TINJAUAN PUSTAKA
17
Carter W. Nick., Manajemen Penanggulangan Bencana, Perpustakaan Nasional Data CIP (
Manila,Philipina : 1991 ).
18
Undang-Undang R.I. Nomor : 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Jakarta :
BAKORNAS PB, 2007), h. 4.
19
Ibid.
12
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
13
20
Handoko T. Hadi , Manajemen (Yogyakarta : BPFE, 1984), h. 8.
21
Ibid, h. 11.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
14
22
Stoner James AF, Management, (New York : Prentice/Hall International, Inc., 1982), p. 8.
23
Warto dkk., Pengkajian Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Pada Masyarakat Di
Daerah Rawan Bencana Alam Dalam Era Otonomi Daerah ,( Yogyakarta : B2P3KS, Desember
2002), h. 22.
24
Carter W. Nick, loc. cit.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
15
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
16
25
Grigg, Neil, Infrastructure Engineering and Management (John Willey & Sons, 1988)
26
Warto dkk., Uji Coba Pola Manajemen Penanggulangan Korban Bencana Alam Pada Era
Otonomi Daerah ( Yogyakarta : B2P3KS, Desember 2003), h. 12.
27
Nuryanto, op. cit., hh. 22.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
17
28
Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarif , op. cit., h. 78.
29
Global Water Partnership (GWP), Integrated Water Resources Management, (Stockholm,
Sweden : GWP Box, 2001)
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
18
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
19
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
20
30
Peoples David A., Presentasi Plus, terjemahan oleh Setyawan E.P., ed. oleh Drs. Muh Sholeh (
Jakarta : Penerbit Delaprata, 2002)
31
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar (Bandung : Penerbit PT Remaja
Rosdakarya, 2002)
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
21
masing saling terkait dan tidak independen, namun dalam keterkaitan satu
sama lain ada yang satu lebih dominan. Dalam berkomunikasi masing-
masing stakeholder harus mengetahui perannya yang pada umumnya
dikelompokkan dalam 8 grup, meliputi :32 1. penyedia layanan (service
provider), 2. pengatur (regulator), 3. perencana (planner), 4. pelaksana, 5.
pengawas, 6. organisasi pendukung (support organizations), 7. pemakai
(user), 8. penerima dampak.
3. Partisipasi dan Kepedulian Publik ( Public Awareness)
Peningkatan dan perluasan partisipasi ke semua pihak dalam
pengelolaan bencana, termasuk peningkatan peran wanita merupakan hal
yang sangat penting dalam pengelolaan bencana terpadu. Partisipasi
masyarakat mempunyai arti penting dalam suksesnya suatu kegiatan
pengelolaan bencana. Tingkatan partisipasi masyarakat akan memberikan
pengaruh signifikan terhadap laju konflik yang timbul akibat adanya
kegiatan/proyek tersebut. Semakin tinggi partisipasi maka semakin rendah
konflik yang timbul.
Secara umum tingkatan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan
bencana meliputi : tidak terlibat, terlibat dan berpartisipasi, bermitra dan
sebagai pemain utama.33 Peningkatan partisipasi tidak hanya kepada pihak
yang berpotensi menerima, merasakan dan mengalami bencana di wilayah
rawan rawan bencana tapi juga ditujukan kepada pihak-pihak lain yang
kegiatannya dapat memberikan dampak penting terhadap bencana.
Kesulitan yang umumnya terjadi adalah upaya peningktan partisipasi pada
pihak lain. Hal ini disebabkan pemberian pemahaman atau pengertian
kepada pihak yang tidak merasa tidak ada kaitannya dengan bencana,
pihak yang di wilayahnya tidak ada bencana atau pihak yang tidak
berkepentingan (bisa terjadi) tidak akan mendapat respon yang positif.
32
Robert J., Kodoatie dan Roestam Sjarif , op. cit., h. 121.
