Anda di halaman 1dari 27

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Preeklampsia
2.1.1 Definisi
Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria. Preeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi
ante, intra dan postpartum. Eklamsia merupakan kondisi konvulsif bersamaan dengan
terjadinya preeklamsia.1

2.1.2 Epidemiologi
hipertensi. Persentase ini lebih tinggi dibanding tiga penyebab lainnya yaitu
perdarahan 13%, aborsi Preeklamsia timbul sekitar 5-7% semua kehamilan.2,3 Pada negara
maju, 16 persen kematian maternal terjadi akibat penyakit 8%, dan sepsis 2%.3 Wanita yang
menderita preeklamsia memiliki risiko terjadinya insufisiensi plasenta yang meningkat dan
akibatnya dapat terjadi retardasi pertumbuhan fetus intrauterin.4 Di beberapa rumah sakit di
Indonesia, insidensi preeklamsia dan eklamsia bervariasi seperti yang terlihat pada tabel di
bawah ini.5

Tabel 2.1. Angka Kejadian Preeklamsia dan Eklamsia di Beberapa Rumah Sakit di Indonesia 5

Tahun Rumah Sakit Persen (%) Penulis


1993-1997 RSPM 5,75 Simanjuntak J.
1996-1997 12 rumah sakit 0,8-14 Tribawono A.
1995-1998 RSHS 13 Maizia
2000-2002 RSHAM-RSPM 7 Girsang E
2002 RSCM 9,17 Priyatini

2.1.3 Etiologi
Terlepas dari adanya etiologi yang mempresipitasi, terdapatnya kaskade kejadian
yang mengarah ke sindrom ini ditandai dengan adanya abnormalitas pejamu yang
mengakibatkan kerusakan endotel vaskular dan selanjutnya terjadi vasospasme, transudasi
plasma, dan sekuele iskemik serta trombotik.3
1
Untuk terjadinya preeklamsia, perlu melibatkan sejumlah faktor maternal, plasenta,
dan janin. Saat ini, faktor yang dianggap penting meliputi:3
1. Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal terhadap pembuluh darah
uterus
2. Toleransi imunologi maladaptif antara jaringan maternal, paternal (plasenta) dan
fetus
3. Maladaptasi maternal terhadap perubahan kardiovaskular atau inflamasi kehamilan
normal
4. Faktor genetik termasuk predisposisi gen yang diwariskan beserta adanya pengaruh
epigenetik.

Invasi trofoblas abnormal


Pada kehamilan normal, uterus dan plasenta mendapat aliran darah dari cabang-
cabang arteri uterina dan arteri ovarika. Kedua pembuluh darah tersebut menembus
miometrium sebagai arteri arkuarta dan arteri arkuarta bercabang menjadi arteri radialis.
Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis dan bercabang menjadi arteri
spiralis.3,6
Sampai sekitar minggu gestasi ke-10 aliran darah maternal tidak ada dari prekursor
intervillous space (IVS) karena adanya agregasi sel sitotrofoblas. Sekitar minggu gestasi ke-
10 sumbatan arterial melonggar dan perlahan-lahan menghilang sehingga darah maternal
dapat memasuki IVS.7 Pada implantasi normal, pembuluh darah arteriol spiral uterus
mengalami remodeling ekstensif karena mereka diserang oleh trofoblas endovaskular. Sel-sel
ini menggantikan endotel vaskular dan lapisan otot untuk memperbesar diameter pembuluh
darah.3,7 Perubahan ini diperlukan untuk menyediakan aliran darah plasenta yang adekuat ke
IVS sehingga fetus mendapat jumlah oksigen dan nutrien yang adekuat.7
Pembuluh darah vena yang diinvasi hanya bagian superfisial.3 Invasi trofoblas juga
memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan
memudahkan lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan
resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada daerah utero plasenta.3,6 Namun, pada
preeklamsia mungkin terjadi invasi trofoblas yang tidak komplit. Dengan invasi dangkal,
pembuluh desidua, tetapi bukan pembuluh darah miometrium, menjadi dilapisi oleh trofoblas
endovaskular. Pembuluh darah arteriol yang lebih dalam tidak kehilangan lapisan endotel dan
jaringan muskuloelastik, serta diameter eksternal rata-rata hanya setengah dari pembuluh
darah di plasenta normal.3

2
Gambar 2.1. Invasi Trofoblas pada Preeklamsia.3

Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis
tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif
mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran
udara uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Dampak iskemia
plasenta akan menimbulkan perubahan-perubahan yang dapat menjelaskan patogenesis
hipertensi dalam kehamilan selanjutnya.3,6

Faktor imunologik
Hilangnya toleransi imun maternal terhadap paternal derived placental and fetal
antigen atau mungkin disregulasi, merupakan teori lain untuk terjadinya sindrom
preeklamsia.3 Hal ini disebabkan adanya protein human leukocyte antigen (HLA-G) yang
berperan penting dalam modulasi respon imun sehingga ibu tidak menolak hasil konsepsi.
Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblast janin dari lesi oleh sel natural
killer ibu. Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblast ke dalam
jaringan desidua ibu. Pada hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G.
Berkurangnya HLA-G di desidua daerah plasenta akan menghambat invasi trofoblast ke
dalam desidua.3,6 Wanita dengan kehamilan mola memiliki insidensi tinggi terjadinya onset
awal preeklamsia. Selain itu, wanita dengan fetus trisomi 13 memiliki insidensi 30-40%
preeklamsia. 3

Aktivasi sel endotel


Dalam banyak hal, perubahan inflamasi dianggap sebagai lanjutan dari perubahan
tahap 1 yang disebabkan oleh defek plasentasi. Antiangiogenik, faktor metabolik dan
mediator inflamasi lainnya dianggap dapat memprovokasi cedera sel endotel. Telah diusulkan

