Kelompok 5:
Alghof Arwandana (081411631005)
Fandi Firmansyah (081411333005)
Prasetyo Adi Mukti (081411633008)
Pratomo Adi Atmaji (081411631041)
Pandu Patra Walujo (081411631021)
Husein Albari (081311533100)
PENDAHULUAN
Dalam agama islam kita dikenalkan dengan amalan yang paling utama yaitu Sholat.
Mengapa sholat ini begitu penting sehingga Allah SWT meletakkan sebagai rukun islam yang
kedua yaitu setelah syahadat? Sholat ini juga merupakan amalan bagi manusia yang akan dihisab
pertama kali (langsung) oleh Allah SWT di akhirat kelak. Banyak diantara kita yang seringkali
mendengar Dirikanah Sholat bukan Laksanakan Sholat, karena mendirikan sholat itu sendiri
merupakan hal yang berbeda dari sekedar melaksanakan sholat. Banyak orang muslim yang
menunaikan sholat tetapi sedikit sekali yang mendirikan sholat. Orang yang mendirikan sholat
sudah pasti ia tidak akan melakukan perbuatan keji dan hina sekalipun. Karena ketika ia
mendirikan sholat, Allah SWT menerima sholatnya dan sudah pasti menjadikan orang tersebut
sebagai mukmin sejati.
Lalu apa sejatinya yang menghubungkan sholat dengan persatuan umat? Kita mengetahui
bahwa amalan paling wajib dan paling besar ialah sholat, maka seluruh umat muslim dari segala
penjuru dunia pasti melakukan sholat. Di dalam sholat kita dikenalkan dengan berbagai rukun
sholat yang mengajarkan tata dan perilaku serta adab dalam pelaksanaan sholat. Tentu ini bukan
tanpa alasan. Hingga sebuah negara dikatakan apakah sudah menjadi sebuah negara yang baik?
Apakah suatu negara penduduknya saling damai, saling menciptakan keadilan dan kerukunan antar
umatnya? Hal yang harus diperhatikan pertama kali ialah apakah sholat berjamaah diantara umat
di suatu negara tersebut sudah dilakukan? Apakah barisan shaf sholatnya sudah rapat? Sebegitu
detail Allah SWT mengatur umatnya dan memberikan adab-adab dalam sholat yang memberikan
arti di setiap detail gerakan. Umat islam tidak akan pernah hancur walau perang dengan bangsa
manapun karena apabila persatuan umat islam sudah terbentuk InsyaAllah Allah SWT akan
memberikan kekuatan dan menerjunkan bala tentara malaikatnya. Tetapi apa yang menghancurkan
umat islam? Yang menghancurkan dan memecah belah umat islam ialah fitnah dan adu domba.
Karena hal inilah umat islam dapat dibodohi dan begitu mudah untuk tidak dipersatukan. Semoga
Allah SWT selalu melindungi kita dari segala sesuatu yang memecah belah umat islam. Amin ya
rabbal alamiin,
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Suzana Haneef, sholat adalah persyaratan yang paling pokok dalam Islam, tanpa
sholat muslim tidak dapat memenuhi kewajiban paling mendasar kepada Tuhan dan
sekaligus kehilangan hal penting dan berharga dalam kehidupan, pandangan dan
hubungannya dengan Yang Maha Pencipta.
Rasulullah menyatakan dalam berbagai sabdanya bahwa, Tak ada pembeda antara orang
Mukmin dan orang kafir kecuali sholat. Di kesempatan lain disabdakannya pula, Sholat
adalah tiang agama,. Rasulullah juga memperingatkan bahwasanya Yang paling awal
diperhitungkan dari seorang hamba pada hari kiamat adalah sholat. Jika baik sholatnya,
baiklah seluruh amalnya yang selebihnya. Jika buruk sholatnya, buruk pulalah seluruh
amalnya yang selebihnya..
