Kumpulan Askep
Kumpulan Askep
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan dibidang kesehatan yang didasari oleh ilmu
dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada individu, keluarga guyuban dan masyarakat baik
yang sakit maupun yang sehat, sejak lahir sampai meninggal. Pelayanan berupa bantuan
diberikan karena kelemahan fisik, keterbatasan pengetahuan, dan kurang kemauan menuju
Keperawatan di Indonesia saat ini masih dalam suatu proses profesionalisasi, yaitu
terjadinya suatu perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai tuntunan secara global dan
asuhan keperawatan secara professional kepada klien dan berpartisipasi secara aktif dalam
pembangunan bangsa dan Negara Indonesia tercinta, sehingga manusia / masyarakat (masyarakat
umum dan masyarakat professional) mengenal dan mengakui eksistensi profesi keperawatan
(Nursalam, 2001).
Proses keperawatan adalah suatu metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek
keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan Problem-Solving yang memerlukan
ilmu, teknik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
Tujuan proses keperawatan secara umum adalah untuk membuat suatu kerangka konsep
berdasarkan kebutuhan individu dari klien, keluarga dan masyarakat dapat terpenuhi. Proses
keperawatan juga ditujukan untuk memenuhi tujuan asuhan keperawatan yaitu untuk
mempertahankan keadaan kesehatan pasien yang optimal, dan jika pernyataan tersebut berubah,
untuk membuat suatu jumlah dan kualitas tindakan keperawatan terhadap kondisinya guna
Konsep keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang bersifat professional
dalam memenuhi kebutuhan dasar manusia (biologis, psikologis, sosial, dan spiritual) yang dapat
ditujukan pada individu, keluarga atau masyarakat dalam rentang sehat sakit (Hidayat, AA,
2004).
Asuhan keperawatan merupakan faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-
aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini,
elemen yang paling di inginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari
sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah (Shore (1988) dalam Doenges, 1999).
Kesehatan adalah kondisi dinamis manusia dalam rentang sehat sakit yang merupakan
hasil interaksi dengan lingkungan. Undang-undang NO. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
membuat bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial ekonomi (Kusnanto, 2004).
memungkinkan individu untuk menyesuaikan diri sehingga dapat berfungsi secara optimal guna
memenuhi kebutuhan dasar melalui aktivitas hidup sehari-hari sesuai dengan tingkat tumbuh
kembangnya. Sehat sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum adalah hak dan tanggung
jawab setiap individu yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia seperti
dimaksud dalam pembukaan UUD 1945, oleh karena itu harus dipertahankan dan ditingkatkan
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang merupakan penyebab
kematian dan kecacatan utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi
kecelakaan lalu lintas, disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban
ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal dan di ruang gawat darurat sangat menentukan
Cedera kepala paling sering dan penyakit neurologik yang serius diantara penyakit
neurologik dan merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya. Diperkirakan
100.000 orang meninggal setiap tahun akibat cedera kepala, dan lebih dari 700.000 mengalami
cedera cukup berat yang memerlukan perawatan di rumah sakit (Smeltzer & Bare, 2001).
kepala mencakup 26% dari jumlah segala macam kecelakaan yang mengakibatkan seseorang
tidak bisa bekerja lebih dari satu hari sampai selama jangka panjang. Kurang lebih 33%
kecelakaan yang berakhir kematian menyangkut trauma kepala. Diluar medan peperangan lebih
dari 50% dari trauma kepala terjadi karena kecelakaan lalu lintas, selebihnya dikarenakan
pukulan atau jatuh. Orang-orang yang mati karena kecelakaan, 40% sampai 50% meninggal
sebelum mereka sampai di rumah sakit, dari mereka yang dimasukkan rumah sakit dalam
keadaan masih hidup 40% meninggal dalam satu hari dan 35% dalam satu minggu perawatan,
jika kita meneliti sebab dari kematian dan cacat yang menetap akibat trauma kepala, maka 50%
ternyata disebabkan oleh gangguan perdarahan sebagai yang terkait secara tidak langsung pada
yang menyangkut sistem kardiopulmonal yang bisa menimbulkan gangguan pada tekanan darah,
PO2 arterial atau keseimbangan asam basa (Mardjono & Sidharta, 2004).
Menurut Narayan (1991) dalam Saanin (2007), diperkirakan lebih dari separuh kematian
karena cedera, cedera kepala berperan nyata atas autcome. Pada pasien dengan cedera berganda,
kepala adalah yang paling sering mengalami cedera, dan pada kecelakaan lalu lintas yang fatal,
otopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan pada 75% penderita untuk setiap kematian
terhadap dua kasus dengan cacat tetap biasanya sekunder terhadap cedera kepala.
Cedera kepala biasanya terjadi pada dewasa muda antara 15-44 tahun,
pada umumnya rata-rata adalah usia sekitar 30 tahun dan laki-laki 2 kali lebih sering
kendaraan bermotor adalah penyebab yang paling sering terjadinya cedera kepala, diperkirakan
sekitar 49% dari kasus, biasanya dengan derajat cedera kepala yang lebih berat dan lebih sering
mengenai usia 15-24 tahun. Sedangkan jatuh lebih sering terjadi pada anak-anak serta biasanya
dalam derajat yang kurang berat. Pasien dengan kecelakaan kendaraan bermotor biasanya
disertai cedera berganda, dan lebih dari 50% penderita cedera berat disertai oleh cedera
sistematik berat.
Di Amerika Serikat, kejadian Head Injury (cedera kepala) setiap tahunnya diperkirakan
mencapai 500.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 10% meninggal dunia sebelum tiba dirumah
sakit. Sedangkan yang sampai rumah sakit, 80% dikelompokkan sebagai cedera kepala ringan
(CKR), dan 10% termasuk dalam cedera kepala sedang (CKS),dan 10% sisanya adalah
digolongkan sebagai cedera kepala berat (CKB). Insiden cedera kepala terutama terjadi pada
kelompok usia produktif antara 15-44 tahun. Kecelakaan lalu lintas merupakan penyebab 48%-
53% dari insiden cedera kepala, 20%-28% lainnya karena jatuh, dan 3%-9% disebabkan oleh
Menurut Oman, KS, dkk (2008), prevalensi cedera kepala di Amerika Serikat ada 2 juta
kasus yang terjadi setiap tahunnya, satu setengah juta merupakan cedera ringan yang ditangani
sebagai pasien rawat jalan, sedangkan 500.000 kasus mengalami cedera kepala yang cukup parah
separuh dari seluruh kematian akibat kecelakaan kendaraan bermotor, orang muda yang berusia
15-24 tahun, memiliki insiden cedera kepala yang paling tertinggi, dan orang tua merupakan
kelompok berikutnya yang mempunyai angka insiden tertinggi, serta dengan bertambahnya
Sedangkan data epidemiologi di Indonesia belum ada, tetapi data dari salah satu rumah
sakit di Jakarta yaitu Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, diperikan untuk rawat inap, terdapat
60%-70% dengan cedera kepala ringan (CKR), 15%-20% cedera kepala sedang (CKS), dan
sekitar 10% dengan cedera kepala berat (CKB), angka kematian tertinggi sekitar 35%-50%
akibat cedera kepala berat (CKB), dan untuk cedera kepala sedang (CKS) 5%-10%, sedangkan
untuk cedera kepala ringan tidak ada yang meninggal (Irwana, 2009).
Menurut data yang didapat dari Medical Record Rumah Sakit Umum Daerah dr.
H.Yuliddin Away Tapaktuan, jumlah penderita cedera kepala (Head Injury) yang terhitung dari
bulan Januari sampai bulan Desember 2009 mencapai 934 kasus dari 1305 pasien (71,57%) yang
di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away
Tapaktuan, sedangkan dari bulan Januari sampai bulan Maret 2010 mencapai 100 kasus cedera
kepala (Head Injury) dari 339 pasien (29,49%) yang di rawat di Ruang Rawat Inap Bedah
Cedera kepala merupakan salah satu masalah kesehatan yang merupakan penyebab
kematian dan kecacatan pada usia produktif dan juga sebagian besar karena terjadi kecelakaan
lalu lintas, yang membutuhkan pertolongan dan perawatan yang serius. Maka berdasarkan
insiden di atas maka penulis tertarik untuk melaksanakan study kasus dalam bentuk penyusunan
Karya Tulis Ilmiah dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An.I Dengan Head Injury GCS 11
di Ruang Rawat Inap Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah dr. H.Yuliddin Away Tapaktuan".
B. BATASAN PENULISAN
Batasan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis membatasi ruang lingkup tentang
Asuhan Keperawatan Pada An. I, umur 14 tahun, jenis kelamin Perempuan, Agama Islam,
Alamat Gunong PuloKota Fajar, di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr.
H. Yuliddin Away Tapaktuan, selama 3 (tiga) hari rawatan dimulai tanggal 06 Juli 2010 s/d 08
Juli 2010.
Adapun diagnosa yang muncul pada kasus Head Injury (cedera kepala) menurut Doenges
(1999), yaitu :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh
SOL (Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera,
trakeobronkial.
3. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
penurunan kekuatan/tahanan.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif, penurunan kerja silia, statis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon inflamasi
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
8. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi / inflamasi,
10. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan
keterbatasan kognitif.
Sesuai dari hasil pengkajian langsung pada An. I pada tanggal 06 Juli 2010 sampai
dengan 08 Juli 2010 maka penulis menegakkan 3 (tiga) diagnosa keperawatan yang muncul
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah.
C. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Agar penulis mendapatkan wawasan dan menambah pengetahuan dan keterampilan serta
pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien An. I dengan Head
Injury GCS 11 Di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away
Tapaktuan.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 di Ruang
Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
c. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 di Ruang
Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
d. Menyusun rencana keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 di Ruang Rawat
Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
e. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 di
Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
f. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien An. I dengan Head Injury GCS 11 di
Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan.
