a. Definisi
Trauma buli-buli atau trauma vesika urinaria merupakan keadaan darurat bedah
yang memerlukan penatalaksanaan segera, bila tidak ditanggulangi dengan segera
dapat menimbulkan komplikasi seperti pedarahaan hebat, peritonitis dan sepsis secara
anatomic buli-buli terletak didalam rongga pelvis terlindung oleh tulang pelvis
sehingga jarang mengalami cedera.
b. Etiologi
Ruptur kandung kemih terutama terjadi akibat trauma trauma tumpul pada
panggul, tetapi bisa juga karena trauma tembus seperti luka tembak dan luka tusuk
oleh senjata tajam, dan cedera dari luar, cedera iatrogenik dan patah tulang panggul.
Pecahan-pecahan tulang panggul yang berasal dari fraktur dapat menusuk kandung
kemih tetapi rupture kandung kemih yang khas ialah akibat taruma tumpul pada
panggul atas kandung terisi penuh. Tenaga mendadak atas masa urinaria yang
terbendung di dalam kandung kemih yang mnyebabkan rupture. Penyebab iatrogenic
termasuk pasca intervensi bedah dari ginekologi, urologi, dan operasi ortopedi di
dekat kandung kemih. Penyebab lain melibatkan trauma obstetric pada saat
melahirkan.
Kandung kemih yang penuh dengan urine dapat mengalami rupture oleh tekanan
yang kuat pada perut bagian bawah. Cidera ini umumnya terjadi karena pemakaian
sabuk pengaman pada klitis. (Purnomo, 2015)
c. Manifestasi klinis
Trauma bladder selalu menimbulkan nyeri pada abdomen bawah dan hematuria.
Jika klien mempunyai riwayat trauma pada abdomen, itu merupakan faktor
predisposisi trauma bladder. Klien dapat menunjukkan gejala kesulitan berkemih. Test
diagnostik pada trauma bladder meliputi IVP dengan lateral views atau CT scan saat
blader kosong dan penuh, atau csytogram. Jika darah keluar dari meatus, disrupsi
uretral mungkin telah terjadi. Pada kasus ini, klien tidak boleh dikateterisasi sampai
disrupsi tersebut teratasi. (Purnomo, 2015)
d. Patofisiologi
Trauma vesika urinaria terbanyak karena kecelakaan lalu lintas / kecelakaan kerja
yang menyebabkan fragmen patah tulang pelvis mencederai buli-buli. Trauma vesika
urinaria tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama bila kandung kemih
penuh atau terdapat kelainan patelegik seperti tuberculosis, tumor atau obstruksi
sehingga menyebabkan rupture. Trauma vesika urinaria tajam akibat luka tusuk atau
luka tembak lebih jarang ditemukan. Luka dapat melalui daerah suprapubik ataupun
transperineal dan penyebab lain adalah instrumentasi urologic. Fractur tulang panggul
dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih, pada ontusio buli-buli
hanya terjadi memar pada dinding buli-bui dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin.
Ruptur kandung kemih dapat bersifat intraperitoneal atau ekstraperitoneal. Rupture
kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang
pelvis pada dinding depan kandung kemih yang penuh. Peda kejadian ini terjadi
ekstravasasi urin dari rongga perivesikal. (Purnomo, 2015)
Cedera kandung kemih tidak lengkap atau sebagian akan menyebabkan robekan
mukosa kandung kemih. Segmen dari dinding kandung kemih mengalami memar,
mengakibatkan cedera lokal dan hematoma. Memar atau kontusi memberikan
manifestasi klinis hematuria setelah trauma tumpul atau setelah melakukan aktivitas
fisik yang ekstrem (contohnya: lari jarak jauh). (Purnomo, 2015)
Beberapa kasus mungkin terjadi dengan mekanisme yang mirip dengan pecahnya
kandung kemih intraperitoneal, yang merupakan kombinasi dari trauma dan
overdistension kandung kemih. Temuan cystographic classic adalah ekstravasasi
kontras sekitar dasar kandung kemih. Dengan cedera yang lebih kompleks, bahan
kontras meluas ke paha, ke penis, perineum, atau kedalam dinding anterior abdomen.
Ekstravasasi akan mencapai skrotun ketika vasia superior diagfragma urogenital atau
diagfragma urogenital sendiri menjadi terganggu. (Purnomo, 2015)
Kecemasan
f. Klasifikasi
1) Rupture ekstraperitoneal kandung kemih. Rupture ekstraperitoneal biasanya
berhubungan dengan fraktur panggul ( 89% - 100% ). Sebelumnya, mekanisme
cidera diyakini dari perforasi langsung oleh fragmen tulang panggul. Tingkat
cidera kandung kemihsecara langsung berkaitan dengan tingkat keparahan
fraktur.
g. Komplikasi
- Urosepsis.Keracunan septic dari penahanan dan absorbs substansi urin.
- Klien lemah akibat anemia.
h. Pemeriksaan Laboratorium / Diagnostik
Hematokrit menurun.