Sholat merupakan kewajiban utama yang Allah perintahkan langsung tanpa melalui
perantara malaikat Jibril. Perintah sholat pertama kali diterima Rasulullah dalam peristiwa
Isra & Miraj, dimana dalam peristiwa itu Rasulullah bertemu langsung dengan Allah dan
mendapatkan perintah sholat kala itu. Sholat wajib sebagaimana diperintahkan Allah
sebanyak 5 kali dalam sehari yakni Subuh, Dhuhur, Asar, Maghrib, Isya. Sementara itu
juga dikenal adanya sholat sunnah yaitu sholat sunnah rawatib, sholat tarawih, sholat
dhuha, sholat tahajjud dan sholat sunnah lainnya.
2.2 Hukum Sholat
Sholat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang telah baligh dan berakal. Perintah sholat
tidak memandang derajat dan pangkat, kaya dan miskin, laki-laki atau perempuan, sehat
ataupun sakit, namun perintah mendirikan sholat menjadi sebuah tuntutan bagi setiap
muslim yang berakal sampai kematian menjemput. Karena saking wajibnya, maka sholat
dapat dikerjakan dengan semampunya asalkan tidak ada keinginan bagi diri kita untuk
melawan perintah tersebut.
Berikut dalil-dalil, tentang hukum dan perintah mendirikan sholat:
Cyrl Glasse dalam bukunya Ensiklopedi Islam mendefinisikan bahwa sholat berjamaah
adalah sholat yang dikerjakan secara bersama-sama di bawah pimpinan imam. Dalam
sholat jamaah ada dua unsur dimana salah satu diantara mareka sebagai pemimpin yang
disebut dengan imam, sementara unsur yang kedua adalah mereka yang mengikutinya yang
disebut dengan mamum. Maka apabila dua orang sholat bersama-sama dan salah seoarang
dari mereka mengikuti yang lain, maka keduanya disebut melakukan sholat berjamaah.
Sholat jamaah lebih baik (afdhal) karena mengandung hikmah yang sangat besar. Di mana
di dalamnya terdapat semangat persaudaraan (ukwah), dan menambah semangat untuk
melaksanakan ibadah, dan adanya suasana kebersamaan dan keteraturan di bawah
pimpinan seorang imam. Umat muslim laki-laki maupun perempuan yang berhimpun di
suatu tempat (masjid) itu berdiri berbaris, sebaris atau beberpa baris dan memilih salah satu
dari mereka (laki-laki) sebagai imam yang akan memimpin sholat jamaah tersebut, maka
sholat tersebut sudah merupakan sholat jamaah yang sempurna. Sholat lima waktu waktu
bagi laki-laki, berjamaah di masjid lebih baik dari pada sholat berjamaah di rumah, kecuali
sholat sunnah, maka di rumah lebih baik.
2.4 Hukum Sholat Berjamaah
Jumhur ulama sependapat bahwa sholat berjamaah secara umum adalah lebih afdhal dari
pada sholat sendirian. Namun dalam keadaan-keadaan tertentu, para ulama berbeda
pendapat tentang hukum sholat jamaah, yaitu:
1. Malikiyah diantara mereka ada yang berpendapat bahwa sholat jamaah sunnah
muakkadah dan ada yang berpendapat fardhu kifayah.
2. Hambalilah berpendapat wajib ain atas orang-orang lelaki yang dapat
melaksanakannya walaupun dalam keadaan musafir dan keadaan takut.
3. Syafiiyyah, menentukan kewajiban sebagai fardhu ain, apabila tidak ada di suatu
kota/desa selain dua orang muslim yang dapat berjamaah, maka bagi mereka
wajib melaksanakan setiap sholat fardhu dengan jamaah, agar mempertahankan
syiar Islam dan sunnah Nabi, apabila jamaah sudah melaksanakan maka berbalik
hukumnya menjadi fardhu kifayah.
4. Hanafiyah, berpendapat bahwa sholat jamaah adalah sunnah muakkadah hampir
sama dengan wajib, berdosalah siapa yang biasa meninggalkanya.
Sedangkan Ibnu Rusyd membagi hukum sholat jamaah mengelompokkan menjadi dua
keadaan yaitu :
1. Bagi orang yang mendengar adzan para ahli fiqih berpendapat bahwa sholat
berjamaah hukumnya sunnah atau fardhu kifayah, sedangkan menurut kelompok
ahlu dhahir, hukumnya adalah fardhu ain bagi setiap mukallaf.
