Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG

Walaupun insiden meningitis tuberkulosa telah menurun di negara-negara

industri USA dan Eropa Barat selama tahun 1980-an, karena dianggap sebagai

penyakit yang telah dieradikasi, tetapi di negara-negara berkembang masih

mengalami peningkatan dalam beberapa tahun ini. Hal ini disebabkan oleh bakteri

yang sudah terhadap obat, penatalaksanaan yang tidak adekuat, berkembangnya

infeksi HIV dan sebagainya. Jika dampak TB tidak segera diatasi, WHO

memperkirakan 20 tahun mendatang lebih 1 milyar orang akan terinfeksi baru, 200

juta akan menderita tuberkulosis, dan 35 juta yang akan mengalami kematian karena

penyakit tuberkulosis.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Meningitis tuberculosa adalah suatu penyakit infeksi yang mengenai selaput

otak, yang disebabkan oleh bakteri tahan asam Mycobacterium tuberculosis.2

Bakteri dapat mencapai SSP dalam beberapa cara, misalnya penyebaran

melalui hematogen, perkontinuitatum seperti OMA dan sinusitis, cedera kepala,

ataupun melalui tindakan pembedahan.1

2.2 EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini dapat mengenai semua umur, tetapi insiden tertinggi pada bayi,

anak-anak dan orangtua. Terutama pada orang-orang yang kurang mampu dan orang-

orang yang tinggal di daerah dengan higienis buruk dan padat penduduk. Sembilan

puluh lima persen dari kasus tuberkulosis dan 98 % terjadi di negara-negara sedang

berkembang. Epidemic khususnya di Afrika dan Asia Tenggara.1

2.3 FAKTOR RESIKO

Faktor resiko meliputi riwayat TBC paru, pecandu alkohol berat, HIV/AIDS,

dan pemakaian immunosupresan yang berlebihan.3

2
2.4 ETIOLOGI

Sumber: pinterest.com

Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman berbentuk batang,

berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen

M.Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap

asam serta tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah

bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M.

Tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya

tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.3

Kuman ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB

cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam

3
ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapatdorman,

tertidur lama selama beberapa tahun.3

Karakteristik Mycobacterium Tuberculosis adalah sebagai berikut:2

1. Merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1-4 mm dengan tebal

0,3-0,6mm.

2. Bakteri tidak berspora dan tidak berkapsul.

3.PewarnaanZiehl- Nellse n tampak berwarna merah dengan latar

belakang biru.

4. Bakteri sulit diwarnai dengan Gram tapi jika berhasil hasilnya Gram

positif.

5. Pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron dinding sel tebal, mesosom

mengandung lemak (lipid) dengan kandungan 25%, kandungan lipid memberi sifat

yang khas pada bakteri yaitu tahan terhadap kekeringan, alkohol, zat asam, alkalis

dan germisida tertentu.

6. Sifat tahan asam karena adanya perangkap fuksin intrasel, suatu pertahanan yang

dihasilkan dari komplek mikolat fuksin yang terbentuk di dinding.

7.Pertumbuhan sangat lambat, dengan waktu pembelahan 12-18 jam

dengan suhu optimum 37oC

Kuman kering dapat hidup di tempat gelap berbulan-bulan dan tetap

virulen.

8. Kuman mati dengan penyinaran langsung matahari.

4
2.5 PATOGENESIS3

Bakteri ini biasanya memasuki tubuh melalui inhalasi sedangkan transmisi

melalui kulit jarang menyebabkan infeksi. Setelah memasuki tubuh, bakteri

mengalami multiplikasi dan menyebar melalui darah. Selama masa ini , selaput

otak menjadi terinfeksi. Sel mediated-immunity bersama makrofag akan bermigrasi

ke tempat infeksi dan terjadi interaksi antibody-antigen yang akan menyebabkan

terbentuknya tuberkel pada selaput otak. Apabila respon imun menurun, tuberkel

akan terpecah membebaskan bakteri yang menginfeksi ruang subarachnoid tersebut

terbebas, sehingga terjadi meningitis.

Adanya bakteri di dalam ruang subarachnoid, diikuti oleh inflamasi lapisan

leptomeninges yang berat, yang kemudian akan terbentuk eksudat yang terkumpul di

basal otak dimana terdapat sisterna shingga sebagai komplikasi umum sering

dijumpai hidrosephalus. Selain itu arteri juga dapat terkena mengakibatkan inflamasi

lapisan adventitia dan media sehingga terjadi penyempitan lumen arteri.

Penyebaran bakteri ke selaput otak dapat sebagai komplikasi yang berasal dari

infeksi primer seperti TBC milier, infeksi tuberculosis di mastoid, spondilitis

tuberkulosa atau reaktivasi TBC laten.

