Anda di halaman 1dari 29

Case Report Session

GLAUKOMA ABSOLUT

Oleh:

DEFRI

1110070100051

Preseptor:

dr. Romi Yusardi, Sp.M

SMF ILMU PENYAKIT MATA

RUMAH SAKIT ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


BAITURRAHMAH

2017

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena berkat berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan tugas referat yang berjudul Glaukoma Absolut
yang merupakan syarat untuk mengikuti ujian Kepanitraan Klinik Senior (KKS)
Ilmu Penyakit Mata di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi.

Terima kasih kami sampaikan kepada dr. Romi Yusardi, Sp. M selaku
pembimbing, serta berbagai pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan case ini.

Akhir kata semoga case ini bisa berguna dan menambah ilmu bagi pembaca
dan mohon maaf apabila dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Penulis menerima saran dan kritik yang membangun guna
sempurnanya case ini. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih dan
selamat membaca.

Bukittinggi, Desember 2017

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan,
yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma.
Glaukoma ditandai oleh meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh
pencekungan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang (Surya, 2010).
Glaukoma merupakan kelompok penyakit neurooptik yang biasanya
memiliki satu gambaran berupa kerusakan nervus optikus yang bersifat
progresif yang disebabkan karena peningkatan tekanan intraokular,
ditandai dengan kelainan atau atrofi papil n e r v u s o p t i k u s y a n g k h a s ,
a d a n y a e k s k a v a s i g l a u k o m a t o s a , s e r t a gangguan lapang pandang
dan kebutaan. Glaukoma biasanya menimbulkan gangguan pada lapang
pandang perifer pada tahap awal dan kemudian akan mengganggu penglihatan
sentral. Glaukoma ini dapat tidak bergejala karena kerusakan terjadi lambat dan
tersamar. Glaukoma dapat dikendalikan jika dapat terdeteksi secara dini (Pertiwi;
Friyeko, 2010).
Berdasarkan etiologi, glaukoma dibagi menjadi 4 bagian;
glaukoma primer, glaukoma kongenital, glaukoma sekunder dan glaukoma absolut
sedangkan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intraokular
glaukoma dibagi menjadi dua, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup (Vaughan, 2007). D a r i s e m u a j e n i s g l a u k o m a d i a t a s ,
glaukoma absolut merupakan hasil atau stadium akhir semua
glaukoma yang tidak terkontrol, yaitu dengan kebutaan total dan bola mata nyeri
(Irianto, 2011).
World Health Organization menyatakan bahwa glaukoma merupakan
penyebab kebutaan ketiga di dunia setelah katarak dan trakoma. Analisa yang
telah dilakukan organisasi kesehatan dunia ini memperkirakan terdapat 104,5 juta
penduduk dunia dengan glaukoma, diperkirakan prevalensi kebutaannya untuk
semua tipe glaukoma mencapai 5,2 juta penderita per tahun. Jumlah penderita

3
glaukoma di Indonesia diperkirakan sekitar 0,2% dari populasi dan merupakan
penyebab kebutaan mata nomor dua di Indonesia setelah katarak (Pikiran Rakyat,
2002).

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Glaukoma


Glaukoma merupakan penyakit yang ditandai dengan neuropati saraf optik
dan defek lapangan pandang yang seringkali disebabkan karena peningkatan
tekanan intraokuler. Glaukoma dapat mengganggu fungsi penglihatan dan bahkan
pada akhirnya dapat mengakibatkan kebutaan. Glaukoma merupakan penyakit
yang tidak dapat dicegah namun bila diketahui secara dini dan dikendalikan maka
glaukoma dapat diatasi untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Penemuan dan
pengobatan sebelum terjadinya gangguan penglihatan adalah cara terbaik untuk
mengontrol glaukoma. Glaukoma dapat bersifat akut dengan gejala yang nyata
dan bersifat kronik yang hampir tidak menunjukkan gejala (Wulansari, 2007).

Gambar 2.1. Lapangan pandang normal dan glaukoma

2.2 Epidemologi Glaukoma


Diseluruh dunia, glaukoma dianggap sebagai penyebab kebutaan yang
tertinggi, 2% penduduk berusia lebih dari 40 tahun menderita glaukoma.
Glaukoma dapat juga didapatkan pada usia 20 tahun, meskipun jarang. Pria lebih
banyak diserang daripadawanita (Vaughan, 2007).

5
Di seluruh dunia, kebutaan menempati urutan ketiga sebagai ancaman
yang menakutkan setelah kanker dan penyakit jantung koroner (Pertiwi; Friyeko,
2010). Di Amerika Serikat, kira-kira 2 juta orang pada usia 40 tahun dan yang
lebih tua mengidap glaukoma, sebanyak 120.000 adalah buta disebabkan penyakit
ini. Banyaknya Orang Amerika yang terserang glaukoma diperkirakan akan
meningkatkan sekitar 3.3 juta pada tahun 2020. Tiap tahun, ada lebih dari 300.000
kasus glaukoma yang baru dan kira-kira 5400 orang-orangmenderita kebutaan.
Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus padaorang Kaukasia.
Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang Burmadan
Vietnam di Asia Tenggara. Glaukoma pada orang kulit hitam, lima belas kali lebih
menyebabkan kebutaan dibandingkan orang kulit putih (Vaughan, 2007; AHAF,
2010).
Diketahui bahwa angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat
pertama untuk kawasan Asia Tenggara. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO),
angka kebutaan di Indonesia mencapai 1,5% atau sekitar 3 juta orang. Persentase
itu melampaui negara Asia lainnya seperti Bangladesh dengan 1%, India 0,7% dan
Thailand 0,3% ( Pertiwi; Friyeko, 2010). Menurut Survei Kesehatan Indera
Penglihatan dan Pendengaran tahun 1993-1996, kebutaan tersebut disebabkan
oleh katarak (0,78%), glaukoma (0,2%), kelainan refraksi (0,14%) dan penyakit
lain yang berhubungan dengan usia lanjut (0,38%)
Hasil Penelitian RS. Cipto Mangunkusomo, Jakarta tahun 1998-1999 di
dapatkan data:
1.Glaukoma Primer Sudut terbuka................... 94 orang
2.Glaukoma Primer Sudut tertutup................. 121 orang
3.Glaukoma Juvenil dan Infantil.............. 21 orang
4 . Glaukoma Sekunder .......................... 81 orang
( Pertiwi; Friyeko, 2010)
Glaukoma akan lebih sering ditemukan pada ( Pertiwi; Friyeko S, 2010):
1. Tekanan intarokuler yang tinggi