2. Jika seorang muslim telah melakukan sholat sendirian, kemudian dia pergi ke
masjid dan terdapat sholat jamaah, maka ia harus mengulangi sholat secara
berjamaah, kecuali untuk sholat maghrib. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam
Malik. Sedangkan Imam Abu Hanifah berpendapat, mengulangi seluruh sholatnya
(dengan berjamaah) kecuali sholat maghrib dan ashar. Sedangkan al-Auzai
mengecualikan untuk sholat maghrib dan subuh. Abu Staur mengecualikan sholat
ashar dan subuh, sedangkan Imam Syafii tidak mengecualikan apapun.
Sholat berjamaah diperintahkan untuk melaksanakan, dalam keadaan apapun termasuk
dalam keadaaan perang sekalipun. Hal ini dapat kita lihat dalam firman Allah dalam surat
An-Nisa ayat 102:
Apabila engkau (Rasullah Saw) berserta mereka dalam peperangan, sedang engkau
bermaksud hendak sholat dengan mereka, maka hendaklah sebagian dari mereka berdiri
untuk sholat dengan Engkau. (Q.S. An-Nisa :102)
Sedangkan dalam hadist Rasulullah banyak sekali yang menjelaskan tentang keutamaan
sholat berjamaah, diantaranya:
Dari
Ibnu Umar, katanya Rasulullah telah bersabda : Kebaikan sholat berjamaah melebihi
sholat sendirian sebanyak 27 derajat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Di samping ke enam hal di atas, terdapat banyak hikmah sholat lainnya seperti
membiasakan hidup sehat dan bersih, membentuk kedisiplinan diri, melatih kesabaran,
mengikat tali persaudaraan sesama muslim dan hikmah lainnya.
Pada sub bab ini, akan diulas khusus, lebih dalam tentang hikmah sholat dalam melatih
kedisiplinan. Ditinjau dari segi disiplin, sholat merupakan pendidikan positif menjadikan
manusia dan masyarakat hidup teratur. Sholat melatih pentingnya tepat waktu dalam
menjalankan kewajiban dan membiasakan muslim untuk bangun pagi yang baik bagi
kesehatan.
Sholat wajib dilaksanakan, namun pelaksanaannya juga harus berdasarkan ketentuan dan
batasan waktu tersendiri. Seorang muslim harus paham waktu yang diperbolehkan untuk
menjalankan sholat dan tidak boleh seenaknya sendiri. Rangkaian gerakan sholat juga
harus dikerjakan dengan urut dan tertib, dalam berjamaah harus seirama dengan imam
tetapi tidak boleh mendahulu imam, dan sesuai dengan ketentuan syara. Dengan adanya
ketentuan waktu dan aturan yang mengikat ini, minimal seorang muslim dilatih untuk
disiplin dalah hal waktu, disiplin dalam taat menjalankan komando (aturan), disiplin untuk
berfikir sistematis dan disiplin untuk membina persatuan antar umat.
Sholat yang dituntut untuk khusyu juga melatih kedisiplinan untuk fokus dalam
mengerjakan pekerjaan kita. Sholat juga meningkatkan kesadaran untuk disiplin secara
moral dan mental. Seorang muslim yang taat, akan menghindarkan dirinya untuk
mengucapkan kata-kata yang kotor. Kedisiplinan untuk selalu istiqomah menjalankan hal
yang baik akan mencetak mental-mental disiplin yang dapat memilah mana yang baik dan
mana yang buruk.
Banyak contoh lainnya yang dapat kita amati tetang kedisiplinan seorang muslim, misalnya
dalam sholat berjamaah. Kedisiplinan itu terlihat sangat kentara ketika mereka mendirikan
sholat, mereka berusaha membangun shof yang lurus, rapi dan kompak dalam
mengucapkan Amin. Begitu pula saat mendengarkan khutbah sholat, tanpa diperintah
seorang muslim secara seksama diam dan mendengarkan khutbah dari khotib. Contoh
tersebut menunjukkan bahwa tanpa sadar seorang muslim telah terlatih untuk
mendisiplinkan dirinya dalam praktik menjalankan sholat.