3
bahwa disfungsi sel endotel disebabkan oleh kondisi leukosit yang terlalu aktif dalam
sirkulasi maternal. Secara singkat, sitokin seperti tumor necrosis factor (TNF) dan
interleukin (IL) dapat berkontribusi pada stres oksidatif yang berhubungan dengan
preeklamsia. Ini ditandai dengan adanya reactive oxygen species dan radikal bebas yang
menyebabkan formasi peroksida lipid. Pada gilirannya, ini menghasilkan radikal yang sangat
beracun yang dapat melukai sel endotel, memodifikasi produksi nitrit oksida, dan menganggu
keseimbangan prostaglandin.3
Peroksida lemak sebagai oksidan yang sangat toksik akan beredar di seluruh tubuh
dalam aliran darah yang akan merusak membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel
akan mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel
endotel yang disebut dengan disfungsi endotel, yang akan mengakibatkan terjadinya
gangguan produksi prostaglandin, agregasi trombosit pada endotel yang mengalami
kerusakan, perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus, peningkatan permeabilitas
kapiler, peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor, dan peningkatan faktor koagulasi.3,6

Faktor adaptasi kardiovaskular


Pada hamil normal, pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopressor.
Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan bahan vasopressor atau
dibutuhkan kadar vasopressor yang lebih tinggi. Pada hipertensi dalam kehamilan, kehilangan
daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor dan ternyata peka terhadap bahan vasopressor.
Fakta ini dapat dipakai sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.3,6

Faktor nutrisi
John dkk (2002) menjelaskan bahwa pada populasi umum dengan diet tinggi buah dan
sayuran yang memiliki aktivitas antioksidan berhubungan dengan penurunan tekanan darah.
Zhang dkk (2001) melaporkan bahwa insidensi preeklampsia meningkat dua kali lipat pada
wanita dengan asupan vitamin C kurang dari 85 mg perhari. Penelitian-penelitian tersebut
diikuti oleh percobaan acak. Villar dkk (2006) menunjukkan bahwa suplementasi kalsium
pada populasi dengan asupan diet rendah kalsium memiliki efek kecil dalam menurunkan
tingkat mortalitas perinatal tetapi tidak memiliki efek terhadap insidensi preeklampsia. Pada
beberapa penelitian acak, suplementasi dengan antioksidan vitamin C dan E tidak
menunjukkan efek yang menguntungkan.3,6

4
Faktor genetik
Risiko terjadinya preeklamsia 20-40% untuk anak perempuan dari ibu yang
preeklamsia; 11-37% untuk saudara dari wanita preeklamsia; dan 22-47% dalam penelitian
anak kembar.3

Faktor inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblast di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta
juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses apotosis dan nekrotik trofoblast
akibat dari reaksi stress oksidatif dimana jumlahnya masih dalam batas wajar sehingga reaksi
inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis pasa
preeklampsia dimana terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis
dan nekrotik juga meningkat. Hal ini menyebabkan reaksi inflamasi yang jauh lebih besar
dibandingkan dengan pada hamil normal. Respon inflamasi ini akan mengaktifasi sel endotel
dan sel-sel makrofag yang lebih besar sehingga terjadi reaksi inflamasi sistemik yang
menimbulkan gejala-gejala preeklampsia.3,6

2.1.4 Klasifikasi
Preeklampsia terbagi atas dua yaitu:
- Preeklampsia ringan jika ditemukan tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari
160/110mmHg serta poteinuria 300mg/24jam atau pemeriksaan dipstik 1+.3
- Preeklampsia berat ialah preeklampsia jika satu atau lebih kriteria ditemukan:9
a. tekanan darah sistolik 160mmHg atau diastolik 110mmHg pada dua kejadian
paling sedikit berjarak 6 jam pada saat pasien sedang berbaring.
b. Proteinuria 5g pada specimen urin 24 jam atau 3+ pada dua sampel urin yang
dikoleksi secara acak dengan paling sedikit berjarak 4 jam.
c. Oliguria 500mL dalam 24 jam.
d. Gangguan serebral atau visual
e. Edema pulmonal atau sianosis.
f. Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas.
g. Fungsi hati terganggu
h. Trombositopenia
i. Restriksi pertumbuhan fetus.

5
2.1.5 Faktor resiko
a) Preeklamsia sering terjadi pada wanita muda, nullipara.2,3 Insidensi preeklamsia pada
multipara bervariasi tetapi lebih jarang terjadi dibandingkan nulipara. Meskipun begitu, risiko
terjadinya stillbirth lebih sering pada hipertensi multipara dibanding nulipara.
b) Riwayat pernah menderita preeklampsia dan eklampsia pada kehamilan terdahulu.5
c) Riwayat penderita preeklampsia dan eklampsia dalam keluarga.5
d) Pada wanita dengan kehamilan anak kembar dibandingkan dengan yang anak tunggal,
insidensi preeklamsia yang terjadi adalah 13 banding 5 %.3
e) Hubungan antara berat badan maternal dan risiko preeklamsia bersifat progresif.
Risiko terjadinya penyakit ini meningkat dari 4,3% pada wanita dengan indeks massa tubuh
(IMT) <20kg/m2 sampai 13,3% pada yang IMTnya>35 kg/m2.3
f) diabetes melitus, hidrops foetalis, mola hidatidosa, anti fosfolipid antibodi,dan infeksi
saluran kemih.5
g) Riwayat menderita hipertensi dan penyakit ginjal.5
h) Multipara dengan umur lebih dari 35 tahun.3

2.1.6 Patogenesis
Patogenesis dari preeklampsia sangat kompleks yaitu berkaitan dengan kelainan
genetik, immunologi, dan interaksi faktor lingkungan. Telah diusulkan bahwa preeklampsia
merupakan penyakit dengan dua tahapan. Tahap pertama adalah asimtomatik yang ditandai
oleh perkembangan plasenta yang abnormal selama trimester pertama yang menyebabkan
terjadinya insufisiensi plasenta dan pelepasan maternal plasenta dalam jumlah yang besar ke
dalam sirkulasi maternal. Hal ini akan berlanjut ke tahap kedua yang ditandai dengan
hipertensi, gangguan ginjal, dan proteinuria serta resiko untuk terjadinya sindroma HELLP,
eklampsia, dan kerusakan organ lainnya.3,6

