Blok 30 PBL 6
Blok 30 PBL 6
Studi Kasus
Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah pasien
lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan keluarganya
dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan mengaku telah
melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu, ia masih tetap
berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat kemaluannya
mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita GO. Pasien
tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantara keduanya.
Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,tetapi oleh
karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga sudah
tertular.Istrinya juga harus diobati.
Setiap pasien dapat meminta pertolongan dokter dengan perasaan aman dan bebas. Pasien
dapat menceritakan dengan hati terbuka segala keluhannya, baik yang bersifat jasmaniah
maupun rohaniah, dengan keyakinan bahwa hal itu berguna untuk menyembuhkan dirinya.
Dalam perkembangan masa sekarang ini, bidang hukum pidana maupun perdata bertalian erat
dengan bidang hukum kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan aspek Etika dalam
kedokteran yang menerangkan bahwa adanya suatu rahasia profesi yang harus dijunjung
tinggi oleh tenaga kesehatan yang ada. Etika kedokteran ialah suatu kumpulan asas atau nilai
moral yang menjadi pegangan bagi para dokter untuk mengatur tingkah lakunya dalam
menjalankan tugas. Yang terkait dengan etika tersebut salah satunya ialah menjaga rahasia
kedokteran, yang merupakan kewajiban dokter dan hak dari pasien haruslah benar-benar
dijaga kerahasiaannya. Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala hal yang
disampaikan oleh pasien secara sadar atau tidak sadar kepada dokter yang diketahui sewaktu
mengobati dan merawat pasien. Sehingga pasien tidak perlu merasa khawatir bahwa segala
sesuatu mengenai keadaannya akan disampaikan kepada orang lain. Namun rahasia
kedokteran tersebut dapat dibuka apabila ada daya paksa, ada perintah jabatan maupun
karena menjalankan undang-undang yang akan dibahas dalam makalah ini.
PEMBAHASAN
Etika adalah disiplin ilmu yang mempelajari baik buruk atau benar salahnya suatu sikap dan
atau perbuatan seseorang individu atau institusi dilihat dari moralitas. Penilaian baik buruk
dan benar salah dari sisi moral tersebut menggunakan pendekatan teori etika yang cukup
banyak jumlahnya.
Kewajiban Umum :
Pasal 1
Pasal 2
Pasal 3
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis
maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah
memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah
diperiksa sendiri kebenarannya.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan
sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui
memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan
penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak
tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
Pasal 8
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan
bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.
Pasal 10
Setiap dokten wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan
ketrampilannya untuk kepentingan pasien. Dalam hal ini ia tidak mampu
melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien,ia
Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada pasien agar senantiasa dapat
berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam
masalah lainnya.
Pasal 12
Pasal 13
Jenis hubungan dokter pasien sangat dipengaruhi oleh etika profesi kedokteran, sebagai
konsekuensi dari kewajiban-kewajiban profesi yang memberikan batasan atau rambu-
rambu hubungan tersebut. Kewajiban-kewajiban tersebut tertuang di dalam prinsip moral
profesi, yaitu : 2
Keempat prinsip teratas sering dikelompokkan sebagai prinsip dasar hubungan dokter-
pasien, sedangkan sisa dibawahnya dikelompokkan sebagai prinsip turunan. Beauchamp
Pasal 2
Pasal 3
(1) Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di
Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi
dokter gigi.
(2) Surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi dokter gigi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil Kedokteran
Indonesia.
(3) Untuk memperoleh surat tanda registrasi dokter dan surat tanda registrasi
dokter gigi harus memenuhi persyaratan :
a. memiliki ijazah dokter, dokter spesialis, dokter gigi, atau dokter gigi
spesialis;
b. mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji dokter
atau dokter gigi;
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah memiliki surat tanda registrasi
mempunyai wewenang melakukan praktik kedokteran sesuai dengan pendidikan
dan kompetensi yang dimiliki, yang terdiri atas:
a. mewawancarai pasien;
b. memeriksa fisik dan mental pasien;
c. menentukan pemeriksaan penunjang;
d. menegakkan diagnosis;
e. menentukan penatalaksanaan dan pengobatan pasien;
f. melakukan tindakan kedokteran atau kedokteran gigi;
g. menulis resep obat dan alat kesehatan;
h. menerbitkan surat keterangan dokter atau dokter gigi;
i. menyimpan obat dalam jumlah dan jenis yang diizinkan; dan
j. meracik dan menyerahkan obat kepada pasien, bagi yang praktik di daerah
terpencil yang tidak ada apotek.
