IMMUNOSUPPRESSIVE
Mekanisme Imunosupresi
Terjadinya imunosupresi akan ditunjukkan dengan adanya hambatan atau
gangguan pada satu atau lebih komponen sistem kekebalan tubuh. Mekanisme
terjadinya imunosupresi biasanya terjadi melalui 3 mekanisme yaitu :
Secara langsung mengganggu fungsi sistem kekebalan atau merusak organ
dan kelenjar limfoid primer (bursa Fabricius dan thymus) sekaligus
organ/kelenjar limfoid sekunder (limfa, proventrikulus, seka tonsil dll).
Mekanisme ini biasanya disebabkan serangan Gumboro, Mareks,
reovirus, limfoid leukosis dan aspergilosis
Merusak atau mengganggu fungsi dan sistem pertahanan yang bersifat
sekunder (limfa, proventrikulus, seka tonsil, sel harderian) karena
serangan penyakit swolen head syndrome, kolera, ILT dan snot (korisa)
Menguras zat kebal (antibodi) tubuh yang telah terbentuk dari hasil
vaksinasi, yang disebabkan serangan koksidiosis
Gangguan sistem kekebalan tubuh, seperti adanya kegagalan vaksinasi
(meskipun vaksin yang digunakan berkualitas dan tata laksana vaksinasi
telah dilakukan dengan tepat), reaksi post vaksinasi meningkat (contoh
ayam nampak bersin-bersin dan muncul gejala gangguan lainnya setelah
vaksinasi ND), turun atau hilangnya keampuhan pengobatan bahkan
meningkatnya kasus penyakit yang tidak umum, seperti gangrenous
dermatitis, aplastic anemia atau inclusion body hepatitis
Meningkatnya penyakit yang menyerang saluran/sistem pernapasan yang
diikuti infeksi sekunder oleh bakteri
Penyebab Imunosupresi
Penyakit imunosupresi yang menyerang ayam dapat disebabkan oleh
bebeberapa faktor yaitu :
1. Agen penyakit (infeksius)
Agen penyakit yang bersifat imunosupresi antara lain mareks, avian leukosis,
gumboro, viral arthritis, avian reticuloendotheliosis, chicken anemia dan
adenovirosis.
Mareks Disease
Mareks atau fowl paralysis, neurolymphomatosis, acute leukosis
merupakan suatu penyakit limfoproliferatif pada ayam yang sangat mudah
menular dan tersifat oleh adanya pembengkakan atau tumor limfoid pada berbagai
organ visceral, kulit, dan otot (Tabbu, 2000). Kasus serangan mareks yang berat
bisa menyebabkan degenerasi sumsum tulang belakang yang menjadi awal
pembentukan sel bakal bagi sel limfosit.
Etiologi :
Mareks disease disebabkan oleh Herpesvirus grup B yang bersifat highly
cell-associated (sangat bergantung pada sel). Virus MD dapat digolongkan
menjadi 3 serotipe yaitu:
Serotipe 1 : MDV yang bersifat onkogenik/patogenik dan galur virus
tersebut yang telah dilemahkan
Serotipe 2 : MDV yang bersifat non onkogenik/apatogenik
Serotipe 3 : MDV yang bersifat non onkogenik, yaitu HVT
Sebagai penyakit imunosupresi, virus mareks mempunyai target utama
merusak sel limfosit T pembantu (Th), sel limfosit T sitotoksik dan sebagian kecil
sel limfosit B. Selain itu, terjadi pengecilan bursa Fabricius, thymus dan limpa
yang merupakan pabrik sel limfosit T dan B. Menurut Tabbu (2000) Infeksi antara
MDV dengan sel dapat terjadi melalui 3 bentuk, yaitu:
Infeksi produktif (sitolitik)
Terjadi di dalam epitel folikel bulu dan menghasilkan virion yang
mempunyai envelope dan besifat infeksius. Infeksi produktif yang bersifat terbatas
dapat ditemukan di sel limfoid dan epitel dari ayam pada berbagai kultur sel. Sel
tersebut dapat menghasilkan antigen, tetapi virion tidak mempunyai ewnvelope
sehingga tidak bersifat infeksius pada semua jenis sel. Infeksi produktif
menyebabkan lisis, pembentukan benda inklusi intranuklear dan nekrosisi sel
Patogenesis:
Virus Mareks biasanya masuk melalui saluran pernapasan dan mungkin
difagositosis oleh makrofag. Dalam waktu yang singkat infeksi sitolitik dapat
dideteksi di dalam limpa, bursa Fabricius, dan timus yang mencapai puncak
sekitar 3-6 hari. Beberapa ahli melaporkan bahwa target primer pada ketiga organ
adalah sel B, walaupun sejumlah sel T yang telah aktif dapat terinfeksi dan
mengalami perubahan degeneratif. Perubahan nekrosis pada infeksi awal akan
menimbulkan reaksi radang yang ditandai infiltrasi makrofag, heterofil, dan
limfosit. Keadaan tersebut dapat diikuti reaksi hiperplastik pada limpa dan sekitar
7 hari ditemukan adanya efek imunosupresif yang bersifat sementara.
