PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini banyak sekali penyakit yang baru pada saluran pernafasan dan
penyebabnya bermacam-macam, ada di sebabkan oleh virus, bakteri, dan lain
sebagainya. Dengan penomena ini harus menjadi perhatian bagi kita semua. Salah
satu penyakit pada saluran pernafasan adalah pneumonia. Penyakit Pneumonia
sering kali diderita sebagian besar orang yang lanjut usia (lansia) dan mereka yang
memiliki penyakit kronik sebagai akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh (Imun),
akan tetapi Pneumonia juga bisa menyerang kaula muda yang bertubuh sehat. Saat
ini didunia penyakit Pneumonia dilaporkan telah menjadi penyakit utama di
kalangan kanak-kanak dan merupakan satu penyakit serius yang meragut nyawa
beribu-ribu warga tua setiap tahun (Jeremy, dkk, 2007, Hal 76-78).
Di Indonesia, pneumonia merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah
kardiovaskuler dan tuberkulosis. Faktor sosial ekonomi yang rendah
mempertinggi angka kematian. Gejala Pneumonia adalah demam, sesak napas,
napas dan nadi cepat, dahak berwarna kehijauan atau seperti karet, serta gambaran
hasil ronsen memperlihatkan kepadatan pada bagian paru
Kepadatan terjadi karena paru dipenuhi sel radang dan cairan yang
sebenarnya merupakan reaksi tubuh untuk mematikan luman. Tapi akibatnya
fungsi paru terganggu, penderita mengalami kesulitan bernapas, karena tak tersisa
ruang untuk oksigen. Pneumonia yang ada di masyarakat umumnya, disebabkan
oleh bakteri, virus atau mikoplasma ( bentuk peralihan antara bakteri dan virus ).
Bakteri yang umum adalah streptococcus Pneumoniae, Staphylococcus Aureus,
Klebsiella Sp, Pseudomonas sp,vIrus misalnya virus influensa(Jeremy, dkk, 2007,
Hal 76-78)
Penulis tertarik untuk memaparkan tentang Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat pada pasien Pneumonia luas di IGD RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka
Raya.
1
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
4
5
isolasi, yaitu 73,9% aspirat paru dan 69,1% hasil isolasi dari spesimen darah
(Depkes, 2009)
Dari seluruh etiologi pneumonia, Streptococcus pneumonia adalah
merupakan etiologi tersering dari pneumonia bakteri dan yang paling banyak
diselidiki patogenesisnya. Jenis keparahan penyakit ini di pengaruhi oleh beberapa
faktor termasuk umur, jenis kelamin, musim dalam tahun tersebut, dan kepadatan
penduduk. Anak laki laki lebih sering terkena pneumonia dari pada anak
perempuan (Prober, 2009)
Sebenarnya pada diri manusia sudah ada kuman yang dapat menimbulkan
pneumonia sedang timbulnya setelah ada faktor- faktor prsesipitasi yang dapat
menyebabkan timbulnya.
Pneumonia bisa dikatakan sebagai komplikasi dari penyakit yang lain
ataupun sebagai penyakit yang terjadi karena etiologi di bawah ini :
1. Bakteri
Organisme gram positif yang menyebabkan pneumonia bakteri adalah
steprokokus pneumonia, streptococcus aureus dan streptococcus pyogenis.
2. Virus
Pneumonia virus merupakan tipe pneumonia yang paling umum ini disebabkan
oleh virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus yang merupakan sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan oleh jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada
kotoran burung.
4. Protozoa
Ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada
pasien yang mengalami imunosupresi seperti pada penderita AIDS.
2.1.3 Klasifikasi
1. Berdasarkan Penyebab
Etiologi dan jenis/klasifikasi pneumonia beserta tanda dan gejalanya menurut
Somantri (2007: 68) adalah:
s Foto dada
Aspirasi asam jaringan
lambung interstitial
yang terkena
tergantung
bagian yang
terkena di
paru-parunya.
Infreksi gram
negatif atau
positif
Gambaran
klinik
mungkin sama
dengan
pneumonia
klasik
Distres
respirasi
mendadak,
dispnea berat,
sianosis,
batuk,
hipoksemia,
dan diikuti
tanda infeksi
sekunder.