6
Tekanan intraokulera/bola mata di atas 21 mmHg berisiko tinggi terkena
glaukoma. Meskipun untuk sebagian individu, tekanan bola mata yang lebih
rendah sudah dapat merusak saraf optik.
2. Umur
Risiko glaukoma bertambah tinggi dengan bertambahnya usia. Terdapat 2% dari
populasi 40 tahun yang terkena glaukoma
3. Riwayat glaukoma dalam keluarga
Glaukoma jenis tertentu, anggota keluarga penderita galukoma mempunyai risiko
6 kali lebih besar untuk terkena glaukoma. Risiko terbesar adalah kakak-beradik
kemudian hubungan orang tua dan anak-anak.
4.Obat-obatan
Pemakaian steroid secara rutin, misalnya pemakaian tetes mata yang mengandung
steroid yang tidak terkontrol dapat menginduksi terjdinya glaukoma
5.Riwayat trauma pada mata
6.Riwayat penyakit lain
Riwayat penyakit Diabetes, Hipertensi
7. Di Amerika terdapat lebih banyak pada masyarakat kulit berwarna.
Adapun beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada kerusakan
glaukoma (Surya, 2010):
-Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah kerusakan
-Tekanan darah rendah atau tinggi
-Fenomena autoimun
-Degenasi primer sel-sel ganglion
-Usia di atas 40 tahun
-Miopia berbakat untuk menjadi glaukoma sudut terbuka
-Himetropia berbakat untuk terjadinya glaukoma sudut tertutup
-Pasca bedah dengan hifema atau infeksi

2.3 Patogenesis Glaukoma


Setiap hari mata memproduksi sekitar 1 sdt humor aquos yang menyuplai
makanan dan oksigen untuk kornea dan lensa dan membawa produk sisa keluar

7
dari mata melalui anyaman trabekulum ke Canalis Schlemm ( Pertiwi; Friyeko S,
2010).
Pada keadaan normal tekanan intraokular ditentukan oleh derajat produksi
cairanmata oleh epitel badan siliar dan hambatan pengeluaran cairan mata dari
bola mata. Padaglaukoma tekanan intraokular berperan penting oleh karena itu
dinamika tekanannya diperlukan sekali. Dinamika ini saling berhubungan antara
tekanan, tegangan dan regangan ( Pertiwi; Friyeko S, 2010).
1. Tekanan
Tekanan hidrostatik akan mengenai dinding struktur (pada mata berupa dinding
korneosklera). Hal ini akan menyebabkan rusaknya neuron apabila penekan pada
sklera tidak benar.
2. Tegangan
Tegangan mempunyai hubungan antara tekanan dan kekebalan. Tegangan yang
rendah dan ketebalan yang relatif besar dibandingkan faktor yang sama pada
papiloptik ketimbang sklera. Mata yang tekanan intraokularnya berangsur-angsur
naik dapat mengalami robekan dibawah otot rektus lateral.
3. Regangan
Regangan dapat mengakibatkan kerusakan dan mengakibatkan nyeri. Tingginya tekanan
intraokuler tergantung pada besarnya produksi aquoeus humor oleh badan siliar dan
pengaliran keluarnya. Besarnya aliran keluar aquoeus humor melalui sudut bilik mata
depan juga tergantung pada keadaan sudut bilik mata depan, keadaan jalinan
trabekulum, keadaan kanal Schlemm dan keadaan tekanan vena episklera ( Pertiwi;
Friyeko S, 2010).

Tekanan intraokuler dianggap normal bila kurang daripada 20 mmHg


pada pemeriksaan dengan tonometer aplanasi. Pada tekanan lebih tinggi dari 20
mmHg yang juga disebut hipertensi oculi dapat dicurigai adanya glaukoma. Bila
tekanan lebih dari 25mmHg pasien menderita glaukoma (tonometer Schiotz ).
(Vaughan, 2007) (Ames et al, 2006).
Mekanisme utama penurunan penglihatan pada glaukoma adalah atrofi sel
ganglion difus, yang menyebabkan penipisan lapisan serat saraf dan inti bagian
dalam retina dan berkurangnya akson di saraf optikus. Iris dan korpus siliar juga

8
menjadi atrofi, dan prosesus siliaris memperlihatkan degenerasi hialin (Vaughan,
2007).
Diskus optikus menjadi atrofi disertai pembesaran cekungan optikus
diduga disebabkan oleh gangguan pendarahan pada papil yang menyebabkan
degenerasi berkas serabut saraf pada papil saraf optik (gangguan terjadi pada
cabang-cabang sirkulus Zinn-Haller), diduga gangguan ini disebabkan oleh
peninggian tekanan intraokuler. Tekanan intraokuler yang tinggi secara mekanik
menekan papil saraf optik yang merupakan tempat dengan daya tahan paling
lemah pada bola mata. Bagian tepi papil saraf optik relatif lebih kuat daripada
bagian tengah sehingga terjadi cekungan pada papil saraf optik.Serabut atau sel
syaraf ini sangat tipis dengan diameter kira-kira 1/20.000 inci. Bila tekanan bola
mata naik serabut syaraf ini akan tertekan dan rusak serta mati. Kematian sel
tersebut akan mengakibatkan hilangnya penglihatan yang permanen (Vaughan,
2007; Ames et al, 2006).