D. METODE PENULISAN
Metode penulisan yang digunakan dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini adalah
metode deskriptif merupakan study kasus mengenai frekuensi dan distribusi suatu penyakit pada
manusia atau masyarakat. Menurut karakteristik orang yang menderita (person), tempat kejadian
dilakukan dengan tujuan utama untuk gambaran atau deskriptif tentang suatu keadaan secara
permasalahan yang sedang dihadapi pada situasi sekarang penelitian ini dilakukan dengan
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan pada An. I dengan Head Injury GCS
11 di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan
adalah :
1. Study Kepustakaan
Dilakukan sebagai bahan referensi untuk mempelajari dan mendapatkan gambaran teoritis
2. Study Kasus
Melakukan perawatan langsung terhadap kasus untuk mengetahui suatu masalah secara nyata
yang penulis laksanakan di Rumah Sakit di Ruang Rawat Inap Bedah Rumah Sakit Umum
Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan selama 3 (tiga) hari rawatan terhitung mulai tangggal
06 Juli 2010 sampai dengan 08 Juli 2010 dengan teknik pendekatan berupa :
a. Wawancara
b. Observasi
Mengamati dan memantau secara langsung status perkembangan pasien dengan tujuan untuk
c. Pemeriksaan fisik
Memeriksa keadaan fisik pasien dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
d. Pemeriksaan penunjang
e. Study dokumentasi
Mempelajari status kesehatan dahulu dan sekarang serta mencatat catatan medis.
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Guna memudahkan pembaca memahami tentang apa yang terkandung didalam Karya
BAB I : Pendahuluan yang berisikan : latar belakang, batasan penulisan, tujuan penulisan (tujuan umum
penatalaksanaan, dan prognosis. Konsep dasar asuhan keperawatan yang tediri dari pengkajian ,
BAB III : Tinjauan kasus yang berisikan : tinjauan kasus yang terdiri dari pengkajian, analisa data,
dan evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
BAB II
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
penyimpangan garis pada tulang tengkorak, percepatan dan perlambatan (accelerasi - decelerasi)
yang merupakan perubahan bentuk dipengaruhi oleh perubahan peningkatan pada percepatan
faktor dan penurunan percepatan, serta notasi yaitu pergerakan pada kepala dirasakan juga oleh
Menurut Irwana (2009), cedera kepala adalah trauma mekanik pada kepala yang terjadi
baik secara langsung maupun tidak langsung yang kemudian dapat berakibat kepala gangguan
fungsi neurologis, fungsi fisik, kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen.
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
Cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital
ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik (Brain Injury Assosiation Of Amerika, dalam Irwana (2009).
2. Klasifikasi
1. Klasifikasi berdasarkan Nilai Skala Glasgow (SKG)
glasgow (SKG).
a. Ringan
1. GCS 14-15
b. Sedang
1. GCS 9-13
2. Kontusio
5. Kejang.
c. Berat
1. GCS 3-8
2. Koma
Sedangkan menurut Suriadi & Yuliani (2001), dalam Irwana (2009), klasifikasi cedera
a. Minor
1. SKG 13-15
b. Sedang
1. SKG 9-12
2. Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.
c. Berat
1. SKG 3-8
Mufti (2009), membagi klasifikasi cedera kepala menurut morfologinya terdiri dari :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan
melukai durameter, saraf otak, jaringan otak dan terdapat tanda dan gejala dari fraktur basis
f. Disorientasi sementara
2. Konkusio
c. Perdarahan
Gejalanya :
3. Hematoma epidural
Gejalanya :
d. Koma
4. Hematoma subdural
1. Akut
2. Subakut
d. Kesadaran menurun
3. Kronis
a. Ringan
c. Sakit kepala
d. Lethargi
f. Disfagia
5. Hematoma intrakranial
Sedangkan menurut Price, S & Wilson, LM (2005), tipe trauma kepala tertutup yaitu
terdiri dari :
1. Hematoma epidural
Merupakan gejala sisa yang serius akibat cedera kepala dan menyebabkan angka mortalitas 50%,
hematoma epidural paling sering terjadi di daerah parietotemporal akibat robekan arteri
Gejala dan tanda pada hematoma epidural yang tampak bervariasi yaitu :
2. Hematoma subdural
Hematoma subdural berasal dari vena yang pada umumnya timbul akibat ruptur vena
Hematoma subdural dipilih menjadi berbagai tipe dengan gejala dan prognosis yang
berbeda yaitu :
1. Menimbulkan gejala neurologik yang penting dan serius dalam 24-48 jam setelah cedera
1. Defisit neurologik bermakna dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu setelah
cedera.
1. Awitan gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, dan bahkan beberapa tahun setelah
cedera awal
2. Merobek salah satu vena yang melewati ruang subdural sehingga terjadi perdarahan lambat
3. Terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma sehingga terbentuk perbedaan tekanan osmotik
6. Hemiparesis
1. Fraktur tengkorak
2. Lesi intrakranial
3. Etiologi
Adapun etiologi dari cedera kepala menurut Suriadi & Yuliani (2001), yaitu :
b. Jatuh
Menurut Sjamsuhidajat, R & Jong, WD (2004), etiologi dari trauma kepala terdiri dari :
a. Benda tajam
b. Benda tumpul
c. Peluru
a. Olah raga
b. Jatuh
4. Patofisiologi
Konkusio
serebri Kerusakan sel otak
Gangguan
O2 Tekanan
pembuluh mual, muntah
jaringan serebral
5. Manifestasi Klinis
Menurut Suriadi & Yuliani (2001), manifestasi klinis cedera kepala adalah :
b. Kebingungan
d. Pucat
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
j. Bila fraktur kemungkinan adanya liquor yang keluar dari hidung dan telinga (otorhoe ) bila
a. Sistem pernafasan
1. Chyne stokes
2. Hiperventilasi
3. Apnea
4. Edema paru
b. Sistem kardiovaskuler
a. Disritmia
b. Fibrilasi
c. Takikardia
c. Sistem metabolisme
2. Stress fisiologis
2. Perdarahan lambung
3. Katekolamin meningkat
Menurut Smeltzer & Bare (2001), manifestasi klinis dari cedera kepala adalah :
2. Menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat dibawah konjungtiva
3. Memar otak
5. Fraktur dasar tengkorak biasanya di curigai ketika CSS keluar dari telinga (ottorea) dan
6. Laserasi
7. Kontusi otak
a. Nyeri kepala
b. Nausea
a. Gangguan memori
a. Kecemasan
b. Iritabilitas
d. Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap sering dengan peningkatan tekanan intrakranial
6. Komplikasi
b. Perdarahan
c. Kejang
d. Pasien dengan fraktur tengkorak, khususnya pada dasarnya tengkorak beresiko terhadap
bocornya cairan serebrospinal (CSS) dari hidung (rinorea) dan dari telinga (otorea)
7. Pemeriksaan penunjang
Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, determinan ventrikel dan perubahan jaringan otak
c. Serebral angiography
Menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan jaringan otak sekunder menjadi
d. X-Ray
fragmen tulang
f. Kadar elektrolit
(TIK)
g. Scree toxicologi
Mendeteksi ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika terjadi peningkatan tekanan
Sedangkan menurut Doenges (1999), pemeriksaan penunjang pada cedera kepala yaitu
terdiri dari :
c. Sinar X
d. BAER (Brain Auditori Evoked Respons) : menentukan fungsi korteks dan batang otak
h. Kadar antikonvulsan darah : mendeteksi tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi
kejang
8. Penatalaksanaan
ringannya trauma.
b. Therapy hiperventilasi
c. Pemberian analgetika
d. Pengobatan anti edema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40% atau
gliserol 10%
e. Antibiotika yang mengandung Barrier darah otak (penisilin) atau untuk infeksi anaerob
diberikan metronidazole
f. Pada pasien trauma ringan bila mual muntah tidak dapat diberikan apapun kecuali hanya cairan
infus dekstrosa 5%, aminofusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2-3 hari
g. Pembedahan
h. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan, dektosa 5% 8 jam
pertama, ringer dekstrose 8 jam kedua dan dektrose 5% 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya
Menurut Mansjoer, A, dkk (2000), penatalaksanaan yang akan dilakukan pada kasus
c. Pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang kolar servikal
e. Jika cedera orofasial mengganggu jalan nafas maka pasien harus di intubasi.
2. Menilai pernafasan
c. Jika pasien bernafas spontan, sedikit dan atasi cedera dada berat seperti pneumothorak,
d. Pasang oksimeter nadi jika tersedia dengan tujuan menjaga saturasi oksigen minimum 95%
e. Jika nafas pasien tidak terlindung bahkan terancam atau memperoleh oksigen yang adekuat
(PaO2 > 95 mmHg dan PaCO2 < 40 mmHg serta saturasi O2 > 95%) atau muntah maka pasien
3. Menilai sirkulasi
dada
f. Pasang jalur intravena yang besar, ambil darah vena untuk pemeriksaan darah perifer lengkap,
a. Mula-mula diberikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi sampai 3 kali
b. Bila tidak berhasil dapat diberikan fenitoin 15 mg/kg BB diberikan intravena secara perlahan-
2. Konkusio
4. Muntah
5. Tanda kemungkinan fraktur kranium (battle, mata rabun, hemotimpanum, otorea, atau rinorea
cairan CSS).
6. Kejang
b. Pedoman penatalaksanaan
1. Pada pasien dengan cedera kepala dan/leher, lakukan foto tulang belakang servikal (proyeksi
anterior posterior, lateral dan odontoid) kolar servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa
2. Pada semua pasien cedera kepala sedang dan berat, lakukan prosedur berikut :
a. Pasang jalur intravena dengan larutan salin normal (NaCl 0,9%) atau larutan ringer laktat :
cairan isotonis lebih efektif menggantikan volume intravaskuler dari pada cairan hipotonis,
b. Lakukan pemeriksaan : hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah
(glukosa, ureum, dan kreatinin, masa protombin atau masa tromboplastin parsial, skrining
3. Pada pasien yang koma (skor GCS < 8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi, lakukan
b. Hiperventilasi : intubasi dan berikan ventilasi mandatorik intermiten dengan kecepatan 16-20
kali/menit dengan volume tidal 10-12 ml/kg, atur tekanan CO2 sampai 28-32 mmHg, hipokapnea
c. Berikan monitol 20% 1 gram/kg intravena dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-
6 jam kemudian yaitu sebesar dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam pertama
9. Prognosis
Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar, terutama pada pasien
dengan cedera berat, skor GCS waktu masuk rumah sakit memiliki nilai prognostik yang besar :
skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif.