Pasal 36
Setiap dokter dan dokter gigi yang melakukan praktik kedokteran di Indonesia
wajib memiliki surat izin praktik.
Pasal 37
(1) Surat izin praktik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dikeluarkan oleh
pejabat kesehatan yang berwenang di kabupaten/kota tempat praktik kedokteran
atau kedokteran gigi dilaksanakan.
(2) Surat izin praktik dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) hanya diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat. (3) Satu surat izin
praktik hanya berlaku untuk 1 (satu) tempat praktik.
Pasal 40
(2) Dokter atau dokter gigi pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
dokter atau dokter gigi yang mempunyai surat izin praktik.
Pasal 41
(1) Dokter atau dokter gigi yang telah mempunyai surat izin praktik dan
menyelenggarakan praktik kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
wajib memasang papan nama praktik kedokteran.
(2) Dalam hal dokter atau dokter gigi berpraktik di sarana pelayanan kesehatan,
pimpinan sarana pelayanan kesehatan wajib membuat daftar dokter atau dokter
gigi yang melakukan praktik kedokteran.
Pasal 44
(1) Dokter atau dokter gigi dalam menyelenggarakan praktik kedokteran wajib
mengikuti standar pelayanan kedokteran atau kedokteran gigi.
(2) Standar pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibedakan menurut
jenis dan strata sarana pelayanan kesehatan.
(3) Standar pelayanan untuk dokter atau dokter gigi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 46
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran wajib
membuat rekam medis.
(3) Setiap catatan rekam medis harus dibubuhi nama, waktu, dan tanda tangan
petugas yang memberikan pelayanan atau tindakan.
Pasal 47
(2) Rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disimpan dan dijaga
kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan
kesehatan.
(3) Ketentuan mengenai rekam medis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran wajib
menyimpan rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien,
memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum,
permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai rahasia kedokteran diatur dengan Peraturan
Menteri.
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien)
kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis
dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
(2) Pasien dewasa sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah yang telah berumur
21 tahun (duapuluh satu) tahun atau telah menikah.
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan
surat izin prakteknya.
Pasal 45
(1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh
dokter atau dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
(2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien
mendapat penjelasan secara lengkap.
(3) Penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya
mencakup :
a. diagnosis dan tata cara tindakan medis;
b. tujuan tindakan medis yang dilakukan;
c. alternatif tindakan lain dan risikonya;
d. risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan
e. prognosis terhadap tindakan yang dilakukan.
(4) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
tertulis maupun lisan.
(5) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko
tinggi harus diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang
berhak memberikan persetujuan.
Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus
menjelaskan beberapa hal, yaitu:
1. Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /
pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.
2. Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.
3. Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.
Informed consent merupakan alat paling penting dalam hubungan dokter-pasien pada masa
kini. Informed consent yang benar harus disertai dengan komunikasi baik antara dokter dan
pasien. Keterangan yang dapat diberikan kepada pasien sebelum mendapatkan informed
consent termasuklah menerangkan diagnosis penyakit, prognosis dan pilihan pengobatan
penyakit. Perlu juga kebaikan dan keburukan masing-masing tindakan yang bakal dilakukan.
Informed consent harus memuatkan pilihan untuk pasien menerima atau menolak tindakan
medic yang bakal dilakukan dokter selain mencantumkan pilihan terapi lain. Pasien yang
kompeten boleh memilih untuk menolak tindakan medik walaupun tanpa tindakan ini dapat
mengancam nyawa pasien. Terdapat dua kondisi di mana informed consent dikecualikan
yaitu:
Informed consent atau persetujuan tindakan medik adalah suatu cara bagi pasien untuk
menunjukan prefensi dan pilihannya. Informed consent adalah aplikasi praktis dari salah satu
kaidah moral dalam praktek kedokteran yaitu, autonomi.
1.
Informed yang dapat diartikan informasi yang telah diberikan dokter. Yang dimaksud
dengan informed atau memberi penjelasan di sini adalah semua keadaan yang
berhubungan dengan penyakit pasien dan tindakan medic apa yang akan dilakukan
dokter serta hal-hal lain yang perlu dijelaskan dokter atas pertanyaan pasien atau
keluarga. Dalam Permenkes Nomor 589 tahun 1989 dijelaskan bahwa Persetujuan
Tindakan Dokter (Informed Consent) adalah persetujuan yang diberikan pasien atau
keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindak medic yang akan dilakukan terhadap
pasien tersebut.