Hadist ini merujuk bahwa sholat yang benar adalah sholat yang sesuai dengan sholatnya
Rasulullah. Namun pada prakteknya, penafsiran akan tata cara sholat yang sesuai dengan
sholatnya Rasulullah berbeda-beda. 4 Madzhab Islam terbesar yakni Maliki, Hambali,
Syafii, Hanafi memiliki perbedan pendapat dalam pelaksanaan tata cara dan bacaan
sholat. Meskipun berbeda dalam pelaksanaan sholat, namun kesemuanya sepakat bahwa
hukumnya sholat adalah wajib dan tidak boleh ditinggalkan oleh ummat Islam.
Berikut akan disajikan perbedaan-perbedaan dalam tata cara dan bacaan sholat menurut
para ulama, khususnya Madzhab yang 4 :
1. Takbiratul Ihram
Sholat tidak akan sempurna tanpa takbiratul ihram. Imam Maliki dan Hambali
berpendapat bahwa kalimat takbiratul ihram adalah Allahu Akbar dan tidak boleh
menggunakan kata-kata lainnya. Sementara Imam Syafii menyatakan boleh
mengganti Allahu Akbar dengan Allahu Al-Akbar. Dan Imam Hanafi
memperbolehkan dengan kat-kata lain yang sama artinya dengan kata tersebut, seperti
Allah Al-Adzam dan Allahu Al-Ajall. Imam Syafii, Maliki dan Hambali
bersepakat bahwa mengucapkannya dengan bahasa Arab adalah wajib. Dan dalam
mengucapkan takbiratul ihram harus terdengar oleh diri sendiri.
Dalam konteks sholat jamaah terdapat perbedaan pendapat tentang wajib tidaknya
makmum membaca Al-Fatihah. Berikut uraiannya:
a. Menurut Imam Hanafi, membaca Al-Fatihah untuk makmum hukumnya makruh
bahkan bisa berdosa.
b. Imam Syafii berpendapat bahwa makmum wajib membaca Al-Fatihah sendiri-
sendiri. Dalam sholat jahriyah (yang dikeraskan bacaan imamnya), makmum
membaca Al-Fatihah setelah imam selesai membacanya. Namun, kewajiban ini
gugur dalam kasus seorang makmum yang tertinggal, dan mendapati imam sedang
ruku. Maka makmum ruku bersama imam dan tetap dihitung mendapatkan satu
rakaat.
c. Imam Malik berpendapat bahwa makmum wajib membaca Al-Fatihah pada
sholat sir (Dhuhur, Asyar) dan tidak wajib pada sholat jahar (Subuh, Magrib,
Isya).
d. Imam Hambali menekankan bahwa Al-Fatihah wajib dibaca setiap rakaat dan
disunahkan membaca surat Al-Quran pada dua rakaat yang pertama.
4. Sholat Bersedekap
Berikut pendapat 4 madzhab terkait gerakah tangan bersedekap setelah takbiratul
ihram:
1. Imam Hanafi berpendapat bahwa bagi pria, tangan kanan harus diletakkan di atas
tangan kiri, dan posisinya di bawah pusar, sedangkan untuk wanita diletakkan di
dada.
2. Imam Syafii berpendapat tidak masalah jika pria dan wanita harus menempatkan
tangan pada pusar di bawah dada.
3. Imam Malik berpendapat sholat harus dilakukan dengan tangan terbuka,
bahkan menyebut tindakan melipat tangan ketika sholat fardhu sebagai
makruh dan hanya diizinkan di sholat sunat.
4. Imam Hambali berpendapat bahwa pria dan wanita meletakkan tangan di bawah
pusar.
Selain setelah takbiratul ihram juga terdapat perbedaan pendapat gerakan sholat
setelah ruku, berikut pendapat ulama terkait hal itu:
Terkait bacaan saat ruku Imam Syafii, Hanafi, dan Maliki berpendapat tidak wajib
berdzikir ketika sholat, hanya disunnahkan mengucapkan Subhana rabbiyal
adzimi. Dan Imam Hambali berpendapat bahwa ketika ruku wajib membaca
tasbih.
Terkait Itidal, Imam Hanafi mengatakan bahwa tidak wajib mengangkat kepala dari
ruku yakni Itidal. Di bolehkan untuk langsung sujud meskipun makruh. Madzhab
lainnya menyatakan wajib mengangkat kepala dan beritidal, serta disunnahkan
memabaca Samiallahuliman hamidah.