Vasospasme
Konstriksi pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi sehingga terjadi
hipertensi. Pada saat yang sama, kerusakan sel endotel menyebabkan kebocoran interstisial
yang dimana blood constituent, termasuk platelet dan fibrinogen, disimpan subendotel.
Dengan berkurangnya aliran darah karena maldistribusi, iskemia dari jaringan sekitarnya
akan mengakibatkan nekrosis, perdarahan, dan karakteristik gangguan akhir organ lainnya.3

6
Aktivasi sel endotel
Selama dua dekade terakhir, aktivasi sel endotel telah menjadi pusat dalam
pemahaman mengenai terjadinya preeklamsia. Diperkirakan adanya faktor yang tidak
diketahui kemungkinan berasal dari plasenta- disekresikan ke dalam sirkulasi maternal dan
memprovokasi aktivasi dan disfungsi endotel vaskular. Sindrom klinis preeklamsia diduga
merupakan hasil dari perubahan sel endotel. 3
Endotelium yang masih utuh memiliki sifat antikoagulan, dan sel endotel
menumpulkan respon otot polos pembuluh vaskular untuk melepaskan nitrit oksida. Sel
endotel yang rusak atau diaktifkan dapat menghasilkan sedikit nitrit oksida dan mensekresi
substansi yang mempromosikan koagulasi dan meningkatkan sensitivitas terhadap
vasopresor. Selanjutnya bukti aktivasi endotel termasuk perubahan karakteristik morfologi
endotel kapiler glomerular, meningkatnya permeabilitas kapiler, dan konsentrasi zat yang
berhubungan dengan aktivasi endotel di darah meningkat.3

Prostaglandin
Sejumlah prostanoid dianggap sebagai pusat patofisiologi sindrom preeklamsia.
Secara khusus, respon pressor tumpul terlihat pada kehamilan normal setidaknya sebagian
karena respon vaskular menurun dimediasi oleh sintesis prostaglandin endotel.3 Misalnya,
dibandingkan dengan kehamilan normal, produksi prostasiklin endotel (PGI2) menurun di
preeklamsia. Tindakannya dimediasi oleh fosfolipase A2. Pada saat yang sama, sekresi
tromboksan A2 oleh platelet meningkat, dan rasio prostasiklin : tromboksan A2 menurun.3,7

Nitrit Oksida
Vasodilator poten ini disintesis dari L-arginin oleh sel endotel. Inhibisi sintesis nitrit
oksida meningkatkan sintesis berarti tekanan arteri rata-rata, menurunkan detak jantung dan
membalikkan refractoriness yang diinduksi kehamilan terhadap vasopresor. Pada manusia,
kemungkinan nitrit oksida merupakan senyawa yang mempertahankan karakteristik perfusi
fetoplasenta tekanan rendah normal dengan keadaan tervasodilatasi. Senyawa ini juga
diproduksi oleh endotel fetus dan meningkat dalam menanggapi preeklamsia, diabetes, dan
infeksi. Namun, efek produksi nitrit oksida dalam preeklamsia masih belum jelas
Tampaknya sindrom ini dikaitkan dengan menurunnya ekspresi sintesis nitrit oksida, endotel,
sehingga meningkatnya inaktivasi nitrit oksida. 3

7
Endotelin
Asam amino peptida-21 merupakan vasokonstriktor kuat, dan endotelin-1 (ET-1)
merupakan isoform utama yang diproduksi oleh endotel manusia. Kadar plasma ET-1
meningkat pada kehamilan wanita normotensif, tetapi wanita dengan preeklamsia memiliki
kadar yang lebih tinggi lagi. Menariknya, pengobatan wanita preeklamsia dengan magnesium
sulfat menurunkan konsentrasi ET-1.3

Protein Angiogenik dan Antiangiogenik


Vaskulogenesis plasenta terbukti terjadi 21 hari setelah konsepsi. Kelompok produk
gen vascular endothelial growth factor (VEGF) dan angiopoietins (Ang) merupakan protein
angiogenik yang paling banyak dipelajari. Ketidakseimbangan angiogenik digunakan untuk
menggambarkan jumlah faktor antiangiogenik yang berlebihan yang diduga distimulasi oleh
hipoksia yang memburuk pada uteroplasenta. Jaringan trofoblas perempuan yang
diperkirakan akan menderita preeklamsia menunjukkan terdapatnya produksi berlebihan
setidaknya dua peptide antiangiogenik yang masuk ke sirkulasi maternal:3
1. Soluble Fms-like tyrosine kinase 1 (sFlt-1) merupakan varian dari reseptor Flt-1 untuk
placental growth factor (PIGF) dan vascular endothelial growth factor (VEGF).
Meningkatnya kadar maternal sFlt-1 menginaktifkan dan mengurangi kada PIGF dan
VEGF yang bebas beredar menyebabkan terjadinya disfungsi endothelial. Kadar sFlt-
1 di maternal mulai meningkat dalam beberapa bulan sebelum ibu menderita
preeklamsia.
2. Soluble endoglin (sEng) meruakan molekul dari plasenta yang menghalangi endoglin
(CD105) yang merupakan koreseptor dari bagian TGF. Bentuk endoglin yang larut
menghambat berbagai isotop TGF dari pengikatan ke reseptor endotel dan
mengakibatkan menurunnya vasodilatasi yang tergantung pada nitrit oksida endotel.
Kadar serum sEng mulai meningkatkan beberapa bulan sebelum gejala klinis
preeklamsia timbul.

Penyebab kelebihan produksi protein antiangiogenik masih merupakan teka teki.


