Anda di halaman 1dari 15

Akhlak Terpuji (khauf, raja, tauhid, ikhlas, taubat, dan tawadhu)

PENDAHULUAN

Akhlak yang terpuji merupakan tujuan yang sangat mendasar. Al Quranul Karim penuh dengan ayat yang
mengajak kepada akhlak yang terpuji dan menjelaskan bahwa tujuan utama Allah mengangkat manusia
sebagai khalifah hanyalah untuk memakmurkan dunia dengan kebaikan dan kebenaran.

Dalam pergaulan sehari hari antara kita sesama Manusia, tentu terdapat hubungan dalam kehidupan
sehari-hari tersebut. Hubungan yang berjalan dengan baik tentu ada aturan yang harus kita jalankan,
bagi kita umat Islam tata cara bergaul tersebut telah diatur dalam Al-Quran dan sunnah Rasulllah SAW
yang sering kita sebut dengan Sifat terpuji atau akhlak terpuji.

Sebagai orang islam dan sebagai hamba Allah Yang Maha Kuasa, akhlak terpuji merupakan salah satu hal
mutlak yang harus dimiliki dan diaplikasikan oleh muslimin jika ia benar-benar mengaku sebagai hamba
Allah. Akhlak terpuji akan membawa kepada kebajikan, sebaliknya akhlak tercela akan membawa
kepada keburukan. Dalam suatu pepatah Korea disebutkan bahwa sebanarnya di dunia ini tidak ada
orang yang jahat, hanya keadaan saja yang membuatnya menjadi orang jahat. Hal itu menandakan
bahwa sebenarnya manusia sebagai hamba Allah telah dikaruniai potensi untuk berakhlak terpuji.

Maka dalam makalah ini akan dipaparkan mengenai akhlak terpuji tentang khauf, raja, tauhid, ikhlas,
taubat, dan tawadlu yang kesemuanya itu merupakan akhlak yang tentu akan membawa kepada
kebaikan.

PEMBAHASAN

A. Khauf

1. Pengertian

Secara bahasa khauf adalah lawan kata al-amnu. Al-Amnu adalah rasa aman, maka khauf berarti rasa
takut. Secara istilah khauf adalah pengetahuan yang dimiliki seorang hamba di dalam hatinya tentang
kebesaran dan keagungan Allah serta kepedihan siksa-Nya.

Khauf (Takut) adalah tempat persinggahan yang amat penting dan paling bermanfaat bagi hati. Ini
merupakan keharusan bagi setiap orang. Firman Allah dalam QS. Ali Imran: 175:


Karena itu janganlah kalian takut kepada mereka, tetapi takutlah kepada-Ku, jika kalian benar-benar
orang yang beriman. (Qs. Ali Imran: 175).

Kata khauf tidak jauh maknanya dengan kata wajal, khassyah, rahbah, haibah, sekalipun mungkin ada
sedikit perbedaan pada perincian atau penyertaannya. Ada yang berpendapat, khauf merupakan
kegundahan hati dan gerakannya karena ingat sesuatu yang ditakuti. Ada pula yang berpendapat, kahuf
adalah upaya hati untuk menghindar dari datangnya sesuatu yang tidak disukainya, saat ia
merasakannya. Sedangkan khassyah lebih khusus daripada khauf. Khassyah adalah milik orang-orang
yang memiliki pengetahuan tentang Allah. Dan khassyah merupakan khauf yang disertai marifat. Maka
dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Sesungguhnya aku adalah orang yang paling bertakwa kepada Allah di antara kalian, dan aku adalah
orang yang paling takut kepada-Nya di antara kalian.

Sedangkan Rahbah mencari peluang untuk lari dari sesuatu yang tidak disukai. Kebalikannya raghbah,
yaitu gerakan hati untuk mencari sesuatu yang diinginkan. Wajal artinya hati yang menggigil dan
bergetar karena mengingat orang yang ditakuti kekuasaan dan hukumannya atau saat melihatnya.
Haibah artinya kekuasaan yang disertai pengagungan dan penghormatan, yang biasanya juga disertai
rasa cinta, karena penghormatan merupakan pengagungan yang disertai rasa cinta.

Seberapa banyak ilmu dan marifat yang dimiliki, maka sebanyak itu pula khauf dan khasyyahnya,
Sebagaimana yang disabdakan Nabi Shallallahualaihi wa Sallam:

Sekiranya kalian mengetahui apa yang kuketahui, tentu kalian sedikit tertawa, banyak menangis, tidak
bercumbu dengan istri di atas tempat tidur dan kalian akan keluar ke atas bukit untuk memohon
pertolongan kepada Allah.

Orang yang mempunyai sifat khauf lebih suka melarikan diri atau menahan diri, sedangkan orang yang
memiliki sifat khassyah lebih suka berlindung kepada ilmu. Perumpamaan di antara keduanya seperti
orang yang sama sekali tidak mengerti ilmu kedokteran dan seorang dokter yang andal.

