Blok 30 PBL 2
Blok 30 PBL 2
Pendahuluan
Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) adalah merupakan suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa
yang unik sifatnya. Unik dalam arti si pelaku pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri, dan
alasan atau motivasi untuk melakukan kejahatan tersebut adalahkarena si ibu takut ketahuan
bahwa ia telah melahirkan anak.1
Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per tahundilakukan dengan
cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah kekerasantumpul di kepala (5-10%) dan
kekerasan tajam pada leher atau dada (1 kasus dalam 6-7tahun).
Cara yang paling sering digunakan dalam kasus PAS adalah membuat keadaanasfiksia mekanik
yaitu pembekapan, pencekikan, penjeratan dan penyumbatan.1
Pembahasan
Skenario :
Sesosok mayat bayi lahir ditemukan di suatu tempat sampah. Masyrakat melaporkannya kepada
polisi. Mereka juga melaporkan bahwa semalam melihat seorang perempuan yang
mengehentikan mobilnya didekat sampah tersebut dan berada disana cukup lama. Seorang dari
anggota masyarakat sempat mencatat nomor mobil perempuan tersebut.
Polisi mengambil mayat bayi tersebut dan menyerahkannya kepada anda sebagai dokter direktur
rumah sakit. Polisi juga mengatakan bahwa sebentar lagi si perempuan yang dicurigai sebagai
pelakunya akan dibawa ke rumah sakit untuk diperiksa. Anda harus mengatur segalanya agar
semua pemeriksaan dapat berjalan dengan baik dan akan membriefing para dokter yang akan
menjadi pemeriksa.
2) Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara
tertulis, yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau
pemeriksaan mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.
Keterangan Palsu:
1. Pasal 267 KUHP
1) Seorang dokter yang dengan sengaja memberi surat keterangan palsu tentang ada atau
tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat, diancam dengan pidana penjara paling lama
empat tahun.
2. Pasal 7 KODEKI
1) Seorang dokter hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan
kebenarannya.
Pemeriksaan Dalam
1. Leher, pada pembedahan adakah tanda-tanda penekanan, resapan darah pada kulit
sebelah dalam. Perhatikan apakah terdapat benda asing dalam jalan napas.
2. Rongga dada. Pengeluaran organ rongga mulut, leher dan dada dilakukan dengan teknik
tanpa sentuhan. Perhatikan makroskopik paru dan setelah itu sebaiknya satu paru
difiksasi dalam larutan formalin 10% untuk pemeriksaan histopatologik dan pada paru
yang lain dilakukan uji apung paru.
3. Tanda asfiksia berupa Tardieus spot pada permukaan paru, jantung, timus dan epiglotis.
4. Tulang belakang, apakah terdapat tanda kekerasan dan kelainan kongenital.
5. Pusat penulangan pada femur, tibia, kalkaneus talus dan kuboid diperhatikan.
Lahir Hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil konsepsi yang lengkap,
yang setelah pemisahan, bernapas atau menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa
mempersoalkan usia gestasi, sudah atau belumnya tali pusat dipotong dan uri dilahirkan.
Dada sudah mengembang dan diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama
pada bayi yang telah lama hidup.
Pemeriksaan makroskopik paru
Paru sudah mengisi rongga dada dan menutupi sebagian kandung jantung. Paru
berwarna merah muda tidak merata dengan pleura yang tegang (taut pleura), dan
menunjukkan gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan
paling dulu atau jelas terisi karena halang-an paling minimal. Konsistensi seperti
spons, teraba derik udara. Berat paru bertambah hingga dua kali atau kira-kira 1/35 x
berat badan karena berfungsinya sirkulasi darah jantung-paru.
Uji apung paru memberikan hasil positif (Hasil negatif harus dilanjutkan dengan
pemeriksaan mikroskopik paru).
Pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan alveoli paru yang mengembang
sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif, serta tidak terlihat adanya
projection. Pada pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut retikulin akan tampak
tegang.
