Anda di halaman 1dari 7

Journal Reading

Tuberculosis of Larynx: A Case Report

Pembimbing :
dr. Agus Sudarwi, Sp THT-KL
dr. Tris Sudyartono, Sp THT-KL
dr. Santo Pranowo, SpTHT-KL

Disusun Oleh :
Kevina Suwandi (11-2016-043)
Daphine Satria (11-2016-205)

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK KEPALA
LEHER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
PERIODE 24 APRIL 2017 27 MEI 2017
RUMAH SAKIT MARDI RAHAYU KUDUS
2017
Laporan Kasus

TUBERKULOSIS LARING: LAPORAN KASUS

Manas Ranjan Rout1 dan Prabir Ranjan Moharana2

(Diterima pada 2011/06/16; Diterima setelah revisi 2012/07/19)

Summary: Sebuah kasus tuberkulosis laring pada pasien laki-laki 45 tahun telah
dijelaskan di sini. Biasanya, tanda-tanda dan gejala laring TBC menyerupai dengan
penyakit ganas laring. Diagnosis yang ditegakkan di sini berdasarkan pemeriksaan
mikroskopis dahak untuk BTA, x-ray thoraks, laringoskopi langsung dan biopsi dari
lesi laring.[India J Tuberc 2012; 59: 231-234]

Kata kunci: Laringeal Tuberkulosis, Extrapulmoner Tuberkulosis, Odinofagia,


Laringoskopi.

PENDAHULUAN

Tuberkulosis laring sekunder terjadi karena tuberkulosis paru. Keterlibatan


laring bersifat primer sangat jarang. Cara transmisi yang pasti dari paru-paru tidak
diketahui. Dipercayai bahwa kontak dengan sputum yang mengandung basilus
tuberkel berperan penting. Kejadian tuberkulosis laring sangat menurun akibat
membaiknya perawatan kesehatan masyarakat dan perkembangan kemoterapi anti
tuberkulosis yang efektif. Pasien biasanya datang dengan gejala batuk, suara serak,
sakit tenggorokan, disfagia, hemoptisis yang menggambarkan keganasan dan infeksi
granulomatosa laring lainnya.

Laporan ini menggambarkan seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun dengan


tuberkulosis laring dengan gejala serak suara, batuk produktif, nyeri ringan pada
tenggorokan dan odinofagia.

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki berusia 45 tahun mendatangi Departement Out


Patients kami dengan keluhan suara serak dan nyeri ringan di tenggorokan sejak satu
bulan dan nyeri menelan sejak sepuluh hari. Selama proses anamnesis, ia
mengungkapkan bahwa ia batuk berdahak sejak empat bulan. Pada periode ini, ia
mengalami sedikit demam dengan kesehatan yang semakin memburuk

Tidak ada riwayat penyakit serupa dan infeksi tuberkulosis sebelumnya dalam
keluarga. Pasien bukan pecandu alkohol tetapi ia perokok selama 20 tahun terakhir
dengan mengkonsumsi sekitar 10 batang rokok per hari.

Sejak empat bulan terakhir, ia telah mengkonsumsi beberapa antibiotik dan


analgesic tanpa adanya perbaikan gejala.

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan tubuh yang kurus. Tidak pucat dan
limfadenopati. Pada pemeriksaan sistemik dalam batas normal. Pada pemeriksaan
lokal, rongga mulut dan dinding faring posterior dalam batas normal. Pada
laringoskopi tidak langsung, epiglotis kongesti dan edema (Gambar) sehingga bagian
lain dari laring tidak dapat terlihat. Pada video laringoskopi, epiglotis, aritenoid, regio
interaritenoid dan plika ventrikel ditemukan kongesti dan edema. Beberapa ulkus
kecil ditemukan di daerah aritenoid, regio interaritenoid dan epiglotis dengan eksudat
purulen. Pita suara sejati kurang terlihat. Gerakan pita suara dan arytenoids tampak
normal dengan celah glotis karena edema arytenoid.

Pada pemeriksaan, hidung, telinga, kepala dan leher dalam batas normal.
Semua saraf kranial secara fungsional normal.