9
Gambar 2.2 Aliran Humor Aquos (Oktariana, 2009)
Keterangan gambar:
Normal dan abnormal aliran humor aquos :
a. Aliran normal melalui anyaman trabekula (panah besar) dan rute uveasklera
(panah kecil) dan anatomi yang berhubungan. Kebanyakan aliran humor aquos
melewati anyaman trabekula. Setiap rute dialirkan ke sirkulasi vena mata.

10
b. Pada glaukoma sudut terbuka, aliran humor aquos melalui rute ini terhalang.
c. Pada glakuoma sudut tertutup, posisi abnormal iris sehingga memblok aliran
humor aquos melewati sudut bilik mata depan (iridocorneal)

2.4 Klasifikasi Glaukoma


Terdapat beberapa macam pembagian glaukoma yakni berdasarkan kondisi
anatomi sudut pada kamera okuli anterior, penyebab, dan visus penderitanya.
Pembagian berdasarkan kondisi anatomi terbagi menjadi sudut terbuka dan sudut
tertutup. Sudut terbuka atau yang lebih dikenal dengan Open Angle Galucoma
yakni glaukoma dengan sudut COA dalam umumnya terjadi secara kronis. Sudut
tertutup yakni glaukoma yang terjadi pada mata dengan sudut COA dangkal,
umumnya terjadi serangan akut pada glaukoma dengan sudut tertutup. Namun
apabila tidak diobati berkembang menjadi glaukoma kronis (Ilyas, 2011; Vaughan,
2007; Wong, 2001).
Pembagian menurut penyebabnya yakni primer, sekunder, dan tersier.
Glaukoma primer yakni glaukoma yang terjadi pada mata yang sebelumnya tidak
ditemukan kelainan/penyakit. Sedangkan pada glaukoma sekunder didapatkan
faktor penyebab atau faktor resiko yang mendasari. Misalkan pada katarak akan
menyebabkan dua macam glaukoma tergantung pada tahapannya. Pada fase
imatur, lensa relatif membesar hal ini dapat menyebabkan blok pupil, aliran aquos
terganggu dan menyebabkan iris terdorong ke depan akhirnya dapat terjadi
glaukoma sudut tertutup. Sedangkan pada fase matur akan terjadi proteolisis di
mana protein-protein yang dilepaskan akan mennyumbat trabekular meshwork.
Pada keadaan tersebut glaukoma yang terjadi adalah glaukoma sekunder dengan
sudut terbuka. Glaukoma sekunder juga dapat terjadi pada penggunaan tetes mata
steroid jangka waktu lama, dislokasi lensa, pasca trauma, pasca operasi, dam
seclutio pupil pasca uveitis. Terakhir yakni glaukoma kongenital yakni glaukoma
yang ditemukan pada usia baru lahir sampai awal kanak-kanak. Dapat terjadi
akibat gangguan pertumbuhan struktur pada COA dan aniridia (Ilyas, 2011;
Vaughan, 2007; Wong, 2001).

11
Glaukoma absolut yakni semua glaukoma dengan visus persepsi cahaya
negatif. Dapat terjadi pada semua jenis glaukoma (primer-sekunder-kongenital
dan sudut mata terbuka ataupun tertutup). Glaukoma akut dapat menyebabkan
Glaukoma absolut terjadi akibat kerusakan papil nervus II tahap lanjut, kerusakan
lapisan serat syaraf retina serta gangguan vaskularisasi pada serat-serat syaraf
tersebut (Ilyas, 2011; Vaughan, 2007; Wong, 2001).

2.5 Manifestasi Klinis Glaukoma


Pada glaukoma absolut didapatkan manifestasi klinis glaukoma secara
umum yakni yang didapatkan adalah terdapat tanda-tanda glaukoma yakni
kerusakan papil nervus II dengan predisposisi TIO tinggi dan terdapat penurunan
visus. Yang berbeda dari glaukoma lain adalah pada penderita glaukoma absolut
visusnya nol dan light perception negatif. Apabila masih terdapat persepsi cahaya
maka belum dapat didiagnosis sebagai glaukoma absolut (Ilyas, 1999; Japan
Glaucoma Society, 2006).
Gejala yang menonjol pada glaukoma absolut adalah penurunan visus
tersebut, namun demikian dapat ditemukan gejala lain dalam riwayat pasien. Rasa
pegal di sekitar mata dapat diakibatkan oleh peregangan pada didnding bola mata
akibat TIO yang tinggi. Gejala-gejala dari POAG dan PACG seperti nyeri, mata
merah, dan halo dapat ditemukan juga (Pavan-Langston and Grosskreutz, 2002).
Negative Light Perception
Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif, hal ini
disebabkan kerusakan total papil N.II. Papil N.II yang dapat dianggap sebagai
lokus minoris pada dinding bola mata tertekan akibat TIO yang tinggi, oleh
karenanya terjadi perubahan-perubahan pada papil N.II yang dapat dilihat melalui
funduskopi berupa penggaungan (Kanski, 2005; Japan Glaucoma Society, 2006).
Gambaran yang menunjukkan tahapan perubahan papil N.II pada funduskopi
dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Pada tahap awal glaukoma sudut terbuka discus opticus masih normal
dengan C/D ratio sekitar 0,2. Pada tahap selanjutnya terjadi peningkatan rasio C/D
menjadi sekitar 0.5. Semakin lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi

12
perubahan pada penampakan vaskuler sentral yakni nasalisasi, bayonetting.
Perubahan juga terjadi pada serat-serat syaraf di sekitar papil. Pada tahap akhir
C/D ratio mejadi 1.00, di mana semua jaringan diskus neural rusak (Kanski,
2005).
Penyempitan lapang pandang
Penurunan visus akibat glaukoma dapat terjadi perlahan maupun
mendadak. Tajam penglihatan yang terganggu adalah tajam penglihatan perifer,
atau yang lebih umum disebut lapang pandang. Mekanisme yang mendasari
penyempitan lapang pandang adalah kerusakan papil nervus II serta kerusakan
lapisan syaraf retina dan vaskulernya akibat peningkatan TIO. Pada peningkatan
TIO maka terjadi peregangan dinding bola mata. Retina merupakan salah satu
penyusun dinding bola mata ikut teregang struktur sel syaraf yang tidak elastis
kemudian menjadi rusak. Sedangkan pembuluh kapiler yang menyuplai serabut-
serabut syaraf juga tertekan sehingga menyempit dan terjadi gangguan
vaskularisasi (Oshea, 2003; Maraffa et al, 1999).
Penyempitan lapang pandang secara bertahap akibat kerusakan papil dan
lapisan syaraf retina. Dari gejala klinis didapatkan penyempitan lapang pandang.
Lama-kelamaan penderta seperti melihat melalui terowongan. Dari pemeriksaan
perimetri bisa didapatkan kelainan khas yakni scotoma sentral, perisentral, dan
nasal. Lama kelamaan scotoma ini berbentuk seperti cincin. Pengurangan lapang
pandang biasanya dimulai dari sisi temporal, pada perimetri didapatkan defek
berbentuk arcuata yang khas untuk glaukoma. Lama-kalamaan defek ini meluas
dan mencapai keseluruhan lapang pandang, hanya tersisa di bagian sentral yang
sangat kecil. Visus light perception negatif menandakan kerusakan total pada papil
N.II. Pada keadaan seperti ini pasien tidak lagi perlu diperiksa perimetri (Kanski,
2005; Pollack-Rundle, 2011)

13
Gambar 2.3 Perubahan pada papil N.II pada funduskopi dan lapang
pandang pada pemeriksaan perimetri (Kanski, 2005)

Sudut Mata
Sudut mata pada pasien glaukoma absolut dapat dangkal atau dalam, tergantung
kelainan yang mendasari. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahu kelainan
tersebut. Dari riwayat mungkin didapatkan tanda-tanda serangan glaukoma akut
pada pasien seperti nyeri, mata merah, halo, dan penurunan visus mendadak.
Dengan sudut terbuka mungkin pasien mengeluhkan penyempitan lapang pandang
secara bertahap. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan penlight ataupun
gonioskopi. Dengan penlight COA dalam ditandai dengan semua bagian iris
tersinari, sedangkan pada sudut tertutup iris terlihat gelap seperti tertutup
bayangan. Pemeriksaan gonioskopi dapat menilai kedalamaan COA. Penilaian
dilakukan dengan memperhatikan garis-garis anatomis yang terdapat di sekitar
iris. Penilaian berdasarkan klasifikasi Shaffer dibagi menjadi 5 tingkat, dengan
tingkat 4 sebagai COA yang normal yang dalam, sedangkan tingkat nol
menunjukkan sudut mata sempit (Kanski, 2005; Japan Glaucoma Society, 2006).

14
Tekanan Intra Okular
Tekanan intraokular pada glaukoma absolut dapat tinggi atau normal. Tekanan
normal dapat terjadi akibat kerusakan corpus ciliaris, sehingga produksi aqueus
turun. Hal ini bisa terjadi pada penderita dengan riwayat uveitis. TIO tinggi lebih
sering ditemukan pada penderita glaukoma. Dikatakan tekanan tinggi apabila TIO
> 21 mmHg (Vaughan, 2007).

2.6 Penatalaksanaan Glaukoma


2.6.1 Terapi Medikamentosa
1. Supresi pembentukan aqueous humour
a. Penghambat adrenergik beta bekerja dengan mengurangi produksi humour
aqueous. Preparat yang tersedia atara lain adalah timolol maleat 0,25% dan
0,5%. Betaxolol 0,25% dan 0,5%, dan lainlain. Kontraindikasi utama
penggunaan obatobat ini adalah penyakit obstruksi jalan napas kronik,
terutama asma, dan defek hantaran jantung. Betaxolol dengan selektivitas
relatif tinggi terhadap reseptor 1 lebih jarang menimbulkan efek samping
respiratorik, tetapi obat ini juga kurang efektif dalam menurunkan TIO.
Depresi, kebingungan, rasa lelah dapat timbul pada pemakaian obat
penghambat adrenergik beta topikal. Frekuensi timbulnya efek sistemik dan
tersedianya obatobat lain telah menurunkan popularitas obat penyekat agonis
adrenergik alfa adrenergic beta (Vaughan, 2007).
b. Brimonidine (larutan 0,2% dua kali sehari) merupakan yang utamanya
menghambat produksi aqueous serta meningkatkan pengeluaran humor
aqueous. Brimonidine dapat digunakan sebagai terapi lini pertama atau
tambahan, namun reaksi alergi sering mengakibatkan reaksi alergi (Vaughan,
2007).
c. Larutan Dorzolamide hydrochloride 2% dan brinzolamide 1% (dua atau tiga
kali sehari) merupakan inhibitor karbonat anhidrase topikal yang efektif
sebagai terapi tambahan, meskipun tidak seefektif inhibitor karbonat anhidrase
sistemik. Efek samping utama ialah rasa pahit sementara dan

