Jika hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1-2 minggu

kemudian.

Jika hasil USG tidak baik: lakukan evakuasi tergantung umur

kehamilan.

1.9.2 Abortus Insipiens

a. Lakukan konseling untuk menjelaskan kemungkinan risiko dan

rasa tidak nyaman selama tindakan evakuasi, serta memberikan

informasi mengenai kontrasepsi pasca keguguran.

b. Evakuasi

c. Uterotonik pasca evakuasi


d. Antibiotik selama 3 hari

1.9.3 Abortus Inkomplit

a. Jika Hb < 8gr%, lakukan transfuse

b. Evakuasi (digital atau kuretase)

c. Uterotonik: metil ergometrin tablet 3 x 0,125 mg

d. Antibiotik spektrum luas selama 3 hari

1.9.4 Abortus Komplit

a. Tidak perlu evakuasi

b. Lakukan konseling untuk memberikan dukungan emosional dan

menawarkan kontrasepsi pasca keguguran

c. Uterotonik

d. Antibiotik spektrum luas selama 3 hari

1.9.5 Abortus Tertunda

a. Evakuasi: pada umumnya kanalis servikalis dalam keadaan

tertutup, sehingga perlu tindakan dilatasi; hati-hati karena pada

keadaan ini biasanya plasenta melekat sangat erat sehingga

prosedur kuretase lebih sulit dan dapat berisiko tidak

bersih/perdarahan pasca kuretase.

b. Uterotonik pasca evakuasi

c. Antibiotik spektrum luas selama 3 hari

1.9.6 Abortus Septik

a. Posisi Fowler
b. Antibiotik yang adekuat (berspektrum luas, aerob, dan anaerob)

dilanjutkan dengan tindakan kuretase.

c. Uterotonik: metil ergometrin 0,2 mg IM

d. Kuretase untuk mengevakuasi sisa jaringan dilakukan setelah 6 jam

pemberian antibiotik dan uterotonik parenteral.

Cara
Antibiotik Dosis
Pemberian
Sulbenicillin 3x1g
Gentamisin 2 x 80 mg
Metronidazol 2x1g
IV
Seftriakson 1x2g
Amoksisilin + Asam Klavulanik 3 x 500 mg
Klindamisin 3 x 600 mg
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY.
Williams Obstetrics. 25th Ed: McGrawHill Medical. USA. 2018, 755-759
2. Chaudhry K, Nichols CJ, Siccardi MA. Blighted Ovum (Anembryonic
Pregnancy) [Updated 2020 Jan 25]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2020 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499938/
3. Tim Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. Obstetri Patologi: Ilmu
Kesehatan Reproduksi. Ed. 3: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
2012, 2-11.
4. POGI. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran: Abortus. 2014, 1-10.

Anda mungkin juga menyukai