Sedangkan pada pasien dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya
5-10 %.
Sindrom pasca konkusio berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala, keletihan,
berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala, sering kali bertumpang tindih dengan
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
a. Identitas Pasien
bungan saling percaya antara perawat dan pasien, yang perlu ditanyakan yaitu : nama, umur,
jenis kelamin, pendidikan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk (Hidayat,
2006).
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan merupakan sumber data subjektif tentang status kesehatan pasien yang
memberikan gambaran tentang masalah kesehatan aktual maupun potensial. Riwayat kesehatan
merupakan penuntun pengkajian fisik yang berkaitan dengan informasi tentang keadaan
fisiologis, psikologis, budaya, dan psikososial, ini juga berkaitan dengan status kesehatan pasien,
dan faktor-faktor seperti gaya hidup, hubungan/pola dalam keluarga, dan pengaruh budaya
(Priharjo, R, 2006).
c. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi
mendeteksi tanda-tanda fisik yang berhubungan dengan status fisik. Mulai melakukan inspeksi
pada saat pertama kali bertemu dengan klien, amati secara cermat mengenai tingkah laku dan
keadaan tubuh pasien. Amatilah hal-hal yang umum kemudian hal-hal yang khusus. Pengetahuan
2. Palpasi
Suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari adalah suatu instrument
yang sensitive dan digunakan untuk mengumpulkan tentang temperatur, turgor, bentuk,
3. Perkusi
Suatu pemeriksaan dengan jalan mengetuk untuk membandingkan kiri kanan pada setiap
daerah permukaan tubuh dengan tujuan menghasilkan suara. Perkuasi bertujuan untuk
mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsintensi jaringan. Perawat menggunakan kedua
pada permukaan tubuh (biasanya dada atau abdomen) untuk menghasilkan suara, mendapatkan
(mendeteksi) nyeri tekan, atau untuk mengkaji refleks, melakukan perkusi untuk mendapatkan
suara bertujuan untuk membantu menentukan apakah organ tersebut padat atau berisi cairan
4. Auskultasi
2. Validasi Data
Validasi data merupakan upaya untuk memberikan justifikasi pada data yang
dikumpulkan dengan melakukan perbandingn data subjektif dan data objektif yang didapatkan
dari berbagai sumber dengan berdasarkan standar nilai normal, untuk diketahui kemungkinan
tambahan atau pengkajian ulang tentang data yang ada (Hidayat, AA, 2004).
Menurut Nursalam (2001), data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai
suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Informasi tersebut tidak dapat ditentukan
oleh perawat secara independen tetapi melalui suatu interaksi atau komunikasi, data subjektif
sering didapatkan dari riwayat keperawatan termasuk persepsi klien, dan ide tentang status
kesehatannya. Sedangkan data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan di ukur, informasi
tergantung pada tipe, lokasi, dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan
a. Aktivitas/istirahat
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemipareses, Quadreplegia, ataksia cara berjalan tak
tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopedi, kehi-langan tonus otot,
otot spastik
b. Sirkulasi
ejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi), perubahan frekuensi jantung (Bradikardia),
c. Integritas Ego
anda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi, dan impulsif.
d. Eliminasi
e. Makanan / Cairan
anda : Muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
f. Neurosensori
ejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan
ketajamannya,
diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotopobia, gangguan pengecepan/penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran sampai bisa koma, perubahan status mental (orentasi,
tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada
g. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang bebeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah tidak
h. Pernafasan
perventilasi) nafas berbunyi stridor, tersedak, ronchi, mengi positif, (kemungkinan karena
aspirasi).
i. Keamanan
Tanda : Fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan, kulit, laserasi, abrasi, perubahan warna,
tanda battle di belakang telinga (tanda adanya trauma) adanya aliran cairan (drainase)
dari telinga/hidung (CSS), gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot
hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh
j. Interaksi sosial
Tanda : afasia sensorik atau motorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria,
anomia.
k. Penyuluhan / pembelajaran
rumah.
3. DIAGNOSA KEPERAWATAN
komponennya tergantung pada tipenya, aktual, resiko, kemungkinan, sehat atau sindrom
(Carpenito, LJ,1998).
Diagnosa keperawatan menurut Gordon (1976), dalam Nursalam, (2001), yaitu masalah
kesehatan aktual dan potensial dimana berdasarkan pendidikan dan pengalaman, dia mampu dan
Menurut Doenges (1999), diagnosa keperawatan yang timbul pada pasien cedera kepala
adalah :
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL
(Hemoragic, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan
metabolik, takar lajak obat/alkohol), penurunan tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia,
Disritmia jantung).
b. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
c. Perubahan persepsi sensorik berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan
kekuatan/tahanan.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif, penurunan kerja silia, stastis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon inflamasi tertekan
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot
h. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi/inflamasi, cedera,
i. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional, ketidakpastian
tentang hasil/harapan.
j. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
4. PERENCANAAN
Perencanaan keperawatan merupakan aktivitas berorientasi tujuan dan sistematik dimana
rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana keperawatan (Basford, & Slevin,
2006).
Menurut Doenges (1999), perencanaan keperawatan yang di lakukan pada pasien cedera
a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL
(Hemoragik, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan
metabolik, takar lajak obat / alkohol), penurunan tekanan darah iskemik/hipoksia, (Hipovolemia,
Disritmia jantung).
Kemungkinan dibuktikan :
tanda vital.
fungsi motorik/sensorik, mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda
Intervensi Rasional
1. Tentukan faktor-faktor yang ber-1. Menentukan pilihan inter-
hubungan dengan keadaan ter-tentu vensi, penurunan tanda /gejala
atau yang menyebabkan neurologis atau ke-gagalan
koma/penurunan perfusi jaringan dalam pemilihan-nya setelah
otak dan potensi peningkatan TIK. serangan awal mungkin
menunjukan ba-hwa pasien itu
perlu di-pindahkan
keperawatan in-tensif untuk
memantau te-kanan TIK dan
atau pem-bedahan.
2. Pantau dan catat status neu-rologis2. Mengkaji adanya kecen-
secara teratur dan ban-dingkan derungan pada tingkat ke-
dengan nilai standar (misalnya skala sadaran dan potensial peni-
koma Glasgow). ngkatan TIK dan berman-faat
dalam menentukan lo-kasi,
perluasan dan per-kembangan
kerusakan SSP.
3. Evaluasi kemampuan membuka3. Menentukan tingkat kesa-
mata seperti spontan (sadar penuh), daran
membuka jika di beri rangsangan
nyeri, atau tetap tertutup koma.
4. Kaji respon verbal, catat apakah
pasien sadar, orientasi terhadap4. Mengukur kesesuaian da-lam
orang, tempat dan waktu baik atau berbicara dan menu-njukan
malah bingung. tingkat kesadaran. Jika
kerusakan yang terjadi sangat
kecil pada korteks serebral,
pasien akan mu-ngkin
bereaksi dengan baik terhadap
rangsangan verbal yang
diberikan tetapi juga
memperlihatkan seperti
ngantuk berat atau tidak
5. Pantau TD, catat adanya hiper-tensi kooperatif.
sistolik secara terus me-nerus dan5. Normalnya, autoregulasi -
tekanan nadi yang semakin berat. mempertahankan aliran da-rah
otak yang konstan pada saaat
ada fluktasi tekanan darah
sistemik. Kehilangan
autoregulasi dapat meng-ikuti
kerusakan vaskularasi serebral
lokal atau me-nyebar
6. Frekuensi jantung, catat ada-nya (menyeluruh).
bradikardia, takikardia, atau bentuk
disritmia lainnya. 6. Perubahan pada ritme (pa-ling
sering bradikardia), dan
disritmia dapat timbul yang
mencerminkan adanya
depresi/trauma pada batang
otak pada pasien yang tidak
mempunyai kelainan jan-tung
7. Pantau pernafasan, meliputi lainnya.
iramanya, seperti adanya periode
apnea setelah hiperventilasi yang7. Nafas yang tidak teratur dapat
disebut pernafasan Cheyne-stokes. menunjukkan lokasi adanya
gangguan serebral/
peningkatan TIK dan me-
merlukan intervensi yang
8. Tinggikan kepala pasien 14-45 lebih lanjut termasuk ke-
derajat sesuai dengan indikasi / yang mungkinan nafas buatan.
dapat ditoleransi.
8. Meningkatkan aliran balik
vena dari kepala, sehingga
9. Berikan oksigen tambahan sesuai akan mengurangi kongesti
indikasi. atau edema atau resiko
terjadinya peningkatan TIK.
9. Menurunkan hipoksemia,
yang mana dapat mening-
katkan vasodilatasi dan vo-
lume daerah serebral yang
meningkatkan TIK.
b. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
aktual
Mempertahankan pola pernafasan normal / efektif, bebas sianosis, dengan GDA dalam batas
normal.
Intervensi Rasional
1. Pantau frekuensi irama, ke-dalaman1. Perubahan dapat menanda-
pernafasan, catat tidak kan awitan komplikasi pul-
ketidakteraturan pernafasan. monal (umumnya mengi-kuti
cedera otak) atau me-
nandakan lokasi / luasnya
keterlibatan otak, pernafa-san
lambat, periode apnea dapat
menandakan perlunya
ventilasi mekanis.
2. Angkat kepala tempat tidur sesuai2. Untuk memudahkan eks-pansi
aturannya, posisi miring sesuai paru/ventilasi paru dan
indikasi. menurunkan adanya ke-
mungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan nafas.