2. Macam-Macam Khauf

Takut dilihat dari dzatnya dibagi menjadi 3 macam:

a. Takut yang bersifat rahasia, yaitu takut kepada selain Allah, seperti takut kepada berhala dan taghut
jika mereka menyakitinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Hud: 54-55:
Kami tidak mengatakan melainkan bahwa sebagian sembahan kami telah menimpakan penyakit gila
atas dirimu. Huud menjawab: Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah dan saksikanlah olehmu
sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan. Dari selain-Nya,
sebab itu jalankanlah tipu dayamu semuanya terhadapku dan janganlah kamu memberi tangguh
kepadaku.

Inilah yang dilakukan para penyembah kuburan dan sejenisnya yaitu berhala, mereka takut kepadanya
dan menakut-nakuti ahli tauhid jika mereka mengingkari penyembahan kepadanya dan menyuruh
mengikhlaskan ibadah kepada Allah. Ini merupakan bentuk penafian terhadap tauhid.

b. Jika seseorang meninggalkan apa yang diwajibkan atasnya, karena takut dari sebagian manusia.
Hukumnya adalah haram dan termasuk syirik kepada Allah bagi orang yang menafikan kesempurnaan
tauhid.

c. Takut yang bersifat naluri, yaitu takut dari musuh atau binatang buas serta yang lainnya. Hal ini tidak
dicela, sebagaimana Allah Taala berfirman dalam kisah Musa AS, Maka keluarlah Musa dari kota itu
dengan rasa takut menunggu-nunggu QS. Al Qashash : 28.

B. Raja

1. Pengertian Raja

Secara bahasa Raj berasal dari kata raj yarj raj-an yang berarti mengharap dan pengharapan.
Kata raj dalam Al-Quran disebutkan misalnya dalam QS al-Baqarah 2: 218, yaitu:

Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah,
mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang QS. Al-
Baqarah: 218.

dan juga dalam QS al-Ahzb: 21:

Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang
yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah QS. AL-
Ahzab:21.
Dalam kedua ayat tersebut, raj (pengharapan) atas rahmat Allah dinyatakan oleh para mufassir begitu
kuat pengaruhnya bagi setiap orang yang beriman. Pengharapan itu menjadikan mereka rela hijrah,
meninggalkan segala kesenangan dan harta yang mereka telah miliki. Mereka tidak berkebaratan
mengadu nyawa dengan berjihad berperang melawan musuh-musuh mereka.

Raj merupakan sikap optimis total. Ibarat seorang pedagang yang rela mempertaruhkan seluruh modal
usahanya karena meyakini keuntungan besar yang bakal segera diraihnya. Ibarat seorang pecinta yang
rela memertaruhkan segala miliknya demi menggapai cinta kekasihnya. Dia meyakini bahwa cintanya
itulah bahagianya. Tanpanya, hidup ini tiada arti baginya. Raj atau pengharapan yang demikian besar
menjadikan seseorang hidup dalam sebuah dunia tanpa kesedihan. Sebesar apa pun bahaya dan
ancaman yang datang tidak mampu menghapus senyum optimisme dari wajahnya.

Perbedaan raja (mengharap) dengan tamanny (berangan-angan), bahwa berangan-angan itu disertai
kemalasan, pelakunya tidak pernah bersungguh-sungguh dan berusaha. Sedangkan mengharap itu
disertai dengan usaha dan tawakal. Yang pertama seperti keadaan orang yang berangan-angan andaikan
dia mempunyai sepetak tanah yang dapat dia tanami dan hasilnya pun dipetik. Yang kedua seperti
keadaan orang yang mempunyai sepetak tanah dan dia olah dan tanami, lalu dia berharap tanamannya
tumbuh. Karena itu para ulama telah sepakat bahwa raja tidak dianggap sah kecuali disertai usaha.

Raja itu ada tiga macam, dua mecam adalah Raja yang terpuji dan yang satu adalah tercela, yaitu:

1. Harapan seseorang agar dapat taat kepada Allah berdasarkan cahaya dari Allah, lalu dia mengharap
pahala-Nya.

2. Seseorang yang berbuat dosa lalu bertaubat dan mengharap ampunan Allah, kemurahan dan kasih
sayang-Nya.

3. Orang yang melakukan kesalahan dan mengharap rahmat Allah tanpa disertai usaha. Ini sesuatu yang
menipu dan harapan yang dusta.

2. Hubungan Khauf Dan Raja

Baik Khauf maupun raja` merupakan dua ibadah yang sangat agung. Bila keduanya menyatu dalam diri
seorang mukmin, maka seluruh aktivitas kehidupannya akan menjadi seimbang. Dengan khauf akan
membawa diri seseorang untuk selalu melaksanakan ketaatan dan menjauhi perkara yang diharamkan;
dengan raja` akan menghantarkan dirinya untuk selalu mengharap apa yang ada di sisi Allah.