15
blefarokonjungtivitis alergi. Dorzolamide juga tersedia dalam kombinasi
dengan timolol dalam satu larutan (Vaughan, 2007).
d. Inhibitor karbonat anhidrase sistemik yang paling sering digunakan adalah
acetazolamide, tetapi terdapat alternatif yaitu diklorfenamid dan metazolamid
yang digunakan pada glaukoma kronis ketika terapi topikal sudah tidak
memadai dan pada glaukoma akut dimana tekanan intraokular yang sangat
tinggi perlu segera dikontrol. Obat-obat ini mampu menekan produksi humor
aqueous sebesar 40-60%. Acetazolamide dapat diberikan per oral dalam dosis
125-250 mg sampai empat kali sehari atau sebagai Diamox Sequels 500 mg
sekali atau dua kali sehari, atau dapat diberikan secara intravena (500 mg).
Inhibitor karbonat anhidrase menimbulkan efek samping mayor yang
membatasi penggunaan obat-obat ini untuk erapi jangka panjang (Vaughan,
2007).
2. Fasilitasi aliran keluar humor aqueous
a. Analog prostaglandin merupakan obatobat lini pertama atau tambahan yang
efektif. Semua analog prostaglandin dapat menimbulkan hiperemia
konjungtiva, hiperpigmentasi kulit preorbita, pertumbuhan bulu mata, dan
penggelapan iris yang permanen (Vaughan, 2007). Obat ini juga sudah jarang
dihubungkan dengan reaktivasi uveitis dan herpes keratitis serta dapat
menyebabkan edema macula pada individu dengan predisposisi (Vaughan,
2007).
b. Obat parasimpatomimetik meningkatkan aliran keluar humor aqueous humour
dengan bekerja pada trabekular meshwork melalui kontraksi otot siliaris.
Pilocarpine jarang digunakan sejak ditemukannya analog prostaglandin, tapi
dapat bermanfaat pada sejumlah pasien. Obatobat parasimpatomimetik
menimbulkan miosis disertai penglihatan suram, terutama pada pasien katarak,
dan spasme akomodatif yang mungkin menganggu pada pasien usia muda.
Ablasio retina merupakan tindakan yang jarang tapi serius (Vaughan, 2007).
c. Epinefrin 0,25-2% diteteskan sekali atau dua kali sehari dapat meningkatkan
aliran keluar humor aqueous humor dan sedikit banyak disertai penurunan
pembentukan humor aqueous humor. Terdapat sejumlah efek samping okular

16
eksternal termasuk refleks vasodilatasi konjungtiva, endapan adrenokrom,
konjungtivitis folikularis dan reaksi alergi. Efek samping intraokular yang
dapat terjadi adalah edema macula sistoid pada afakik dan vasokonstriksi saraf
optik. Dipivefrin adalah suatu prodrug epinefrin yang dimetabolisasi di
intraokular menjadi bentuk aktifnya. Epineferin dan dipivefrin jangan
digunakan untuk mata dengan sudut kamera anterior sempit (Vaughan, 2007).
3. Penurunan volume vitreus
a. Obatobat hiperosmotik darah menyebabkan menjadi hipertonik sehingga air
tertarik keluar dari vitreus dan menyebabkan penciutan vitreus. Selain itu juga
terjadi penurunan produksi humor aqueous. Penurunan volume vitreus
bermanfaat dalam pengobatan glaukoma sudut tertutup akut dan glaukoma
maligna yang menyebabkan pergeseran lensa kristalina ke anterior
(disebabkan oleh perubahan volume vitreus atau koroid) dan menimbulkan
penutupan sudut (Vaughan, 2007).
b. Glycerin (glycerol) oral 1 ml/kgBB dalam suatu larutan 50% dingin dicampur
dengan jus lemon adalah obat yang paling sering digunakan, tapi harus
berhatihati bila digunakan pada pengidap diabetes. Pilihan lain adalah
isosorbide oral dan urea intravena atau manitol intravena (Vaughan, 2007).
4. Miotik, midriatik, dan siklopegik
Konstriksi pupil sangat penting dalam penatalaksanaan glaukoma sudut
tertutup akut primer dan pendesakan sudut pada iris plateau. Dilatasi pupil penting
dalam pengobatan sudut akibat iris bombe karena sinekia posterior (Vaughan,
2007).
Apabila penutupan sudut disebabkan oleh pergeseran lensa ke anterior,
siklopegik (siklopentolat dan atropin). Dapat digunakan untuk melemaskan otot
siliaris sehingga mengencangkan apparatus zonularis dalam usaha untuk menarik
lensa ke belakang (Vaughan, 2007).
2.6.2 Terapi Bedah dan Laser
1. Iridektomi dan iridotomi perifer
Sumbatan pupil paling baik diatasi dengan membentuk komunikasi
langsung antara kamera anterior dan posterior sehingga beda tekanan

17
antara keduanya menghilang. Hal ini dapat dicapai dengan laser
neodinium: YAG atau argon (iridotomi perifer) atau dengan tindakan
bedah iridektomi perifer (Vaughan, 2007).
2. Trabekuloplasti laser
Penggunaan laser (biasanya argon) untuk menimbulkan luka bakar melalui
suatu goniolensa ke jalinan trabekular dapat mempermudah aliran keluar
humor akueous karena efek luka bakar tersebut pada jalinan trabekular dan
kanalis Schlemm serta terjadinya proses-proses selular yang meningkatkan
fungsi jaringan trabekular. Teknik ini dapat diterapkan bagi bermacam-
macam bentuk glaukoma sudut terbuka, dan hasilnya bervariasi
bergantung pada penyebab yang mendasari. Penurunan tekanan biasanya
memungkinkan pengurangan terapi medis dan penundaan tindakan bedah
glaukoma. Pengobatan dapat diulang (Vaughan, 2007).
3. Bedah drainase glaukoma
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase
normal, sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera
anterior ke jaringan subkonjungtiva atau orbita, dapat dibuat dengan
trabekulotomi atau insersi selang drainase. Trabekulotomi telah
menggantikan tindakan-tindakan drainase full thickness misal sklerotomi
bibir posterior, sklerostomi termal, trefin) (Vaughan, 2007).
Penanaman suatu selang silikon untuk membentuk saluran keluar
permanen bagi humor aqueous adalah tindakan alternative untuk mata
yang tidak membaik dengan trabekulektomi atau kecil kemungkinannya
bereaksi dengan trabekulektomi. Sklerostomi adalah suatu tindakan baru
yang menjanjikan sebagai alternatif bagi trabekulektomi (Vaughan, 2007).
Goniotomi adalah suatu teknik yang bermanfaat untuk mengobati
glaukoma kongenital primer yang tampaknya terjadi sumbatan drainase
humor aqueous di bagian dalam jalinan trabekular (Vaughan, 2007).
4. Tindakan siklodestruktif
Kegagalan terapi medis dan bedah dapat menjadi alasan untuk
mempertimbangkan tindakan dekstruksi korpus siliaris dengan laser atau