2.6 GAMBARAN KLINIS2

Biasanya penderita mempunyai riwayat kontak dengan pengidap TBC. Pada

stadium awal, penderita mengalami anoreksia, mual, muntah, sakit kepala yang

intermitten, lethargia, nyeri otot, dan demam. Pada bayi, gejala hanya menunjukkan

irritabilitas dan tidak mau makan. Setelah dua minggu penderita mulai mengeluh

5
demam, fotophobia, sakit kepala menetap, berat badan menurun, dan kaku kuduk.

Pada bayi dapat terjadi penonjolan fontanela. Dalam beberapa minggu atau bulan,

keadaan penderita perlahan-lahan mengalami penurunan kesadaran, disfungsi

neurologik yang progressif, koma, dan kematian. Pada kasus-kasus tertentu, infeksi

dapat menyebar ke medulla spinalis yang dapat menyebabkan radiculomyelopathy.

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa

dikelompokkan dalam tiga stadium:

1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)

Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu.Biasanya gejalanya tidak khas, timbul

perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis. Gejala-gejala tersebut berupa:

demam (tidak terlalu tinggi)

rasa lemah

nafsu makan menurun (anorexia)

nyeri perut

sakit kepala

tidur terganggu

mual, muntah

konstipasi

apatis

irritable

Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi yang

sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan perubahan

6
suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis, mungkin saja

tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat umum dan

didapatkan sekitar 10-15%. Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub

arachnoid maka stadium I akan berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan

akan langsung masuk ke stadium III.

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak/ meningen. Ditandai oleh

adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas lengkung serebri.

Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi.

Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar

otak menyebabkan gangguan otak atau batang otak. Pada fase ini, eksudat yang

mengalami organisasi akan mengakibatkan kelumpuhan saraf kranial dan

hidrosefalus, gangguan kesadaran, papil edema ringan serta adanya tuberkel di

koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal, saraf kranial dan kadang medulla

spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan karena infark/ iskemia, quadriparesis

dapat terjadi akibat infark bilateral atau edema otak yang berat. Pada anak berusia di

bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya, sedangkan sakit kepala

jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar, sakit kepala adalah

keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun. Gejala-gejala tersebut berupa:

Akibat rangsang meningen " sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)

7
Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak: - disorientasi - bingung -

kejang - tremor - hemibalismus / hemikorea - hemiparesis /

quadriparesis - penurunan kesadaran

Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial: Saraf kranial yang

sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan VII Tanda: -

strabismus - diplopia - ptosis - reaksi pupil lambat - gangguan

penglihatan kabur

3. Stadium III (koma / fase paralitik)

Terjadi percepatan penyakit, berlangsung selama 2-3 minggu Gangguan

fungsi otak semakin jelas. Terjadi akibat infark batang otak akibat lesi pembuluh

darah atau strangulasi oleh eksudat yang mengalami organisasi. Gejala-gejala tersebut

berupa:

pernapasan irregular

demam tinggi

edema papil

hiperglikemia

kesadaran makin menurun, irritable dan apatik, mengantuk, stupor, koma,

otot ekstensor menjadi kaku dan spasme, opistotonus, pupil melebar dan

tidak bereaksi sama sekali.

nadi dan pernafasan menjadi tidak teratur

hiperpireksia

akhirnya, pasien dapat meninggal.

8
Tiga stadium tersebut di atas biasanya tidak jelas batasnya antara satu dengan

yang lain, tetapi bila tidak diobati biasanya berlangsung 3 minggu sebelum pasien

meninggal. Dikatakan akut bila 3 stadium tersebit berlangsung selama 1 minggu.

Hidrosefalus dapat terjadi pada kira-kira 2/3 pasien, terutama yang penyakitnya telah

berlangsung lebih dari 3 minggu. Hal ini terjadi apabila pengobatan terlambat atau

tidak adekuat.

2.7 DIAGNOSIS3

2.7.1 Pemeriksaan klinik neurologis

Dijumpai adanya tanda perangsangan meningeal, tanda peninggian tekanan

intrakranial, kejang, kelemahan nervus cranialis, hemiparese, penurunan kesadaran

atau koma.

