255
DOI: 10.15294/jpii.v5i2.6004
Pendidikan MIPA berpotensi untuk memainkan peranan strategis dalam menyiapkan sumber daya manusia
untuk menghadapi era industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini dapat terwujud apabila pendidikan MIPA
mampu melahirkan lulusan yang kuat dalam MIPA dan berhasil menumbuhkan kemampuan berpikir logis,
kritis, kreatif,adaptif terhadap perubahan dan perkembangan, serta memiliki karakter bangsa yang
kuat.Penelitian ini merupakan penelitian analisis kebutuhan untuk menghasilkan suatu produk model
pembelajaran fisika beserta sistem asesmennya yang adaptable dan efektif bagi pengembangan karakter siswa
yang berbasis kearifan lokal Bali di SMA. Subjek penelitian ini adalah guru-guru fisika SMA yang telah
berpengalaman minimal 10 tahun mengajar fisika di SMA Negeri dan Swasta di Singaraja Bali yang
berjumlah 20 orang. Alat pengumpul data berupa kuesioner, pedoman observasi, dan wawancara. Teknik
analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif-kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1)
Terdapat 10 karakter berbasis kearifan lokal Bali yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran fisika SMA
yang meliputi: religius, berkata benar dan berbuat jujur (satyam), toleransi (tat twam asi), disiplin, tanggung
jawab (sesana), rasa ingin tahu, jengah, suka bekerja keras dan dermawan, peduli dan bersahabat dengan
alam, serta merefleksi diri (mulat sarira).; 2) Tahapan pembelajaran fisika dalam pengembangan karakter
berbasis kearifan lokal meliputi: (a) eksplorasi (b) pemusatan, (c) inkuiri/penyelidikan dari berbagai
perspektif (ilmiah, sosial-budaya, sejarah (d) elaborasi, dan (e) konfirmasi.
PENDAHULUAN
Pada era industrialisasi dan globalisasi dengan dan mengalami miskonsepsi, dan (6) jarang
persaingan yang semakin ketat ini penguasaan melatihkan pemecahan masalah (Sadia, 2008),
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta kurang menanamkan nilai-nilai kearifan
memegang peranan penting. Tantangan ini lokal dalam pembelajaran sains (Suastra, 2010:
menghajatkan kesiapan sumber daya manusia Suastra, 2017). Tidaklah salah kalau Zamroni
(SDM) Indonesia yang handal dan berkualitas (2000:1) mengatakan bahwa dewasa ini,
yang tidak saja mampu menguasai IPTEK, pendidikan cenderung menjadi sarana
tetapi juga mampu membentuk karakter bangsa "stratifikasi sosial" dan sistem persekolahan yang
yang kuat.Gardner (2007) mengatakan bahwa hanya mentransfer kepada peserta didik apa
untuk menghadapi tantangan masa depan yang disebut sebagai dead knowledge, yaitu
(menuju generasi emas 2045) yang semakin pengetahuan yang terlalu bersifat hafalan
kompleks, dibutuhkan lima pikiran untuk masa (textbookish), sehingga bagaikan sudah diceraikan
depan (five minds for the future) yang meliputi: dari akar budayanya.
pikiran terdisiplin, pikiran menyintesis, pikiran Baker, et al (1995) menyatakan bahwa jika
mencipta, pikiran merespek, dan pikiran etis. pembelajaran sains di sekolah tidak
Pembangunan watak (character building) memperhatikan budaya/kearifan lokal anak,
merupakan suatu hal yang sangat penting dan maka konsekuansinya siswa akan menolak
mendesak. Membangun manusia Indonesia atau hanya menerima sebagian konsep-konsep
harus mulai dari membangun ahklak, budi sains yang dipelajarinya. Kearifan lokal
pekerti, dan perilaku yang baik. Bangsa ini didefinisikan sebagai kebenaran yang telah
sebenarnya memiliki peradaban yang unggul mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah
dan mulia, namun kenyataannya kurang (Gobyah, 2003). Kearifan lokal atau sering
mendapat perhatian dalam proses pendidikan. disebut local wisdom dapat dipahami sebagai
Hal ini dapat dilihat dari perilaku anak kecil usaha manusia dengan menggunakan akal
sampai orang dewasa yang seolah-olah budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap
menunjukkan perilaku dan watak orang terhadap sesuatu, objek, atau peristiwa yang
Indonesia, seperti: menhujat dengan kata-kata terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan, 2007).
kasar baik dalam demonstrasi maupun di media Kearifan (wisdom) secara etimologi berarti
sosial, menyajikan berita bohong (hoak) di kemampuan seseorang dalam menggunakan akal
media sosial, bullying, tawuran, berbuat tidak pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian,
jujur (mencontek, korupsi, plagiarisme), anti obyek atau situasi, sedangkan lokal
perbedaan, malas, dan sebagainya. Fenomena menunjukkan ruang interaksi di mana peristiwa
ini mengindikasikan kegagalan dalam atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian,
mengembangkan bidang pendidikan nilai. kearifan lokal secara substansial merupakan
Kurang baiknya moral siswa yang berakibat norma yang berlaku dalam suatu masyarakat
pada rendahnya karakter siswa adalah indikator yang diyakini kebenarannya dan menjadi acuan
kegagalan guru dalam mengintegrasikan dalam bertindak dan berperilaku sehari-hari.