Bursa Fabricius dan timus dapat mengalami atrofi. Selama 6-7 hari, infeksi
akan bersifat laten yang bersamaan dengan timbulnya respon imun. Para ahli
melaporkan bahwa kekebalan berperantara seluler mempunyai peran yang penting
dalam infeksi MDV
Gejala Klinis :
1. Bentuk alut (visceral)
Ditandai oleh adanya seba. Sebagian besar ayam yang menunjukkan gejala
depresi sebelum mati. Beberapa hari setelah gejala depress, ayam menunjukkan
ataksia, yang dapat berlanjut menjadi paralisis unilateral atau bilateral pada
ekstremitas (kaki/sayap). Sejumlah ayam dapat mengalami dehidrasi, emasiasi,
dan koma
2. Bentuk klasik (saraf, kronis)
Pada umumnya berhubungan dengan paresis progresif yang bersifat
asimetris dan pada stadium lanjut terjadi paralisis pada satu atau lebih ekstremitas.
Nervus dan pleksus brakhialis dan iskhiadikus seringkali terkena dan dapat
menyebabkan paralisis spastic yang progresif pada kaki dan sayap
3. Sindrom paralisis sementara
Merupakan manifestasi dari ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi
dengan MDV. Jarang muncul dan dapat ditemukan pada ayam umjur 5-18
minggu. Ayam yang terserang menunjukkan berbagai bentuk ataksia dan paralisis
baik parsial maupun total pada kaki, sayap, dan leher.
Pengobatan:
Pengobatan terhadap ayam yang terserang penyakit neoplastik belum
ditemukan
Avian leukosis
Gumboro
Penyakit yang pertama kali terjadi di wilayah Gumboro, Delaware
Amerika Serikat ini menjadikan sel limfosit B dan makrofag serta organ
limfoidnya sebagai target utama infeksi. Sel limfosit B matang dan makrofag di
jaringan usus menjadi sel yang terlebih dahulu terinfeksi virus Gumboro.
Kejadian Gumboro pada ayam broiler biasa terjadi pada umur 3-4 minggu.
Namun pada kenyataannya, diumur 2 minggu pun ayam bisa terserang Gumboro.
Penyebab penyakit ini adalah virus Birna (Birnavirus).
Virus Gumboro merupakan virus yang sangat stabil dan tahan panas.
Selain itu, struktur virus gumboro yang tidak beramplop menyebabkan virus tahan
terhadap desinfektan golongan amonium kuartener. Virus ini relatif tahan terhadap
panas dan beberapa macam desinfektan.
Virus Gumboro yang berkembang biak (replikasi) di bursa Fabricius akan
mengakibatkan rusaknya sel-sel limfosit B, terutama sel limfosit B matang,
bahkan pada kasus yang parah bisa juga merusak sel B prekursor. Akibatnya
proses pembentukan antibodi menjadi terhambat bahkan terhenti.
2. Agen kimia
Agen kimia yang dapat mengakibatkan imunosupresi adalah toksin atau
racun jamur dan kandungan nutrisi yang kurang.
Mikotoksin
Mikotoksin atau racun jamur akan sangat mudah ditemukan saat kondisi
lingkungan lembab, terutama saat musim penghujan. Selain itu ransum atau bahan
baku ransum dengan kadar air yang tinggi akan memicu tumbuhnya jamur yang
menghasilkan racun atau toksin. Jamur yang tumbuh pada ransum dan bahan baku
ransum dapat dengan mudah dimatikan, namun tidak demikian dengan racun
jamur yang terbentuk. Racun itu sangat sulit untuk dihilangkan.