Hasil laboratorium ia menunjukkan tingkat hemoglobin normal (13gm%),


jumlah diferensial normal (Neutrophil-65%, Lymphocytes-30%, Eosinophil-5%,
Basophills-0%, Monocytes-0%), jumlah leukosit total normal (8500 sel / Mm3) dan
tingkat Sedimentasi Erythrocyte yang meningkat (50 mm pada jam pertama). Uji
Mantoux menunjukkan adanya indurasi 12 mm setelah 72 jam. Pada radiografi dada
menunjukkan kekeruhan yang merata pada kedua apeks paru-paru. Kultur sputum
ditemukan positif untuk bakteri tahan asam. Tes Human Immunodeficiency Virus
(HIV) dan Virus Hepatitis-B (Antigen Permukaan Virus Hepatitis B) dinyatakan
negatif. Tes fungsi hati, tes fungsi ginjal dan gula darah puasa ditemukan dalam batas
normal.

Laringoskopi langsung dilakukan dengan anestesi umum dan biopsi diambil


dari daerah epiglotis dan region interaritenoid. Spesimen dikirim untuk pemeriksaan
histopatologi.
Pemeriksaan histopatologis menunjukkan jaringan fibro-kolagen yang dilapisi
oleh epitel skuamosa berlapis disertai cukup banyak granuloma sel epitel dengan sel
raksasa tipe Langhan yang dikelilingi oleh limfosit dan fibroblas dengan beberapa
area nekrosis kaseosa yang menandakan tuberkulosis.

Berdasarkan temuan bakteriologis, radiologis dan histopatologis, diagnosis


tuberkulosis laring sekunder terjadi akibat tuberkulosis paru.

Kemudian regimen standart kategori-I menurut Revised National Tuberculosis

Control Program (RNTCP) diberikan kepada pasien selama enam bulan. Pemeriksaan
follow up setelah satu bulan pengobatan menunjukkan adanya resolusi tanda dan
gejala.

Laring terlihat normal pada video laringoskopi dan ada kenaikan berat badan
pada pasien setelah dua bulan pengobatan.

PEMBAHASAN
Selama 10 tahun terakhir, angka kematian akibat tuberkulosis menurun
sebesar 43% di India. Sekarang ini manifestasi penyakit ini telah berubah dengan
peningkatan insiden kasus ekstra-pulmonal. Namun, penyebab perubahan ini tidak
diketahui dengan jelas. Di sisi lain, ini mungkin disebabkan oleh peningkatan jumlah
kasus tuberkulosis ekstra paru yang didiagnosis dengan teknik yang terbaru.
Laryngeal tuberculosis adalah kasus klinis yang jarang terjadi dan kejadian TB
laring baru-baru ini kurang dari 1% dari semua kasus tuberkulosis. Dari 843 kasus
TB, hanya 11 kasus yang menunjukkan keterlibatan laring (1,3% ). Namun India
adalah zona endemik untuk tuberkulosis. Dalam sebuah penelitian terhadap 500
pasien tuberkulosis paru dari India, TB laring ditemukan pada 4% di antaranya.