Pendek kata, dengan khauf dan raja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa dirinya akan kembali ke
hadapan Sang Penciptanya, di samping ia akan bersemangat memperbanyak amalan-amalan.Kedua
sikap di atas harus dimiliki oleh seorang mukmin. Sikap ini menjadi ciri mukmin yang baik yang bisa
menempatkan diri kapan ia harus berada pada posisi khauf dan kapan ia mesti berada pada posisi raja`.

Namun, Sayid Alwi bin Abbas Al Maliki menyatakan, Bagi seorang pemuda ia lebih baik mengutamakan
sikap al-khauf sebab nafsu syahwat di masa muda jauh lebih besar yang dikhawatirkan dapat menyeret
pada perbuatan buruk jika tidak mengutamakan sikap tersebut.
C. Tauhid

1. Pengertian

Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa
Allah itu esa. Sedangkan secara istilah ilmu Tauhid ialah ilmu yang membahas segala kepercayaan-
kepercayaan yang diambil dari dalil dalil keyakinan dan hukum-hukum di dalam Islam termasuk hukum
mempercayakan Allah itu esa.

Sedangkan menurut KBBI, tauhid adalah keesaan Allah: kuat kepercayaannya bahwa Allah hanya satu.
Jadi, tauhid adalah pemurnian ibadah kepada Allah. Maksudnya yaitu: menghambakan diri hanya
kepada Allah secara murni dan konsekwen dengan mentaati segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya, dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepada-Nya.

2. Pembagian Tauhid

Tauhid yang didakwahkan oleh para rasul dan diturunkan kitab-kitab karenanya ada dua:

Pertama: Tauhid dalam pengenalan dan penetapan, dan dinamakan dengan Tauhid Rububiyah dan
Tauhid Asma dan Sifat. Yaitu menetapkan hakekat zat Allah SWT dan mentauhidkan (mengesakan) Allah
SWT dengan asma (nama), sifat, dan perbuatan-Nya.

Pengertiannya: seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT sematalah yang Menciptakan,
Memiliki, Membolak-balikan, Mengatur alam ini, yang sempurna pada zat, Asma dan Sifat-sifat, serta
perbuatan-Nya, Yang Maha Mengetahui segala sesuatu, Yang Meliputi segala sesuatu, di Tangan-Nya
kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah SWT mempunyai asma (nama-nama) yang
indah dan sifat yang tinggi:

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
(QS. Asy Syura:11)

Kedua: Tauhid dalam tujuan dan permintaan/permohonan, dinamakan tauhid uluhiyah dan ibadah,
yaitu mengesakan Allah SWT dengan semua jenis ibadah, seperti: doa, shalat, takut, mengharap, dan
lain-lain.

Pengertiannya: Seorang hamba meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT saja yang memiliki hak
uluhiyah terhadap semua makhlukNya. Hanya Allah SWT yang berhak untuk disembah, bukan yang lain.
Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jenis ibadah seperti: berdoa, shalat,
meminta tolong, tawakkal, takut, mengharap, menyembelih, bernazar dan semisalnya melainkan hanya
untuk Allah SWT. Siapa yang memalingkan sebagian dari ibadah ini kepada selain Allah SWT maka dia
adalah seorang musyrik lagi kafir. Firman Allah SWT:
Siapa menyembah ilah yang lain selain Allah SWT, padahal tidak ada suatu dalilpun baginya tentang itu,
maka sesungguhnya perhitungannya di sisi Rabbnya. Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu tidak
akan beruntung. (QS. Al-Mukminun:117)

Tauhid Uluhiyah atau Tauhid Ibadah; kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini. Oleh sebab itulah
Allah SWT mengutus para rasul kepada umat manusia, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka,
agar mereka beribadah kepada Allah SWT saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.

Perkara dasar yang wajib dipercayai dalam ilmu tauhid ialah perkara yang dalilnya atau buktinya cukup
terang dan kuat yang terdapat di dalam Al Quran atau Hadis yang shahih. Jelasnya, ilmu Tauhid terbagi
dalam tiga bagian:

a. Wajib

Wajib dalam ilmu Tauhid berarti menentukan suatu hukum dengan mempergunakan akal bahwa
sesuatu itu wajib (mutlak) atau tidak boleh tidak harus demikian hukumnya. Hukum wajib dalam ilmu
tauhid ini ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan atau menggunakan dalil.

Contohnya, uang seribu 1000 rupiah adalah lebih banyak dari 500 rupiah. Artinya akal atau logika kita
dapat mengetahui atau menghukum bahwa 1000 rupiah itu lebih banyak dari 500 rupiah. Tidak boleh
tidak, harus demikian hukumnya.