2.
Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu.
Dengan demikian, informed consent adalah persetujuan yang diberikan pasien kepada
dokter setelah diberi penjelasan.3 Saat seorang dokter memulai hubungan dokter-pasien,
maka tugasnya adalah memeriksa pasien, membuat diagnosa, memberi informasi yang
jujur dan tepat sasaran serta mengajurkan pengobatan. Dokter diharapkan untuk dapat
menjelaskan tahapan-tahapan dalam pengobatan, memberikan alasan diberikannya
pengobatan yang ia anjurkan, dan menunjukkan alternatif pengobatan dari sisi
keuntungan dan kerugiannya. Di lain pihak, pasien diharapkan untuk dapar memahami
penjelasan dokter, menilai pilihan pengobatan yang ditawarkan dokter, kemudian
memilih pilihan-pilihan pengobatan yang ditawarkan.
Dari pengertian demikian, informed consent bisa dilihat dari dua sudut, yaitu pertama
membicarakan informed consent dari pengertian umum dan kedua membicarakan informed
consent dari pengertian khusus. Dalam pengertian umum, informed consent adalah
Persetujuan tindak medik secara praktis dalam praktek kedokteran dapat dibedakan atas 2
bentuk, yaitu:
1. Implied consent atau persetujuan tersirat, yakni pasien tidak menyatakan persetujuan
baik secara tertulis maupun lisan, namun dari tingkah lakunya menunjukan
persetujuaanya.
Namun bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko seperti tindakan pembedahan
atas prosedur pemeriksaan dan pengobatan invasive, sebaiknya didapatkan informed consent
tertulis.
Dalam Permenkes Nomor 585 tahun 1989 tentang informed consent, dinyatakan dokter harus
menyampaikan atau menjelaskan informasi kepada pasien/keluarga diminta atau tidak
diminta. Jadi informasi harus disampaikan. Inti dari persetjuan adalah persetujuan haruslah
didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Hal yang harus diperhatikan adalah
bahwa yang berhak memberikan persetujuan adalah pasien yang sudah dewasa (di atas 21
tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental.
Selain memberikan informasi yang lengkap kepada pasien, informed consent itu penting juga
kepada dokter dalam menjamin dokter tidak akan dihukum jika apa-apa masalah yang timbul
seperti yang telah dijelaskan kepada pasien berlaku atas tindakan yang diberi dengan
persetujuan pasien.
Sesuai dengan sifat hukum yang memiliki daya paksa, maka tidak dilaksanakan informed
consent atau persetujuan tindakan medik dalam praktek kedokteran akan dikenakan sanksi,
yakni:
Terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat
izin prakteknya (Pasal 13 Permenkes 585 tahun 1989)
Sanksi perdata
Tindakan medik tanpa persetujuan dari pasien, adalah perbuatan melanggar hukum.
Bila perbuatan itu menimbulkan kerugian, maka dokter yang melakukan dan institusi
penyelengara pelayanan kedokteran yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi
perdata dengan acuan pasal 1365 KUHP.
Sanksi pidana
RAHASIA KEDOKTERAN
Rahasia kedokteran adalah suatu norma yang secara tradisional dianggap sebagai norma
dasar yang melindungi hubungan dokter dengan pasien. 7
1. Rahasia pekerjaan dokter, adalah segala sesuatu yang diketahui dan harus
dirahasiakan berdasarkan sumpah atau janji yang diucapkan setelah menyelesaikan
pendidikannya
Dalam Sumpah Dokter Indonesia, salah satunya berbunyi : Saya akan merahasiakan segala
sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya, sedangkan Kode Etik Kedokteran
Indonesia merumuskannya sebagai Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan rahasia
kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala sesuatu yang
diketahuinya selama melakukan pekerjaan di bidang kedokteran sebagai rahasia.
Pasal 1.
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.
Pasal 2.
Pengetahuan tersebut pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam pasal
3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada Peraturan
Pemerintah ini menentukan lain.
Pasal 3.
Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 Undang-
undang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5.
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut
dalam pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan
berdasarkan wewenang dan kebijaksanaannya.
Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung
Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.
Pasal 7.
Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran".
Pasal 8.