33
Ibid., h. 128
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
22
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
23
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
24
34
Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, (Bandung : Alfabeta CV, 2005), h. 23.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
25
35
Mohamad Soerjani, Arif Yuwono dan Dedi Fardiaz , Lingkungan Hidup : Pengelolaan dan
Pembangunan Berkelanjutan (Jakarta : Penerbit Yayasan Institut Pendidikan dan Pengembangan
Lingkungan, 2005), hh. 93-103.
36
Fardiaz, D, Where food safety and nutrition interact : The symbiotic relationships between
food food safety and nutrition, Paper presented at the Internasional Seminar on Food Safety (
Jakarta : Februari 2002)
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
26
37
Mohamad Soerjani, Arif Yuwono dan Dedi Fardiaz, op. cit., h. 101.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
27
38
Maslow A., Motivation and Personality ( New York : Harper and Row Publisher, 1970)
39
Undang-Undang R.I. Nomor : 24 Tahun 2007, op. cit., h. 24.
40
Warto dkk., Pengkajian,, op. cit, h. 29.
41
Undang-Undang R.I. Nomor : 24 Tahun 2007, op. cit., h. 5.
42
Warto dkk., Pengkajian,, op. cit, h. 31.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
28
benda. Korban primer ini menjadi fokus pemberian bantuan sosial pada
tahap darurat.
2) Korban sekunder, yaitu semua orang yang berada di daerah bencana atau
rawan bencana yang mengalami kerugian ekonomi akibat bencana
ataupun akibat bantuan sosial yang tidak menggunakan potensi ekonomi
setempat.
3) Korban tertier, yaitu semua orang yang berada di luar daerah bencana
tetapi ikut menderita akibat bencana, misalnya terganggunya proses
produksi, distribusi ataupun pemasaran barang dagangan.
Penanggulangan/penanganan bencana dapat dibedakan menajadi dua,
yaitu penanggulangan/penanganan bencana secara fisik dan
penanggulangan/penanganan terhadap korban bencana. Menurut
Perserikatan Bangsa-Bangsa , bahwa siklus pengelolaan terhadap korban
bencana meliputi tanggap darurat, rekonstruksi, mitigasi dan pembangunan
sistem peringatan dini (Kompas 19, Januari 2005).43 Menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Pasal 54 bahwa
penanganan masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana dilakukan
dengan kegiatan meliputi pendataan, penempatan pada lokasi yang aman,
dan pemenuhan kebutuhan dasar.44 Sedangkan menurut W. Nick Carter
manajemen penanggulangan korban bencana alam mencakup lima tahapan
kegiatan yaitu : 1) persiapan menghadapi bencana; 2) Penanganan saat
terjadi bencana; 3) rekonstruksi (perbaikan kembali); 4) rehabilitasi
(memampukan kembali); 5) mitigasi (penjinakan). Aspek penanggulangan
bencana secara fisik lebih menekankan pada bagaimana mengelola
perlakuan masyarakat terhadap alam dan keberfungsian sarana dan
prasarana masyarakat.
Penanganan/penanggulangan korban bencana adalah segala upaya dan
kegiatan yang dilakukan meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan,
rehabilitasi dan rekonstruksi baik sebelum, saat dan setelah bencana dengan
43
B. Mujiyadi, MSW, dkk., Pemberdayaan Sosial Keluarga Pasca Bencana Alam di Nangroe
Aceh Darussalam ( Studi tentang Kondisi Sosial Masyarakat Pasaca Bencana Alam), (Puslitbang
UKS Balatbang Sosial Departemen Sosial RI, Jakarta, 2005) hal. 12.
44
Undang-Undang R.I. Nomor : 24 Tahun 2007, op. cit., h. 24.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
29
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
30
47
UN Centre for Human Rights, loc. cit.
48
Giri Ahmad Tufik, loc.cit.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
31
49
http:/www.dprd-diy.go.id diakses tanggal 20 Maret 2008 jam 09.23.
50
Yustina Elistya Dewi, op. cit,., h. 6.
51
Keputusan Menteri Dalam Negeri R.I. Nomor 131 Tahun 2003 tentang Pedoman
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi di Daerah ( Surabaya : BAKESBANG
JATIM, 2003 ), h. 5.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
32
52
Ibid.