3. Anjurkan pasien untuk me-lakukan3. Mencegah dan menurun-kan
nafas dalam yang efektif jika pasien atelektasis.
sadar.
4. Auskultasi suara nafas, perha-tikan4. Untuk mengidentifikasi
daerah hipoventilasi dan adanya adanya masalah seperti ate-
suara-suara tambahan ya-ng tidak lektasis, kongesti, atau ob-
normal (seperti krekels, ronchi, struksi jalan nafas yang
mengi). membahayakan oksigen se-
rebral dan/atau menandakan
terjadinya infeksi paru (um-
umnya komplikasi dari ce-
dera kepala).
5. Pantau dari penggunaan obat-obatan5. Dapat meningkatkan ga-
depresan pernafasan, se-perti sedatif. ngguan/komplikasi pernafa-
6. Pantau atau gambarkan AGDA, san.
tekanan oksimetri. 6. Menentukan kecukupan pe-
rnafasan, keseimbangan as-am
basa dan kebutuhan ak-an
7. Berikan oksigen terapi.
7. Memaksimalkan oksigen pada
darah arteri dan me-mbantu
dalam pencegahan hipoksia
c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi integrasi (trauma atau defisit
neurologis).
Disorientasi terhadap waktu, tempat, orang, perubahan respon terhadap rangsang, inkoordinasi
motorik, perubahan dalam postur, ketidak mampuan dalam memberitahu posisi bagian tubuh,
perubahan pola komunikasi, distorsi auditorius dan visual, konsentrasi buruk, perubahan proses
Intervensi Rasional
1. Evaluasi/pantau secara teratur1. Fungsi serebral bagian atas
perubahan orientasi, kemampuan biasanya terpengaruh lebih
berbicara, alam perasaan / afektif, dahulu oleh adanya gang-guan
sensorik, dan proses pikir. sirkulasi, oksigenasi,
kerusakan dapat terjadi saat
trauma awal atau kadang-
kadang berkembang sete-
lahnya akibat dari pembe-
ngkakan atau perdarahan.
2. Kaji kesadaran sensorik seperti2. Informasi penting untuk ke-
respon sentuhan, panas / dingin, amanan pasien, semua sis-tem
benda tajam / tumpul, dan kesa- sensorik dapat terpe-ngaruh
daran terhadap gerakan dan letak dengan adanya per-ubahan
tubuh. yang melibatkan pe-ningkatan
atau penurunan sensitivitas
atau kehilangan
sensasi/kemampuan untuk
menerima berespons secara
sesuai pada suatu stimulasi.
3. Observasi respon prilkau seperti3. Respon individu mungkin
rasa bermusuhan, menangis, afektif berubah-rubah namun umu-
yang tidak sesuai, agitasi, halusinasi. mnya seperti emosi yang labil,
frustasi, apatis, dan muncul
tingkah laku im-pulsif selama
proses pe-nyembuhan dari
trauma ke-pala.
4. Bicara dengan suara yang lembut4. Pasien mungkin meng-ala-mi
dan pelan, gunakan kalimat yang keterbatasan perhatian/
penek dan sederhana, dan per- pemahaman selama fase akut
tahankan kontak mata. dan penyembuhan dan
tindakan ini dapat mem-bantu
pasien untuk memun-culkan
komunikasi.
5. Berikan stimulasi yang berman-faat5. Pilihan masukan sensorik
verbal (berbincang-bincang dengan secara cermat bermanfaat
pasien), penciuman (ter-hadap kopi untuk menstimulasi pasien
dan minyak tertentu), taktil koma dengan baik selama
(memegang tangan pasien dan melatih kembali fungsi kog-
sentuhan). nitifnya
6. Berikan lingkungan terstruktur6. Meningkatkan konsistensi dan
termasuk terapi, aktivitas. keyakinan yang dapat
menurunkan ansietas yang
berhubungan dengan keti-
daktahuan pasien tersebut.
7. Buat jadwal istirahat yang ade-7. Menguragi kelelahan, me-
kuat/periode tidur tanpa ada ga- ncegah kejenuhan, membe-
ngguan. rikan kesempatan untuk ti-dur.
8. Memberikan perasaan nor-
8. Gunakan penerangan siang/ma-lam mal tentang pola peruba-han
hari. waktu dan pola tidur/ bangun.
Defisit/perubahan memori jarak jauh, saat ini, yang baru terjadi, pengalihan perhatian, perubahan
pemecahan masalah.
Intervensi Rasional
1. Kaji tentang perhatian, kebing-1. Rentang perhatian/kemam-
ungan dan catat tingkat anisetas puan untuk berkonsentrasi
pasien. mungkin memendek secara
tajam yang menyebabkan dan
merupakan potensi ter-hadap
terjadinya ansietas yang
mempengaruhi proses pikir
pasien.
2. Pertahankan bantuan yang kon-2. Memberikan pasien pera-saan
sisten oleh staf atau keberadaan yang stabil dan ma-mpu
sebanyak mungkin. mengontrol situasi.
3. Usahakan untuk menghadirkan3. Pasien mungkin tidak me-
realitas secara konsisten dan jelas. nyadari adanya trauma se-cara
Hindari pikiran-pikiran yang tidak total (amnesia) atau dari
masuk akal. perluasan trauma dan karena
pada kenyataan ter-hadap
terjadinya cedera pa-da
dirinya.
4. Jelaskan pentingnya pemeriksa-an4. Pemahaman bahwa peng-
neurologist secara berulang dan kajian dilakukan secara ter-
teratur. atur untuk mencegah/mem-
batasi komplikasi yang
mungkin terjadi.
5. Dengarkan dengan penuh per-hatian5. Perhatian dan dukungan ya-ng
semua hal yang diungka-pan pasien. diberikan pada individu akan
meningkatkan harga diri dan
mendorong kesi-nambungan
6. Anjurkan pada orang yang ter-dekat usaha tersebut.
untuk memberikan berita6. Meningkatkan terpelihara-nya
baru/keadaan keluarga dan seba- kontak dengan keadaan yang
gainya. biasa terjadi yang akan
meningkatkan orien-tasi
realitas dan berpikir normal.
7. Rujuk pada kelompok-kelompok7. Bantuan tambahan mung-kin
penyokong seperti asosiasi cedera bermanfaat dalam me-
kepala. nyokong upaya-upaya pe-
mulihan.
e. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan
kekuatan/tahanan.
Ketidakmampuan bergerak sesuai tujuan dalam lingkungan fisik, termasuk mobilitas di tempat
Melakukan kembali atau mempertahankan posisi fungsi optimal, dibuktikan tak ada kontraktur,
mempertahankan aktivitas, mempertahankan integritas kulit, kandung kemih dan fungsi usus.
Intervensi Rasional
1. Periksa kembali kemampuan dan1. Mengidentifikasi kemung-
keadaan secara fungsional pada kinan kerusakan pada fung-
kerusakan yang terjadi. sional dan mempengaruhi
pilihan intervensi yang akan
dilakukan.
2. Kaji derajat immobilisasi pasien2. Pasien mampu mandiri (ni-lai
dengan menggunkan skala keter- 0), atau memerlukan ba-
gantungan (0-4). ntuan/peralatan yang mini-mal
(nilai 1), memerlukan bantuan
sedang/dengan pe-
ngawasan/diajarkan (nilai 2),
memerlukan bantuan/
peralatan secara terus me-
nerus dan alat khusus (nilai 3),
atau tergantung secara total
pada pemberi asuhan (nilai 4).
3. Perubahan posisi yang ter-atur
3. Ubah posisi pasien secara teratur menyebabkan penye-baran
dan buat sedikit perubahan posisi terhadap berat badan yang
antara waktu perubahan posisi mengakibatkan sirku-lasi pada
tersebut. seluruh bagian tubuh.
4. Mempertahankan mobili-sasi
dan fungsi sendi dan posisi
4. Berikan dan bantu untuk mela- normal ekstremitas dan
kukan latihan rentang gerak. menurunkan terjadinya vena
yang statis.
5. Proses penyembuhan yang
lambat sering kali menyer-tai
5. Instruksikan/bantu pasien dengan trauma kepala dan pe-mulihan
program latihan dan penggunaan alat secara fisik meru-pakan
mobilisasi. bagian yang amat da-ri suatu
program pemulihan tersebut.
6. Sesaat setelah fase akut ce-
dera kepala dan jika pasien
tidak memiliki faktor kon-
6. Berikan cairan dalam batas-batas traindikasi yang lain, pem-
normal yang dapat ditoleransi oleh berian cairan memadai akan
neurologis dan jantung. menurunkan resiko terjadi-nya
infeksi saluran kemih, dan
berpengaruh cukup ba-ik
terhadap konsistensi fe-ces
yang normal dan turgor kulit
yang kembali normal.
7. Pasien seperti tersebut di-atas
mempunyai resiko ber-
kembangnya trombosis ve-na
7. Periksa daerah yang mengalami dalam (TVD) dan em-boli
nyeri tekan, kemerahan, kulit ya-ng pulmunal (EP) teruta-ma
hangat, otot yang tegang, dan setelah trauma.
sumbatan vena pada kaki.
f. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit ruasak, prosedur
invasif, penurunan kerja silia, stasis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon inflamasi tertekan
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat diagnosa aktual).
Intervensi Rasional
1. Berikan perawatan aseptik,1. Cara pertama untuk meng-
pertahankan teknik cuci tangan yang hindari terjadinya infeksi
baik. nosokomial.
2. Observasi daerah kulit yang me-2. Deteksi dini perkembangan
ngalami kerusakan, (seperti luka, infeksi memungkinkan un-tuk
garis jahitan), daerah yang terpa- melakukan tindakan de-ngan
sang alat invasi (terpasang infuse segera dan pencega-han
dan sebagainya) catat karakteri-stik terhadap komplikasi
dari draenase dan adanya inflamasi. selanjutnya.
3. Pantau suhu tubuh secara teratur.
3. Dapat mengidentifikasi per-
kembagan sepsis yang se-
lanjut memerlukan evaluasi
atau tindakan dengan se-gera.