Bentuk larutnya tidak meningkat pada sirkulasi fetal atau cairan amniotik, dan kadarnya di
darah maternal menghilang setelah melahirkan.3
Pada preeklampsia yang berat dan eklampsia dapat terjadi perburukan patologis pada
sejumlah organ dan sistem yang kemungkinan diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia.3
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan dapat mengalami peningkatan respon terhadap

8
berbagai substansi endogen (seperti prostaglandin, tromboksan) yang dapat menyebabkan
vasospasme dan agregasi platelet. Penumpukan trombus dan pendarahan dapat
mempengaruhi sistem saraf pusat yang ditandai dengan sakit kepala dan defisit saraf lokal
dan kejang.9
Nekrosis ginjal dapat menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus dan
proteinuria. Kerusakan hepar dari nekrosis hepatoseluler menyebabkan nyeri epigastrium dan
peningkatan tes fungsi hati. Manifestasi terhadap kardiovaskuler meliputi penurunan volume
intravaskular, meningkatnya kardiak output dan peningkatan tahanan pembuluh perifer.
Peningkatan hemolisis mikroangiopati menyebabkan anemia dan trombositopeni. Infark
plasenta dan obstruksi plasenta menyebabkan pertumbuhan janin terhambat bahkan kematian
janin dalam rahim.9
Perubahan yang terjadi adalah:
1) Perubahan kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada preeklampsia dan
eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan dengan peningkatan
afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhi oleh
berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan atau yang secara iatrogenik
ditingkatkan oleh larutan onkotik atau kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai
ekstravasasi ke dalam ruang ektravaskular terutama paru.3
2) Metabolisme air dan elektrolit
Hemokonsentrasi yang menyerupai preeklampsia dan eklampsia tidak diketahui
penyebabnya. Jumlah air dan natrium dalam tubuh lebih banyak pada penderita preeklampsia
dan eklampsia daripada pada wanita hamil biasa atau penderita dengan hipertensi kronik.
Penderita preeklampsia tidak dapat mengeluarkan dengan sempurna air dan garam yang
diberikan. Hal ini disebabkan oleh filtrasi glomerulus menurun, sedangkan penyerapan
kembali tubulus tidak berubah. Elektrolit, kristaloid, dan protein tidak menunjukkan
perubahan yang nyata pada preeklampsia. Konsentrasi kalium, natrium, dan klorida dalam
serum biasanya dalam batas normal.9
3) Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Selain itu dapat
terjadi ablasio retina yang disebabkan oleh edema intra-okuler dan merupakan salah satu
indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain yang menunjukan tanda
preeklampsia berat yang mengarah pada eklampsia adalah adanya skotoma, diplopia, dan

9
ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan preedaran darah dalam pusat
penglihatan di korteks serebri atau di dalam retina.9
4) Otak
Pada penyakit yang belum berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks
serebri, pada keadaan yang berlanjut dapat ditemukan perdarahan.9
5) Uterus
Aliran darah ke plasenta menurun dan menyebabkan gangguan pada plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat
janin. Pada preeklampsia dan eklampsia sering terjadi peningkatan tonus rahim dan kepekaan
terhadap rangsangan, sehingga terjadi partus prematur.9
6) Paru-paru
Kematian ibu pada preeklampsia dan eklampsia biasanya disebabkan oleh edema paru
yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa juga karena terjadinya aspirasi pneumonia,
atau abses paru.9
7) Gangguan hematologi3
Trombositopenia Trombositopnia < 100000/L mengindikasikan penyakit berat.
Umumnya, semakin rendah kadar platelet, semakin tinggi morbiditas dan mortalitas maternal
dan fetal. Pada kebanyakan kasus, persalinan disarankan karena trombositopenia biasanya
semakin memburuk. Setelah persalinan, kadar platelet dapat terus menurun pada hari pertama
atau berikutnya. Lalu, biasanya kadar meningkat secara progresif mencapai kadar normal
dalam 3 sampai 5 hari.
Hemolisis Preeklamsia berat biasanya diikuti dengan terjadinya hemolisis, yang
ditandai dengan adanya peningkatan serum laktat dehidrogenase. Gangguan ini sebagian
berasal dari hemolisis mikroangiopati yang disebabkan oleh gangguan endotel dengan
perlekatan platelet dan deposisi fibrin. Perubahan membrane eritrosit, meningkatnya
perlekatan, dan agregasi juga dapat memfasilitasi status hiperkoagulasi.
Sindrom HELLP Selain hemolisis dan trombositopenia, meningkatnya kadar
serum liver transaminase biasanya ditemukan pada preeklamsia berat dan merupakan
indikatif terjadinya nekrosis hepatoselular.

10
Gambar 2.2. Patogenesis dan Patofisiologi Preeklamsia dan Eklamsia. 10

11
BAB 3
LAPORAN KASUS

ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Ny. A
Umur : 22 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : Tamat SLTA
Agama : Islam
Suku bangsa : Batak/Indonesia
Tanggal Masuk : 18 Agustus 2012
Jam : Pukul 07.46 WIB
Tanggal keluar :-
Status : G1P0A0
ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan utama : kejang dan penurunan kesadaran
Telaah : Ny. A, 22 tahun, G1P0A0, datang ke IGD RSPM dengan keluhan
utama kejang dan penurunan kesadaran yang dialami sejak tanggal sejak tanggal 18 Agustus
2012 pada pukul 05.00 WIB, sebanyak 3 x ( 1x di rumah, 1x di RS Supina, dan 1x dalam
perjalanan ke RSPM). Riwayat tekanan darah tinggi selama hamil dijumai pada kehamilan
trimester III, dengan tekanan darah sistolik tertingi 200mmHg. Riwayat tekanan darah tinggi
sebelum hamil (-). Riwayat penglihatan kabur tidak dijumpai, riwayat nyeri kepala tidak
dijumpai, riwayat nyeri ulu hati tidak dijumpai, Riwayat mual muntah tidak dijumpai.
Riwayat mulas-mulas mau melahirkan tidak dijumpai.Riwayat keluar air dari kemaluan tidak
dijumpai, riwayat keluar lendir bercampur darah dari kemaluan tidak dijumpai. Os
merupakan pasien rujukan RS Sutina Azis dengan diagnosa Eklampsia + PG + KDR (34-36
minggu) + PK + AH + Belum inpartu
RPT : (-)
RPO : ( tidak jelas )
HPHT : tidak jelas
TTP : tidak jelas
Periksa hamil : Bidan 5x
Riwayat Persalinan :
1. Hamil ini