Ada lagi hukum wajib yang dapat ditentukan bukan dengan akal tapi harus memerlukan penyelidikan
yang rapi dan cukup cermat. Contohnya, Bumi itu bulat.

b. Mustahil

Mustahil dalam ilmu tauhid adalah kebalikan dari wajib. Mustahil dalam ilmu tauhid berarti akal
mustahil bisa menentukan dan mustahil bisa menghukum bahwa sesuatu itu harus demikian. Hukum
mustahil dalam ilmu tauhid ini bisa ditentukan oleh akal tanpa lebih dahulu memerlukan penyelidikan
atau menggunakan dalil.

Contohnya , uang 500 rupiah mustahil lebih banyak dari 1000 rupiah. Artinya akal atau logika kita dapat
mengetahui atau menghukum bahwa 500 rupiah itu mustahil akan lebih banyak dari1000 rupiah.

Sebagaimana hukum wajib dalam Ilmu Tauhid, hukum mustahil juga ada yang ditentukan dengan
memerlukan penyelidikan yang rapi dan cukup cermat. Contohnya: Mustahil bumi ini berbentuk tiga
segi.

c. Jaiz (Mungkin)

Jaiz (mungkin) dalam ilmu tauhid ialah akal kita dapat menentukan atau menghukum bahwa sesuatu
benda atau sesuatu dzat itu boleh demikian keadaannya atau boleh juga tidak demikian. Atau dalam arti
lainya mungkin demikian atau mungkin tidak. Contohnya: penyakit seseorang itu mungkin bisa sembuh
atau mungkin saja tidak bisa sembuh. Hukum jaiz (Mungkin) disini, tidak memerlukan hujjah atau dalil.
Seperti hukum wajib dan mustahil, hukum jaiz (mungkin) juga kadang kandang memerlukan bukti atau
dalil. Contohnya manusia mungkin bisa hidup ratusan tahun tanpa makan dan minum seperti terjadi
pada kisah Ashabul Kahfi yang tertera dalam surat al-Kahfi.

Hakikat tauhid adalah ibadah, seperti yang telah difirmankan oleh Allah SWT:

Tidak Aku ciptakan jin dan Manusia melainkan hanya untuk beribadah (1) kepada-Ku. (QS. Adz
Dzariyat: 56 ).

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan): Beribadalah
kepada Allah (saja) dan jauhilah thaghut. (QS. AnNahl: 36).

3. Keistimewaan tauhid

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadits dari Itbant bahwa Rasulullah bersabda:

Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang orang yang mengucapkan dengan ikhlas dan
hanya mengharapkan (pahala melihat) wajah Allah.

Dengan mengamalkan tauhid dengan sebenar-benarnya dapat menyebabkan masuk surge tanpa hisab,
seperti firman Allah:

Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan
hanif (berpegang teguh pada kebenaran), dan sekalikali ia bukanlah termasuk orang-orang yang
mempersekutukan (Tuhan). (QS. An Nahl: 120).

Dengan tauhid membuat kita takut kepada syirik. Diriwayatkan dalam suatu hadits, bahwa Rasulullah
bersabda:

Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kamu kalian adalah perbuatan syirik kecil, kemudian beliau
ditanya tentang itu, dan beliaupun menjawab: yaitu riya. (HR. Ahmad, Thabrani dan Abu Dawud).

Karena Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain
dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya. (QS. An Nisa: 48).
D. Ikhlas

1. Pengertian

Secara bahasa, ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu bersih tidak kotor. Maka
orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk Allah saja dengan
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam beramal. Sedangkan
secara istilah, ikhlas berarti niat mengharap ridha Allah saja dalam beramal tanpa menyekutukan-Nya
dengan yang lain. Memurnikan niatnya dari kotoran yang merusak.

Dalam KBBI ikhlas adalah bersih hati, tulus hati. Jadi, Ikhlas artinya memurnikan tujuan bertaqarrub
(mendekatkan diri) kepada Allah dari hal-hal yang dapat mengotorinya. Dalam arti lain, ikhlas adalah
menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam segala bentuk ketaatan.

Sifat ikhlas dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:

a. Ikhlas Awam, yaitu: Dalam beribadah kepada Allah karena dilandasi perasaan rasa takut terhadap
siksa Allah dan masih mengharapkan pahala.

b. Ikhlas Khawas, yaitu: Beribadah kepada Allah karena didorong dengan harapan supaya menjadi orang
yang dekat dengan Allah, dan dengan kedekatannya kelak ia mendapatkan sesuatu dari Allah SWT.

c. Ikhlas Khawas al-Khawas adalah: Beribadah kepada Allah karena atas kesadaran yang mendalam
bahwa segala sesuatu yang ada adalah milik Allah dan hanya Allah-lah Tuhan yang sebenar-benarnya.