4. Anjurkan untuk melakukan nafas4. Peningkatan mobilisasi dan
dalam, latihan pengeluaran sekret pembersihan sekresi paru
paru secara terus menerus. untuk menurunkan resiko
terjadinya pneumonia, ate-
lektasis.
5. Berikan perawatan perineal. 5. Menurunkan kemungkinan
terjadinya pertumbuhan ba-
kteri atau infeksi yang me-
rambah naik.
6. Berikan antibiotik sesuai indikasi. 6. Terapi profilaktik dapat di-
gunakan pada pasien yang
mengalami trauma (perlu-
kaan), kebocoran CSS un-tuk
menurunkan terjadinya infeksi
nosokomial.
g. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot
(Tidak ada diterapkan : adanya tanda-tanda dan gejala-gejala yang membuat diagnosa aktual).
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan pasien untuk1. Faktor ini menentukan pe-
mengunyah, menelan, batuk, dan milihan terhadap jenis ma-
mengatasi sekresi. kanan sehingga pasien ha-rus
terlindung dari aspirasi.
h. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi/inflamasi, cedera,
Melaporkan sakit kepala, fotopobia, nyeri otot, sakit punggung, perilaku ditraksis, menangis,
gelisah memilih posisi yang khas, tegangan muskular, wajah menahan nyeri, pucat, perubahan
tanda-tanda vital.
dengan tepat.
Intervensi Rasional
1.Berikan lingkungan yang tenang1. Menurunkan reaksi terha-dap
ruangan yang agak gelap sesuai stimulasi dari luar atau
dengan indikasi. sensitivitas pada cahaya dan
meningkatkan istirahat.
2.Tingkatkan tirah baring, bantulah2. Menurunkan gerakan yang
kebutuhan perawatan diri yang dapat meningkatkan nyeri.
penting.
3.Letakkan kantong es pada kepala3. Meningkatkan vasokontrik-si,
pakaian dingin diatas mata. penumpukan resepsi sen-sorik
yang selanjutnya me-nurunkan
nyeri.
4.Dukung untuk menentukan posisi4. Menurunkan iritasi meni-
yang nyaman. ngeal, resultan ketidaknya-
manan lebih lanjut.
5.Berikan latihan rentang gerak ak-5. Dapat membantu merelak-
tif/pasif secara tepat dan masase otot sasikan ketegangan otot ya-ng
daerah leher / bahu. meningkatkan reduksi nyeri
atau ketidaknyamanan
tersebut.
6.Kaji tingkat skala nyeri catat lo-kasi,6. Berguna dalam pengawasan
karakteristik. keefektifan obat, kemajuan
penyembuhan.
7.Kolaborasi dalam pemberian ob-at-7. Mungkin diperlukan untuk
obatan sesuai indikasi (anal-getik). menghilangkan nyeri yang
berat.
i. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional, ketiadakpastian
tentang hasil/harapan.
tidak memenuhi kebutuhan keluarganya, kesulitan menerima atau mendapatkan bantuan dengan
tepat.
internal dan eksternal, untuk menghadapi situasi, mendorong dan memungkinkan anggota yang
Intervensi Rasional
1. Catat bagian-bagian dari unit1. Menentukan adanya sum-ber
keluarga, keberadaan/keterlibatan keuarga dan mengiden-tifikasi
sistem pendukung. hal-hal yang diper-lukan.
2. Pengungkapan tentang rasa
2. Anjurkan keluarga untuk meng- takut secara terbuka dapat
emukakan hal-hal menjadi perha- menurunkan anisetas dan
tiannya tentang keseriusan kon-disi, meningkatkan koping terha-
kemungkinan untuk meni-nggal, dap realitas.
atau kecacatan (ketidak-mampuan).
3. Anjurkan untuk mengakui pe-3. Karena hal tersebut tidak
rasaannya, jangan menyangkal atau mungkin diperkirankan ha-
meyakinkan bahwa segala silnya, hal tersebut lebih
sesuatunya akan beres / baik-baik bermanfaat untuk memba-ntu
saja. seseorang untuk meng-atakan
perasaannya tentang apa yang
sedang terjadi sebagai akibat
dari pem-berian keyakinan
yang ku-rang tepat/salah.
4. Membantu mengarahkan-
4. Demonstrasikan dan anjurkan pe- perhatian terhadap vitalitas
nggunaan keterampilan penanga-nan sendiri untuk meningkatkan
stress, seperti teknik relak-sasi, kemampuan koping sese-
latihan bernafas, visualisasi orang.
5. Memfasilitasi komunikasi,
5. Libatkan keluarga dalam perte- memungkinkan keluarga-
muan tim rehabilitasi dan peren- untuk menjadai bagian in-
canaan perawatan / pengambilan tegral dari rehabilitasi dan
keputusan. memberikan rasa kontrol.
6. Memberikan bantuan deng-an
6. Identifikasi sumber-sumber ko- masalah yang mungkin
munikasi yang ada seperti pera- meningkat sebagai akibat dari
watan dirumah, konselor, me-ngenai gangguan fungsi peran.
hukum/finansial.
j. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
pengobatan, potensi komplikasi, memulai perubahan gaya hidup baru, keterlibatan dalam
Intervensi Rasional
1. Evaluasi kemampuan dan kesia-pan1. Memungkinkan untuk me-
untuk belajar dari pasien juga nyampaikan bahan yang di-
keluarganya. dasarkan atas kebutuhan se-
cara individual.
2. Berikan kembali informasi yang2. Membantu dalam mencipta-
berhubungan dengan proses trau-ma kan harapan yang realistis, dan
dan pengaruh sesudahnya. meningkatkan pemaha-man
pada keadaan saat ini dan
kebutuhannya.
3. Diskusikan rencana untuk me-3. Berbagai tingkat bantuan
menuhi kebutuhan perawatan diri. mungkin perlu direncana-kan
yang didasarkan atas
kebutuhan yang bersifat in-
dividual.
4. Berikan instruksi dalam bentuk4. Memberikan penguatan vi-
tulisan dan jadwal mengenai akti- sual dan rujukan setelah se-
vitas, obat-obatan dan faktor pen- mbuh.
ting lainnya.
5. Identifikasi tanda/gejala adanya5. Mengenai berkembangnya
faktor resiko secara individual, masalah memberikan ke-
seperti kebocoran CSS yang lama, sempatan untuk mengeva-
kejang pasca trauma. luasi dan intervensi lebih awal
untuk mencegah ter-jadinya
komplikasi yang serius.
6. Diperlukan untuk membe-
6. Identifikasi sumber-sumber yang rikan bantuan perawatan se-
berada dimasyarakat, seperti seke- cara fisik, penanganan gaya
lompok penyokong cedera kepala, hidup baik secara emosi-onal
pelayanan sosial, fasilitas reha- maupun secara finan-sial
bilitasi, program pasien diluar ru-
mah sakit.
5. IMPLEMENTASI
keperawatan oleh perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana setelah dilakukan validasi,
dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan
6. EVALUASI
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah
Sedangkan menurut Hidayat, AA, (2001), evaluasi merupakan tahapan akhir dari proses
keperawatan. Evaluasi menyediakan nilai informasi mengenai pengaruh intervensi yang telah
direncanakan dan merupakan perbandingan dari hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang
TINJAUAN KASUS
Ruangan : Bedah
A. PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Identitas pasien
Nama : An. I
Umur : 14 Tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Siswi
Ruang/Kamar : Bedah/RBW
Tanggal pengkajian/
b. Penanggung jawab
Nama : Tn. I
Pekerjaan : Wiraswasta
2. Keluhan Utama
Pasien mengatakan penyebab gejala atau penyakit adalah akibat kecelakaan lalu lintas.
Pasien mengatakan hal yang dapat mengurangi gejala penyakitnya adalah dengan cara
istirahat dan diberi obat-obatan, sedangkan hal-hal yang dapat memperberat gejala
Pasien mengatakan gejala yang dirasakan adalah nyeri tusuk didaerah kepala.
Skala nyeri
8 (berat)
0 1 2 3 4 5
6 7 8 9 10
Keterangan :
0 : Tidak nyeri
1-3 : Ringan
4-6 : Sedang
7-9 : Berat
10 : Sangat berat
e. Timing
2. Frekwensi
3. Durasi
a. Alasan masuk/dirawat.
c. Pernah dirawat
e. Status imunisasi
Ibu pasien mengatakan status imunisasinya tidak lengkap tapi ibu pasien tidak tahu status
c. Penyebab meninggal
Tidak ada.
d. Genogram
Keterangan :
: Perempuan : Pasien
5. Riwayat Psikososial
c. Konsep diri
1. Body image : Pasien tidak mengeluh dan menerima apa yang dideritanya.
2. Ideal diri : Pasien menginginkan cepat sembuh dan bisa beraktivitas seperti biasa .
5. Personal identity : Pasien berperan sebagai anak dan sebagai seorang siswi.
d. Keadaan emosional
6. Pemeriksaan Fisik
Pernafasan : 24 x/i
Nadi : 80 x/i
Suhu : 36,80C
Berat badan : 38 Kg
b. Keadaan umum
Luka / peradangan : Luka lecet dibagian frontal( 1,5 cm) dan memar di bagian oksipitalis.
