Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Setiap masalah kesehatan pada umumnya disebabkan tiga faktor


yang timbul secara bersamaan, yaitu adanya bibit penyakit atau
pengganggu lainnya, adanya lingkungan yang memungkinkan
berkembangnya bibit penyakit dan adanya perilaku manusia yang tidak
pedui terhadap bibit penyakit dan lingkungannya. Oleh sebab itu, sehat dan
sakit seseorang sangat ditentukan oleh perilaku manusia itu sendiri. Karena
masalah perubahan perilaku sangat terkait dengan promosi kesehatan,
maka peranan promosi kesehatan sangat diperlukan dalam meningkatkan
perilaku masyarakat terbebas dari masalah masalah kesehatan. Perubahan
paradigma kesehatan masyarakat terjadi antara akibat berubahnya pola
penyakit, gaya hidup, kondisi kehidupan, lingkungan kehidupan dan
demografi.

Promosi kesehatan yang paling mudah pertama kali di lakukan


adalah melalui kesehatan primer atau sering disebut sebagai Puskesmas.
salah satu dari upaya kesehatan wajib Puskesmas yang harus ditingkatkan
kinerjanya adalah promosi kesehatan. Sebagaimana tercantum dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1114/MENKES/SK/VII/2005
tentang Pedoman Pelaksanaan Promosi Kesehatan di Daerah, promosi
kesehatan adalah upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat, agar
mereka dapat menolong diri sendiri, serta mengembangkan kegiatan yang
bersumber daya masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.

Fungsi puskesmas khususnya dalam penggerakan dan peberdayaan


keluarga dan masyarakat dapat dirumuskan bahwa promosi kesehatan
puskesmas adalah upaya puskesmas melaksanakan pemberdayaan kepada
masyarakat untuk mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan tiap
individu, keluarga serta lingkungannya secara mandiri dan
mengembangkan upaya kesehatan bersumber masyarakat.
Bila diterapkan untuk DBK, maka menolong diri sendiri artinya
masyarakat DBK mampu menghadapi masalahmasalah kesehatan
potensial (yang mengancam) dengan cara mencegahnya dan mengatasi
masalah-masalah kesehatan yang sudah terjadi dengan cara menanganinya
secara efektif serta efisien.