18
bedah untuk mengontrol tekanan intraocular. Krioterapi, diatermi,
ultrasonografi frekuensi tinggi, dan yang paling mutahir, terapi laser
neodinium: YAG thermal mode, dapat diaplikasikan ke permukaan mata
tepat di sebelah posterior limbus untukmenimbulkan kerusakan korpus
siliaris di bawahnya. Juga sedang diciptakan energi laser argon yang
diberikan secara transpupilar dan transvitreal langsung ke prosessus
siliaris. Semua teknik siklodekstruktif tersebut dapat menyebabkan ftisis
dan harus dicadangkan sebagai terapi bagi glaukoma yang sulit diatasi
(Vaughan, 2007).
2.6.3 Penatalaksanaan Glaukoma Absolut
Penatalaksanaan glaukoma absolut dapat ditentukan dari ada tidaknya
keluhan. Ketika terdapat sudut tertutup oleh karena total synechiae dan tekanan
bola mata yang tidak terkontrol, maka kontrol nyeri menjadi tujuan terapetik yang
utama. Penatalaksanaan glaukoma absolut dilakukan dengan beberapa cara :
1. Medikamentosa
Kombinasi atropin topikal 1% dua kali sehari dan kortikosteroid topikal 4
kali sehari seringkali dapat menghilangkan gejala simtomatis secara adekuat.
Kecuali jika TIO lebih besar dari 60 mmHg. Ketika terdapat edema kornea,
kombinasi dari pemberian obat-obatan ini dilakukan dengan bandage soft contact
lens menjadi lebih efektif. Namun bagaimanapun, dengan pemberian terapi ini,
jika berkepanjangan, akan terdapat potensi komplikasi. Oleh karena itu, pada
glaukoma absolut, pengobatan untuk menurunkan TIO seperti penghambat
adenergik beta, karbonik anhidrase topikal, dan sistemik, agonis adrenergik alfa,
dan obat-obatan hiperosmotik serta mencegah dekompensasi kornea kronis harus
dipertimbangkan (Skorin, 2004).
2. Prosedur Siklodestruktif
Merupakan tindakan untuk mengurangi TIO dengan merusakan bagian
dari epitel sekretorius dari siliaris. Indikasi utamanya adalah jika terjadinya gejala
glaukoma yang berulang dan tidak teratasi dengan medikamentosa., biasanya
berkaitan dengan glaukoma sudut tertutup dengan synechia permanen, yang gagal

19
dalam merespon terapi. Ada 2 macam tipe utama yaitu : cyclocryotherapy dan
cycloablasi laser dgn Nd:YAG (Khurana, 2005).
Cyclocryotherapy dapat dilakukan setelah bola mata dianaestesi lokal
dengan injeksi retrobulbar. Prosedur ini memungkinkan terjadinya efek penurunan
TIO oleh karena kerusakan epitel siliaris sekretorius, penurunan aliran darah
menuju corpus ciliaris, atau keduanya. Hilangnya rasa sakit yang cukup berarti
adalah salah satu keuntungan utama cyclocryotheraphy (Khurana, 2005).
Dengan Cycloablasi menggunakan laser Nd:YAG, ketika difungsikan,
sinar yang dihasilkan adalah berupa sinar infrared. Laser YAG dapat menembus
jaringan 6 kali lebih dalam dibandingkan laser argon sebelum diabsorbsi, hal ini
dapat digunakan dalam merusak trans-sklera dari prosesus siliaris (Khurana,
2005).
3. Injeksi alkohol
Nyeri pada stadium akhir dari glaukoma dapat dikontrol dengan kombinasi
atropin topikal dan kortikosteroid atau, secara jarang, dilakukan
cyclocryotheraphy. Namun demikian, beberapa menggunakan injeksi alkohol
retrobulbar 90% sebanyak 0,5 ml untuk menghilangkan nyeri yang lebih lama.
Komplikasi utama adalah blepharptosis sementara atau ophtalmoplegia eksternal
(Khurana, 2005).
4. Enukleasi bulbi
Secara jarang, enukleasi dilakukan bila rasa nyeri yang ditimbulkan tidak
dapat diatasi dengan cara lainnya (Khurana, 2005).

20
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. S
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : tidak bekerja
Tempat tinggal : Payakumbuh
Tanggal pemeriksaan : 6 mei 2017

3.2 Anamnesa
Keluhan Utama: Nyeri mata kanan dan tidak dapat melihat lagi dan mata kiri
kabur
Nyeri mata kanan sejak 1 minggu yang lalu, nyeri menjalar ke kepala
bagian belakang dan sampai ke tengkuk. Malam hari pasien susah tidur
akibat nyerinya mta yang disebelah kanan.
Mata sebelah kiri tidak sakit, hanya saja kabur dan pernah merah.
Pasien menyatakan bahwa ibu pasien juga menderita penyakit seperti
dirinya, dan saat ini sudah tidak dapat melihat. Riwayat HT dan DM di
keluarga tidak jelas.
Riwayat penyakit dahulu: asma (-), trauma sekitar mata (-). Riwayat
diabetes mellitus dan hipertensi tidak jelas karena pasien tidak pernah
memeriksakan diri.