7. Qunut Subuh
Pendapat imam madzhab dalam masalah qunut adalah sebagai berikut:
1. Imam Hanafi berpendapat bahwa disyariatkan qunut pada sholat witir dan tidak
disyariatkan qunut pada sholat lainnya kecuali pada saat nawaazil yaitu kaum
muslimin tertimpa musibah. Namun qunut nawaazil ini hanya pada sholat shubuh
saja dan yang membaca qunut adalah imam, lalu diaminkan oleh jamaah dan tidak
ada qunut jika sholatnya munfarid (sendirian).
2. Imam Syafii berpendapat bahwa tidak ada qunut dalam sholat witir kecuali ketika
separuh akhir dari bulan Ramadhan. Dan tidak ada qunut dalam sholat lima waktu
yang lainnya selain pada sholat shubuh dalam setiap keadaan (baik kondisi kaum
muslimin tertimpa musibah ataupun tidak). Qunut juga berlaku pada selain shubuh
jika kaum muslimin tertimpa musibah (yaitu qunut nazilah).
3. Imam Malik berpendapat tidak ada qunut kecuali pada sholat shubuh saja. Tidak
ada qunut pada sholat witir dan sholat-sholat lainnya.
4. Imam Hambali berpendapat bahwa disyariatkan qunut dalam witir. Tidak
disyariatkan qunut pada sholat lainnya kecuali jika ada musibah yang besar selain
musibah penyakit. Pada kondisi ini imam atau yang mewakilinya berqunut pada
sholat lima waktu selain sholat Jumat.
8. Sujud
Semua ulama madzahab sepakat bahwa sujud wajib dilakukan dua kali pada setiap
rakaat. Namun mereka berbeda pendapat soal batasannya. Imam Malik, Syafii, dan
Hanafi mengatakan wajib menempelnya dahi, sedangkan bagian tubuh lainnya
Sunnah. Imam Hambali menyatakan bahwa semua aggota yang tujuh (dahi, dua
telapak tangan, dua lutut, dan ibu jari dua kaki) secara sempurna. Bahkan hidung juga
termasuk sehingga delapan. Sedangkan perbedaan tasbih dan thumaninah sama
dengan sujud.
Untuk duduk diantara dua sujud, Imam Hanafi menyatakan tidak wajib sementara 3
Imam yang lain menyatakan wajib duduk diantara dua sujud.
9. Tahiyyat
Tahiyyat dibagi menjadi tahiyyat awal dan akhir. Imam Hambali berpendapat
tahiyyat pertama itu wajib, sementara Imam lainnya menyatakannya Sunnah.
Sedangkan untuk tahiyyat akhir, Imam Syafii dan Imam Hambali menyatakannya
wajib. Dan Maliki, Hanafi menghukuminya hanya Sunnah.
Terkhir, salam menurut Imam Hanafi tidak wajib. Sedangkan Imam lainnya
menyatakan wajib. Hambali bependapat mengucapkan dua salam wajib, sedangkan
imam lainnya mengatkan cukup satu kali saja yang wajib
Perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum suatu amaliah yang disebabkan
perbedaan penafsiran atas nash Al-Quran dan Sunnah merupakan perbedaan dalam ranah
khilafiyah dan bukan mengada-adakan hukum tersendiri. Artinya perbedaan ini tidak
dalam ranah bidah yang dilarang. Ranah ikhtilafiah dalam perbedaan pendapat mengenai
fiqih sholat dianggap tidak masalah karena dalam Al-Quran dan Sunnah tidak dijelaskan
secara jelas dan terperinci hukum tata cara pengerjaannya.
Terkait fiqih madzhab mana yang paling mendekati benar, penulis sepenuhnya
memberikan hak kepada pembaca untuk menelaahnya sesuai dengan pandangan pembaca
masing-masing. Pada dasar ke empat madzhab di atas adalah madzhab-madzhab yang
dianggap kuat pendapatnya masalah hukum-hukum Islam. Menyikapi perbedaan dengan
arif dan bijaksana merupakan bagian dari anjuran dalam ajaran Islam. Sikap saling
menghormati harus kita ketengahkan agar dapat menghasilkan pembelajaran positif bagi
ummat. Perbedaan pendapat adalah fitroh dari keberagaman pola pikir ummat manusia.