Hematogen Terjadi bila Kateter IV yang terinfeksi Gejala
kuman Endokarditis pulmonal
pathogen Drug abuse timbul
menyebar ke Abses intra abdomen minimal
paru-paru Pyelonefritis disbanding
melalui aliran Empiema kandung kemih gejala
darah: septikemia
Staphylococcu Batuk
s, E. coli, dan nonproduktif
anaerob dan nyeri
enteric pleuritik sama
dengan yang
terjadi pada
emboli paru-
paru
8
2. Klasifikasi Berdasarkan lokasi paru yang terkena menurut Robbins & Cotran
(2008: 448) adalah:
1) Bronkopneumonia
Ditandai oleh bercak-bercak konsolidasi eksudatif pada parenkim paru:
stafilokokus, pneumokokus, Haemophilus influenza, Pseudomonas
aeruginosa dan bakteri koliformis merupakan agen penyebab yang paling
sering ditemukan. Secara makroskopik, paru-paru memperlihatkan daerah
konsolidasi dan supurasi yang terdispersi, menonjol, bersifat fokal serta
dapat diraba. Secara histologik terlihat eksudasi supuratif (neutrofilik) akut
yang mengisi saluran napas serta rongga udara dan biasanya disekitar
bronkus dan bronkiolus.
2) Pneumonia Lobaris
Mengenai sebagian besar atau seluruh lobus paru. Sebagian besar
pneumonia lobaris disebabkan oleh pneumokokus yang masuk ke dalam
paru lewat saluran napas. Kadang-kadang infeksi ini terjadi karena
mikroorganisme lain (K. Pneumoniae, stafilokokus, streptokokus, H.
influenzae).
1) Batuk
2) Rinitis
Berkembang sampai
1) Demam ringan, batuk ringan, dan malaise sampai demam tinggi, batuk
hebat dan lesu
2) Emfisema obstruktif
3) Ronkhi basah
4) Penurunan leukosit
3. Pneumonia mikoplasma
Gejala awal :
1) Demam
2) Mengigil
3) Sakit kepala
4) Anoreksia
5) Mialgia
Berkembang menjadi :
1) Rinitis
2) Sakit tenggorokan
3) Batuk kering berdarah
4) Area konsolidasi pada pemeriksaan thorak
2.1.5 Patofisiologi
Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi
sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan
gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan
tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan
hidup normal pada tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun,
misalnya karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan
dengan cepat berkembang biak dan merusak organ paru.
Kerusakan jaringan paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan
peradangan yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang
dikeluarkan oleh bakteri pada pneumonia bakterialis dapat secara langsung
merusak sel-sel sistem pernapasan bawah. Pneumonia bakterialis menimbulkan
10
respon imun dan peradangan yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian
jaringan dari lobus paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima
lobus paru (tiga di paru kanan, dan dua di paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran
darah. Pneumonia adalah bagian dari penyakit infeksi pneumokokus invasif yang
merupakan sekelompok penyakit karena bakteri streptococcus pneumoniae.
Kuman pneumokokus dapat menyerang paru selaput otak, atau masuk ke
pembuluh darah hingga mampu menginfiltrasi organ lainnya. infeksi
pneumokokus invasif bias berdampak pada kecacatan permanen berupa ketulian,
gangguan mental, kemunduran intelegensi, kelumpuhan, dan gangguan saraf,
hingga kematian.
11
WOC PNEUMONIA
Respon inflamasi B3 B5
B1 B2 B6
pada alveolar Psikologik
paru
Pelepasan Pelepasan mediator kimia: Pe suplai
hiperplasia sel goblet Akumulasi secret
Cairan masuk ke pirogen prostaglandin, histamine, O2 ke otot
dan disfungsi silia pada saluran
endogen bradikinin Kurang
alveoli pernapasan
informasi
2.1.6 Komplikasi
1. Efusi pleura
2. Hipoksemia
3. Pneumonia kronik
4. Bronkaltasis
5. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna/bagian paru-paru yang
diserang tidak mengandung udara dan kolaps).
6. Komplikasi sistemik (meningitis)
Menurut Corwin (2009: 544), Brashers (2007: 104), dan Smeltzer (2001:
575) penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, sesuai yang
ditentukan berdasarkan pemeriksaan sampel sputum prapengobatan. Terapi yang
dapat dilakukan antara lain:
1. Farmakologi
1) Antibiotik, terutama untuk pneumonia bakteri. Pneumonia lain dapat diobati
dengan antibiotik untuk mengurangi resiko infeksi bakteri sekunder yang
dapat berkembang dari infeksi asal, misalnya penisilin G merupakan
antibiotik pilihan untuk infeksi oleh S. pneumoniae. Medikasi efektif
lainnya termasuk eritromisin, klindamisin, sefalosporin generasi kedua dan
ketiga, trimetoprimsulfametoksazol (Bactrim).
2) Oksigen dan hidrasi bila ada indikasi.