Dengan kata lain, masyarakat DBK mampu berperilaku hidup


bersih dan sehat (PHBS) dalam rangka memecahkan masalah-masalah
kesehatan yang dihadapinya (problem solving), baik masalah-masalah
kesehatan yang sudah diderita maupun yang potensial (mengancam),
secara mandiri (dalam batas-batas tertentu). Jika definisi itu diterapkan di
Puskesmas, maka dapat dibuat rumusan sebagai berikut: Promosi
Kesehatan oleh Puskesmas adalah upaya Puskesmas untuk meningkatkan
kemampuan pasien, individu sehat, keluarga (rumah tangga) dan
masyarakat di DBK, agar (1) pasien dapat mandiri dalam mempercepat
kesembuhan dan rehabilitasinya, (2) individu sehat, keluarga dan
masyarakat dapat mandiri dalam meningkatkan kesehatan, mencegah
masalah-masalah kesehatan dan mengembangkan upaya kesehatan
bersumber daya masyarakat, melalui (3) pembelajaran dari, oleh, untuk
dan bersama mereka, sesuai sosial budaya mereka, serta didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Promosi Kesehatan
Menurut WHO (1947), pengertian kesehatan secara luas tidak
hanya meliputi aspek medis, tetapi juga aspek mental dan sosial, dan
bukan hanya suatu keadaan yang bebas dari penyakit, cacat, dan
kelemahan (Maulana, 2009), sedangkan pengertian kesehatan menurut
UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang
untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Hal ini berarti,
kesehatan tidak hanya diukur dari aspek fisik mental dan sosial saja,
tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam mempunyai pekerjaan
atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi (Notoatmodjo, 2010).
Hasil rumusan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di
Ottawa, Canada menyatakan bahwa promosi kesehatan adalah suatu
proses untuk memampukan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka. Dengan kata lain, promosi kesehatan
adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat sehingga mereka
mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri (Notoatmodjo, 2010).
Menurut WHO, promosi kesehatan adalah proses
mengupayakan individu-individu dan masyarakat untuk meningkatkan
kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor yang mempengaruhi
kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatannya.
Bertolak dari pengertian yang dirumuskan WHO, Indonesia
merumuskan pengertian promosi kesehatan adalah upaya untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat melalui pembelajaran dari,
oleh, untuk dan bersama masyarakat agar mereka dapat menolong
dirinya sendiri serta mengembangkan kegiatan bersumber daya
masyarakat sesuai sosial budaya setempat dan didukung oleh
kebijakan publik yang berwawasana kesehatan (Depkes RI, 2005).
2.2 Visi dan Misi Promosi Kesehatan
Visi promosi kesehatan (khususnya di Indonesia) tidak terlepas
dari visi pembangunan kesehatan di Indonesia, seperti yang tercantum
dalam Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun
2009 yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif secara sosial
ekonomi. Oleh sebab itu, promosi kesehatan sebagai bagian dari
program kesehatan masyarakat di Indonesia harus mengambil bagian
dalam mewujudkan visi pembangunan kesehatan di Indonesia
tersebut. Sehingga visi promosi kesehatan dapat dirumuskan sebagai
masyarakat mau dan mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya (Notoatmodjo, 2010).
Mewujudkan visi promosi kesehatan tersebut, maka diperlukan
upaya-upaya. Upaya-upaya untuk mewujudkan visi ini disebut sebagai
misi promosi kesehatan. Secara umum misi promosi kesehatan ini,
seperti yang termuat dalam Ottawa Charter (1984) sekurang-
kurangnya ada tiga hal yakni :
a. Advokat (Advocate)
Kegiatan advokat ini dilakukan terhadap para pengambil keputusan
dari berbagai tingkat, dan sektor terkait dengan kesehatan. Tujuan
kegiatan ini adalah meyakinkan para pejabat pembuat keputusan
atau penentu kebijakan, bahwa program kesehatan yang dijalankan
tersebut penting. Oleh sebab itu, perlu dukungan kebijakan atau
keputusan dari para pejabat tersebut.
b. Menjembatani (Mediate)
Promosi kesehatan juga mempunyai misi sebagai mediator atau
menjembatani antara sektor kesehatan dengan sektor yang lain
sebagai mitra. Dengan perkataan lain promosi kesehatan
merupakan perekat kemitraan di bidang pelayanan kesehatan.
Kemitraan sangat penting, sebab tanpa kemitraan, niscaya sektor
kesehatan mampu menangani masalah-masalah kesehatan yang
begitu kompleks dan luas.
c. Memampukan (Enabling)
Sesuai dengan visi promosi kesehatan, yakni masyarakat mau dan
mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya, promosi
kesehatan mempunyai misi utama untuk memampukan masyarakat.
Hal ini berarti, baik secara langsung atau melalui tokoh-tokoh
masyarakat, promosi kesehatan hanya memberikan keterampilan-
keterampilan kepada masyarakat agar mereka mandiri di bidang
kesehatan.

2.3 Sasaran dan Runag Lingkup Promosi Kesehatan


Maulana (2009) dalam bukunya Promosi Kesehatan
menjelaskan sasaran promosi kesehatan perlu dikenali secara khusus,
rinci, dan jelas agar promosi kesehatan lebih efektif. Adapun sasaran
dari adanya promosi kesehatan adalah individu/ keluarga, masyarakat,
pemerintah/ lintas sektor/ politisi/ swasta dan petugas atau pelaksana
program.
Sehubungan dengan hal itu, promosi kesehatan dihubungkan
dengan beberapa tatanan, antara lain tatanan rumah tangga, tatanan
tempat kerja, tatanan institusi kesehatan, tatanan tempat-tempat
umum. Agar lebih spesifik menurut Maulana (2009, sasaran kesehatan
dibagi menjadi tiga, yaitu:

a. Sasaran primer,
adalah sasaran yang mempunyai masalah, yang diharapkan
mau berperilaku sesuai harapan dan memperoleh manfaat
paling besar dari perubahan perilaku tersebut.
b. Sasaran sekunder,
adalah individu atau kelompok yang memiliki pengaruh atau
disegani oleh sasaran primer. Sasaran sekunder diharapkan
mampu mendukung pesan-pesan yang disampaikan kepada
sasaran primer.
c. Sasaran tersier,
adalah para pengambil kebijakan, penyandang dana, pihak-
pihak yang berpengaruh di berbagai tingkat (pusat, provinsi,
kabupaten, kecamatan, dan desa/ kelurahan).