pengetahuan tentang nilai menjadi tindakan Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan
yang positif (Lickona, 1999; Lopes, et al, 2013; entitas yang sangat menentukan harkat dan
Abu, et al, 2015; Depdiknas, 2010; Aisah, 2014). martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz,
Sudah saatnya segera dibangun kembali 1992). Salah satu kearifan lokal dalam konteks
kesadaran akan pentingnya pembinaan karakter pembelajaran (siswa-guru) tertuang dalam
bagi insan Indonesia melalui pendidikan yang tingkatan Brahmacari,yaitu aguron-guron atau
bermutu. Hal ini sesuai dengan pendapat Asewaka Guru para Acarya (guru mendidik para
Elmubarok (2008) yaitu, mengumpulkan yang siswanya) dengan memberikan petunjuk-
terserak, menyambung yang terputus, dan petunjuk kerohanian, kebajikan, amal,
menyatukan yang tercerai. pengabdian yang kesemuanya disebut Dharma.
Berkenaan dengan pengembangan karakter siswa Di samping mengisi otak siswanya dengan
dalam proses pembelajaran, studi terhadap berbagai ilmu pengetahuan (Castrantara), guru
pembelajaran fisika dewasa ini ditemukan lebih mengutamakan pada pendidikan
adanya kecenderungan antara lain (1) watak/karakter (Punyatmadja, 1994).
kebanyakan siswa menghafal rumus-rumus fisika Tampaknya diperlukan transformasi pendidikan
dan kurang memahaminya, (2) banyak hitung- Fisika dalam menghadapi era millennium ini.
hitungan dan kurang berhubungan dengan Dari belajar secara menghafalpengetahuan ke
kehidupan nyata siswa, (3) siswa belajar dengan belajar berpikir tingkat tinggi. Dari belajar
ketakutan karena sulitnya pelajaran, (4) kurang secara dangkal ke belajar secara mendalam atau
mendorong siswa untuk berpikir kreatif dan kompleks. Dari orientasi pada transfer
kritis, (5) siswa cenderung pasif dalam belajar pengetahuan ke pengembangan pengetahuan,
249 I.W. Suastra, B. Jatmiko / JPII 5 (2) (2017) 247-255 249
keterampilan, nilai, dan karakter. Menjadi 20 orang yang tersebar mengajar di Singaraja.
tugas segenap pakar pendidikan fisika untuk Alat pengumpul data berupa kuisioner, pedoman
mengembangkan kurikulum fisika dan sistem observasi, dan wawancara. Teknik analisis data
pengujian yang terarah pada haluan baru yang digunakan adalah analisis deskriptif-
tersebut, serta menyebarluaskan pengetahuan kualitatif.
tentang metode dan teknik pembelajaran Tahap analisis kebutuhan karakter yang berbasis
kearifan lokal Bali didahului dengan mengkaji
fisika yang efektif untuk tujuan itu. Segala
sumber-sumber relevan, kemudian dideskripsikan
upaya itu tidak ada artinya apabila para guru aspek-aspek dan indikatornya. Selanjutnya, hasil
fisika di lapangan sebagai pemegang "peran kajian dituangkan dalam kuisioner dan diberikan
utama" tidak mewujudkan pendidikan fisika kepada guru-guru fisika SMA untuk dinilai.
bercorak itu di kelasnya. Tahap pengkajian konsep pembelajaran dilakukan
Melalui pembelajaran di kelas dapat melalui pengkajian pustaka yang relevan dan
dikembangkan karakter siswa (Aisah, 2014; melalui focus group discussion (FGD) dengan guru-
Kusniati, 2012;2014; Suastra, 2010; Dianti, guru fisika SMA yang menjadi sampel penelitian
2014). Oleh karena itu, melalui penelitian ini ini serta divalidasi oleh 3 orang pakar
dikembangkan model pembelajaran fisika untuk pembelajaran.Seluruh data dianalisis secara
deskriptif-kualitatif.
mengembangkan karakter siswa berbasis
kearifan lokal. Penelitian ini akan memberikan
kontribusi yang sangat berharga dalam
HASIL DAN PEMBAHASAN
menunjang pembangunan, khususnya dalam
pembangunan sumber daya manusia dalam
Hasil analisis kebutuhan tentang karakter berbasis
menghadapi peraingan global yang sangat ketat kearifan lokal yang dapat dikembangkan dalam
dewasa ini. Dengan dikembangkannya pembelajaran fisika SMA meliputi: religius,
pembelajaran fisika tersebut, maka akan terjadi berkata benar dan berbuat jujur (satyam), toleransi
keseimbangan/keharmonisan antara (tat twam asi), disiplin/taat aturan, tanggung
pengetahuan fisika itu sendiri dan karakter siswa jawab (sesana/swadharma), rasa ingin tahu,
yang berbasis nilai-nilai kearifan lokal. Dengan jengah, suka bekerja keras dan dermawan, peduli
demikian, pendidikan fisika akan betul-betul dan bersahabat dengan alam, merefleksi diri
bermanfaat bagi siswa itu sendiri, masyarakat (mulat sarira) seperti diperlihatkan pada Tabel 2.
luas, dan bangsa Indonesia. Hal ini sesuai Kriteria penilaian yang digunakan untuk
dengan pandangan reformasi pendidikan sains penelitian karakter bangsa dalam penelitian ini
dewasa ini yang menekankan pada pentingnya
pendidikan sains bagi upaya meningkatkan pada rentang skor 0 5 adalah dari sesuai/cocok
tanggung jawab sosial (social responsible). (3,70) sampai sangat sesuai/cocok (5,00).