2. Nonfarmakologi
1) Istirahat
2) Perbaikan nutrisi
3) Hidrasi untuk membantu mengencerkan sekresi
4) Teknik napas dalam dan batuk efektif, fisioterapi dada bila tersedia.
Menanyakan pada klien apakah mengalami ISPA dengan gejala seperti luka
tenggorokan, kongesti nasal, bersin, dan demam ringan.
3. Riwayat penyakit keluarga
Adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes mellitus, atau
adanya riwayat stroke pada generasi terdahulu.
1) Data Primer
(1) Airway
a. Peningkatan sekresi pernapasan
b. Bunyinafaskrekels, ronki dan mengi
(2) Breathing
a. Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu,
retraksi.
b. Menggunakan otot aksesori pernapasan
c. Kesulitan bernafas : diaforesis, sianosis
(3) Circulation
a. Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia
b. Sakit kepala
c. Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental,
mengantuk
d. Papil edema
e. Penurunan haluaran urine
f. Kapiler refill
g. Sianosis.
(4) Disability
Keadaan umum pasien biasanya lemah, kelemahan. Tingkat kesadaran
dapat terganggu, sampai pingsan dan koma (tergantung pada volume
sirkulasi / oksigenasi)
(5) Exposure:
Pada bagian ini biasanya tidak terdapat luka pada bagian tubuh pasien.
2) Data sekunder
a) B1 (breath) : Pemeriksaan fisik pada klien dengan pneumonia
merupakan pemeriksaan focus, berurutan pemeriksaan ini terdiri atas
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
(a)Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernapasan
(b)Palpasi
Gerakan dinding toraks anterior/ekskrusi pernpasan
(c)Perkusi
Klien dengan pneumonia disertai komplikasi, biasanya di dapatkan
bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Bunyi redup
15
2. Dx 2
Kriteria tujuan : mempertahankan ventilasi adekuat
Rencana tindakan :
a. Kaji frekuensi, kedalaman bernapas
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal sering terjadi karena ketidaknyamanan
gerakan dinding dada dan atau cairan paru.
b. Auskultasi bunyi napas
Rasional : menunjukkan terjadinya komplikasi (adanya bunyi tambahan
menunjukkan akumulasi cairan/sekresi).
c. Pantau tanda vital
Rasional : abnormalitas tanda vital terus menerus memerlukan evaluasi lanjut
d. Kolaborasi pemberian O2 sesuai indikasi
Rasional : mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
3. Dx 3
Kriteria tujuan : mempertahankan suhu dlm batas normal
18
Rencana tindakan :
a. Pantau suhu pasien
Rasional : suhu 38,9 oC-41,1 oC menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
b. Beri kompres mandi hangat
Rasional : dapat membantu mengurangi demam
c. Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : diharapkan dapat membantu menurunkan demam dengan aksi
sentralnya pada hipotalamus
4. Dx 4
Kriteria tujuan : nyeri berkurang atau hilang
Rencana tindakan :
a. Tentukan karakteristik nyeri, misal : tajam, ditusuk, konstan
Rasional : nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat dalam pneumonia,
juga dapat timbul komplikasi pneumonia seperti perikarditis dan endokarditis.
b. Pantau tanda vital
Rasional : perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukkan bahwa pasien
mengalami nyeri
c. Berikan tindakan nyaman, misal : relaksasi, pijatan punggung
Rasional : tindakan non analgesikdiberikan dengan sentuhan lembut dapat
menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
d. Kolaborasi dalam pemberian analgesic
Rasional : diharapkan dapat membantu mengurangi nyeri.
5. Dx 5
Kriteria tujuan : menunjukkan peningkatan nafsu makan
Rencana tindakan :
a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual muntah
Rasional : pilihan intervensi tergantung pada faktor penyebab masalah.
b. Auskultasi bunyi usus
Rasional : bunyi usus mungkin menurun/tak ada bila proses infeksi
berat/memanjang.
19
c. Beri makan porsi kecil tapi sering, termasuk makanan yang menarik untuk
pasien
Rasional : tindakan ini dapat meningkatkan nafsu makan meskipun lambat
untuk kembali.
d. Kolaborasi pemberian antiemetic
Rasional : diharapkan mampu mencegah muntah
6. Dx 6
Kriteria tujuan : menunjukkan volume cairan adekuat
Rencana tindakan
a. Kaji perubahan tanda vital
Rasional : peningkatan suhu meningkatkan laju metabolik dan kehilangan
cairan melalui evaporasi
b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa
Rasional : indikator langsung kekuatan volume cairan.
c. Catat laporan mual muntah
Rasional : adanya gejala ini menunjukkan masukan oral.
d. Kolaborasi pemberian antipiretik, antiemetic
Rasional : berguna menurunkan kehilangan cairan.