Selain membutuhkan sasaran yang jelas, maka promosi


kesehatan juga harus mempunyai ruang lingkup. Sehingga
semua berjalan dengan jelas. Berdasarkan Konferensi
Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, Canada tahun 1986,
dalam bukunya maulana (2009) promosi kesehatan
dikelompokkan menjadi lima area, yaitu:

a. Kebijakan pembangunan berwawasan kesehatan (health


public policy)
Kegiatan ditujukan pada para pembuat keputusan atau
penentu kebijakan. Hal ini berarti setiap kebijakan
pembangunan dalam bidang apa pun harus mempertimbangkan
dampak kesehatan bagi masyarakat.

b. Mengembangkan jaring kemitraan dan lingkungan yang


mendukung (create partnership and supportive environment)
Kegiatan ini bertujuan mengembangkan jaringan kemitraan
dan suasana yang mendukung terhadap kesehatan. Kegiatan ini
ditujukan kepada pemimpin organisasi masyarakat, serta
pengelola tempat-tempat umum, dan diharapkan memperhatikan
dampaknya terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan nonfisik yang mendukung atau kondusif terhadap
kesehatan masyarakat.
d. Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service)
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan merupakan tanggung jawab
bersama antara pemberi dan penerima pelayanan. Orientasi
pelayanan diarahkan dengan menempatkan masyarakat sebagai
subjek (melibatkan masyarakat dalam pelayanan kesehatan) yang
dapat memelihara dan meningkatkan kualitas kesehatannya sendiri.
Hal tersebut berarti pelayanan kesehatan lebih diarahkan pada
pemberdayaan masyarakat.
e. Meningkatkan keterampilan individu (increase individual
skills)
Kesehatan masyarakat adalah kesehatan agregat, yang terdiri
atas kelompok, keluarga, dan individu. Kesehatan masyarakat
terwujud apabila kesehatan kelompok, keluarga, dan individu
terwujud. Oleh sebab itu, peningkatan keterampilan anggota
masyarakat atau individu sangat penting untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan masyarakat memelihara
serta meningkatkan kualitas kesehatannya.
f. Mamperkuat kegiatan masyarakat (strengthen community
action)
Derajat kesehatan masyarakat akan terwujud secara efektif, jika
unsur-unsur yang terdapat di masyarakat tersebut bergerak
bersama-sama. Memperkuat kegiatan masyarakat berarti
memberikan bantuan terhadap kegiatan yang sudah berjalan di
masyarakat, sehingga lebih dapat berkembang.
Menurut Ewles dan Simnett (1994) dalam bukunya
Maulana (2009), ada lima pendekatan promosi kesehatan,
yaitu:
a. Pendekatan medik
Pendekatan ini mempunyai tujuan yaitu membebaskan dari
penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medik,
seperti penyakit infeksi, kanker, dan jantung. Pendekatan ini
melihat intervensi kedokteran untuk mencegah atau
meringankan kesakitan. Pendekatan ini memberikan arti
penting terhadap tindakan pencegahan medik, dan merupakan
tanggung jawab profesi kedokteran, membuat kepastian
bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.
b. Pendekatan perubahan perilaku
Pendekatan ini bertujuan mengubah sikap dan perilaku
individual masyarakat, sehingga mereka mengadopsi gaya
hidup sehat. Pendekatan ini meyakinkan kita bahwa gaya
hidup sehat merupakan hal penting bagi klien.
c. Pendekatan pendidikan
Pendekatan ini bertujuan memberikan informasi dan
memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku
kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan atas
dasar informasi yang ada.
d. Pendidikan berpusat pada klien
Tujuan dari pendekatan ini adalah bekerja dengan klien agar
dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin
mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan dan
pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka.
e. Pendekatan perubahan sosial
Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat,
bukan pada perilaku setiap individu. Orang-orang yang
menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting bagi
hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki
komitmen pada penempatan kesehatan dalam agenda politik
diberbagai tingkat.
2.4. Strategi Promosi Kesehatan
Kotten dalam Salusu (1996) mencoba menjelaskan mengenai tipe-tipe
strategi. Tipe-tipe strategi yang ia kemukanan berikut ini sering dianggap
sebagai suatu hirearki. Tipe-tipe strategi yang dimaksud adalah :
a. Strategi organisasi (corporate strategy)
Strategi ini berkaitan dengan perumusan misi, tujuan, nilai-nilai dan
inisiatif- inisiatif strategi yang baru. Pembatasan-pembatasan
diperlukan yaitu apa yang dilakukan untuk siapa.
b. Strategi program (program strategy)
Strategi ini lebih memberikan perhatian kepada implikasi-implikasi
startagi dari program tertentu. Apa kira-kira dampaknya apabila
program tertentu diperkenalkan, apa dampaknya bagi sasaran
organisasi.
c. Strategi pendukung sumber daya (resource support strategy)
Strategi ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber-
sumber daya esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas
kinerja organisasi. Sumber daya itu dapat berupa tenaga, keuangan,
teknologi dan sebagainya.
d. Strategi kelembagaan (institusional strategi)
Fokus dari strategi ini adalah mengembangkan kemampuan organisasi
untuk melaksanakan inisiatif-inisiataif strategi.