3. Ciri-Ciri Orang Ikhlas

Ciri-ciri orang ikhlas yaitu:

a. Terjaga dari segala sesuatu yang diharamkan oleh Allah SWT, baik sedang bersama dengan manusia
atau sendiri.

b. Senantiasa beramal di jalan Allah SWT baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang orang lain,
baik ada pujian ataupun celaan.

c. Selalu menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT dan selalu bersyukur atas nikmat yang
diberikan oleh Allah SWT.

d. Mudah memaafkan kesalahan orang lain.

4. Manfaat dan Keutamaan Ikhlas

Manfaat dan Keutamaan Ikhlas yaitu:

a. Membuat hidup menjadi tenang dan tenteram


b. Amal ibadahnya akan diterima oleh Allah SWT.

c. Dibukanya pintu ampunan dan dihapuskannya dosa serta dijauhkan dari api neraka.

d. Diangkatnya derajat dan martabat oleh Allah SWT.

e. Doa kita akan diijabah.

f. Dekat dengan pertolongan Allah.

g. Mendapatkan perlindungan dari Allah SWT.

h. Akan mendapatkan naungan dari Allah SWT di hari kiamat.

i. Allah SWT akan memberi hidayah (petunjuk) sehingga tidak tersesat ke jalan yang salah.

j. Allah akan membangunkan sebuah rumah untuk orang-orang yang ikhlas dalam membangun masjid

k. Mudah dalam memaafkan kesalahan orang lain

l. Dapat memiliki sifat zuhud (menerima dengan apa adanya yang diberikan oleh Allah SWT.

E. Taubat

1. Pengertian

Dalam bahasa Arab, kata tobat diambil dari huruf ta, wawu, dan ba, yang menunjukkan pada arti
pulang dan kembali. Adapun maksud dari tobat kepada Allah adalah pulang kepadanya, kembali
keharibaannya, dan berdiri di depan pintu surga-Nya. Adapun dalam kitab Misabahul Munir di situ
dijelaskan, bahwa kata taaba min dzalika bermakna, dia telah meninggalkan perbuatan dosa, kemudian
kalimat taaba alaihi bermakna, Allah SWT telah mengampuninya dan menyelamatkannya dari
kemaksiatan. Selanjutnya dalam kitab Mujammul-Wasiit, diterangkan sebagai berikut: taaba,bermakna
kembali dari kemaksiatan, taaba Allah ala abdihi, bermakna Allah telah memberikan taufiq kepada
hamba-Nya itu untuk bertaubat. Taubat adalah pengakuan, penyesalan sebagai upaya untuk
meninggalkan dosa serta berjanji tidak akan mengulangi berbuat dosalagi.

Al-Ghazali sebagaimana tersebut dalam buku Ilmu Tasawuf karangan Mukhtar Solihin dan Rosihan
Anwar, mengklasifikasikan taubat kepada tiga tingkatan:

a. Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih kepada kebaikan karena takut kepada
perintah Allah.

b. Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan
ini sering disebut dengan inabah.
c. rasa penyesalan yang dilakukan semata-mata karena ketaatan dan kecintaan kepada Allah, hal ini
disebut aubah.

Taubat merupakan hal yang wajib dilaksanakan dari setiap dosa-dosa, maka jika maksiat (dosa) itu hanya
antara ia dengan Allah, tidak ada hubungan dengan manusia. Ada beberapa syarat sah atau diterimanya
taubat, yaitu :

a. Harus menghentikan maksiat.

b. Harus menyesal atas perbuatan yang telah terlanjur dilakukannya.

c. Niat bersungguh-sungguh tidak akan mengulangi perbuatan itu kemali. Dan apabila dosa itu ada
hubungannya dengan hak manusia maka taubatnya ditambah dengan syarat keempat, yaitu :

d. Menyelesaikan urusan dengan orang yang berhak dengan minta maaf atas kesalahannya atau
mengembalikan apa yang harus dikembalikannya.

2. Tingkatan Taubat

Mengenai tingkatan taubat, Zainul Bahri menyebutkan dalam bukunya mengutip dari pendapat Al-
Sarraj, taubat terbagi kepada beberapa bagian ;

a. Taubatnya orang-orang yang berkehendak (muriddin), para pembangkang (mutaaridhin), para


pencari (thalibin), dan para penuju (qashidin).

b. Taubatnya ahli hakikat atau khawash (khusus). Yakni taubatnya orang-orang yang ahli hakikat, yakni
mereka yang tidak ingat lagi akan dosa-dosa mereka karena keagungan Allah, telah memenuhi hati
mereka dan mereka senantiasa ingat (dzikir) kepadanya.

c. Taubatnya ahli marifat, dan kelompok istimewa. Pandangan ahli marifat, wajidin (orang-orang yang
mabuk kepada Allah), dan kelompok istimewa tentang pengertian taubat adalah engkau bertaubat
(berpaling) dari segala sesuatu selain Allah.