21
3.3 Status Oftalmologi, Diagnosa dan Terapi
o Tanggal 6 mei 2017

Oculi Dextra Oculi Sinistra


(Orthophoria) Posisi Bola Mata (Orthophoria)
LP (-) Visus LP +
spasme (-), edema (-), Palpebra spasme (-), edema (-),
hiperemia (-) hiperemia (-)
CI (-), PCI (-),folikel (-), Conjungtiva CI (-), PCI (-), folikel (-),
papil (-) papil (-)
Hazy (+) edema (+) Cornea Jernih
Dalam COA Dalam
Radier line (+) Iris Radier line (+), sinekia
(-)
5 mm, round, RP (-) Pupil 4 mm, round, RP (+)
Kesan jernih Lensa Jernih
Kesan tinggi TIO (Digital) Kesan tiggi
0/5,5 3/10 = 50,6 (Schiotz) 0/5,5 6/10 =31,8 mmHg
mmHg
FR (+) suram, detil selit Funduskopi FR (+) suram
dievaluasi Media agak keruh karena edema
bulat, batas tegas, CD
Papil NII ratio 1.00, nasalisasi +,
bayonetting +, LC +,
pucat
A/V ratio 2/3, sklerotik -,
Vasa crossing -, ma -

22
Eksudat -, perdarahan
Retina Refleks fovea +, eksudat
Makula -, perdarahan -

3.4 Working Diagnosis


OD Glaukoma absolut
OS Nearly absolut glaucoma

3.5 Rencana Diagnosis


o Tonometer aplanasi
o Gonioskopi
o Perimetri OS

3.6 Hasil Pemeriksaan Penunjang


Tonometer aplanasi: OD 43 mmHg - OS 52 mmHg
Gonioskopi
o OD sulit dievaluasi karena edema kornea
o OS IV

III III

IV

3.7 Diagnosis
OD glaukoma absolut
OS Nearly absolut glaukoma e.c susp ek POAG
3.8 Rencana Terapi
o Timolol 0,5 % ed 2x1 ODS
o Glaucon 250 mg 3x1 tab
o KSR 1x1 tab

23
o Kontrol 1 minggu
3.7 Rencana Monitoring
o Keluhan
o Tanda klinis: TIO
3.8 KIE
o Menjelaskan kepada pasien mengenai kemungkinan etiologi,
penatalaksanaan, dan prognosis penyakitnya
o Menjelaskan komplikasi yang dapat muncul
o Menyarankan pasien untuk mamatuhi aturan pemakaian obat.
o Kontrol tepat waktu

3.9 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Qou ad fungsionam : malam
Quo ad sanationam : malam

BAB IV
PEMBAHASAN

24
Pasien nyonya S berusia 40 tahun datn dengan keluhan utama penglihatan
mata kanan tidak bisa melihat dan mata kiri kabur sejak 5 tahun yang lalu,
penglihatan kabur ini terjadi perlahan-lahan.
Gejala yang dialami oleh penderita glaukoma bervariasi menurut jenis
glaukomanya. Pada POAG akan didapatkan keluhan pandangan kabur yang
berkembang progresif pelan, pandangan semakin sempit dan seperti terowongan,
Sedangkan pada glaukoma sudut tertutup akut akan menyebabkan terjadinya
penurunan visus mendadak, rasa nyeri yang sangat, dan mata merah. Pada pasien
kami didapatkan keluhan utama mata kanan tidak dapat melihat dan mata kiri
sakit sejak 1 minggu yang lalu. Sebelumnya pasien mengalami gejala-gejala
seperti pegal pada daerah sekitar mata. Kaburnya pandangan pasien berjalan
secara lambat, dan tidak didapatkan riwayat serangan nyeri dan penurunan visus
mendadak menunjukkan suatu proses kronis. Dari riwayat keluarga didapatkan
keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Riwayat keluarga dengan glaukoma
merupakan salah satu faktor risiko glaukoma.
Tingginya tekanan TIO menyebabkan terjadinya keluhan pada daerah
sekitar mata seperti nyeri dan rasa pegal akibat peregangan dari dinding bola
mata. Dalam kasus ini, pasien merasa keluhan bertambah dalam kurun waktu tiga
bulan terakhir. Hal ini mungkin disebabkan karena tekanan intraokular yang
tinggi.
TIO tinggi, baik yang terjadi secara mendadak maupun perlahan
menyebabkan perubahan pada discus opticus. Isi bola mata akan menekan dinding
bola mata ke segala arah, menyebabkan peregangan terhadap struktur yang
melapisinya. Retina merupakan lapisan terdalam pada dinding bola mata, dan
diikuti choroid di luarnya. Akibat peregangan terjadi kerusakan pada struktur
retina yang ditunjukkan dengan gejala penyempitan lapang pandang dan keluhan
pasien. Pada pasien dalam kasus ini keluhan penyempitan lapang pandang
ditemukan.
Pada glaukoma absolut visusnya nol dan light perception negatif. Pada
pasien ini visus mata kanan light perceptionnya sudah negatif, sedangkan mata
kiri light perceptionnya masih ada dengan proyeksi baik. Pada funduskopi