Warna : Hitam
Kebersihan : Kurang bersih
2. Mata
Inspeksi
Konjungtiva : Anemis
Lensa : Normal
Inspeksi
Palpasi
Inspeksi
Kebersihan : Bersih
Inspeksi
Bibir : Bengkak
Gusi : Bengkak
6. Leher
d. Pemeriksaan thoraks
1. Pemeriksaan dada
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Kulit : Lembab
Payudara : Simetris
2. Paru-paru
Inspeksi
Palapasi
Kiri : Tidak ada nyeri tekan Kanan : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi
Auskultasi
3. Jantung
Inspeksi : Normal
Perkusi : Redup
Auskultasi : Reguler
e. Abdomen
Inspeksi
Bentuk : Simetris
Retraksi : Ada
Simetris : Simetris
Auskultasi
Perkusi : Timpani
Palpasi
: Tidak dikaji
: Tidak dikaji
g. Alat kelamin
: Tidak dikaji
: Tidak dikaji
h. Muskuloskeletal
1) Tulang
Inspeksi
Susunan tulang : Normal
Palpasi
2) Persendian
Inspeksi
Kaku : Terdapat
Palpasi
3) Otot
Inspeksi
Ukuran : Normal
Kontraksi : Ada
Tangan kanan : 5
Kaki kanan :4
Kaki kanan :4
h. Neurologi
1. Kesadaran : Somnolen
a. Pola nutrisi
.
d. Personal hygiene
e. Pola aktivitas
A. Hasil Lab
9. Pengobatan / Therapy
B. ANALISA DATA
Nyeri
2 Data subjektif : Cedera kepala Perubahan nu-
1. Pasien mengatakan mual dan trisi kurang da-
muntah Kerusakan sel otak ri kebutuhan
2. Pasien mengatakan susah tubuh
menelan
Katekolamin
Data objektif :
Sekresi asam lambung
1. Pasien tidak mau memakan
diit yang disediakan
2. Pasien susah menelan
3. Pasien muntah 3 x
Mual muntah
Asupan nutrisi
kurang
Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh
3 Data subjektif : KLL Kerusakan
1. Pasien mengatakan kakinya mobilitas fisik
susah digerakkan
2. Pasien mengatakan susah
bergerak Luka lecet di lutut
bagian kanan
Penurunan kekuatan
Data objektif : otot
1. Pasien terbaring ditempat tidur
2. Keterbatasan rentang gerak Pasien terbaring di
3. Kekuatan otot tempat tidur, rentang
Tangan kanan : 5 gerak terbatas
Tangan kiri :5
Kaki kanan :4
Kaki kiri :4 Kerusakan mobilitas
4. Keadaan umum sedang fisik
5. Luka lecet di lutut bagian
kanan
C. DIAGNOSA KEPERWATAN
1. Nyeri berhubungan dengan cedera kepala ditandai dengan : pasien mengatakan nyeri di
seluruh bagian kepala, pasien mengatakan kepala terasa pusing, wajah pasien meringis,
pasien gelisah, tanda-tanda vital : TD : 110/70 mmHg, RR : 24x/i, Puls : 80x/i, Temp :
36,80C, luka lecet dibagian frontal 1,5 cm dan memar dibagian oksipital, bibir bengkak
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan muntah
ditandai dengan : pasien mengatakan mual dan muntah, pasien mengatakan susah
menelan, pasien tidak mau memakan diit yang disediakan, pasien susah menelan, pasien
muntah 3 x.
3. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot ditandai dengan
pasien terbaring ditempat tidur, keterbatasan rentang gerak, kekuatan otot : tangan kanan
5, tangan kiri 5, kaki kanan 4, kaki kiri 4, keadaan umum sedang, luka lecet di lutut
bagian kanan.
D. CATATAN PERKEMBANGAN
P:
Intervensi dilanjutkan
1. Observasi daerah ya-ng
terkena cedera
2. Kaji respon pasien
terhadap aktivitas dan
kelemahan
3. Anjurkan pasien un-tuk
meningkatkan ti-rah
baring
4. Atur posisi pasien se-
nyaman mungkin
5. Anjurkan pasien un-tuk
beristirahat
7 Kamis/ 1 08.00WIB
1. Mengkaji keluhan nyeri Pukul 14.00 WIB
8 Juli - Skala nyeri 6 (sedang) S:
2010 - Nyeri dibagian kepala 1. Pasien mengatakan
08.10WIB masih nyeri dengan skala
2.Mengkaji tanda-tanda vital nyeri 4 (sedang)
TD : 110/70 mmHg 2. Pasien mengatakan
RR : 22x/i pusing dikepalanya
Puls : 82x/i sudah berkurang
09.30WIB Temp : 36,50C O:
1. Wajah pasien masih
09.30WIB
3. Membersihkan luka deng-an meringis tetapi sesekali
cairan NaCl sudah mulai relaks
10.00WIB 2. Skala nyeri 4(sedang)
4. Mengobati luka dengan be-3. Tanda-tanda vital
11.30WIB tadine TD : 110/80 mmHg
RR : 22x/i
5. Mengatur posisi pasien Puls : 82x/i
semifowler Temp : 36,50C
12.30WIB 4. Masih terdapat luka lecet
6. Memberikan obat sesuai dan memar
indikasi 5. Bibir masih bengkak
- Injeksi cefotaxime tetapi sudah berkura-ng
500ml/12jam A:
- Masalah nyeri teratasi
7. Menganjurkan pasien un-tuk sebagian
beristirahat P:
Intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan
1. Kaji keluhan nyeri
2. Kaji TTV
3. Berikan obat sesuai
indikasi
4. Atur posisi pasien
senyaman mungkin
5. Lakukan perawatan luka
8 Kamis/ 2 10.00WIB
1. Memberikan makan seli-ngan Pukul 14.00 WIB
8 Juli berupa roti tawar kepada S:
2010 pasien 1. Pasien mengatakan mual
11.30WIB dan muntah ti-dak ada
2. Memberikan diit MI pada lagi
11.30WIB pasien 2. Pasien mengatakan
sudah menelan dan sudah
11.30WIB
3. Mengatur posisi semifow-ler ada nafsu makan
saat makan O:
11.30WIB 1. Makanan yang diberikan
4. Menganjurkan pasien un-tuk tidak dihabiskan
12.30WIB makan semua diit 2. Makanan hanya dimakan
dari porsi yang
5. Memberikan minum pasi-en disediakan
3. Pasien sudah bisa
6. Mencatat frekuensi mun-tah menelan
- Tidak ada lagi muntah A:
Masalah perubahan nu-
trisi kurang dari kebu-
tuhan tubuh teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan
1. Awasi pemasukan diit
2. Bantu pemenuhan nu-
trisi pasien
3. Kolaborasi dengan ahli
gizi dalam pem-berian
diit
9 Kamis/ 3 08.30WIB
1. Mengobservasi daerah ya-ng Pukul 14.00 WIB
8 Juli terkena cedera, luka lecet S:
2010 dilutut bagian kanan 1. Pasien mengatakan
08.30WIB kakinya sudah bisa
2. Mengkaji respon pasien untuk digerakan
terhadap aktivitas dan2. Pasien mengatakan
kelemahan : sudah bisa miring kiri
Kekuatan otot : dan kanan
Tangan kanan : 5 O:
Tangan kiri : 5 1. Pasien terbaring dite-
Kaki kanan : 4 mpat tidur
09.00WIB Kaki kiri :5 2. Pasien sudah bisa miring
kiri dan kanan
3. Menganjurkan pasein un-tuk 3. Kekuatan otot
10.00WIB beristirahat bila terasa lelah Tangan kanan : 5
Tangan kiri : 5
12.30 4. Mengubah posisi semifow-ler Kaki kanan : 4
WIB Kaki kiri :5
5. Menganjurkan pasien un-tuk
4. Keadaan umum seda-ng
beristirahat 5. Luka lecet masih ada
tetapi sudah berkura-ng
A:
Masalah kerusakan
mobilitas fisik teratasi
sebagian
P:
Intervensi dilanjutkan
oleh perawat ruangan
1. Kaji respon pasien
terhadap aktivitas dan
kelemahan
2. Anjurkan pasien un-tuk
meningkatkan ti-rah
baring
3. Atur posisi pasien se-
nyaman mungkin
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam Bab ini penulis akan membahas lebih rinci tentang data dasar pengkajian pada
landasan teoritis dalam Bab II dengan hasil pengkajian kasus yang telah diuraikan dalam Bab III.
Pembahasan dilakukan dengan membandingkan antara uraian pada landasan teoritis dan tinjauan
kasus yang ditemukan dilapangan. Berdasarkan landasan teoritis dan tinjauan pada kasus pada
pasien dengan Cedera Kepala (Head Injury) tidak jauh berbeda, tetapi apabila kita bahas satu
persatu secara terperinci dalam sistematis maka akan terlihat beberapa masalah yang berbeda
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
Menurut Doenges (1999), pengkajian secara teoritis didapatkan data-data sebagai berikut
antara lain pengkajian aktivitas / istirahat :gejala merasa lemah, lelah, kaku, hilang
berjalan tak tegap, masalah dalam keseimbangan, cedera (trauma) ortopaedi, kehilang tonus otot,
otot spastik. Pengkajian sirkulasi : adanya gejala perubahan tekanan darah atau normal
disritmia). Pengkajian integritas ego : gejala perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang
atau dramastis). Tanda cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan
impulsif. Pengkajian eliminasi : gejala inkontinensia kandung kemih / usus atau mengalami
gangguan fungsi. Pengkajian makanan / cairan : gejala mual, muntah, dan mengalami perubahan
selera. Tanda muntah (mungkin proyektif), gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas, perubahan
fotopobia. Tanda perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental (orentasi,
kewaspadaan , perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi / tingkah laku dan
memori), perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetris), deviasi pada mata,
pendengaran, wajah tidak simetris, genggaman lemah, tidak seimbang, refleks tendon dalam
tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparese, quadreplegia, postur (dekortikasi, deserebrasi),
kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh,
kesulitan dalam menentukan posisi tubuh. Pengkajian nyeri / kenyamanan : gejala sakit kepala
dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Tanda wajah menyeringai, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih. Pengkajian
pernafasan : tanda perubahan pola nafas (apnea diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi,
stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). Pengkajian keamanan :
gejala trauma baru / trauma karena kecelakaan. Tanda fraktur / dislokasi, gangguan penglihatan,
kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti Racoon Eye Tanda battle disekitar telinga
(merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran cairan (draenase) dari telinga / hidung (CCS),
gangguan kognitif, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami
paralysis, demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh. Pengkajian interaksi sosial : tanda afasia
motorik atau sensori, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria, dan anomia.