Terlepas dari mengenai tingkatan taubat, perlu diketahui bahwa taubat yang diperintahkan kepada
orang-orang mukmin adalah taubat an-nasuha. Taubatan Nasuha artinya taubat yang sebenar-benarnya
dan pasti, yang mampu menghapus dosa-dosa sebelumnya, menguraikan kekusutan orang yang
bertaubat, menghimpun hatinya dan mengenyahkan kehinaan yang dilakukannya.

Muhammad bin Kaab al-Qurthuby berkata : Taubatan nasuha menghimpun empat perkara ; memohon
ampun dengan lisan, membebaskan diri dari dosa dengan badan, tekat untuk kembali melakukannya lagi
dengan sepenuh perasaan dan menghindari teman-teman yang buruk.

3. Macam-macam Dosa atau perbuatan yang menuntut taubat


Taubat diharuskan pada setiap melakukan dosa, Maka taubat adalah dari semua dosa besar dan kecil.
Ada yang mengatakan bahwa tidak ada dosa kecil jika dilakukan secara terus menerus dan tidak ada
dosa besar bersama istighfar. Yusuf Al-Qardhawi di dalam bukunya menyebutkan dosa-dosa yang
meminta taubat adalah sebagai berikut:

a. Dosa karena meninggalkan perintah dan mengerjakan larangan. Kedurhakaan yang pertama kehadap
Allah adalah meninggalkan apa yang diperintahkan. Ini merupakan kedurhakaan iblis. Kedurhakaan yang
kedua adalah mengerjakan apa yang dilarang Allah swt, yaitu merupakan kedurhakaan Adam. Tetapi
Adam dikalahkan oleh kelemahannya sebagai manusia, sehingga diapun lalai dan tekadnya menjadi
lemah karena mendapat bujukan iblis.

b. Dosa anggota tubuh dan dosa hati

Banyak orang yang tidak tahu macam-macam kedurhakaan dan dosa selain dari apa yang ditangkap
indranya atau yang berkaitan dengan anggota tubuh zhahir, seperti kedurhakaan yang lahir dari tangan,
kaki, mata, telinga, lidah hidung dan lain-lainnya yang berhubungan dengan syahwat perut, kemaluan,
birahi dan naluri keduniaan yang ada pada diri manusia.

Kedurhakaan mata adalah memandang apa yang diharamkan Allah. Kedurhakaan telinga adalah
mendengar apa yang diharamkan oleh Allah, seperti kata-kata yang menyimpang yang diucapkan lisan.
Kedurhakaan lisan adalah mengucapkan perkataan yang diharamkan oleh Allah, yang menurut Imam al-
Ghazali ada dua puluh ma cam, seperti, dusta, ghibah, adu domba, olok-olok, sumpah palsu, janji dusta,
kata-kata batil, omong kosong, tuduhan terhadap wanita-wanita muslimah yang lalai, ratap tangis,
kutukan, caci maki dan sebagainya.

c. Dosa yang berupa kedurhakaan dan bidah

Jauhilah oleh kalian urusan-urusan yang baru, karena setiap yang baru adalah bidah dan bidah itu
adalah kesesatan. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan At-Tirmidzi).

Barang siapa yang mengada-ngadakan sesuatu yang baru dalam agama kami yang bukan termasuk
darinya maka dia tertolak (HR. Muttafaqun Alaih)

Artinya urusan yang baru itu tidak diterima, karena itu merupakan taqarrub kepada Allah dengan cara
yang tidak menurutnya perintahnya dan tidak seperti yang disyariatkan dalam agama serta tidak
diizinkannya. Bahkan pada hakikatnya bidah itu merupakan salah satu jenis kedurhakaan, hanya saja
dengan sifat yang lebih khusus. Pelakunya mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan bidah dan
dia yakin bahwa dengan bidah ini menjadikan dirinya lebih dekat kepada Allah dari pada orang lain yang
tidak melakukannya.
d. Yang terbatas dan dosa yang tidak terbatas

Di antara ketaatan dan kebaikan, ada yang terbatas dan tidak berpengaruh kecuali terhadapa dirinya
sendiri, seperti shalat, puasa, haji, umrah, haji, dzikir, membaca al-Quran, shadaqah, berbakti kepada
orang tua, berbuat baik kepada tetangga, orang miskin dan ibnu sabil. Hal ini tidak berbeda dengan dosa
dan keburukan, yang sebagian diantaranya ada yang hanya berpengaruh kepada pelakunya dan tidak
menjalar kepada orang lain. Namun sebagian lain ada yang berpengaruh kepada orang lain, sedikit atau
banyak

e. Yang berkaitan dengan hak Allah dan hak hamba

Cukup banyak contoh dosa, kedurhakaan dan pelanggaran terhadap hak-hak Allah, seperti
meninggalkan sebagian perintah, mengerjakan sebagian yang dilarang, seperti minum khamar,
mendengarkan hal-hal yang tidak pantas, menyiksa binatang, menyiksa diri sendiri, memboroskan harta
dan sebagainya.