Strategi menurut Notoatmodjo (2010) adalah cara bagaimana


mencapai atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan tersebut
secara berhasil guna. Berdasarkan rumusan WHO (1994) dan Kebijakan
Nasional Promosi Kesehatan, strategi promosi kesehatan secara global ini
terdiri dari 3 hal, yaitu:
2.5.1. Advokasi
Menurut Hopkins (1990) advokasi adalah usaha untuk memperoleh
komitmen, yang dilakukan secara persuasif dengan mempengaruhi
kebijakan publik, melalui bermacam-macam bentuk komunikasi
persuasif. Dengan kata lain advokasi adalah upaya atau proses untuk
menggunakan informasi yang akurat dan tepat (Notoatmodjo, 2010).
Advokasi menurut Depkes RI (2008) adalah upaya atau proses yang
strategis dan terencana untuk mendapatkan komitmen dan dukungan dari
pihak-pihak terkait (stakeholders). Advokasi diarahkan untuk
menghasilkan dukungan yang merupakan kebijakan (misalnya dalam
bentuk peraturan perundang-undangan), dana, sarana dan lain-lain
sejenis. Stakeholders yang dimaksud bisa berupa tokoh masyarakat
formal yang umumnya berperan sebagai penentu kebijakan pemerintah
dan penyandang dana pemerintah. Juga dapat berupa tokoh-tokoh
masyarakat informal seperti tokoh agama, tokoh adat dan lain-lain yang
umumnya dapat berperan sebagai penentu kebijakan (tidak tertulis) di
bidangnya.
Tujuan dari adanya advokasi ada dua, yaitu umum dan khusus.
1. Tujuan umum: diperolehnya komitmen dan dukungan dalam upaya
kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan,
keikut sertaan dalam kegiatan, maupun berbagai bentuk lainnya sesuai
keadaan dan usaha.
2. Tujuan Khusus:
a. Adanya pemahaman/ pengenalan/ kesadaran.
b. Adanya ketertarikan/ peminatan/ tidak penolakan.
c.Adanya kemauan/ kepedulian/ kesanggupan (untuk membantu/
menerima).
d. Adanya tindakan/ perbuatan/ kegiatan nyata (yang diperlukan).
e. Adanya kelanjutan kegiatan (kesinambungan kegiatan).
2.5.2 Bina Suasana
Bina suasana menurut Depkes RI (2008) adalah upaya untuk
menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong individu
atau anggota masyarakat untuk mau melakukan perilaku yang
diperkenalkan. Seseorang akan terdorong untuk mau melakukan sesuatu
apabila lingkungan sosial dimanapun dia berada (keluarga, dirumah,
orang-orang yang menjadi panutan/idolanya, majelis agama dan lain-
lain bahkan masyarakat umum) memiliki opini yang positif terhadap
perilaku tersebut.
Oleh karena itu, untuk mendukung proses pemberdayaan
masyarakat, khususnya dalam upaya mengajak para individu meningkat
dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan bina suasana.
Pada pelaksanaannya terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana,
yaitu (1) Pendekatan Individu, (2) Pendekatan Kelompok, dan (3)
Pendekatan Masyarakat Umum
Terdapat tiga pendekatan dalam bina suasana yaitu :
a. Pendekatan individu tokoh masyarakat dalam menyebarluaskan
opini yang
positif kepada individu-individu di lingkungannya.
b. Pendekatan kelompok masyarakat seperti pengurus Rukun Tetangga
(RT),
Pengurus Rukun Warga (RW), majelis pengajian, perkumpulan
seni, organisasi profesi, organisasi wanita dan lain-lain.
c. Pendekatan masyarakat umum, dengan membina dan memanfaatkan
media- media komunikasi, seperti radio, televisi, koran, majalah dan
lain-lain sehingga dapat tercipta pendapat umum.