12
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present
Sensorium : Apatis Anemis : (-)
Tekanan darah : 190/110 mmHg Ikterus : (-)
Frekuensi nadi : 98x/i Sianosis : (-)
Frekuensi nafas : 24x/i Dyspnoe : (-)
Temperatur : 36,5C Oedem : (-)

Status Obstetrikus:
Abdomen : Membesar Asimetris
TFU : 4 Jari bpx (32 cm)
Tegang : Kanan
Terbawah : Kepala (5/5)
Gerak : (+)
His : 2 x 20/10
DJJ : 152 x/i,regular
EBW : 2400-2600 gr
Pemeriksaan Dalam: setelah pemberian MgSO4 bolus
VT : Cx tertutup
ST : lendir darah (-)

Hasil Laboratorium Tanggal 18-08-2012


Hb : 14,8 g/dL
Leu : 10.200 /ul
Ht : 42,5 %
Tro : 125.000/ul
KGD ad random : 143 mg/dL
SGOT/SGPT : 34/52 u/L
AL fosfatase : 344 u/L
LDH : 1112 U/L
Ureum : 28 mg/dl
Creatinin : 1,21 mg/dl
Uric acid : 0,9
Na/K/Cl : 132/3,5/123

13
HST: PT/INR/APTT: 15,3/1,23/36,9
CT/BT :12/9
Fibrinogen : 394mg/dl
Ddimer : 4000ng/ml
Urinalisa :
- Warna urin : kuning
- Kekeruhan : keruh
- Protein : +++ (+3)
- pH : 6,0
- Berat jenis : 1,025

Hasil USG TAS


JT, LK, AH
FM (+), FHR (+)
BPD : 90 mm
FL : 64,8 mm
AC : 335 mm
Plasenta: korpus posterior grade III
AFI : 10cm
EBW : 3630gr
Kesan: IUP ( 35-36)mgg + LK+ AH

Dx : Eklampsia + Partial HELLP syndrome + KDR (34-36)mgg + PK + AH + b. inpartu

Th/ :
- O2 nasal kanul 2-4 liter/menit
- Inj. MgSO4 40% 4 gr 10 cc loading dose
- IVFD RL + MgSO4 40% 12 gr 30 cc 14 gtt/i (maintenance dose)
- Injeksi Dexamethasone 10-10-5-5/12 jam
- Nifedipine 3x10mg, Nifedipin 10 mg/30 jika TD 180/110 mmHg/24 jam
(maksimum120mg)
- Inj cefotaxime 2 gr
- Kateter menetap

14
R/ SC cito
DR, RFT, LFT, HST, Elektrolit, KGD ad random, urinalisa, LDH, D-Dimer
Lapor Supervisor Dr. Ade Taufik, Sp.OG ACC

LAPORAN OPERASI SC a/i Eklampsi + HELLP Syndrome


Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik.
Dilakukan tindakan aseptik dan antiseptik dengan larutan Betadine 10% dan Alkohol 70 %
pada dinding abdomen, lalu ditutup doek steril kecuali lapangan operasi.
Dibawah pengaruh spinal anestesi dilakukan insisi midline mulai dari kutis, subkutis
Fascia digunting ke atas dan ke bawah.
Otot rektus abdominus dikuakkan secara tumpul, peritoneum diklem, digunting diantaranya
dan diperlebar keatas dan kebawah.
Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan dan identifikasi SBR.
Selanjutnya dinding uterus di insisi secara konkaf sampai lapisan subendometrium,
endometrium ditembus secara tumpul, tampak air ketuban berwarna hijau.
Selaput ketuban pertama dipecahkan, keluar cairan ketuban berwarna kehijauan. Dengan
melahirkan bokong, lahirlah bayi laki-laki dengan BB : 2700 gr, PB : 48 cm, AS :6/7, anus
(+). Tali pusat diklempada 2 tempat dan digunting diantaranya.
Plasenta dilahirkan secara PTT kesan lengkap.
Kedua sudut kiri dan kanan tepi robekan uterus dijepit dengan oval klem.
Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril terbuka sampai
tidak ada selaput atau bagian plasenta yang tertinggal, kesan : bersih.
Dilakukan penjahitan hemostasis figure of eight pada kedua ujung robekan uterus dengan
benang chromic catgut no. 2 dinding uterus dijahit lapis demi lapis jelujur terkunci
overhecting. Evaluasi : tidak ada perdarahan.
Reperitonealisasi dengan plain catgut no. 1.0.
Evaluasi perdarahan di cavum abdomen kesan tidak ada perdarahan.
Abdomen dijahit lapis demi lapis mulai dari peritenium, otot, fasia, subkutis hingga kutis.
Luka operasi ditutup dengan supratule, kasa steril dan hipafix.
Dilakukan vulva hygiene.
KU ibu post op baik.

Terapi:

15
- IVFD RL + oxcitocin 10-10-5-5 IU 20 gtt/i
- IVFD RL + MgSO4 40% 12 gr 30 cc 14 gtt/i (maintenance dose)
- Inj Dexamethasone 10-10-5-5/ 12 jam
- Inj. Vicillin 5x 2gr (profilaksis)
- Drips Farmadol 1gr/8 jam
- Inj. Transamin 1 amp/8jam/24 jam
- Nifedipine 3x10mg, Nifedipin 10 mg/30 jika TD 180/110 mmHg/24 jam
(maksimum120mg)

R/ awasi vital sign, kontraksi uterus dan tanda perdarahan, cek darah rutin 2 jam post SC
Pengawasan Kala IV

Jam 13.30 14.00 14.30 15.00 15.30


Nadi permenit 80 80 88 104 98
TD
Sistol 150 150 140 150 150
Diastol 110 110 90 110 110
Pernafasan permenit 22 20 22 24 20
Kontraksi uterus Kuat kuat kuat kuat kuat
Perdarahan (cc) - - - - -