Tuberkulosis laring dapat bersifat primer atau sekunder pada tuberkulosis


paru. Tuberkulosis laring yang bersifat primer terjadi tanpa bukti adanya patologi di
paru-paru atau di tempat lain. Kasus ini dianggap bersifat sekunder pada tuberkulosis
paru.
Tuberkulosis laryngeal ini lebih sering ditemukan pada laki-laki di banding
perempuan dengan perbandingan yaitu 2-3: 1 dan kelompok usia yang paling umum
adalah 40-60 tahun.
Tuberkulosis pada daerah kepala dan leher umumnya terkait dengan infeksi
HIV. Pada pasien HIV-positif dengan lesi di kepala dan leher, infeksi tuberkulosis
harus disingkirkan terlebih dahulu. Sekarang kejadian tuberkulosis meningkat karena
adanya infeksi HIV sebelumnya. Dalam kasus ini, pasien negatif terhadap infeksi
HIV.
Alonso dkk, dalam laporan mereka tentang 11 kasus tuberkulosis laring,
menemukan 'suara serak' atau 'serak dengan kesulitan menelan' menjadi gejala
presentasi yang paling umum. Dalam kasus kami, gejala yang menyertainya adalah
suara serak, rasa sakit pada Tenggorokan, odinofagia dan batuk produktif.
Pada tuberkulosis laring, bagian anterior laring lebih sering terkena daripada
bagian posterior dan tempat predileksi yang paling umum adalah dibagian arytenoid.
Tetapi menurut Clery dan Batsakis, keterlibatan bagian anterior laring sekarang
terjadi dua kali lebih sering daripada posterior laring . Pita suara adalah lokasi yang
paling sering terkena dampak (50-70%), lalu pita suara palsu (40-50%), epiglotis,
lipatan aryepiglotik, arytenoid, komisura posterior dan subglotis (10-15%). Pada
kasus ini, organ yang terlibat adalah epiglotis, arytenoids, lipatan inter arytenoid dan
plika ventrikel.
Temuan tuberkulosis laring dapat dikategorikan menjadi empat kelompok
yaitu (a) lesi ulseratif (40,9%) (b) lesi inflamasi non spesifik (27,3%), (c) lesi polipoid
(22,7%) dan (d) lesi massa ulcerofungative (9,1%). Kasus ini menunjukkan lesi
ulseratif keputihan melebihi aritenoid, inter aritenoid dan epiglotis dengan eksudasi
purulen.
Laringoskopi langsung dan biopsi diwajibkan untuk menetapkan diagnosis.
Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal atau umum.
Ciri khas yang ditemukan pada tuberkulosis adalah granuloma epitheloid dengan sel
raksasa tipe Langhan dan pembentukan granuloma.
Perlu diingat bahwa tuberkulosis dan keganasan laring mungkin terjadi
bersamaan. Jadi, biopsi tidak hanya mendiagnosis tuberkulosis, tapi juga
menyingkirkan keganasan sedini mungkin. Terapi anti tuberkulosis memberikan
prognosis yang baik. Pasien ini menjadi asimtomatik setelah satu bulan kemoterapi.

KESIMPULAN
Tuberkulosis laring bukan merupakan kondisi yang langka dengan kejadian
4% di antara semua kasus tuberkulosis. Pada sebagian besar kasus, ini merupakan
kasus sekunder pada tuberkulosis paru. Pemeriksaan laringoskopi langsung dan biopsi
diwajibkan untuk menetapkan diagnosis pasti dan untuk menyingkirkan penyakit
ganas yang sering terjadi berdampingan. Terapi anti tuberkulosis adalah pengobatan
pilihan dan prognosis sangat baik jika diobati lebih awal.
PUSTAKA

1.Central TB Division, Ministry of Health & Welfare, Govt. of India, TB India 2010,
RNTCP Status Report.

2. Lee KC, Schecter G . Tuberculosis infection of head and neck. Ear, Nose, Throat
Journal 1995; 74: 395-9.

3. Egeli E et al. Epiglottic tuberculosis in a patient treated with steroid for


Addisons disease. Tohoku J Exp Med 2003; 20:119-25.

4. Rohwedder JJ. Upper respiratory tract tuberculosis, sixteen cases in a general


hospital. Ann Intern Med 1974; 80:708-13.

5. Sode A et al. Tuberculosis of larynx: clinical aspects in 19 patients.


Laryngoscope 1989; 99: 1147-50.

6. Galli J et al. Atypical isolated epiglottic tuberculosis, a case report and review of
literature. Am J Otolaryngol 2002; 23: 237-40.

7. Sing B et al. Isolated cervical tuberculosis in patients with HIV infection.


Otolaryngol Head Neck Surgery 1998 Jun; 118: 766-70.

8. Alonso PE et al. Laryngeal tuberculosis. Rev laryngol otol rhinol 2002; 14: 352-6.

9. Dhingra PL, Disease of Ear, Nose and Throat, Elsevier Publishers, 3rd edn, 351-2.

10. Cleary KR, Batsakis JG. Mycobacterial disease of head and neck, current
perspective. Ann otol rhinol laryngol 1995; 104: 830-3.

11. Shin JE et al. Changing trends in clinical manifestations of laryngeal tuberculosis.


Laryngoscope 2000; 110: 1950-3.

12. Richter B et al. Epiglottic tuberculosis, differential diagnosis and treatment, case
report and review of literature. Ann otol rhinol laryngol 2001; 110: 197- 201.

Anda mungkin juga menyukai