Adanya udara dalam saluran cerna dapat dilijat dengan foto rontgen.
Dalam tanatologi dikenal beberapa istilah tentang mati, yaitu mati somatic (mati klinis), mati
suri, mati seluler, mati sereberal dan mati otak (mati batang otak).
Mati somatic (mati klinis) terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga system penunjang kehidupan,
yaitu susunan saraf pusat, system kardiovaskular dan system pernafasan, yang menetap
(irreversibel). Secara klinis tidak ditemukan refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba,
denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak pernafasan dan suara nafas tidak terdengar pada
auskultasi.
Mati suri (suspended animation, apparent death) adalah terhentinya ketiga system kehidupandi
atas yang ditentukan dengan alat kedokteran sederhana. Dengan peralatan kedokteran canggih
masih dapat dibuktikan bahwa ketiga system tersebut masih berfungsi. Mati suri sering
ditemukan pada kasuskeracunan obat tidur, tersenggat aliran listrik dan tenggelam.
Mati seluler (mati molekuler) adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa
saat setelah kematian somatic. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan berbeda-
beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ atau jaringan tidak bersamaan.
Pengetahuan ini penting dalam transplantasi organ.
Sebagai gamabaran dapat dikemukakan bahwa susunan saraf pusat mengalami mati seluler
dalam waktu 4 menit; otot masih dapat dirangsang (listrik) kira-kira 2 jam pasca mati, dan
mengalami mati seluler setelah 4 jam; dilatasi pupil masih terjadi pada pemberian adrenalin 0,1
% kedalam kamera okuli anterior, pemberian pilokarpin 1% atau fisostigmin 0,5 % akan
mengakibatkan miosis hingga 20n jam pasca mati.
Kulit masih dapat berkeringat sampai lebih dari 8 jam paca mati dengan cara menyuntikkan
subkutan pilokarpin 2 % atau asetilkolin 20 %; spermatozoa masih bertahan hidup beberapa hari
dalam epididimis; kornea masih dapat ditransplantasikan dan darah masih dapat dipakai untuk
transfusi sampai 6 jam pasca mati.
Mati otak (mati batang otak) adalah bila telah terjadi kerusakan seluruh isi neural intracranial
yang ireversibel, termasuk batang otak dan serebelum. Dengan diketahuinya mati otak (mati
batang otak) maka dapat dikatakan seseorang secara keseluruhan tidak dapat dinyatakan hidup
lagi, sehingga alat bantu dapat dihentikan.
Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseorang berupa tanda
kematian, yaitu perubahan yang terjadi pada tubuh mayat. perubahan tersebut dapat timbul dini
pada saat meninggal atau beberapa menit kemudian, misalnya kerja jantung dan peredaran darah
berhenti, pernafasan berhenti, refleks cahaya dan refleks kornea mata hilang, kulit pucat dan
relaksasi otot. Setelah beberapa waktu timbul perubahan pasca mati yang jelas yang
memungkinkan diagnosis kematian lebih pasti. Tanda-tanda tersebut dikenal sebagai tanda pasti
kematian berupa lebam mayat (hipostasis atau lividitas pasca mati), kaku mayat (rigor mortis),
penurunan suhu tubuh, pembusukan, mumifikasi dan adiposera.
Apabila pada mayat terlentang yang telah timbul lebam mayat belum menetap dilakukan
perubahan posisi menjadi telungkup, maka setelah beberapa saat akan terbentuk lebam
mayat baru di daerah dada dan perut.
Lebam mayat yang belum menetap atau masih hilang pada penekanan menunjukkan saat
kematian kurang dari 8-12 jam sebelum saat pemeriksaan. Mengingat pada lebam mayat
darah terdapat di dalam pembuluh darah, maka keadaan ini digunakan untuk
membedakannya dengan resapan darah akibat trauma (ekstravasasi). Bila pada daerah
tersebut dilakukan irisan dan kemudian disiram dengan air, maka warna merah darah
b. Kaku mayat (rigor mortis). Kelenturan otot setelah kematian masih dipertahankan karena
metabolisme tingkat seluler masih berjalan berupa pemecahan cadangan glikogen otot
yang menghasilkan energi. Energi ini digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP.
Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan miosin tetap lentur. Bila cadangan
glikogen dalam otot habis, maka energi tidak terbentuk lagi, aktin dan miosin
menggumpal dan otot menjadi kaku.
Kaku mayat dibuktikan dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tampak kira-
kira 2 jam setelah mati klinis, dimulai dari bagian luar tubuh (otot-otot kecil) ke arah
dalam (sentripetal). Teori lama menyebutkan bahwa kaku mayai ini menjalar
kraniokaudal. Setelah mati klinis 12 jam kaku mayat menjadi lengkap, dipertahankan
selama 12 jam dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Kaku mayat
umumnya tidak disertai pemendekan serabut otot, tetapi jika sebelum terjadi kaku mayat
otot berada dalam posisi teregang, maka saat kaku mayat terbentuk akan terjadi
pemendekkan otot.
Faktor-faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum
mati, suhu tubuh yang tinggi, bentuk badan tubuh kurus dengan otot-otot kecil dan suhu
lingkungan tinggi.
Kaku mayat dapat dipergunakan untuk menunjukkan tanda pasti kematian dan
memperkirakan saat kematian.
Berbagai rumus kecepatan penurunan suhu tubuh pasca mati ditemukan sebagai hasil dari
penelitian di negara barat, namun ternyata sukar dipakai dalam praktek karena faktor-
faktor yang berpengaruh di atas berbeda pada setiap kasus, lokasi, cuaca, dan iklim.
Meskipun demikian dapat dikemukakan di sini formula Marshall dan Hoare (1962) yang
dapat dibuat dari hasil penelitian terhadap mayat telanjang dengan suhu lingkungan 15,5
derajat celcius, yaitu penurunan suhu dengan kecepatan 0,55 derajat celcius tiap jam pada
3 jam pertama pasca mati, 1,1 derajat celcius tiap jam pada 6 jam berikutnya, dan kira-
kira 0,8 derajat celcius tiap jam pada periode selanjutnya. Kecepatan penurunan suhu ini
Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan saat mati melalui pengukuran
suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di Tempat Kejadian Perkara (TKP), Caranya
adalah dengan melakukan 4-5 kali penentuan suhu rektal dengan interval waktu yang
sama (minimal 15 menit). Suhu lingkungan diukur dan dianggap konstan karena faktor-
faktor lingkungan dibuat menetap, sedangkan suhu saat mati dianggap 37 derajat celcius
bila tidak ada penyakit demam. Penelitian membuktikan bahwa perubahan suhu
lingkungan kurang dari 2 derajat celcius tidak mengakibatkan perubahan yang bermakna.
Dari angka-angka diatas, dengan menggunakan rumus atau grafik dapat ditentukan waktu
antara saat mati dengan saat pemeriksaan. Saat ini telah tersedia program komputer guna
pengitungan saat mati melalui cara ini.
Pembusukan baru tampak kira-kira 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut
kanan bawah, yaitu daerah sekum yang isinya lebih cair dan penuh dengan bakteri serta
terletak dengan dinding perut. Warna kehijauan ini disebabkan oleh terbentuknya sulf-
met-hemoglobin. Secara bertahap warna kehijauan ini akan menyebar ke seluruh perut
dan dada, dan bau busukpun mulai tercium. Pembuluh darah bawah kulit akan tampak
seperti melebar dan berwarna hijau kehitaman.
Pembentukkan gas di dalam tubuh, dimulai di dalam lambung dan usus, akan
mengakibatkan tegangnya perut dan keluarnya cairan kemerahan dari mulut dan hidung.