Hasil Laboratorium 2 jam post SC tanggal 18/08/2012


- Hb : 12,5 g/dl - Ddimer: 2600
- Leu : 22.700 /ul - LDH: 1057
- Ht : 35,8 % - Na : 123mmol/dl
- PLT : 119.000/ul - K: 4.0 mmol/dl
- SGOT/SGPT : 73/42 U/L - Cl: 121 mmol/dl

FOLLOW UP
Tanggal 18 Agustus 2012 (18.30 19 Agustus 2012 20Agustus 2012 (07.00)
WIB)
Keluhan Kejang (durasi 30, nyeri luka operasi Nyeri luka bekas operasi
utama frekuensi 1x )

16
Status Sens. : Apatis Sens. :compos mentis Sens. :compos mentis
Presens TD :130/90mmHg TD :140/80mmHg TD :150/90mmHg
Nadi : 80x/i Nadi : 92x/i Nadi : 80x/i
RR :26x/i RR : 22x/i RR : 20x/i
T (0C) : 36,8C T (0C) : 37,1C T (0C) : 37,1C
Anemis : (-) Anemis : (+) Anemis : (+)
Ikterik : (-) Ikterik : (-) Ikterik : (-)
Sianosis : (-) Sianosis : (-) Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-)
Edema : (-) Edema : (-) Edema : (-)
Status Abdomen : Soepel, Abdomen: Soepel, Abdomen : Soepel,
Lokalisata peristaltik(+) lemah peristaltik (+) lemah peristaltik(+) lemah
TFU : 1 jari dibawah TFU : 1 jari dibawah TFU : 1 jari dibawah
pusat pusat pusat
Kontraksi uterus : kuat Kontraksi uterus : Baik Kontraksi uterus : kuat
Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup
verban verban verban
P/V : (-) P/V : (-) P/V : (-)
Lochia : (+) rubra Lochia : (+) rubra Lochia : (+) rubra
BAK : (+), kateter BAK : (+) kateter BAK : (+), kateter
terpasang, UOP :70cc terpasang, UOP : 100 cc terpasang, UOP :80cc
/jam /jam, kesan cukup /jam
BAB : (-) BAB : (-) BAB : (-)
Flatus : (-) Flatus : (+) Flatus : (+)
ASI : (-) ASI : (-) ASI : (-)
Diagnosis Post Sc a/i Eklampsia + Post Sc a/i Eklampsia + Post Sc a/i Eklampsia +
Partial HELLP Syndrome Partial HELLP Syndrome HELLP Syndrome + NH2
+ NH0 + NH1
Terapi - -O2 Sungkup 2-4 L/i - -IVFD RL 20 gtt/I - -IVFD RL 20 gtt/I
- -IVFD RL + Oksitosin
- -inj Dexamethasone - -Farmadol drips 500 mg/8
10-10-5-5 IU 20 rescue 10-10-5-5 IU/ jam.
gtt/i/12jam 12jam - -Nifedipin tab 3x 10 mg,
- -IVFD RL + MgSO4 - -Farmadol drips 500 mg/8 bila TD > 180/110mmHg

17
40% 12 gr 30 cc 14 jam. beri 10 mg/30 (max
gtt/i / 12jam - -Nifedipine 3x10mg, 120mg/24 jam)
- -inj Dexamethasone Nifedipin 10 mg/30 jika
- -Alinamin. F 1mg/12 jam
rescue 10-10-5-5 IU/ TD 180/110 mmHg/24
- -Inj Dexamethasone
12jam jam (maksimum120mg) rescue 10-10-5-5/12jam
- -Farmadol drips 500
- - Alinamin F 1amp/12jam-
mg/8 jam. - -Bila Kejang beri MgSO4
- -Inj transamin 2gr/bolus
1amp/8jam
- -Nifedipine 3x10mg,
Nifedipin 10 mg/30 jika
TD 180/110 mmHg/24
jam (maksimum120mg)
-
Hasil - Hb : 12,5 g/dl Hb : 8,6 g/dL Hb : 7,5 g/dL
Laboratori- Ddimer: 2600 Leu : 18.600 /ul Leu : 21.500 /ul
um - Leu : 22.700 /ul Ht : 23,6 % Ht : 21,4 %
- LDH: 1057 Tro : 148.000/ul Tro : 179.000/ul
- Ht : 35,8 % Ureum : 46 mg/dl Proteinuria :-
- Na : 123mmol/dl Creatinin: 1,34 mg/dl LDH : 721 U/L
- PLT : 119.000/ul LDH : 721 U/L CT/BT: 5/11
- K: 4.0 mmol/dl CT/BT: 5/11 HST: PT/INR/APTT:
- SGOT/SGPT : 73/42 HST: PT/INR/APTT: 13,4/1,04/26,8
U/L - Cl: 121 13,4/1,04/26,8 Ddimer : 380ng/ml
mmol/dl Proteinuria : +2 SGOT : 44 U/L
- Proteinuria: +2 Ddimer : 380ng/ml SGPT : 28 U/L
- SGOT : 44 U/L -
SGPT : 28 U/L

Tanggal 21 Agustus 2012 (10.00) 22 Agustus 2012 (10.00) 23 Agustus 2012 (10.00)
Keluhan Nyeri luka bekas operasi - Nyeri luka operasi -Nyeri pada luka operasi