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang dapat
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipidana oleh
karena melakukan suatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang memperkuat peluang
bagi tenaga kesehatan dalam keadaan dan situasi tertentu dapat membuka rahasia
kedokteran tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan bebasnya para dokter dan
tenaga administrasi kesehatan dalam membuat Visum et Repertum (kewajiban dalam
KUHAP) dan dalam menyampaikan pelaporan tentang statistik kesehatan, penyakit wabah
dan karantina (diatur dalam UU terkait)
DAMPAK HUKUM
Kewajiban dokter untuk tetap menjaga rahasia kedokteran merupakan suatu hal yang
tercantum di dalam undang-undang maka apabila dokter melakukan suatu kelalaian dalam
menyimpan rahasia kedokteran maka akan terkena dampak hukum yang berlaku.8
Seperti yang telah diketahui, bahwa dalam transaksi terapeutik terdapat hak dan kewajiban
kepada masing-masing pihak secara timbal balik. Adapun salah satu kewajiban dokter adalah
berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dimiliki pasiennya.8
Dibidang etika kedokteran, sepanjang dapat ditelesuri masalah rahasia kedokteran mulai
diatur dalam sumpah hippocrates pada abad 469-399 SM yang berbunyi apa yang saya
melihat atau mendengar sewaaktu dalam menjalankan praktek atau tidak, tentang kehidupan
seseorang yang seharusnya tidak diungkapkan akan saya perlakukan sebagai rahasia. Selain
di dalam sumpah hippocrates kewajiban menyimpan rahasia kedokteran juga terdapat pada:
a. Declaratioon of Geneva
Declaration of Geneva adalah versi sumpah hipocrates yang dimodernisasi yang
diintroduksikan oleh world medical association. Khusus yang mengenai rahasia
kedokteran berbunyi : I will respect the secrets which are confided in me, even after
the patient has died.
b. International code of medichal ethics
Pada tahun 1968 di sydney diadakan perubahan pada declaration of geneva yang
kemudian menjadi pedoman dasar untuk terbitnya International code of medichal
ethics ini. khusus yang mengenai rahasia kedokteran berbunyi a doctor shall
Sumpah dalam hubungannya dengan rahasia kedokteran ini jika ditinjau secara yuridis tidak
mempunyai arti. Sumpah hanyalah merupakan suatu ikrar, suatu pernyataan kehendak secara
sepihak yang pelaksanaannya tergantung pada hati nurani si pelaku itu sendiri. Oleh karena
itu suatu sumpah tidak dapat dipergunakan sebagai dasar hukum untuk penuntutan. Demikian
pula kode etik kedokteran indonesia (KODEKI) yang termasuk bidang etik yang sifatnya self
imposed regulations. Suatu kode etik ini bersifat intern dimana sanksi hanya dapat dijatuhkan
dalam kaitan organisasi dan oleh organisasi itu sendiri. Suatu KODEKI juga tidak memiliki
nilai yuridis, shingga tidak mempunyai akibat hukum.
Adapun dasar yuridis untuk menuntut yang menyangkut rahasia kedokteran terdapat pada:
a. Hukum perdata
1. Perjanjian terapeutik antara dokter dengan pasien
2. Pasalnya 1909, 3e KUHPerdata segala siapa yang karena kedudukannya,
pekerjaannya, atau jabatannya menurut undang-undang diwajibkan merahasiakan
sesuatu, namun hanyalah semata-mata mengenai hal-hal yang pengetahuannya
dipercayakan kepadanya sebagai demikian.
3. Pasal 1365 KUHPerdata Tiap-tiap perbuatan melanaggar hukum yang membawa
kerugian terhadap orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya, menerbitkan
kerugian itu, menggantikan kerugian tersebut
Kewajiban menyimpan rahasia kedokteran ini tidak mutlak sifatnya. Artinya dalam situasi-
situasi tertentu hal tersebut dapat diterobos. Dengan kata lain, kewajiban dokter untuk
menyimpan rahasia kedokteran tersebut dapat gugur sehingga dokter tidak dikenai sanksi
hukum. Seorang dokter dapat dibebaskan dari sanksi hukum dalam hal ia mengungkapkan
rahasia kedokteran jika terdapat faktor-faktor atau hal-hal sebagai berikut:8
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 29 Tahun 2004 tentang
praktik kedokteran, terdapat pasal-pasal berkaitan dengan pelaksanaan praktik seorang
dokter yaitu dengan pasiennya (Pasal 39); persetujuan kedokterani dalam menjalankan
prakteknya (Pasal 45); rahasia kedokteran (Pasal 48) dan kewajiban dokter merahasiakan hal
pasien (Pasal 51); dan hak pasien dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran (Pasal
52) seperti berikut:
Praktik kedokteran diselenggarakan berdasarkan pada kesepakatan antara dokter atau dokter
gigi dengan pasien dalam upaya untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit,
peningkatan kesehatan, pengobatan peyakit dan pemulihan.