Cystografi : menunjukkan ekstravasase urine, vesika urinaria dapatpindah atau
tertekan.
i. Penatalaksanaan
a. Atasi syok dan perdarahan.
b. Istirahat baring sampai hematuri hilang
c. bila ditemukan fraktur tulang punggung disertai ruptur vesika urinaria
intraperitoneal dilakukan sectio alta yang dilamjutkan dengan laparatomi
(Purnomo, 2015)
a. Data Subyektif
Rasa nyeri pada kandung kemih (nyeri abdomen bawah atau nyeri di daerah
suprapubik) dapat disebabkan oleh distensi yang berlebihan atau infeksi kandung
kemih. Perasaan ingin kencing, tenesmus nyeri ketika mengejan) dan disuria
terminal (nyeri pada akhir urinary) sering dijumpai.
Ginjal (Renal): Kemungkinan Data yang diperoleh : Oliguria (produksi urine
kurang dari 400 cc/ 24jam), Anuria (100 cc / 24 Jam, Infeksi (WBCs , Bacterimia),
Sediment urine mengandung : RBC.
Pasien mengatakan kadang tidak bisa buang air kecil dan keluar darah dari uretra.
Pasien selalu menanyakan tindakan yang akan dilakukan.
b. Pola :
Makan, tidur, eliminasi, aktifitas, dan kerja.
Pengkajian terhadap integritas saluran kemih merupakan bagian evaluasi yang
dilakukan pada individu yang mengalami trauma di tubuh bagian bawah, trauma yang terkait
terutama saluran kemih, antara lain fraktur pelvis,trauma akibat benda tumpul dan tusukan
benda tajam atau peluru. Fraktur dapat mengakibtkan perforasi kandung kemih atau robeknya
uretra. Pukulan keras pada tubuh bagian bawah dapat mengakibatkan kontusio, robekan atau
ruptur ginjal.
c. Data Obyektif
Pada saat urin dipantau kadang terdapat darah dan hematuria/perdarahan segar bisa
terjadi
Gelisah, cemas
Espresi wajah ketakutan
Takikardi
Tekanan darah meningkat.
Pemeriksaan fisik
Peningkatan vena jugularis
Adanya edema pada papelbra dan ekstremitas
Anemia dan kelainan jantung
Hiperpigmentasi pada kulit
Pernapasan
Mulut dan bibir kering
Adanya kejang-kejang
Gangguan kesadaran
Pembesaran ginjal
Adanya neuropati perifer
Test Diagnostik
Pemeriksaan fungsi ginjal, kreatinin dan ureum darah
Menyiapkan pasien yang akan dilakukan Clearens Creatinin Test (CCT) adalah:
Timbang Berat badan dan mengukur tinggi badan
Menanmpung urine 24 jam
Mengambil darah vena sebanyak 3 cc (untuk mengetahui kreatinin darah)
Mengambil urine 50 cc.
Lakukan pemeriksaan CCT dengan rumus :
Vol. Urine {cc/menit x Konsentrasi kreatinin urine (mg %)}
Kreatinin Plasma (mg %)
Persiapan Intra Venous Pyelography
Puasakan pasien selama 8 jam
Bila perlu lakukan lavemen/klisma.
e. Pemeriksaan pembantu
Tes buli-buli :
Buli-buli dikosongkan dengan kateter, lalu dimasukkan 500 ml larutan garam faal
yang sedikit melebihi kapasitas buli-buli.
Kateter di klem sebentar, lalu dibuka kembali, bila selisihnya cukup besar
mungkin terdapat rupture buli-buli.
2. Diagnosa Keperawatan
3) Gangguan pemenuhan aktifitas s/d kelemahan fisik sekunder terhadap trauma, ditandai
dengan :
INTERVENSI KEPERATAN
Diagnosa pertma Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) b.d Kerusakan jaringan ( trauma ) pada
daerah bladder
Intervensi :
2).Atur posisi sesuai indikasi, misalnya semi fowler. Rasional : Mmemudahkan drainase
cairan / luka karena gravitasidan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan.
Diagnosa ke 2 Gangguan eliminasi urine s/d trauma bladder ditandai dengan hematuria.
Intervensi :
1.Kaji pola berkemih seperti frekwensi dan jumlahnya. Rasional : Mengidentifikasi fungsi
kandung kemih, fungsi ginjal dan keseimbangan cairan.
2.Observasi adanya darah dalam urine. Rasional : Tanda-tanda infeksi saluran perkemihan /
ginjal dapat menyebabkan sepsis.
Diagnosa ke 3. Gangguan pemenuhan aktifitas b.d kelemahan fisik sekunder terhadap trauma,
ditandai dengan :
Intervensi :
2.Ubah posisi pasien setiap 2 jam sekali. Rasional : Meningkatkan sirkulasi darah seluruh
tubuh dan mencegah penekanan pada daerah tubuh yang menonjol
3.Lakukan rentang gerak aktif dan pasif. Rasional : Menurunkan resiko terjadinya trauma dan
mempertahankan fungsi sendi dan mencegah penurunan tonus
Intervensi :
1.Observasi tensi, nadi, suhu, pernafasan dan tingkat kesadaranpasien. Rasional : Terjadinya
perubahan tanda vital merupakan manifestasi awal sebagai kompensasi hypovolemia dan
penurunan curah jantung.
2.Berikan cairan IV sesuai kebutuhan. Rasional : Perbaikan volume sirkulasi biasanya dapat
memperbaiki curah jantung.
5.Bila perdarahan tetap berlangsung dan KU memburuk pikirkan tindakan bedah. Rasional :
Tindakan yang segera dapat menghindarkan keadaan yang lebih memburuk.
IMPLEMENTASI
Evaluasi
Hasil yang diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai berikut :
4. Kecemasan berkurang.