18
utama
Status Sens. :Compos mentis Sens. :compos mentis Sens. :compos mentis
Presens TD :160/100mmHg TD :150/100mmHg TD :150/90mmHg
Nadi : 82x/i Nadi : 70x/i Nadi : 72x/i
RR :20x/i RR :18x/i RR : 20x/i
T (0C) : 36,5C T (0C) : 36,5C T (0C) : 37,5C
Anemis : (+) Anemis : (-) Anemis : (-)
Ikterik : (-) Ikterik : (-) Ikterik : (-)
Sianosis : (-) Sianosis : (-) Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-)
Edema : (-) Edema : (-) Edema : (-)
Proteinuri : (+)
Status Abdomen : Soepel, Abdomen:Soepel, Abdomen:Soepel,
Lokalisata peristaltik peristaltik (+) Normal peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari dibawah TFU : 2 jari di bawah TFU : 2 jari di bawah
pusat pusat pusat
Kontraksi uterus : kuat Kontraksi uterus : Baik Kontraksi uterus : Baik
Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup
verban verban verban
P/V : (-) P/V : (-) P/V : (-)
Lochia : (+) rubra Lochia : (+) rubra Lochia : (+) rubra
BAK : (+), kateter BAK : (+) Normal BAK : (+) Normal
terpasang, UOP :100 cc BAB : (+) BAB : (+)
/jam, jernih, kesan cukup Flatus : (+) Flatus : (+)
BAB : (-) ASI : (+) ASI : (+)
Flatus : (+)
ASI : (+)
Diagnosis Post Sc a/i Eklampsia + Post Sc a/i Eklampsia + Post Sc a/i Eklampsia +
Partial HELLP Syndrome Partial HELLP Syndrome Partial HELLP Syndrome
+ NH3 + NH4 + NH5
Terapi - -IVFD RL 10 gtt/I . - IVFD RL 10 gtt/I . - IVFD RL 10 gtt/I
- -Farmadol drips 500 mg/8 - Inj ceftriaxone 1g/12jam
- -Farmadol drips 500 mg/8
jam. - Asam mefenamat tab.
jam.

19
- -Nifedipine 3x10mg, - -Nifedipine 3x10mg, 3x500 mg.
Nifedipin 10 mg/30 jika Nifedipin 10 mg/30 jika - Nifedipine 3x10mg,
TD 180/110 mmHg/24 TD 180/110 mmHg/24 Nifedipin 10 mg/30 jika
jam (maksimum120mg) jam (maksimum120mg) TD 180/110 mmHg/24
- -Inj ceftriaxone: 1g/12jam- -Inj ceftriaxone: 1g/12jam jam (maksimum120mg)
- -PRC 2 bag (10- GV kering - Balance carian?
7,5)x50x3= 375cc 2bag GV kering
-
- GV-kering
Hasil - Proteinuria: - Hb : 10,7 g/dL -
laboratori Leu : 11.300 /ul
um Ht : 30,3 %
Tro : 219.000/ul
Ureum : 26 mg/dl
Creatinin: 1 mg/dl
LDH : 850 U/L
SGOT : 100 U/L
SGPT : 63 U/L
Proteinuria :-

Tanggal 24 Agustus 2012 (10.00) 25 Agustus 2012 (10.00)


Keluhan - Nyeri luka operasi -Nyeri pada luka operasi
utama
Status Sens. :compos mentis Sens. :compos mentis
Presens TD :140/70mmHg TD :140/80mmHg
Nadi : 80x/i Nadi : 72x/i
RR :18x/i RR : 20x/i
T (0C) : 36,5C T (0C) : 37,5C
Anemis : (-) Anemis : (-)
Ikterik : (-) Ikterik : (-)
Sianosis : (-) Sianosis : (-)
Dyspnoe : (-) Dyspnoe : (-)

20
Edema : (-) Edema : (-)

Status Abdomen:Soepel, Abdomen:Soepel,


Lokalisata peristaltik (+) Normal peristaltik (+) Normal
TFU : 2 jari di bawah TFU : 2 jari di bawah
pusat pusat
Kontraksi uterus : Baik Kontraksi uterus : Baik
Luka operasi : tertutup Luka operasi : tertutup
verban verban
P/V : (-) P/V : (-)
Lochia : (+) rubra Lochia : (+) rubra
BAK : (+) Normal BAK : (+) Normal
BAB : (+) BAB : (+)
Flatus : (+) Flatus : (+)
ASI : (+) ASI : (+)
Diagnosis Post Sc a/i Eklampsia + Post Sc a/i Eklampsia +
Partial HELLP Syndrome Partial HELLP Syndrome
+ NH6 + NH7
Terapi - Cefadroxil 2x500mg - Cefadroxil 2x500mg
- Curcuma 2x1 - Curcuma 2x1
- B complex 2x1 - B complex 2x1
- Asam Mefenamat (K/P) - Asam Mefenamat (K/P)
GV GV kering
Pasien dipulangkan untuk
berobat jalan

21
BAB 4
ANALISA KASUS

TEORI KASUS
PRREEKLAMPSIA PREEKLAMPSIA
1. Definisi 1. Pada kasus ini, pasien dengan kehamilan
Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan aterm datang dengan :
setelah 20 minggu yang ditandai timbulnya Tekanan Darah : 160/100 mmHg
hipertensi dan proteinuria. Proteinuria : +4
PE ringan :
-Tekanan darah > 140/90 mmHg
-Proteinuria ( +1/+2)
PE berat :
-Tekanan darah > 160/110 mmHg
-Proteinuria (+3/+4)
-Oliguria <500 cc/jam
-Peningkatan Kreatinin plasma
-Gangguan visus
-Gangguan cerebral
-Nyeri epigastrik
-Trombosit < 100.000
-Gangguan fungsi hati

2. Etiologi/faktor resiko : 2. Etiologi/faktor resiko pada pasien ini :


a) Belum jelas Usia ibu 35 tahun, gemeli
b) Usia ibu <20 tahun atau >35 tahun
c) Riwayat PE
d) DM, Penyakit ginjal dan hipertensi kronis
e) hiperplasentosis
f) obesitas
g) Hidramnion
h) Antiphospolipid syndrome