2.7.2 Lumbal Punksi

Pemeriksaan CSF merupakan standar baku emas untuk menegakkan diagnosa

infeksi selaput otak. Gambaran CSF meliputi :

1. Peningkatan tekanan CSF

2. Warna jernih atau sedikit berawan.

3. Jumlah MN meningkat (> 400/mm3)

4. Protein meninggi (100 400 mg/dl)

5. Penurunan glukosa dan khlor

6. Adanya fibrin clot pada CSF setelah disentrifugasi dan pada pewarnaan Ziehl

7. Niellsen menunjukkan adanya bakteri dalam CSF

9
2.7.3 Pemeriksaan Tambahan:

a) Foto Dada

Untuk mendeteksi adanya infeksi pada paru.

b) Head CT-Scan

c) MRI

d) Arteriography

Untuk melihat adanya arthritis.

2.8 DIAGNOSA BANDING1

Meningitis tuberkulosa harus didiferensiasi dengan meningitis purulenta,

meningo-ensephalitis parainfeksiosa, torulosis, dan tahap meningitis dari

poliomyelitis anterior akuta.

2.9 PENATALAKSANAAN3

2.9.1 Terapi Non-Farmakologis

a. Monitoring status neurologis.

b. Pemasangan NGT.

c. CSF shunting dan lumbal punksi ulangan dapat dilaksanakan bila ada

komplikasi hidrosephalus.

10
a. monitoring fungsi liver, karena kebanyakan obat-obatan meningitis

bersifat hepatotoksik.

b. Fisioterapi

2.9.2 Terapi Farmakologis

2.9.2.1 Obat Anti Tuberkulosis

A. Fase Initial

- Rifampicin + INH + Pirazinamide + Etionamide (2 bulan)

- Dosis Rifampicin : 20 mg/kgBB/hari, per oral, dosis tunggal.

- Dosis Isoniazid : 20 mg/kgBB/hari ,per oral, dosis tunggal.

- Dosis Pirazinamide : 40 mg/kgBB/hari, per oral, dosis tunggal.

Dosis maksimal 2 gram per hari.

- Dosis Etionamide : 20 mg/kgBB/hari, per oral, dosis tunggal. Dosis

maksimum 1 gram per hari.

B. Fase Kontinuasi (12 bulan)

- Rifampicin + Isoniazide + Etionamide dengan dosis yang sama

seperti pada fase initial.

- diberikan selama 5 hari/minggu.

Untuk Multi Drug Resistant Tuberculosis (MDR-Tb) dilanjutkan sampai 2

tahun. Untuk lebih mencapai efektivitas pengobatan, maka Directly Observed

Therapy Short course Strategy (DOTS) perlu dilaksanakan secara maksimal.

11
2.9.2.2 Kortikosteroid

Prednisone : 2 4 mg/kgBB/hari, dosis terbagi dalam 3 kali pemberian,

selama 4-6 minggu kemudian tapering off dalam 14-21 hari.

2.9.2.3 Hidrocephalus

Acetazolamide 100 mg/kgBB/hari, per oral, dosis tunggal selama 4-6 minggu

2.9.2.2 Obat anti kejang

Diazepam 0,2-0,3 mg/kgBB, perlahan-lahan IV. Maintenance : Fenobarbital

5-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis sampai pasien bebas kejang selama 14 hari

kemudian tapering off dalam seminggu.

2.9.2.2 Peningkatan TIK atau oedem cerebri

Elevasi kepala 15o, manitol IV I gr/kgBB habis dalam 1 jam, furosemid I

mg/kgBB IV.

2.10 KOMPLIKASI2

Komplikasi meningitis tuberkulosa meliputi :

1. Peninggian tekanan intrakranial

2. Udema cerebri

3. Hidrosephalus

4. infark cerebri

5. Hemiparese/Tetraparese

6. Kejang

7. Deafness

8. Blindness

12
9. Retardasi mental

2.11 PROGNOSIS

Prognosa jelek pada bayi, pengobatan yang tidak adekuat, nutrisi yang buruk

dan pada penderita HIV. Angka kematian mencapai 10-20% pada penderita yang

koma dan hanya 20% yang sembuh sempurna. Prognosa baik bila tidak ada defisit

neurologis.3

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, Raymond D., M.A., M.D., Victor, Maurice, M.D., dan Ropper, Allan H.,

M.D.; Nonviral Infection of The Nervous System : Principle or Neurology, edisi

ke-7; New York; McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2001; hal. 277-279.

2. Gilroy, John MD, FRCP(Can); Meningitis Tuberculous: Basic Neurology; edisi ke-

3; New York; The McGraw-Hill Companies, Inc; 2000; hal. 458-459

3. Mardjono, Mahar, Prof. DR., dan Sidharta, Priguna, Prof. DR.; Meningitis

Tuberkulosa : Neurologi Klinis Dasar; edisi ke-8; Jakarta;Dian Rakyat; 2000; hal.

319-320.

14

Anda mungkin juga menyukai