Berdasarkan latar belakang permasalahan di
atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1) Tabel 1. Hasil Analisis Karakter Bangsa Berbasis
mendeskripsikan aspek-aspek karakter berbasis
nilai kearifan lokal beserta indikatornya, dan 2) Kearifan Lokal Bali (n=20)
mendeskripsikan model konseptual
pembelajaran fisika yang mampu N Aspek Karakter Indikator Rerata
mengembangkan karakter siswa berbasis o (skor
kearifan lokal Bali. maksim
al 5)
METODE PENELITIAN 1 RELIGIUS Merasakan 5,00
(Hubungan antara kekuasaan
manusia dengan Tuhan yang
Penelitian ini merupakan penelitian Tuhan dalamfilosofi telah
pengembangan selama 2 tahun, yaitu penelitian TRI HITA menciptakan
Reserach and Development (Borg and Gall, 1989) KARANA) berbagai
yang dimodifikasi menjadi lima langkah penting, Sikap dan perilaku keteraturan di
yaitu need asessment, perancangan prototipe yang patuh dalam alam semesta
model, ujicoba, validasi, dan desiminasi. Untuk melaksanakan Mengagumi 4,75
penelitian ini difokuskan pada studi analisis ajaran agama yang kebesaran
kebutuhan (need assesment) yang berupa penelitian dianutnya Tuhan atas
deskriptif dan bertujuan untuk menentukan dan fenomena-
menetapkan kondisi-kondisi, serta persyaratan fenomena fisika
empiris terhadap model dan sistem asesmen (gejala alam)
pembelajaran fisika untuk pengembangan yang
kreativitas berpikir dan karakter yang berbasis menakjubkan
nilai kearifan lokal Bali. dan
tersembunyi
Subjek penelitian ini adalah guru-guru fisika
Merasakan 4,67
SMA yang telah berpengalaman mengajar fisika kebesaran
di SMA minimal 10 tahun. Guru yang dijadikan Tuhan dengan
subjek dalam penelitian ini berjumlah berjumlah keberagaman
250 I.W. Suastra, B. Jatmiko / JPII 5 (2) (2017) 247-255 250
Irzik,G. (2001). Universalism, Multiculturalism, and Suastra,I W. (2005). Merekonstruksi Sains Asli
Science Education. Science Education. 85(1). (Indigenous Science) D
77-79. dalam Rangka Mengembangkan Pendidikan
Sains Berbasis Budaya Lokal di Sekolah.
Ismail, K. H., Anwar, K., Energi, S., Selamat, J. H., & Jurnal Pendidikan dan Pengajaran IKIP Negeri
Energi, A. (2013). Personality profile of Singaraja 3(1), 377-396.
students council: A comparative study
between genders. Asian Social Science, 9(4), Suastra, I.W dkk (2008). Pengembangan Penilaian
77. Otentik dalam Pembelajaran Fisika di SMU.
Laporan Penelitian PHK A2.
Koesoema A. D. (2009). Pendidikan Karakter di Zaman
Keblinger Mengembangkan Visi Guru sebagai Suastra, I.W. (2013). Pembelajaran Sains Terkini.
Pelaku Perubahan dan Pendidikan Karakter. Singaraja: Penerbit Undiksha.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia. Suastra, I.W. (2010). Model Pembelajaran Sains
Berbasis Budaya Lokal untuk
Kusniati,M. 2012. Pendidikan Karakter Melalui Mengembangkan Kompetensi Dasar Sains
Pendidikan IPA. Jurnal Pendidikan IPA dan Nilai Kearifan Lokal di SMP. Jurnal
Indonesia (JPII) 1(2), 204-210. Pendidikan dan Pengajaran Jilid 43, No.1,
April 2010
Kusniati,M. 2014. Model Pembelajaran Sains Berbasis
Kearifan Lokal dalam Menumbuhkan Suastra,I.W.(2011). Pengembangan Karakter Bangsa
Karakter Konservasi. Indonesian Journal of Melalui Pendidikan Sains Berbasis Budaya
Conservation. 3(1), 67-74. Lokal. Makalah Disajikan pada Seminar
255 I.W. Suastra, B. Jatmiko / JPII 5 (2) (2017) 247-255 255
dengan tema Mengembangkan Pendidikan
Karakter di Sekolah Melalui Budaya Lokal,
Undiksha 14 September 2011.
Tabel 2. Hasil Analisis Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal Bali (n=20)