22
3. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PE Berat: 3. Penatalaksanaan pada pasien ini:
O2 2-4 L/i
a. Kehamilan < 37 minggu dengan cara
ekspektatif: Pasang kateter
Inj. Mg SO4 20% 4 gr (20 cc) loading dose
Pemberian MgSO4 selama 1x24 jam dimulai
loading dose 4 mg MgSO4 20% IV, IVFD RL 500 cc + MgSO4 40% 12 gr (30cc)
diteruskan dengan 6 mg Mg SO4 40% 14 gtt/i maintenance dose
dalam infuse 500 cc RL.
Pemberian
Inj. Vicillin SX 1,5 gram profilaksis (skin
kortikosteroid dexamethasone 6 mg/12 jam test)
im. Pemberian antihipertensi nifedipin 10 mg
Kehamilan diterminasi secara Sectio
oral diulangi 30 menit, maksimal pemberian Caesarea
120 mg dalam 24 jam.
b. Kehamilan < 37 minggu dengan cara
terminasi kehamilan:
- Indikasi ibu: kegagalan pengobatan
medisinalis, setelah 6 jam sejak dimulai
pengobatan medicinal terjadi kenaikan
Tekanan darah yang persisten. Setelah 24 jam
pengobatan medisinalis terjadi impending
eklampsia : PE berat disertai gejala nyeri
kepala hebat, gangguan visus, muntah, nyeri
epigastrium, kenaikan TD yang progresif.
Dijumpai gangguan fungsi hati/ginjal,
dicurigai solusio plasenta, inpartu, KPD,
perdarahan.
- Indikasi janin: usia kehamilan > 37 minggu,
PJT berdasarkan USG, NST non
reaktif&profil biofisik abnormal,
oligohidramnion
Indikasi laboraorium: sindroma HELLP.

Gemeli adalah suatu kehamilan dengan dua Pasien ini wanita, umur 35 tahun, G2P0A1
janin merupakan pasien dengan kehamilan ganda,

23
Diagnosa dari gemeli dapat ditegakkan dengan dari anamnesis ibu mengeluhkan perutnya
: terasa lebih cepat membesar, dari inspeksi
Anamnesis: dan palpasi bagian janin teraba lebih banyak
- Perut lebih besar dari usia kehamilan (tegang kanan dan kiri, terbawah kepala),
- gerakan janin lebih banyak dirasakan ibu dari auskultasi terdengar DJJ janin I 154x/I
- Uterus terasa lebih cepat membesar dan janin II 144x/i
- pernah hamil kembar atau ada riwayat
keluarga
Inspeksi dan palpasi :
- Gerakan janin terasa lebih sering
- Bagian janin teraba lebih banyak
- Teraba 3 bagian besar janin
- Teraba ada 2 ballotemen
Auskultasi :
-terdengar 2 denyut jantung di 2 tempatdengan
selisih perhitungan minimal 10 denyut
permenit

24
BAB 5
KESIMPULAN

Preeklampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria. Preeklampsia terbagi 2 menjadi preeklampsia ringan, yaitu jika ditemukan
tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110mmHg serta poteinuria
300mg/24jam atau pemeriksaan dipstick 1+ dan preeklampsia berat yaitu preeklampsia
dengan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110mmHg disertai
proteinuria lebih dari 5g/24 jam atau dipstick 4+. Penanganan yang terbaik pada
preeklampsia adalah segera melahirkan janin, tetapi disamping itu usia kehamilan, keadaan
ibu dan keadaan janin harus diawasi dengan baik, dan menjadi pertimbangan untuk
melakukan terminasi kehamilan.
Ada 2 penangananan pada pasien preeklampsia yaitu penanganan aktif dimana kehamilan
diakhiri setelah mendapatkan terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu dan penanganan
ekspektatif dimana kehamilan dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi
medikamentosa hingga umur kehamilan memenuhi syarat agar janin dapat dilahirkan.
Preeklampsia dapat berasosiasi dengan kejadian hemolisis, peningkatan enzim hati, dan
trombositopenia.

25
BAB 6
PERMASALAHAN

1. Apakah penanganan pada pasien ini sudah tepat?


2. Sebagai dokter umum apabila menemukan kasus seperti ini apa yang harus
dilakukan?

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2010. NICE Clinical Guidelines


Hypertension in Pregnancy: The Management of Hypertensive Disorders during
Pregnancy. National Institute for Health and Clinical Excellence.
2. Decherney, A.H., Nathan, L., Goodwin, T.M., Laufer, N. (eds.) 2007. Chapter19
Hypertension in Pregnancy. In: Current Diagnosis & Treatment Obstetrics &
Gynecology Tenth Edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies.
3. Cunningham, F.G., Leveno, K.J., Bloom, S.L., Hauth, J.C., Rouse, D.J. Spong, C.Y.
2010. Chapter 34 Pregnancy Hypertension. In: Williams Obstetric 23rd Edition.
United States: The McGraw-Hill Companies. p706-14.
4. Gaw. A. Cowan, R.A., OReilly, D.S.J., Stewart, M.J., Shepherd, J. 1999. Specialized
Investigations Pregnancy. In: An illustrated Colour Text Clinical Biochemistry
Second Edition. Edinburgh: Churcill Livingstone. p142-3.
5. Roeshadi, R.H. 2006. Upaya Menurunkan Angka Kesakitan dan Angka Kematian Ibu
Pada Penderita Preeklampsia dan Eklampsia. Sumatera Utara: USU Repository.
6. Robert JS,Theodore B. Methods of assessment for pregnancy risk. In: De cherney
AH,Pernoll ML. Current obstetrics & gynecology diagnosis & treatment 8th. ed.
Connecticut :Prentice-Hall International, 1994;275-307
7. Raijmakers, M.T.M. 2003. Oxidative Stress and Detoxification in Reproduction with
Emphasis on Glutathione and Preeclampsia. Netherlands: Zambon Nederland BV and
AstraZeneca BV. Thesis University Nijmegen.
8. ACOG Practice Bulletin: Clinical Management Guidelines for Obstetrician-
Gynecologists. 2002. Diagnosis and Management of Preeclampsia and Eclampsia.
ACOG.
9. Hadi, N.A. 2011. Karakteristik Ibu Penderita Preeklampsia Berat dan Eklampsia serta
Hubungannya dengan Fakotr Risiko, di RSU H. Adam Malik, Medan Dalam Tahun
2008-2010. Sumatera Utara: USU Repository.
10. Robson, S.C. 1999. Hypertension and Renal Disease in Pregnancy. In: Edmonds,
D.K. Dewhursts Textbook of Obstetrics and Gynaecology for Postgraduates Sixth
Edition. London: Blackwell Science. p168.

27

Anda mungkin juga menyukai