7. Dx 7
Kriteria tujuan : menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas
Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
Rasional : menetapkan kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
b. Berikan lingkungan tenang dan batasi pengunjung selama fase akut ssi
indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan rangsangan berlebihan, meningkatkan
istirahat.
c. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional : meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen.
20
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
6) B6 (Bone)
Ekstermitas atas dan bawah 4/4 (abnormal), tidak ada edema, akral
teraba hangat.
3.1.5 Riwayat Penyakit
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada saat di rumah, pasien mengeluh batuk berdahak dan sesak nafas
yang terus menerus setiap harinya. Sesak nafas bertambah saat
aktivitas dan istirahat. Kemudian pada hari Senin, 07 Agustus 2017
pasien mengeluh batuk dan sesak nafas bertambah lalu keluarga
membawa pasien ke IGD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada
pukul 09.00 WIB.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien dan keluarga mengatakan ada riwayat penyakit Diabetes
Mellitus sejak 5 tahun yang lalu dan ada riwayat pengobatan
Tuberkolosis Paru sejak Desember 2016 pengobatan rutin tidak ada
23
putus obat selama 6 bulan. 1 bulan yang lalu pasien masuk rumah sakit
dengan keluhan yang sama yaitu batuk dan sesak nafas.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien mengatakan bahwa dikeluarga pasien tidak ada
riwayat penyakit seperti Diabetes Mellitus ataupun Penyakit Jantung.
Tidak ada penyakit menular seperti TB paru.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
1. Pemeriksaan Laboratorium
( Ocvilien Chornelyn)
25
Peningkatan produksi
mucus
- Pasien tampak
menggunakan otot
bantu pernafasan Terjadi hipoksia,
- Bentuk dada simetris hiperkarbi
- TTV :
TD : 140/90 mmHg
Metabolisme anaerob
N : 114x/menit
S : 35o C
RR : 40x/menit Pola nafas tidak efektif
SPO2 81%.
3.4 Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan 1) Jelaskan pada pasien dan keluarga 1) Untuk menambah
efektif berhubungan dengan tindakan keperawatan setiap tindakan yang akan dilakukan. pengetahuan pasien dan
peningkatan produksi 1x4 jam diharapkan mencegah terjadinya
mucus yang dibuktikan bersihan jalan nafas kesalahan dalam
dengan terdapat sputum menjadi membaik. komunikasi.
2) Posisikan tubuh dan kepala untuk
pada jalan nafas, refleks
Dengan kriteria hasil : menghindari obstruksi jalan napas dan
2) Untuk membantu
batuk cukup lemah, tidak
1) Pasien memberikan pengeluaran sekresi yang melancarkan jalan nafas
ada suara nafas tambahan,
memperlihatkan optimal
ronkhi di lapang paru kiri 3) Auskultasi dada untuk mendengarkan
kepatenan jalan napas 3) Untuk mengetahui
dan kanan, RR : 40x/menit 2) Bunyi napas bersih bunyi jalan napas
4) Kolaborasi dalam pemberian terapi keabnormalan pernafasan
saat auskultasi
3) Tidak terdapat tanda cairan pemasangan infus 4) Untuk memenuhi kebutuhan
5) Kolaborasi dalam pemberian terapi
distress pernapasan cairan pasien
4) Tanda vital dalam nebulizer 5) Untuk membantu
Combivent 0,5 mg
batas normal 6) Observasi dan pantau pernapasan, pengeluaran sputum
28
12.50 WIB
Diagnosa 2
nebulizer - TTV :
09.30 WIB TD : 140/90 mmHg
Pulmicort 0,5 mg/2 ml
7) Memberikan medikasi sesuai indikasi N : 114x/menit
12.00 WIB
S : 35o C
Injeksi Methylprednisolone 125 mg /IV
RR : 40x/menit
Injeksi Vancomycin 1 g /IV
Injeksi Omeprazole 1 gr /IV - SPO2 81%.TTV :
- TD: 120/80mmHg
32
DAFTAR PUSTAKA
Blackwell, Wiley. 2014. Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-
2017. United Kingdom: Blackwell.
Mansjoer, A et al. 2002. Kapita Selekta Kedokteran edisi 3. Media Aesculapius:
Jakarta
Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M.L. & Swanson, E. 2008. Nursing Outcomes
Classification (NOC) fourth edition. Missouri: Mosby