Pasal 45
1) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang akan dilakukan oleh dokter atau
dokter gigi terhadap pasien harus mendapat persetujuan.
2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah pasien mendapat
penjelasan secara lengkap.
3) Penjelasan sebagaimana dimaksud ayat (2) sekurang-kurangnya mencakup:
4) Diagnosis dan tata cara tindakan medis; tujuan tindakan medis yang dilakukan; alternatif
tindakan lain dan risikonya; risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi; dan prognosis
terhadap tindakan yang dilakukan.
5) Persetujuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan baik secara
bertulis maupun lisan.
6) Setiap tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang mengandung risiko tinggi harus
diberikan dengan persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan
persetujuan.
Pasal 48
(1) Setiap dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan prakrik kedokteran wajib menyimpan
rahasia kedokteran.
(2) Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien.
Pasal 51
Dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban
merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang pasien, bahkan juga setelah pasien itu
meninggal dunia.
Pasal 52
(1) Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis sebagaimana dimaksud
dalam pasal 45 ayat (3),
Pasal 1:
Yang dimaksud dengan rahasia kedokteran ialah segala sesuatu yang diketahui oleh orang-
orang tersebut dalam pasal 3 pada waktu tertentu atau selama melakukan pekerjaannya dalam
lapangan kedokteran.
Pasal 2:
Pengetahuan tersebu pasal 1 harus dirahasiakan oleh orang-orang yang tersebut dalam
pasal 3, kecuali apabila suatu peraturan lain yang sederajat atau lebih tinggi daripada PP ini
menentukan yang lain.
Pasal 3:
Pasal 4:
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai wajib simpan rahasia kedokteran, yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 KUHP, menteri kesehatan dapat
melakukan tindakan administrative berdasarkan pasal UU tentang tenaga kesehatan.
Pasal 5:
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka disebut dalam
pasal 3 huruf b, maka menteri kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
wewenag dan kebijaksanaannya.
Dalam pelaksanaan peraturan ini, menteri kesehatan dapat mendengar Dewan Pelinding
Susila Kedokteran dan atau badan-badan lain bilamana perlu.
Seperti dalam pasal 4 PP no 10/1966, tindak pidana yang dikenakan adalah berdasarkan pasal
322 yang seperti berikut:
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan
atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu
rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu.
Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana.
Yaitu sini, apabila seorang dokter itu terpaksa membuka rahsua dokter karena dipaksa dengan
ugutan dan atau diancam nyawa, dokter itu tidak akan dipidana.
Pasal 49 KUHP:
(1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri
maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta bnda sendiri maupun orang
lain, karena ada serangan atau ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang
melawan hukum.
Pasal 50 KUHP
Declaration on the Rights of the Patients yang dikeluarkan oleh WMA memuat hak pasien
terhadap kerahasian. Deklarasi ini juga menyatakan adanya perkecualian terhadap kewajiban
menjaga kerahasian, beberapa hal relatif tidak masalah, tetapi yang lain dapat memunculkan
masalah etik yang sulit bagi dokter.Terhadap kerahasian yang diminta oleh hukum dokter
mempunyai tugas etik untuk membagi informasi dengan orang yang mungkin berada dalam
bahaya karena pasien tersebut. Dua keadaan dimana hal ini dapat terjadi adalah saat pasien
mengatakan kepada psikiater bahwa dia berniat menyakiti orang lain dan saat dokter yakin
bahwa pasien yang dihadapinya HIV Positif namun tetap meneruskan hubungan seks yang
tidak aman dengan pasangannya atau dengan orang lain.
Dalam kasus pasien HIV positif pembeberan informasi kepada pasangan atau partner seksnya
saat itu bukanlah suatu yang tidak etis dan bahkan dibenarkan jika pasien tidak bersedia
menginformasikannya kepada orang (orang-orang) tersebut bahwa dia (mereka) dalam resiko.
Pembenaran dari pembeberan informasi haruslah berdasar: partner beresiko terinfeksi HIV
namun tidak mengetahui kemungkinan terinfeksi; pasien menolak memberi tahu pasangan
seksnya; pasien menolak bantuan dokter untuk melakukannya; dan dokter telah mengatakan
kepada pasien untuk memberitahu pasangannya.