Gas yang terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabanya derik
(krepitasi). Gas ini akan menyebabkan pembengkakan tubuh yang menyeluruh, tetapi
ketegangan terbesar terdapat di daerah dengan jaringan longggar, seperti skrotum dan
payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic atitude), yaitu kedua
lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan di
dalam rongga sendi.
Selanjutnya, rambut dengan mudah dicabut dan kuku mudah terlepas, wajah
menggembung dan berwarna ungu kehijauan, kelopak mata membengkak, pipi tembem,
bibir tebal, lidah membengkan dan sering terjulur diantara gigi. Keadaan seperti ini
sangat berbeda dengan wajah asli korban, sehingga tidak dapat lagi dikenali oleh
keluarga.
Hewan pengerat akan merusak tubuh mayat dalam beberapa jam pasca mati, terutama
bila mayat dibiarkan tergeletak di daerah rumpun. Luka akibat gigitan binatang pengerat
khas berupa lubang-lubang dangkal dengan tepi bergerigi.
Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukkan gas pembusukan nyata, yaitu kira-kira
36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberapa jam pasca
mati, di alis mata, sudut mata, lubang hidung, dan diantara bibir. Telur lalat tersebut
kemudian akan menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Dengan identifikasi spesies
lalat dan mengukur panjang larva, maka dapat diketahui usia larva tersebut, yang dapat
dipergunakan untuk memperkirakan saat mati, dengan asumsi bahwa lalat secepatnya
meletakkan telur setelah seseorang meninggal (dan tdak lagi dapat mengusir lalat yang
hinggap).
Alat dalam tubuh akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda.
Perubahan warna yang terjadi pada lambung terutama di daerah fundus, usus, menjadi
ungu kecoklatan. Mukosa saluran napas menjadi kemerahan, endokardium dan intima
Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26,5 derajat celcius
hingga sekitar suhu normal tubuh), kelembapan dan udara yang cukup, banyak bakteri
pembusuk, tubuh gemuk atau menderita penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat
dapat juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk
dibandingkan dengan yang terdapat dalam air atau dalam tanah. Perbandingan kecepatan
pembusukan mayat yang berada dalam tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir
umumnya lebih lambat membusuk, karena hanya memiliki sedikit bakteri dalam
tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada bayi akan menghambat
pertumbuhan bakteri.
e. Adiposera atau lilin mayat. Adiposera adalah terbentuknya bahan yang berwarna
keputihan, lunak, atau berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringan lunak
tubuh pasca mati. Dulu disebut sebagai saponifikasi, tetapi istilah adiposera lebih disukai
karena menunjukkan sifat-sifat diantara lemak dan lilin.
Adiposera terutama terdiri dari asam-asam lemak tak jenuh yang terbentuk oleh hidrolisis
lemak dan mengalami hidrogenisasi sehingga terbentuk asam lemak jenuh pasca mati
yang tercampur dengan sisa-sisa otot, jaringan ikat, jaringan saraf yang termumifikasi
(Mant dan Furbank, 1957) dan kristal-kristal sferis dengan gambaran radial (Evans,1962).
Adiposera terapung di air, bila dipanaskan mencair dan terbakar dengan nyala kuning,
larut di dalam alkohol panas dan eter.
Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh, bahkan di dalam hati, tetapi lemak
superfisial yang pertama kali terkena. Biasanya perubahan berbentuk bercak, dapat
terlihat di pipi, payudara, atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas. Jarang seluruh
lemak tubuh berubah menjadi adiposera.
Udara yang dingin menghambat pembentukan, sedangkan suhu yang hangat akan
mempercepat. Invasi bakteri endogen ke dalam jaringan pasca mati juga akan
mempercepat pembentukannya.