Sedangkan dari hasil pengkajian kasus penulis mendapatkan data-data sebagai berikut
yaitu nyeri dibagian kepala, kepala pusing, wajah meringis, gelisah, memar, trauma (luka lecet),
mual, muntah, perubahan nafsu makan, kesulitan menelan, sukar untuk berbicara, lemah,
Adapun persamaan antara pengkajian yang ditemukan pada data dasar pengkajian secara
teoritis dan ditemukan pula pada tinjauan kasus yaitu nyeri dibagian kepala, kepala pusing,
wajah meringai, gelisah, memar, trauma, mual, muntah, perubahan selera / susah menelan, sukar
untuk berbicara, lemah, penurunan kekuatan, gangguan rentang gerak, kehilangan kesadaran.
Kesenjangan atau perbedaan antara landasan teoritis dengan tinjauan kasus yaitu pada
pengkajian sirkulasi ditemukan adanya perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi),
sedangkan pada tinjauan kasus tidak ditemukan karena pada saat dilakukan pengkajian pasien
tidak ada riwayat hipertensi. Dan pada pengkajian pernafasan pada landasan teoritis ditemukan
adanya perubahan pola nafas (apnea diselingi oleh hiperventilasi), nafas berbunyi, stridor,
tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi). Sedangkan pada tinjauan kasus
tidak ditemukan adanya perubahan pola nafas pasien, nafas tidak berbunyi, ronki, mengi dan
tidak tersedak.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
komponennya tergantung pada tipenya, aktual, resiko, kemungkinan, sehat atau sindrom
Adapun diagnosa keperawatan yang timbul dalam landasan teoritis Menurut Doenges
(1999), adalah :
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL
(Hemoragic, Hematoma), edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan
Disritmia jantung).
2. Resiko tinggi terhadap pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskular
neurologis).
5. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan
kekuatan/tahanan.
6. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur
invasif, penurunan kerja silia, stastis cairan tubuh, kurang nutrisi, respon inflamasi tertekan
7. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunaan tingkat kesadaran), kelemahan otot
8. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera biologis, adanya proses infeksi/inflamasi, cedera,
9. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional, ketidakpastian
tentang hasil/harapan.
10. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah
Adapun persamaan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus yaitu :
nyeri berhubungan dengan cedera kepala hal ini disebabkan oleh karena pasien pada saat dikaji
mengeluh nyeri, wajah meringis, pusing, skala nyeri 8. Pada diagnosa perubahan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual muntah hal ini disebabkan oleh pasien
mengalami mual, muntah dan kesulitan menelan. Pada diagnosa ketiga, kerusakan mobilitas
fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot hal ini yang menyebabkan terjadinya
kerusakan mobilitas fisik yaitu dikarenakan pasien mengalami kecelakaan lalulintas, luka lecet
dilutut bagian kanan, dan keterbatasan rentang gerak, penurunan kekuatan otot, pasien terbaring
ditempat tidur.
Pada diagnosa pertama nyeri berhubungan dengan cedera kepala hal ini disebabkan oleh
karena terjadinya kerusakan sel otak, sehingga terjadinya gangguan autoregulasi dan
mengakibatkan aliran darah ke otak menurun dan O2 akan menurun sehingga akan menimbulkan
nyeri kepala.
Sedangkan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh hal ini disebabkan oleh karena
Pada diagnosa kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot
disebabkan oleh karena terjadinya kecelakaan lalu lintas dan luka lecet dilutut bagian kanan
sehingga terjadinya penurunan kekuatan otot sehingga rentang gerak pasien terbatas (Mufti,
2009).
Perbedaan atau kesenjangan antara diagnosa keperawatan yang muncul pada tinjauan kasus
dan landasan teoritis adalah pada landasan teoritis diagnosa keperawatan yang muncul sebanyak
diagnosa keperawatan saja, hal ini disebabkan karena berdasarkan data subjektif dan data
objektif yang didapatkan dari hasil pengkajian sesuai dengan prioritas masalah yang penulis
jumpai pada An. I dengan Head Injury GCS 11. Sedangkan untuk 7 diagnosa keperawatan
lainnya tidak ditemukan data subjektif dan data objektif yang mendukung penegakkan diagnosa-
diagnosa tersebut.
C. PERENCANAAN
rancangan intervensi keperawatan dituangkan dalam rencana keperawatan (Basford & Slevin,
2006).
Dalam perencanaan ini penulis akan membahas rencana asuhan keperawatan yang sesuai
dengan tiga diagnosa yang ditemukan pada tinjauan kasus. Diagnosa pertama yaitu nyeri
berhubungan dengan cedera kepala. Menurut Doenges (1999), pada landasan teoritis yang
diintervensikan adalah berikan lingkungan yang tenang, ruangan yang agak gelap sesuai dengan
indikasi, tingkatkan tirah baring, bantulah kebutuhan perawatan diri yang penting, letakkan
kantong es pada kepala pakaian dingin diatas mata, dukung untuk menentukan posisi yang
nyaman, berikan latihan rentang gerak aktif/pasif secara tepat dan masase otot daerah leher /
bahu, kaji tingkat skala nyeri catat lokasi, karakteristik, kolaborasi dalam pemberian obat-obatan
sesuai indikasi.
Pada tinjauan kasus yang diintervensikan antara lain kaji keluhan nyeri, kaji tanda-tanda
vital, berikan obat sesuai indikasi, atur posisi pasien, anjurkan pasien untuk beristirahat, dari
intervensi landasan teoritis dan intervensi pada tinjauan kasus terdapat beberapa kesenjangan
diantaranya pada landasan teoritis berikan lingkungan yang tenang, ruangan agak gelap sesuai
indikasi tidak mungkin direncanakan pada tinjauan kasus karena ruangan rawatan An. I dirawat
adalah ruangan dalam bentuk bangsal, maka intervensi memberi lingkungan yang tenang dan
mual muntah. Pada landasan teoritis intervensi yang berhubungan dengan masalah diatas
meliputi kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk, dan mengatasi sekresi,
auskultasi bising usus, catat adanya penurunan / hilangnya atau suara yang hiperaktif, timbang
berat badan sesuai indikasi, jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien, berikan
makanan dalam jumlah kecil dan dalam waktu sering dengan teratur, kaji feces, cairan lambung
dan konsultasi dengan ahli gizi. Sedangkan intervensi pada tinjauan kasus meliputi awasi
pemasukan diit, memberikan makanan selingan pada pasien, anjurkan pasien untuk makan
semua diit, atur posisi pasien selama makan, catat frekuensi muntah, intervensi yang ada pada
landasan teoritis tetapi tidak diuraikan dalam tinjauan kasus yaitu auskultasi bising usus, catat
adanya penurunan / hilangnya atau suara hiperaktif, karena menurut penulis apabila pasien tidak
mengkonsumsi makanan maka bising usus akan lambat jadi tidak perlu diintervensikan. Begitu
juga dengan timbang berat badan sesuai indikasi juga tidak di intervensikan pada tinjauan kasus
karena An. I dengan Head Injury GCS 11 tidak mampu untuk berdiri, oleh karena itu tidak
mungkin melakukan timbang berat badan. Konsultasi dengan ahli gizi juga tidak di intervensikan
pada tinjauan kasus karena menurut penulis intervensi diatas biasanya dilakukan oleh perawat
Diagnosa ketiga kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Pada landasan teoritis intervensinya meliputi periksa kembali kemampuan dan keadaan secara
fungsional pada kerusakan yang terjadi, kaji derajat imoblisasi dengan menggunakan skala
ketergantungan (0-4), ubah posisi pasien secara teratur dan buat sedikit perubahan posisi antara
waktu perubahan posisi tersebut, berikan dan bantu untuk melakukan latihan rentang gerak,
berikan cairan dalam batas yang dapat ditoleransi oleh neurologi dan jantung, dan periksa adanya
daerah yang mengalami nyeri tekan, kemerahan, kulit yang hangat, otot yang tegang, intervensi
yang ada pada landasan teoritis yang didapat pada tinjauan kasus sehingga pada diagnosa yang
ketiga tidak ditemukan kesenjangan antara landasan teoritis dengan tinjauan kasus.
D. PELAKSANAAN
berbagai strategi keperawatan (tindakan keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana
Pada diagnosa pertama implementasi yang dilakukan antara lain meliputi mengkaji keluhan
nyeri dan lokasi bertujuan agar nyeri dapat terkontrol dan mencapai intensitas skala nyeri 1-3
(ringan), selama tiga hari rawatan skala nyeri 8 (berat), pada hari rawatan pertama dan berkurang
pada hari rawatan kedua dengan skala 6 (sedang), dan pada hari rawatan ketiga dengan skala
nyeri 4 (sedang). Implementasi kedua dari diagnosa pertama yaitu mengkaji tanda-tanda vital
bertujuan untuk memantau apabila terjadi perubahan tanda-tanda vital, selama tiga hari rawatan
diukur tanda-tanda vital pasien pada hari rawatan pertama dengan tekanan tekanan darah 110/70
mmHg, RR 24 x/I, puls 80 x/i, temp 36,80C, dan pada hari rawatan kedua tekanan darah 100/70
mmHg, RR 24 x/I, puls 82 x/i, temp 36,50C, serta pada hari rawatan ketiga dengan tekanan darah
110/70 mmHg, RR 22 x/I, puls 82 x/i, temp 36,50C. Implementasi yang ketiga dari diagnosa
pertama yaitu memberikan obat sesuai indikasi, dan impementasi keempat dan kelima dari
diagnosa pertama dengan mengatur posisi pasien miring kiri dan menganjurkan pasien untuk
beristirahat.