Kegiatan bina suasana dapat diukur dari yang diukur dari


terlaksananya kegiatan pertemuan, perlombaan dan penyuluhan atau
penyebaran informasi baik individu, tokoh masyarakat maupun
memanfaatkan media komunikasi
2.5.3. Pemberdayaan Masyarakat (Empowerment)
Menurut Depkes RI (2008), pemberdayaan masyarakat adalah
proses pemberian informasi secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan sasaran serta proses
membantu sasaran, agar sasaran tersebut berubah dari tidak tahu
menjadi tahu atau sadar (aspek knowledge) dari tahu menjadi mau
(aspek attitude) dan dari mau menjadi mampu melaksanakan perilaku
yang diperkenalkan (aspek practice).
Tujuan pemberdayaan masayarakat tersebut adalah menumbuhkan
potensi masyarakat yang artinya segala potensi masyarakat perlu
dioptimalkan untuk mendukung program kesehatan (Depkes RI, 2000).
Menurut Sumodingningrat (2004) pemberdayaan tidak bersifat
selamanya, melainkan sampai target masyarakat mampu untuk mandiri,
dan kemudian dilepas untuk mandiri, meski dari jauh dijaga agar tidak
jatuh lagi. Dilihat dari pendapat tersebut berarti pemberdayaan melalui
suatu masa proses belajar, hingga mencapai status, mandiri. Meskipun
demikian dalam rangka menjaga kemandirian tersebut tetap dilakukan
pemeliharaan semangat, kondisi, dan kemampuan secara terus menerus
supaya tidak mengalami kemunduran lagi

Cara yang dapat dilakukan untuk mengajak atau menumbuhkan


partisipasi masyarakat adalah (Notoatmodjo (2007):
1. Partisipasi dengan paksaan (enforcement participation), artinya
memaksa masyarakat untuk kontribusi dalam suatu program, baik
melalui perundang-undangan, peraturan maupun dengan perintah
lisan saja. Cara ini akan lebih cepat hasilnya dan mudah. Tetapi
masyarakat akan takut, merasa dipaksa dan kaget, karena dasarnya
bukan kesedaran (awereness), tetapi ketakutan.
2. Partisipasi dengan persuasi dan edukasi yakni suatu partisipasi yang
didasari pada kesadaran. Sukar ditumbuhkan, akan memakan waktu
yang yang. Tetapi bila tercapai hasilnya ini akan mempunyai rasa
memiliki dan rasa memelihara. Partisipasi ini dimulai dengan
penerangan, pendidikan dan sebagainya, baik secara langsung
maupun tidak langsung.

2.6 Indikator PHBS


2.6.1. Indikator PHBS di Rumah Tangga
Persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
Memberi bayi ASI Eksklusif
Menimbang bayi dan balita disetiap bulan.
Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun
Menggunakan air bersih
Menggunakan jamban sehat
Memberantas jentik dirumah
Makan buah dan sayur setiap hari
Melakukan aktifitas fisik setiap hari
Tidak merokok dalam rumah.
2.6.2 Indikator PHBS di Sekolah
Mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan
sabun.
Mengkonsumsi jajanan sehat disekolah.
Menggunakan jamban yang besih dan sehat
Olehraga yang teratur dan terukur
Memberantas jentik nyamuk.
Tidak merokok disekolah
Membuang sampah pada tempatnya.
2.6.3 Indikator PHBS di lingkungan Kerja
Tidak merokok di lingkungan tempat kerja
Membeli dan mengkonsumsi makanan dari lingkungan tempat
kerja
Melakukan olahraga secara teratur / aktivitas fisik.
Mencuci tangan dengan air bersih dan dengan sabun sebelum
makan dan sesudah buang air bersar dan buang air kecil.
Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja
Menggunakan air bersih
Menggunakan jamban saat buang air besar dan buang air kecil.
Membuang sampah pada tempatnya
Menggunkan alat pelindung diri (APD) sesuai dengan
pekerjaannya.
2.6.4. Indikator PHBS di Institusi Kesehatan