Pembusukan akan terhambat oleh adanya adiposera, karena derajat keasaman dan
dehidrasi jaringan bertambah. Lemak segar hanya mengandung kira-kira 0,5% asam
lemak bebas, tetapi dalam waktu 4 minggu pasca mati dapat naik menjadi 20% dan
setelah 12 minggu menjadi 70% atau lebih. Pada saat ini adiposera menjadi jelas secara
makroskopis sebagai bahan berwarna putih kelabu yang menggantikan atau
menginfiltrasi bagian-bagian lunak tubuh. Pada stadium awal pembentukannyaa sebelum
makroskopik jelas, adiposera paling baik dideteksi dengan analisis asam palmitat.
f. Mummifikasi. Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang
cukup cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat menghentikan
pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna gelap, berkeriput, dan
tidak membusuk karena kuman tidak dapat berkembang pada lingkungan yang kering.
Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembapan rendah, aliran udara yang baik,
tubuhyang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu). Mumifikasi jarang dijumpai
pada cuaca yang normal.
C. Perkiraan saat kematian
Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan
untuk memperkirakan saat mati.
1. Perubahan pada mata. Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-
kanan kornea akan berwarna kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga
Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada
penekanan bola mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya
mati.
Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati.
Hingga 30 menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus
optikus. Kemudian hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak
tajam lagi.
Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi
kuning. Warna kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada
saat itu pola vaskular koroid yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar
belakang merah dengan pola segmentasi yang jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca
mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan lebih pucat.
Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh
besar yang mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-
kelabu.
Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan
sangat kabur. Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya
konvergensi beberapa segmen pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati
tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh darah retina dan diskus, hanya makula saja
yang tampak berwarna coklat gelap.
Asfiksia Mekanik.1
Asfiksia mekanik adalah mati lemas yang terjadi bila udara pernapasan terhalang
memasuki saluran pernapasan oleh berbagai kekerasan (yang bersifat mekanik), misalnya : 1
Penutupan lubang saluran pernapasan bagian atas :
Pembekapan (smothering)
Penyumbatan (Gagging dan choking)
Penekanan dinding saluran pernapasan :
Penjeratan (strangulation)
Pencekikan (manual strangulation, throttling)
Gantung (hanging)
Penekanan dinding dada dari luar (asfiksia traumatik)
Saluran pernapasan terisi air (tenggelam, drowning)
Karena mekanisme kematian pada kasus tenggelam bukan murni disebabkan oleh asfiksia, maka
ada sementara ahli yang tidak lagi memasukkan tenggelam ke dalam kelompok asfiksia mekanik,
tetapi dibicarakan tersendiri.
Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan dalam 4 fase,
yaitu :
1. Fase dispnea
Penurunan kadar oksigen sel darah merah dan penimbunan CO2 dalam plasma akan
merangsang pusat pernapasan di medula oblongata, sehingga amplitudo dan frekuensi
pernapasan akan meningkat, nadi cepat, tekanan darah meninggi dan mulai tampak tanda-
tanda sianosis terutama pada muka dan tangan.
2. Fase konvulsi
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan terhadap susunan saraf pusat
sehingga terjadi konvulsi (kejang), yang mula-mula berupa kejang klonik tetapi
kemudian menjadi kejang tonik, dan akhirnya timbul spasme opistotonik. Pupil
3. Fase apnea
Depresi pusat pernapasan menjadi lebih hebat, pernapasan melemah dan dapat berhenti.
Kesadaran menurun dan akibat relaksasi sfingter dapat terjadi pengeluaran cairan sperma,
urin dan tinja.
4. Fase akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti setelah kontraksi
otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih berdenyut beberapa saat setelah
pernapasan berhenti.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi. Umumnya
berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsung lebih kurang 3-4 menit, tergantung
dari tingkat penghalangan oksigen, bila tidak 100% maka waktu kematian akan lebih
lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas dan lengkap.
Pemeriksaan Jenazah.5
Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik
pada kematian akibat asfiksia.
Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih luas
akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya
proses kematian.
Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas pernapasan
pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara
yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang-kadang bercampur darah
akibat pecahnya kapiler.
Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada
konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.