Pada diagnosa kedua implementasi yang dilakukan adalah menanyakan jenis makanan
yang disukai pasien, dan memberikan diit MI pada pasien bertujuan untuk memenuhi kembali
kebutuhan nutrisi pasien. Selama tiga hari rawatan pasien hanya menghabiskan hanya 2 (dua)
sendok pada hari rawatan pertama, dan hari rawatan kedua pasien hanya menghabiskan porsi
dari porsi yang disediakan dan hari rawatan ketiga pasien menghabiskan porsi juga dari porsi
selama makan, menyuruh pasien untuk menghabiskan semua diit, dan mencatat frekuensi
muntah yang bertujuan untuk membantu kemampuan otot menelan dan kemampuan cerna.
Selama rawatan tiga hari didapati pasien muntah 3 (tiga) kali pada hari rawatan pertama, pada
hari rawatan kedua pasien muntah satu kali, sedangkan pada hari rawatan ketiga pasien tidak
Pada diagnosa ketiga implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi daerah yang
terkena cedera, luka lecet dilutut, mengkaji respon pasien terhadap aktivitas dan kelemahan,
menganjurkan pasien untuk beristirahat, dengan tujuan untuk meningkatkan istirahat dan
penyediaan energi untuk penyembuhan. Selama rawatan 3 (tiga) hari dari pertama sampai ketiga
pasien masih berbaring di tempat tidur, dan mengatur posisi pasien sim kiri, selama tiga hari
rawatan pasien belum mampu bergerak dan miring kiri dan kanan. Pada hari rawatan kedua
pasien sudah mampu miring kiri dan kanan walaupun masih dibantu, sedangkan pada hari
rawatan ketiga pasien sudah bisa miring kiri dan kanan serta sudah bisa bergerak.
E. EVALUASI
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan sudah
Dalam evaluasi yang akan dibahas meliputi tiga diagnosa diantaranya nyeri berhubungan
dengan cedera kepala, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual
masalah belum teratasi, namun pada hari rawatan kedua masalah nyeri sudah teratasi sebagian,
pada hari rawatan ketiga masalah nyeri juga teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan oleh
peraqat ruangan. Pada diagnosa kedua perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan mual muntah, pada hari rawatan pertama evaluasi masalah nyeri belum
teratasi, dan hari rawatan kedua dan ketiga masalah nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
sebagian dan intervensi dilanjutkan oleh perawat ruangan. Begitu juga dengan diagnosa ketiga
yaitu kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot pada hari rawatan
pertama masalah belum teratasi, dan pada hari rawatan kedua dan ketiga masalah kerusakan
mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot sudah teratasi sebagian sehingga
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Cedera kepala (Head Injury) suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak
atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala
2. Dari hasil pengkajian yang penulis lakukan didapatkan data pasien nama An. I, umur 14 tahun,
status perkawinan belum kawin, agama islam, pekerjaan siswi, alamat Gunong Pulo Kota fajar,
tanggal masuk 06 Juli 2010, No. Register 027343, dengan diagnosa medis Cedera Kepala (Head
kepala, kepala terasa pusing, wajah pasien meringis, dan gelisah, tanda-tanda vital : TD : 110/70
mmHg, RR : 24x/i, Puls : 80x/i, Temp : 36,80C, luka lecet dibagian frontal dan memar dibagian
oksipital, luka lecet dilutut bagian kanan, bibir bengkak dan patah 2 gigi seri, pasien mengatakan
mual, muntah, susah untuk menelan, diit yang disediakan tidak dimakan, dan pasien mengatakan
kakinya susah untuk digerakkan, pasien terbaring ditempat tidur, rentang gerak terbatas,
kekuatan otot : tangan kanan 5, tangan kiri 5, kaki kanan 4, kaki kiri 4. serta keadaan umum
sedang.
4. Adapun diagnosa keperawatan yang muncul pada An. I dengan Head Injury GCS 11, penulis
merumuskan dan memprioritaskan sesuai kondisi pasien adalah nyeri berhubungan dengan
cedera kepala, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual,
muntah, serta kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
5. Rancana keperawatan pada An. I untuk mengatasi nyeri adalah berikan lingkungan yang tenang,
tingkatkan tirah baring, dukung untuk menemukan posisi yang nyaman, berikan latihan rentang
gerak, kaji tingkat skala nyeri serta kolaborasi dalam pemberian obat-obatan sesuai indikasi.
Untuk mengatasi masalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan rencana
keperawatan kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, auskultasi bising usus,
timbang berat badan jaga keamanan saat makan, berikan makan dalam jumlah sedikit dalam
waktu sering, dan konsultasi dengan ahli gizi. Untuk mengatasi masalah kerusakan mobilitas
fisik dengan rencana keperawatannya adalah periksa kembali kemampuan pasien secara
fungsional pada kerusakan yang terjadi, kaji derajat imobilisasi pasien, ubah posisi pasien secara
teratur, berikan / bantu untuk melakukan rentang gerak, berikan cairan dalam batas normal dan
mengkaji keluhan nyeri (skala nyeri 8, nyeri dibagian kepala), mengkaji tanda-tanda vital TD :
110/70 mmHg, RR : 24 x/i, puls : 80 x/i, temp : 36,80C, memberikan obat sesuai indikasi injeksi
ranitidine 1amp / 8 jam, cefotaxime 500ml / 12 jam, citicolin 1amp / 8 jam, ketorolac 1 amp / 8
jam, mengatur posisi pasien miring kiri (sim kiri), menganjurkan pasien untuk beristirahat (tidur
disiang hari), masalah nyeri teratasi sebagian. Untuk mengatasi masalah perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh tindakan keperawatan yang diberikan yaitu menanyakan jenis
makanan yang disukai pasien, memberikan diit MI pada pasien, memberikan makanan selingan
roti dan teh, menganjurkan pasien untuk menghabiskan semua diit, mangatur posisi pasien
semifowler selama makan, mencatat frekuensi muntah, masalah perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh teratasi sebagian. Dan masalah kerusakan mobilitas fisik tindakan
keperawatannya yang telah diberikan adalah mengkaji respon pasien terhadap aktivitas dan
kelemahan, mengkaji tanda-tanda vital RR 24 x/i, puls 80 x/i, menganjurkan pasien untuk
beristirahat bila pasien terasa lelah, mengatur posisi pasien sim kiri, masalah kerusakan mobilitas
7. Setelah dilakukan evaluasi secara keseluruhan diagnosa pertama, kedua dan ketiga masalah
keperawatan hari pertama evaluasi dari ketiga diagnosa adalah diagnosa pertama, kedua dan
ketiga belum teratasi, selanjutnya pada hari kedua ketiga diagnosa dievaluasi dengan hasil
masalah teratasi sebagian. Demikian halnya dengan hasil masalah teratasi sebagian, karena
pasien memerlukan rawatan yang intensif lebih lanjut maka intervensi selanjutnya dilakukan
keperawatan, hal ini menunujkkan sistem kerja perawatan yang secara sistematis berdasarkan
bukti dan keakuratan data yang diperoleh selama pelaksanaan keperawatan, semua tindakan
B. SARAN-SARAN
1. Diharapkan kepada pasien dan keluarga setelah diberikan asuhan keperawatan agar dapat
menjaga kesehatan dan perilaku hidup sehat untuk meningkatkan derajat kesehatan kedepannya
serta agar pasien lebih mengerti tentang sakit yang dideritanya yaitu Head Injury GCS 11.
2. Diharapkan kepada pembaca dengan adanya Karya Tulis Ilmiah agar dapat mengambil manfaat
dari penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini demi untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
selanjutnya.
4. Diharapkan kepada lahan praktik Rumah Sakit Umum Daerah dr. H. Yuliddin Away Tapaktuan
agar meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan standar prosedur keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Basford, L & Slevin, O. (2006) Teori Dan Praktik Keperawatan Pendekatan Integral Pada Asuhan
Pasien. Jakarta : EGC
Carpenito, LJ. (1998). Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktik Klinis. Edisi 6. Jakarta : EGC
Chandra, B. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC
Engram, B. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Vol 3. Jakarta : EGC
Hidayat, AA. (2001). Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Hidayat, AA. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep & Proses Keperawatan.
Buku 1. Jakarta : Salemba Medika
Kusnanto. (2004). Pengantar Profesi & Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta : EGC
Mansjoer, A. dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. jilid 2. Jakarta : Media Aesculapius
Mardjono, M & Sidharta, P. (2004). Neurologi Klinis Dasar. Cetakan 10. Jakarta : Dian Rakyat
Morton, PG. (2003). Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi SOAPIE. Edisi 2. Jakarta :
EGC
Nursalam. (2001). Proses & Dokumentasi Keperawatan Konsep & Praktik. Jakarta : Salemba Medika
Oman, KS, dkk. (2008). Panduan Belajar Keperawatan Emergensi. Jakarta : EGC
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. vol 2 .
Jakarta : EGC
Purwoko, S. (2006). Pertolongan Pertama & RJP Pada Anak. Edisi 4. Jakarta : Arcan
Sjamsuhidajat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Smeltzer, SC & Bare, BG. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Vol 3. Jakarta : EGC
Suriadi & Yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi 1. Jakarta : Fajar Interpratama
Abdale. (2007). Trauma Kepala. (http://www.webcache.googleusercontenabdale. com.htm. diakses pada
tanggal 09 Juli 2010 jam 10.45 wib)
Irwana, O. (2009). Cedera Kepala/Head Injury. (http://yayanakyar. wordpress.com. htm. diakses pada
tanggal 09 Juli 2010 jam 11.00 wib)
Saanin, S. (2007). Cedera Otak Traumatika. (http://syaiful saanin.wordpress. com.htm. diakses pada
tanggal 09 Juli 2010 jam 10.30 wib)
Widyaningrum, D. (2008). Askep Pada Trauma Kapitis. (http://yenibeth. wordpress. com.htm. diakses
pada tanggal 15 Juli 2010 jam 11.30)
Poskan Komentar
Pengikut
Arsip Blog
2011 (9)
2010 (4)
o November (4)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR
CRURI...
Tuberkulosis (TBC)
askep hipertensi
askep head injury
Mengenai Saya
munawar
Lihat profil lengkapku
Template Awesome Inc.. Diberdayakan oleh Blogger.