Menggunakan air bersih


Menggunakan jamban
Membuang sampah pada tempatnya
Tidak merokok di tempat kerja
Tidak meludah sembarangan
Memberantas jentik nyamuk
Mencuci tangan dengan air mengalir dan sabun
2.6.5 Indikator PHBS di tempat Umum
BAB III
PEMBAHASAN

1. Penyuluhan Kesehatan

Diagram Jumlah Penyuluhan Puskesmas


Pataruman 3
120 101
90 87 92 86 93 92 88
100 83 83 77 78
80
60
40
12 11 13 12 10 11 9 12 11 8 12 11
20
0
Agus
Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli sept Oct Nov Des
t
Dalam Gedung 12 11 13 12 10 11 9 12 11 8 12 11
Luar Gedung 90 87 101 83 92 86 93 83 92 88 77 78

Dalam Gedung Luar Gedung

Target Jumlah Penyuluhan

Dalam Gedung 96 132


Luar Gedung 648 1050
Jumlah Seluruh Penyuluhan 744 1182

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari data diatas diketahui bahwa


target penyuluhan dalam gedung sebanyak 96 dengan jumlah penyuluhan
132, selain itu jumlah penyuluhan luar gedung dengan target 648 dan
jumlah penyuluhan yang sudah dilakukan sebanyak 1050. Oleh karena itu,
disimpulkan bahwa jumlah seluruh penyuluhan baik dalam gedung
maupun luar gedung sudah melebihi target.
2. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Hasil Pendataan PHBS tingkat PKM pataruman 3 tahun 2016

105 100 99 99.9 99.7 99.8 98.5 99


100 92.6
95
90 84.9 83.7
85
80
75
Menggu Cuci Makan
Member Member Tidak
Persalin Menimb nakan tangan Jamban Buah Aktifitas
i ASI antas meroko
an ang air pakai Sehat dan fisik
Eksklusif jentik k
bersih sabun sayur
100
Rekapitulasi
84.9 99
Hasil99.9
Pendataan
99.7
PHBS
92.6
Puskesmas
99.8 98.5
Pataruman
99
3
83.7

Pembinaan Dana Sehat

Cakupan Dana Sehat Posyandu Puskesmas Pataruman 3


120
100 100 100 100
100
75
80 66.7 66.7 66.7 66.7
60 50 50 50 50
40 33.3 33.3 33.3

20
0
BAB IV
PENUTUP

4.1 SIMPULAN

Promosi kesehatan adalah proses mengupayakan individu-individu dan


masyarakat untuk meningkatkan kemampuan mereka mengandalkan faktor- faktor
yang mempengaruhi kesehatan sehingga dapat meningkatkan derajat
kesehatannya. Dalam rangka terwujudnya visi dan misi promosi kesehatan secara
efektif dan efisien, maka dilakukkan berbagai upaya-upaya. Upaya-upaya untuk
mewujudkan visi ini disebut sebagai misi promosi kesehatan.Secara umum misi
promosi kesehatan ini, seperti yang termuat dalam Ottawa Charter (1984)
sekurang-kurangnya ada tiga hal yakni, Advokat (Advocate), menjembatani
(Mediate), memampukan (Enabling)
Selain membutuhkan sasaran yang jelas, maka promosi kesehatan juga
harus mempunyai ruang lingkup. Sehingga semua berjalan dengan jelas.
Berdasarkan Konferensi Internasional Promosi Kesehatan di Ottawa, promosi
kesehatan dikelompokkan menjadi lima area, yaitu, kebijakan pembangunan
berwawasan kesehatan (health public policy), mengembangkan jaring kemitraan
dan lingkungan yang mendukung (create partnership and supportive
environment), reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service),
Meningkatkan keterampilan individu (increase individual skills), Mamperkuat
kegiatan masyarakat (strengthen community action).

4.2 SARAN

Anda mungkin juga menyukai