Sebagaimana Allah menegaskannya dalam QS. Al-Hujarat : 13 yang berbunyi:
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di anatara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS. Al-Hujarat: 13)
Ayat ini, mengamatkan kepada manusia untuk tidak mempertentangkan perbedaan. Karena
yang terpenting bukanlah perbedaan, tetapi inti ajaran Islam bukan untuk saling
bermusuhan satu dengan yang lain, melainkan saling bekerjasama dan berlomba-lomba
untuk berbuat kebaikan, dan menuju derajat ketaqwaanlah yang tinggi di hadapan Allah.
Berikut kiat, atau pesan dalam menyikapi perbedaan pendapat di kalangan ummat Islam:
1. Perbedaan tidak boleh menjadi pemicu terjadinya perpecahan
2. Dalam hal khilafiyah, membangun perdebatan tiada henti tidak ada gunanya, lebih-lebih
membangun sifat ashobiyah kelompok, hal itu merupakan hal yang dilarang.
3. Sebagai muslim, kita harus mengutamakan sikap husnudzon dalam menyikapi setiap
pebedaan
4. Pentingnya membangun kesadaran untuk terus belajar, dan menguasai ilmu agama,
menguatkan iman, amal, dan akhlaq, agar kita dapat lebih arif dan bijak dalam mengambil
sebuah sikap.
5. Dan jika tidak tahu hukum akan suatu hal alangkah baiknnya bertanya kepada ahlinya,
dan jangan menafsirkan sesuatu jika tidak memiliki ilmunya.
Para ulama salaf juga memberikan pelajaran dan teladan kepada ummat untuk
membangun sikap saling menghormati untuk masalah perbedaan dalam konteks
ikhtilafiyah. Berikut beberapa akhlaq para ulama salaf dalam menyikapi perbedaan:
1. Imam Yahya bin Said Al Anshari berkata dalam kitab Tadzkiratul Huffadz : Para ulama
adalah orang-orang yang memiliki kelapangan dada dan keluasan sikap, dimana para
mufti selalu berbeda pendapat, sehingga (dalam masalah tertentu) ada yang menghalalkan
dan ada yang mengharamkan. Namun toh mereka tidak saling mencela satu sama lain
2. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata dalam kitab Majmu Al-Fatawa : Seandainya
setiap kali dua orang muslim yang berbeda pendapat dalam satu masalah itu saling
menjauhi dan memusuhi, niscaya tidak akan tersisa sedikitpun ikatan ukuwah diantara
kaum muslim
3. Imam Syafii pernah sholat subuh di masjid dekat makam Imam Abu Hanifah dan tidak
membaca qunut, dan itu beliau lakukan hanya karena ingin menghormati Imam Abu
Hanifah.
4. Ulama shalaf (termasuk Imam Syafii ) berkata : Pendapatku menurutku adalah benar,
tetapi ada kemungkinan salah. Dan pendapat orang lain menurutku salah, namun ada
kemungkinan bahwa pendapatnya itu benar
Pandangan para ulama shalaf di atas setidaknya mampu memberikan gambaran akhlaq
bagi kita untuk menyikapi perbedaan dengan arif.
PENUTUP
3.7 Kesimpulan
Persatuan umat islam diseluruh penjuru dunia ini didasarkan lewat sholat yang apabila
disempurnakan dan didalami makna disetiap gerakan akan menjauhkan sifat manusia dari
segala keji dan munkar. Maka setiap umat islam selalu dianjurkan untuk selalu menjaga
ukhuwah dari mendirikan sholat berjamaah dan mengerti akan setiap doa dan gerakan sholat.
3.8 Saran
Dalam makalah ini, sangat dijabarkan mulai dari macam-macam sholat hingga adab adab
serta hadist yang mendukung akananjuran sholat wahib berjamaah. Maka dari itu
diharapkan pembaca dapat mengaplikasikan segala materi untuk memperkokoh persatuan
umat via sholat.