Penyakit HIV AIDS merupakan isu etik manajemen informasi kesehatan yang sensitif.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh
manusia dan kemudian dapat menimbulkan AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome
(AIDS) adalah suatu kondisi medis berupa kumpulan tanda dan gejala yang diakibatkan oleh
menurunnya atau hilangnya kekebalan tubuh karena terinfeksi HIV, sering berwujud
infeksi yang bersifat ikutan (oportunistik) dan belum ditemukan vaksin serta obat
penyembuhannnya. Kewajiban etik yang utama dari professional MIK maupun tenaga
kesehatan adalah melindungi privasi dan kerahasiaan pasien dan melindungi hak-hak pasien
Pengelolaan informasi pasien HIV AIDS di tempat kerja diatur Menurut Kepmenaker No.
KEP. 68/MEN/IV/2004 tentang pencegahan dan penanggulangan HIV AIDS :
Pasal 6
Informasi yang diperoleh dari kegiatan konseling, tes HIV, pengobatan, perawatan dan
kegiatan lainnya harus dijaga kerahasiaannya seperti yang berlaku bagi data rekam medis.
Dalam kaitannya aspek hukum kerahasiaan pasien HIV AIDS , kode etik administrator
perekam medis dan informasi kesehtan (PORMIKI, 2006) adalah:9
1. Selalu menyimpan dan menjaga data rekam medis serta informasi yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan institusi
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan dan hak atas informasi pasien yang
terkait dengan identittas individu atau social.
Perbuatan / tindakan yang bertentangan dengan kode etik adalah menyebarluaskan informasi
yang terkandung dalam laporan rekam medis HIV AIDS yang dapat merusak citra profesi
rekam administrator informasi kesehatan.
Tujuan dari rahasia kedokteran dalam kasus HIV AIDS, selain untuk kepentingan jabatan
adalah untuk menghindarkan pasien dari hal-hal yang merugikan karena terbongkarnya status
kesehatan.
Dalam kasus pasien HIV positif pembeberan informasi kepada pasangan atau partner seksnya
saat itu bukanlah sesuatu yang tidak etis, dan bahkan dibenarkan jika pasien tidak bersedia
menginformasikannya kepada orang (orang-orang) tersebut bahwa dia (mereka) dalam resiko.
Pembenaran dari pembeberan informasi haruslah berdasar: partner beresiko terinfeksi HIV
Dalam kaitannya dengan pengungkapan informasi HIV AIDS terdapat 3 masalah etik, yaitu ;
3. Pelanggaran privasi yang terjadi sebagai akibat dari prosedur pengungkapan sekunder
( secondary release).
Rekam medis bersifat rahasia. Pelepasan informasi pasien menular maupun HIV AIDS dapat
diberikan dengan tetap memperhatikan tujuan maupun kegunaan dari pelepasan informasi
tersebut. Hal ini sesuai dengan UU Praktik Kedokteran No. 29 Tahun 2004 memberikan
peluang pengungkapan informasi kesehatan secara terbatas, yaitu dalam pasal 48 ayat (2):
Dalam menjalankan tugas profesi kedokteran, seorang dokter itu harus mengamalkan etika
kedokteran dan prinsip-prinsip etika kedokteran tersebut. Menjaga rahasia pasien itu
sangatlah penting dalam profesi kedokteran karena melibatkan kepercayaan yang diberi
kepada dokter oleh pasien karena tanpa kepercayaan tersebut, pasien tidak akan memberikan
informasi-informasi yang penting kepada dokter yang mungkin penting dalam dokter
gunakan untuk mengobati pasien tersebut. Sebelum melakukan tindakan ke atas pasien,
dokter harus memberikan informed consent kepada pasien, sama ada secara expressed atau
implied consent, lisan atau tertulis supaya pasien dapat mendapatkan penjelasan-penjelasan
tentang tindakan-tindakan yang akan dilakukan ke atasnya dan juga demi kebaikan dokter
supaya dokter tidak dituntut dengan syarat dokter melakukan tugasnya dengan benar.
Terdapat hokum-hukum seperti Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 29 Tahun 2004
tentang praktik kedokteran, dan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 10 tahun 1966 dijelaskan
tentang kewajiban simpan rahasia Kedokteran yang harus dipatuhi oleh seorang dokter.