Racun jamur yang terkonsumsi oleh ayam biasanya tidak langsung
dikeluarkan dari tubuh, namun akan terakumulasi dan saat kadarnya telah
mencapai titik tertentu (batas normal) maka ayam akan mulai menunjukkan
gejala. Salah satunya ialah melemahnya sistem pertahanan tubuh ayam atau sering
disebut imunosupresi. Imunosupresi yang disebabkan oleh mikotoksin bersifat
kronis. Namun jika konsentrasi tinggi akan bersifat akut.
Imunosupresi merupakan gejala awal saat kadar mikotoksin relatif rendah,
selanjutnya terjadi gangguan metabolisme, timbul gejala klinis dan akhirnya
timbul kematian. Dari sekitar 300 jenis mikotoksin yang telah terdeteksi dari
100.000 spesies jamur, setidaknya ada 4 jenis mikotoksin yang bersifat
imunosupresi pada ayam, yaitu aflatoksin, ochratoksin, fumonisin dan
trichothecenes (T2).
Aflatoksin dapat menyebabkan pengecilan bursa Fabricius, limpa maupun
thymus. Aflatoksin juga dapat merusak sel limfosit B, mengganggu fungsi fagosit
sel-sel fagositik serta menurunkan aktivitas fungsional dari komplemen.
Ocratoksin mengakibatkan atropi thymus, menghambat fungsi fagositosis sel-sel
heterofil fagositik dan menyebabkan penipisan sel limfosit T dan B. Atropi organ
limfoid dan kerusakan makrofag juga diakibatkan oleh adanya fumonisin
sedangkan trichothecenes mengakibatkan nekrose jaringan limfoid dan sumsum
tulang belakang.
Defisiensi nutrisi
Zat nutrisi yang terkandung dalam ransum, seperti energi, protein, vitamin
dan mineral memiliki peranan penting dalam sistem kekebalan (imunitas). Protein
sangat diperlukan untuk perkembangan organ limfoid. Bahkan beberapa asam
amino memiliki peranan langsung terhadap sistem kekebalan. Contohnya
metionin yang berperan meningkatkan aktivitas kerja thymus dan bursa Fabricius.
Kekurangan metionin akan mengakibatkan ayam kekurangan sel darah putih dan
ukuran bursa Fabricius menjadi lebih kecil dibandingkan ukuran normalnya.
Ketersediaan lisin yang cukup dapat meningkatkan level Ig M dan Ig G
yang menentukan level/titer antibodi. Selain itu lisin juga digunakan untuk
memelihara sistem kekebalan dan sintesa imunoglobulin yang disekresikan lewat
mukosa usus. Arginin dan sistin juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh
ayam. Vitamin juga berperan sebagai kofaktor dalam alur proses pembentukan
antibodi.
Vitamin C berfungsi memelihara stabilitas membran sel leukosit dan
mengoptimalkan aktivitas fagosit dari sel neutrofil. Vitamin yang spesifik
berperan dalam sistem kekebalan yaitu vitamin A yang berperan menjaga fungsi
normal membran mukosa dan perkembangan sel limfosit B; vitamin B6 berfungsi
dalam perkembangan dan pemeli-haraan jaringan limfoid; vitamin D3 diperlukan
untuk aktivitas makrofag dan level perlindungan cellular mediated immunity
(CMI) dan vitamin E melindungi struktur lipoprotein membran sel dan ikut dalam
proses pembentukan humoral mediated immunity (HMI) dan CMI.
5. Perketat biosecurity
Rutin melakukan pembersihan dan desinfeksi air minum
Rutin melakukan desinfeksi kandang, pada saat kandang masih terisi
ayam, gunakan desinfektan yang aman seperti Antisep, Neo Antisep, atau
Medisep.
Lakukan flushing terhadap saluran air minum jika sudah terbentuk kerak
(biofilm) dengan mengalirkan air bertekanan ditambah dengan hidrogen
peroksida (H2O2) 15-20 ppm, asam sitrat 1,5-2 g/l atau asam cuka 8 ml/l,
karena pada kondisi sudah terdapatnya biofilm yang tebal dan banyak,
senyawa desinfektan tidak bisa bekerja optimal
Terapkan sistem celup kaki maupun semprot badan saat akan masuk
ataupun keluar kandang
Minimalisir vektor penyakit seperti kumbang hitam, lalat dan nyamuk
Desinfeksi kendaraan dan peralatan kandang secara rutin dan konsisten
DAFTAR PUSTAKA