53
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
54
Fungsi Keluarga Dalam Meningkatkan Kualitas sumber Daya Manusia di Daerah Sulawesi
Utara ( Manado: Tim Penelitit P2NB, 1995), h. 4.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
33
55
Peter L. Berger dan Thomas P. Luckman, The Social Constructin of Reality ( Great Britain :
Penguin Books, 1987), h. 130.
56
J.W. Zanden, Sociology ( New York : John Wiley and Sons, 1979), h. 75.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
34
tersebut berarti seseorang sudah memiliki apa yang dinamakan self (diri).
Self terbentuk dan berkembang melalui proses sosialisasi dengan cara
berinteraksi dengan orang lain. Sosialisasi merupakan suatu proses yang
dialami setiap individu sebagai makhluk sosial di sepanjang hidupnya.
Magnis Suseno (1993 : 168-176) mengatakan bahwa keluarga adalah
tempat dimana orang Jawa mempelajari keutamaan-keutamaan dan nilai-
nilai dasar moral yang kemudian yang kemudian mengalami suatu relativasi
dari segi prinsip-prinsip keselarasan. Selain itu keluarga merupakan sarang
keamanan dan sumber perlindungan diantara anggota-anggotanya yang
selalu terikat dalam jaringan interaksi, komunikasi dan hubungan-hubungan
emosional maupun sosial budaya yang intensif. 57
Menurut UU No. 10 Tahun 1992, keluarga adalah unit terkecil dalam
masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau
ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Beberapa batasan keluarga
dikemukakan sebagai berikut : 58
1) Menurut Tikhan dan voorlies (1972) :
Keluarga adalah persekutuan dua orang atau lebih individu yang
terkait oleh darah, perkawinan atau adopsi yang membentuk satu
rumah tangga saling berhubungan dalam lingkup peraturan keluarga
serta menciptakan dan memelihara budaya.
2) Salah satu dari sembilan macam bentuk keluarga menurut Goldenberg
(1980) adalah keluarga inti yaitu keluarga yang terdiri dari suami, istri
serta anak kandung
3) Sussman (1970) membedakan keluarga menjadi dua, yaitu keluarga
tradisional dan nontradisional. Keluarga tradisional terbentuk karena
sesuai/tidak melanggar norma-norma kehidupan masyarakat yang
secara tradisional dihormati bersama-sama dan yang terpenting adalah
keabsahan pernikahan. Hal ini tidak demikian dengan keluarga non
tradisonal, dimana keabsahan pernikahan tidak dipentingkan.Salah satu
contoh keluarga tradisional adalah keluarga inti (nuclear family) yang
57
Wahono, dkk, op. cit., hh. 41-42.
58
Hj. Myrnawati dan H. Anies, Buku Ajar Bunga Rampai Kedokteran Keluarga ( Jakarta :
Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, 2004 ), hh. 19-27.,
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
35
59
B. Mujiyadi, MSW, dkk., op. cit., h. 14.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
36
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
37
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
38
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
39
63
Suparlan P., Suku Bangsa dan Hubungan Antar Suku Bangsa ( Jakarta : YPKIK, 2005 ), h. 11.
64
Abdulsyani, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial ( Jakarta : Fajar Agung, 1987 ),.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
40
65
Abdulsyani, Sosiologi : Skematika, Teori dan Terapan ( Jakarta : PT Bumi Aksara, 1992 ), hh..
30-31.
66
Ibid.