25
diadapatkan perubahan-perubahan pada papil N.II berupa penggaungan. Semakin
lama rasio C/D semakin meningkat dan terjadi perubahan pada penampakan
vaskuler sentral yakni nasalisasi, bayonetting. Perubahan juga terjadi pada serat-
serat syaraf di sekitar papil. Pada tahap akhir C/D ratio menjadi 1.00, di mana
semua jaringan diskus neural rusak. Pada pasien ini C/D ratio mata kiri sudah
menjadi 1,00 dan warna papil pucat disertai dengan nasalisasi, bayonetting, dan
lamina cribosa. Sementara mata kanan sulit dievaluasi dengan funduskopi.
Dari data-data tersebut pasien memiliki gejala khas glaukoma. Karena
mata kanan light perception sudah negatif maka didiagnosa sebagai glaukoma
absolut. Sedangkan pada mata kiri juga didapatkan tanda-tanda glaukoma, namun
karena light perceptionnya masih ada maka didiagnosa sebagai nearly absolute
glaucoma.
Dari pemeriksaan sudut mata didapatkan sudut mata dalam. Kemudian
dengan pemeriksaan gonioskopi derajat kedalaman sudut mata pada grade III dan
IV. Hal ini menunjukkan bahwa proses glaukoma sudut terbuka yang mendasari
keluhan pasien saat ini. Dengan riwayat pengobatan yang tidak tepat, diagnosis
dini POAG tidak dapat dilakukan pada pasien ini, sehingga proses kerusakan terus
berlangsung dan berakhir pada glaukoma absolute.
Pada pasien ini diberikan terapi Timolol 0,5% topikal (penghambat
adrenergik beta) dan glaucon yang berisi acetazolamide (inhibitor karbonat
anhidrase sistemik) sebagai supresor produksi humor aqueous dengan tujuan
untuk menurunkan tekanan intra okular. Dengan penurunan TIO diharapkan dapat
mengurangi keluhan nyeri pasien. Diberikan timolol yang merupakan penghambat
adrenergik beta non selektif karena pada pasien tidak didapatkan riwayat penyakit
asma. Kalium slow release digunakan untuk mencegah efek hipokalemia karena
acetazolamide memiliki efek diuretik.

BAB V
PENUTUP

Glaukoma absolut merupakan tahap akhir dari semua jenis glaukoma,


terutama pada kasus glaukoma yang tidak terdiagnosis dini dan tidak tertangani

26
dengan benar. Riwayat mengenai gejala serta pemeriksaan fisik dan penunjang
pada pada pasien ini sesuai dengan gejala glaukoma sudut terbuka. Namun karena
penanganan yang tidak adekuat kerusakan pada lapisan retina papil nervus II
berlangsung secara progresif, dan akhirnya menyebabkan kebutaan yang ditandai
dengan light perception negatif pada mata kanan dan kerusakan papil serta visus
light perception positif pada mata kiri. Karena sudah mencapai tahap glaukoma
absolut, maka penatalaksanaan pada pasien ini hanya terbatas untuk menurunkan
TIO. Dengan penurunan TIO diharapkan keluhan seperti rasa pegal di sekitar
mata yang dialami pasien saat ini dapat berkurang.

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. 2005-2006. Glaucoma. San Fransisco:


AAO.
AHAF, 2008. Glaucoma. http://www.ahaf.org/glaucoma/about/glabout.html.
Diakses 27 November 2011
Benjumeda, A. 2006. Visual Field Progression in Glaucoma. A Review.
Universidad De Sevilla-Facultad de Medicina
Ilyas, S. 2001. Kedaruratan Dalam Ilmu Penyakit Mata . Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal 219-244

27
Japan Glaucoma Society. 2006. Guidelines for Glaucoma. 2 nd Edition.
Tokyo: Japan Glaucoma Society
Kanski, Jack J. 2005. Clinical Ophthalmology. Toronto: Butterworth Heinemann.
pp 192-269
Khurana AK. 2005. Ophthalmology. 3rd Edition. New Delhi: New Age
International. pp 235
Maraffa, M., De Natale, R., Marchini, G., et al. 1999. Is there a Relationship
Between Visual Field Defects and Retinal Fiber Loss in Glaucoma.
University Eye Clinic of Verona, Italy. Dalam Perimetry Update
1998/1999, pp 413-416
Oktariana, VD. 2009. Dokter Umum Bisa Bantu Cegah Kebutaan Glaukoma.
http://www.perdami.or.id/?page=news.detail&id=7. Diakses 04 Januari
2012.
OShea, J. 2003. Visual Fields in Glaucoma.
http://medweb.bham.ac.uk/easdec/eyetextbook/Visual%20Fields%20in
%20Glaucoma.pdf. Diakses 28 Desember 2011
Pavan-Langston, D and Grosskreutz, CL. 2002. Glaucoma in Manual of Ocular
Diagnosis and Therapy. 5th Ed. USA: Lippincott William Wilkins, pp 251-
285.
Pikiran Rakyat. 2002. Tiap 5 Detik, 1 Orang Dewasa Jadi Buta.
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/1204/26/hikmah/lain02.htm. Diakses
27 Desember 2011
Pertiwi, Dyah A; Friyeko, Agus. 2010. Glaukoma.
http://www.scribd.com/doc/46948174/glaukoma. Diakses 27 Desember
2011
Pollack-Rundle, CJ. 2011. Goldmann Visual Fields: A Technicians Guide.
Minnessotta: ATPO
Skorin, Leonid. 2004. Treatment for Blind and Seeing Painful Eyes.
http://www.optometry.co.uk/uploads/articles/8325b4e72a4a0c1eba3ff4606
343085c_skorin20040116.pdf. Diakses 27 Desember 2011

28
Surya, R. 2010. Glaukoma.
http://www.scribd.com/doc/59441199/8/EPIDEMIOLOGI. Diakses 27
Desember 2011
Vaughan, Daniel. 2007. General Ophthalmology 16th edition. Stanford: Appleton
& Lange. pp 200-216
Wulansari, D. 2007. Glaukoma Sudut Terbuka.
http://www.scribd.com/doc/55407794/Glaukoma-sudut-terbuka. Diakses 4
27 dDesember 2011
Wong, TY. 2001. Glaucoma in The Ophthalmology Examinations Review.
Singapore: World Scientific Printers. pp 42-85.

29

Anda mungkin juga menyukai