Sedangkan dosa yang berkaitan dengan hak hamba, terutama hak material, maka taubat darinya, tetapi
harus mengembalikan hak itu kepada pemiliknya atau meminta pembebasan darinya atau minta maaf
dan memohon pembebasan dari pemenuhan hak karena Allah semata. Jika tidak hak itu sama dengan
hutang yang harus dilunasinya, hingga kedua belah pihak harus membuat perhitungan tersendiri pada
hari kiamat. Jika kebaikannya tidak mencukupi, maka keburukan-keburukan orang yang memiliki hak itu
dialihkan kepadanya, sampai akhirnya hak itu terpenuhi.

F. Tawadlu

1. Pengertian

Tawadhu adalah rendah hati atau merendahkan diri tanpa menghinakan dan meremehkan harga
dirinya. Lawan dari Tawadhu adalah sombong. Sebagai salah satu akhlak terpuji, tawadhu dapat
menimbulkan rasa persamaan, menghormati, dan menghargai orang lain. Sikap toleransi, sikap
solidaritas, dan cinta kepada keadilan serta siap menerima kritik dan bersikap demokratis.

Upaya yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap tawadhu pada diri manusia adalah :

a. Menumbuhkan sikap kesadaran dalam diri manusia agar tidak bersikap sombong. Firman Allah SWT :

Artinya : Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Esa itu (ialah) orang-orang yang berjalan diatas bumi
dengan rendah hati dan apabila orang orang jahil menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina),
mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan (salam).(Q.S Al-Furqan : 63)

b. Menumbuhkan dan menanamkan kesadaran tentang proses penciptaan manusia. Sebagai makhluk
Allah manusia, mempunyai hak dan kewajiban. Sebagaimana firman Allah SWT :

Artinya :
Dengan menyombongkan diri terhadap Al Quran itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji
terhadapnya di waktu kamu bercakap-cakap di malam hari. (Q.S Al Mukmin : 67)

Manusia di hadapan Allah adalah makhluk yang tidak berdaya apa-apa. Oleh karena itu, tidak ada
artinya jika kita sombong karena sesungguhnya kita tidak memiliki apa-apa.

2. Manfaat sikap Tawadhu

Sikap Tawadhu mempunyai keluhuran dan manfaat yang sangat besar. Manfaat itu antara lain :

a. Menghindari manusia dari sifat sombong.

b. Membuat orang bertambah mulia.

c. Akan di tinggikan derajatnya oleh Allah SWT.

3. Hakikat Tawadhu

Hakikat tawadhu adalah tunduk kepada kebenaran dan menerimanya dari siapa pun datangnya, baik
ketika ia suka ataupun duka. Merendahkan hati di hadapan sesamanya dan tidak menganggap dirinya
berada di atas orang lain dan tidak pula merasa bahwa orang lain yang butuh kepadanya.

Fudhail bin Iyadh rahimahullah, seorang ulama terkemuka ditanya tentang tawadhu, maka beliau
menjawab: Ketundukan kepada kebenaran dan memasrahkan diri kepada-Nya serta menerimanya dari
siapapun yang mengucapkannya. (Ibnul Qayyim, Madarijus Salikin, Beirut: Darul Kutub al-Araby, jilid 2
hal. 314)

4. Tawadhu yang Dilarang

Bersikap tawadhu bukan berarti menghinakan diri di hadapan orang lain. Karena tawadhu adalah sikap
yang tumbuh dari keilmuan seseorang terhadap Allah, nama-namaNya, sifat-sifatNya serta dari rasa
pengagungan dan kecintaan kepada-Nya. Yang dengan hal itu seseorang bisa paham akan dirinya dan
kelemahan-kelemahannya hingga tumbuh sikap tawadhu, yakni ketundukan hati kepada Allah dan sikap
lemah lembut serta kasih sayang terhadap orang lain. Tidak menganggap dirinya lebih tinggi dari orang
lain tapi menganggap orang lain lebih utama darinya. Sikap ini hanya Allah berikan kepada orang-orang
yang ia cintai dan muliakan.