Pembahasan kasus
A. Pemeriksaan Terhadap Mayat Bayi dan Interpretasi Temuan
Bayi ditemukan pagi hari dalam keadaan meninggal, di tempat pembuangan sampah, di
dalam kardus, ditutupi kain panjang berwarna coklat.
Pemeriksaan luar
o Ukur panjang bayi
Dengan menggunakan rumus De Haase dapat memperkirakan usia bayi dalam
kandungan.
Diukur Panjang Bayi = 51 cm. (Panjang Bayi/5) x 4 minggu = (51 cm/5) x 4
minggu = 40 minggu. Bayi sudah cukup bulan dalam kandungan.
Pemeriksaan Terhadap Wanita yang Dicurigai Sebagai Pelaku Pembunuhan Anak Sendiri
dan Interpretasi Temuan.6
Pemeriksaan yang membuktikan bahwa wanita ini memang baru saja melahirkan.
o Buah dada wanita membesar.
o Rahim masih membesar.
o Keluar cairan kemerahan dari vagina (lochia).
o Adanya tandatanda nifas.
o Dipemeriksaan laboratorium, hCG masih diatas normal sampai 4 minggu setelah
melahirkan.
Pemeriksaan Untuk Membuktikan Ada atau Tidaknya Hubungan Antara Mayat Bayi
Dengan Wanita
Pemeriksaan yang membuktikan adanya hubungan antara wanita tersebut dengan mayat bayi
yang diketemukan.1
o Pemeriksaan golongan darah mayat bayi: didapatkan hasil golongan darah B
o Pemeriksaan golongan darah wanita tersangka: didapatkan hasil golongan darah O
Pemeriksaan golongan darah ini tidak bermakna bila tidak diperiksa juga golongan darah
dari lakilaki yang menyebabkan kehamilan pada wanita ini.
Pemeriksaan DNA.1
Dari hasil DNA didapatkan bahwa mayat bayi ini memiliki kecocokan pita dengan pita DNA
wanita yang dicurigai sebagai pelakunya.
PROJUSTITIA
Visum Et Repertum
Yang bertanda tangan di bawah ini, dokter ahli kedokteran forensik pada Bagian Ilmu
Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jakarta Barat,
menerangkan bahwa atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Polisi Jakarta No.Pol :
B/789/VR/IX/08/Serse tertanggal 1 desember 2013, maka pada tanggal satu desember dua ribu
tiga belas, pukul sebelas pagi Waktu Indonesia bagian Barat, bertempat di ruang bedah jenazah
Bagian Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana telah melakukan pemeriksaan
atas jenazah yang menurut surat permintaan tersebut adalah:
Nama : bayi X--------------------------------------------------------------------------------
Jenis kelamin : Laki-laki-----------------------------------------------------------------------------
Umur : ----------------------------------------------------------------------------------------
Kebangsaan : ---------------------------------------------------------------------------------------
Agama :----------------------------------------------------------------------------------------
Alamat :----------------------------------------------------------------------------------------
Mayat telah diidentifikasi dengan sehelai label berwarna merah muda, dengan materai lak
merah, terikat pada ibu jari kaki kanan.--------------------------------------------------------------------
Kesimpulan
Pada kasus ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat tanda-tanda pasti kematian pada bayi laki-laki
tersebut. Setelah pemeriksaan lebih lanjut, yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam,
menunjukkan bayi sempat hidup sekitar 2 jam setelah dilahirkan dan ditemukan adanya tanda-
tanda pembekapan. Kematian diperkirakan kurang lebih 11 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
Hal ini mengarahkan pada kasus pembunuhan anak sendiri.
4. Idries AM, Tjiptomartono AL. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik Dalam Proses
Penyidikan. Jakarta : CV.Sagung Seto. 2008. pg: 168-71
5. Bagian Kedokteran Forensik FKUI. Teknik Autopsi Forensik. Jakarta: Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2000. p. 55.
6. Benson RC, Pernoll ML. BS obstetri dan ginekologi ed 9. Jakarta: EGC; 2009.h.655-65