67
Ibid, h. 32.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
41
68
Rudi Rubiandini R. S., Kejadian dahsyat Akibat kecalakaan Pemboran Sumur Migas Dengan
Penanganan Yang Lalai, makalah disampaikan dalam buku Konspirasi Dibalik Lumpur Lapindo,
(Yogyakarta: Galangpress, Mei 2007), hh. 244-248.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
42
69
Ibid., h. 245.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
43
jarang dapat dilakukan hanya dalam beberapa jam, namun UGBO akan
memerlukan waktu yang cukup lama, bisa mencapai berbulan-bulan.70
Contoh kasus blowout di sumur Sukowati-5 Bojonegoro akhir bulan
Juni 2006 adalah masih dalam tahap kick, bukan blowout, karena gas yang
naik masih dapat terdeteksi sehingga mampu ditangani dan dikeluarkan,
kemudian diinjeksikan lumpur yang sesuai dan pemboran dapat diteruskan
sesuai rencana semula. Bila kick tidak ditangani secara tuntas, tidak
dikeluarkan, maka bisa terjadi SBO ataupun UGBO yang mengerikan
melebihi kasus Sidoarjo. Tim Petrochina segera menyelesaikan kick ini
dan mengeluarkan gas dalam annulus lubang sumur dengan terkendali.
Gas yang keluar harus dibakar sehingga tidak membahayakan lingkungan
dan penduduk, akan sangat berbahaya bila dibiarkan lepas ke udara dan
tidak dibakar, atau sebaliknya hanya menunggu dan menutup sumur tanpa
melakukan apa-apa, justru akan memicu terjadinya SBO ataupun UGBO.
Kasus di Sumur Banjarpanji-1 Sidoarjo pada saat kick pertama kali
terjadi telah ditanggulangi oleh oleh tim Lapindo, namun karena Pipa
pemboran hanya sampai kedalaman 4241 feet (setengah dari lubang
dengan kedalaman 9297 feet) maka masih ada potensi kick lanjutan
(kedua, ketiga, dan seterusnya) dapat terjadi sebelum seluruh lubang terisi
dengan fluida lumpur yang memiliki densitas yang melebihi EMW
(Equivalent Mud Weight, tekanan batuan yang dunyatakan dalam satuan
berat Lumpur). Dari Laporan pemboran harian terbaca bahwa memang
terjadi penanganan yang mengakibatkan tekanan di dalam lubang melebihi
tekanan rekah batuan, hal ini bisa terjadi karena sejak kedalaman 3580
feet sampai 9297 feet (5717 feet atau 1750 meter) lubang dalam keadaan
terbuka tanpa pipa pelindung yang disebut Casing, sehingga terjadi
UGBO. Kekhasan sumur BJP-1 adalah, bukan gas atau minyak yang
keluar, akan tetapi air-asin-panas yang kemudian diperjalanan ke
permukaan membawa tanah liat (Shale) sehingga muncul di permukaan
sebagai lumpur-panas, maka diperlukan penanggulangan yang khusus. 71
70
Ibid., h. 246.
71
Ibid., h. 247.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
44
72
Ibid., h. 248.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
45
73
Ali Azhar Akbar, Konspirasi Dibalik Lumpur Lapindo ( Yogyakarta : Galangpress, 2007), hh.
207-219.
74
Ibid.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
46
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
47
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
48
yang dapat bergerak dan labil. Bila lapisan itu ditembus secara vertikal,
maka diprediksi adanya resiko ledakan lumpur panas. Oleh karenanya
mereka menyarankan untuk melakukan pengeboran miring, supaya
terhindar dari laisan lempung itu. Namun temuan ilmiah ini tidak dianggap
oleh para pengambil keputusan dari LBI.