Adapun sikap rendah diri adalah pengorbanan diri demi meraih kenikmatan syahwat belaka. Seperti
ketawadhuan orang-orang rendahan dalam mendapatkan kenikmatan dunia semata. Seperti
tawadhunya orang yang mengharapkan jatah duniawi dari orang lain. Hal semacam ini bukanlah
tawadhu yang dicintai Allah. (Maushuah Nadhratunnaim fii Makarimi Akhlaq ar-Rasul al-Karim, Darul
Wasilah, jilid 4 hal. 1256)

5. Keutamaan-keutamaan Tawadhu
Sebagaimana sifat terpuji lainnya, tawadhu juga memiliki banyak keutamaan. Di antara keutamaannya
adalah sebagai berikut.

a. Tawadhu merupakan ciri khusus orang beriman

Allah taala berfirman, yang artinya: Hai orang-orang yang beriman, Barangsiapa di antara kamu yang
murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka
dan mereka pun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang
bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada
celaan orang yang suka mencela. (QS. Al-Maidah: 54)

Dalam menafsirkan ayat di atas, Ibnu Katsir rahimahullah berkata: Inilah sifat-sifat orang beriman, yaitu
dengan bersikap tawadhu kepada saudaranya seiman, dan bersikap keras kepada musuhnya.

b. Orang yang bersifat tawadhu akan diangkat derajatnya oleh Allah dan dicintai manusia

Sebagian orang tidak mau bersikap tawadhu karena beranggapan bahwa dengan bertawadhu akan
menurunkan martabatnya di hadapan manusia hingga menjadikannya dibenci dan dijauhi oleh manusia.
Ini adalah anggapan yang keliru atau mungkin anggapan seperti ini hanyalah alasan yang digunakan oleh
orang-orang sombong dalam membenarkan kesombongannya. Karena sesungguhnya dengan bersikap
tawadhu, seseorang akan bertambah martabat dan wibawanya. Nabi bersabda: Dan tidaklah
seseorang bertawadhu karena Allah melainkan Allah akan meninggikannya. (HR. Muslim no. 2588)

Tidak diragukan lagi bahwa orang yang Allah angkat derajatnya, pasti akan dicintai manusia. Karena
Allah meninggikannya di hati mereka. Seorang Arab pernah menasihati anaknya:

Berlemah lemah lembutlah kepada kaummu niscaya mereka akan mencintaimu, dan rendahkanlah hati
terhadap mereka, niscaya mereka akan mengangkat derajatmu (Kitab Adab, Silsilah al-Lughah al-
Arabiyah, Universitas Muhammad

Ibn Suud al-Islamiyah, jilid 4 hal 33)

3. Orang yang tawadhu akan masuk surga

Sikap tawadhu yang menumbuhkan akhlak-akhlak baik terhadap Allah dan makhluk-Nya, akan
menjauhkan pelakunya dari sikap sombong dan angkuh yang menyebabkan seseorang terjatuh ke
lembah neraka. Dengan demikian seseorang akan bisa masuk ke dalam surga. Allah taala berfirman:

Negeri akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat
kerusakan di (muka) bumi. (QS. Al-Qashash: 83).
KESIMPULAN

Ada beberapa sikap terpuji yang dibahas dalam makalah ini, seperti khauf, raja, tauhid, ikhlas, taubat,
dan tawadlu. Khauf berarti rasa takut. Secara istilah khauf adalah pengetahuan yang dimiliki seorang
hamba di dalam hatinya tentang kebesaran dan keagungan Allah serta kepedihan siksa-Nya atau
merupakan kegundahan hati dan gerakannya karena ingat sesuatu yang ditakuti. Takut dilihat dari
dzatnya dibagi menjadi 3 macam.

Raj berarti mengharap dan pengharapan. Raja itu ada tiga macam, dua macam adalah Raja yang
terpuji dan yang satu adalah tercela. Dengan khauf dan raja` seorang mukmin akan selalu ingat bahwa
dirinya akan kembali ke hadapan Sang Penciptanya, di samping ia akan bersemangat memperbanyak
amalan-amalan.

Tauhid dalam bahasa artinya menjadikan sesuatu esa. Yang dimaksud disini adalah mempercayai bahwa
Allah itu esa. Hakikat tauhid adalah ibadah. Ikhlas bermakna bersih dari kotoran dan menjadikan sesuatu
bersih tidak kotor. Maka orang yang ikhlas adalah orang yang menjadikan agamanya murni hanya untuk
Allah saja dengan menyembah-Nya dan tidak menyekutukan dengan yang lain dan tidak riya dalam
beramal. Terdapat beberapa ciri-ciri dan manfaat ikhalas.

Tobat kepada Allah adalah pulang kepadanya, kembali keharibaannya, dan berdiri di depan pintu surga-
Nya. Taubat dari dosa harus dilaksakan segera dan tidak boleh ditunda-tunda. Terdapat beberapa syarat
untuk taubat nasuha.

Tawadhu adalah rendah hati atau merendahkan diri tanpa menghinakan dan meremehkan harga
dirinya. Lawan dari Tawadhu adalah sombong. Hakikat tawadhu adalah tunduk kepada kebenaran dan
menerimanya dari siapa pun datangnya, baik ketika ia suka ataupun duka.

Share this:

Anda mungkin juga menyukai