Selanjutnya dari penelusuran pihak penyelidik, apa motivasi dibalik
kelalaian pemasangan casing, dan pengeboran vertikal diperkirakan motif
ekonomi paling diminan. Sebab pengeboran vertikal jauh menghemat
biaya, begitu juga dengan tidak dipasangnya casing. Indikasi pengiritan
juga terlihat dari terbatasnya persediaan lumpur, sebagai pelumas dan
pemberat dalam pengelolaan tekanan dasar sumur untuk menghindari loss,
kick dan blow out. Hasil pemeriksaan BPK-RI diketahui sejumlah
permasalahan terkait proses perijinan eksplorasi Sumur BJP 1 di Blok
Brantas meliputi tiga permasalahan utama. Pertama, lokasi kegiatan
pemboran terletak di dekat wilayah pemukiman dan sarana umum serta
terdapat obyek vital lainnya yaitu Pipa Gas PT Pertamina yang sejajar
dengan jalan Tol Surabaya-Gempol. Hal ini disanggah oleh LBI dengan
mengatakan bahwa UKL UPL hanya sebatas titik pengeboran, sedang
jalan tol dan pipa gas berada di luar obyek studi UKL-UPL). Padahal
sesuai badan Standar Nasional Indonesia (SNI). No. 13-6910-2002 tentang
operasi pengeboran darat (on shore) dan lepas pantai (off shore) di
Indonesia disebutkan bahwa sumur-sumur harus dialokasikan sekurang-
kurangnya 100 meter dari Jalan Umum, Rel Kereta Api, Pekerjaan Umum,
perumahan atau temapat-tempat lain dimana sumber nyala dapat timbul.
Dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan
Ketentuan Pokok Pertambangan, dalam pasal 16 ayat (3) disebutkan
bahwa : yang dimaksud pekerjaan umum misalnya jalan-jalan umum,
jalan-jalan kereta api, saluran air, listrik, gas dan sebgainya. Bukti lain
bahwa LBI telah melakukan aktivitas pengeboran di lokasi yang dihuni
penduduk dikemukakan dalam dokumen press release tanggal 30 Mei
2006 yang dikeluarkan oleh PT Energi Mega Persada/ PT EMP (pemilik
LBI). Dalam press release tersebut pihak EMP mengakui bahwa aktivitas
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
49
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
50
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
51
75
Dwi Wiyana I Rini Kustiarini, Lumpur Lapindo Akibat Pengeboran., Koran Tempo 11 Juni
2008, h. A5.
76
RM Sunardi, Pembinaan Ketahanan Bangsa (Jakarta : Kuaternita Adi Darma, 2004), h. 11.
77
Ibid.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
52
78
GBHN 1993-1998 & Kabinet Pembangunan VI. Hal.12
79
RM Sunardi, op. cit., h. 22.
80
Ibid., h. 6.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
53
81
Ibid., h. 115.
82
Ibid.., h. 16.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
54
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
55
85
Wan Usman,, Daya Tahan Bangsa,( Jakarta : Program Studi Pengkajian Ketahanan Nasional UI,
2003), h. 4.
86
Ibid, h. 5.
87
Ibid., h. 93.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
56
88
Soewarso, Wawasan Nusantara, Ketahanan Nasional, Keamanan Nasiona (Jakarta : Genep
Jaya, 1982), hh. 30-31.
89
RM Sunardi, op. cit., h. 18.
90
Armaidy Armawi, Ketahanan Nasional dan Pengembangannya, Jurnal Panca Arga, Edisi
2/th.I/Nopember 2000, h. 22.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
57
5 4 3 2 1
91
Chaidir Basrie, Teori Ketahanan Nsional : Gagasan,, Proses, Kajian dan Pengembangan
(Sekolah Pasca Sarjana UGM : Juni 2006), h. 32.
92
Ibid., h. 39.
93
Soemarno Soedarsono, Hakekat Ketahanan Nasional (Jakarta : Caraka Indonesia, 2000), h. 34.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
58
94
Departemen Sosial RI, op. cit. , hal. 8.
95
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2005 Tentang Badan Koordinasi
Nasional Penanganan Bencana.
96
Yustina Elistya Dewi, op. cit., h. 2.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
59
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
60
98
Ermaya Suradinata dan Alex Dinuth, Geopolitik dan Konsepsi Ketahanan Nasional ( Jakarta :
PT. Paradigma Cipta Yatsigama, Mei 2001), h. 323.
99
Ibid., h. 324.
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008
61
Penerapan Manajemen
Bencana Terpadu
Penanganan Keberfungsian
Masyarakat Sosial Keluarga
Bencana
Korban Bencana
Ketahanan Keluarga
Ketahanan Nasional
Pengaruh manajemen bencana...., Kosmas Prayogo Wira Widjaya, Program Pascasarjana, 2008