Anda di halaman 1dari 23

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi beton

Penggunaan beton didalam bidang konstruksi


terbilang sangat umum digunakan karena memiliki banyak
keuntungan antara lain bahan yang mudah didapat, harga
bahan yang relatif murah kecuali semen portland, mampu
menahan beban yang besar, serta memiliki nilai kuat tekan
yang besar. Namun penggunaan beton juga memiliki
kekurangan yaitu rendahnya nilai kuat tarik yang
dimiliki. Kekuatan, keawetan, dan sifat lain dari beton
tergantung dari kualitas bahan dasar, perbandingan volume
campuran, cara pelaksanaan dan pemeliharaaannya.
(Diphusodo, 1994). Menurut Jack C. McCormack (2003), beton
adalah sebuah campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu
pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu
dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air
membentuk suatu massa mirip batua. Terkadang, satu atau
lebih bahan aditif ditambahkan untuk menhasilkan beton
dengan karakteristik tertentu, seperti kemudahan pengerjaan
(workability), durabilitas, dan waktu pengerasan.

B. Kelebihan dan Kekurangan beton

Secara umum kelebihan dan kerungan beton adalah :

1. Kelebihan beton :

a. Beton mampu menahan gaya tekan dengan baik, serta


mempunyai sifat tahan terhadap korosi dan
pembusukan oleh kondisi lingkungan.

6
7

b. Beton segar dapat dengan mudah dicetak sesuai dengan


keinginan, cetakan dapat pula dipakai berulang kali
sehingga lebih ekonomis.

c. Beton memiliki daya kekuatan dan daya dukung yang


sangat tinggi sehingga bisa diaplikasikan pada segala
desain bangunan.

d. Biaya pembuatan beton terbilang cukup murah mengingat


bahan-bahan penyusunnya bisa diperoleh dari daerah
lokal, kecuali untuk semen portland yang harus
didatangkan dari luar daerah.

2. Kekurangan beton :

a. Walaupun beton mampu menahan beban dengan baik,


tetapi beton mempunyai kuat tarik yang rendah, sehingga
mudah retak. Oleh karena itu perlu diberi baja tulangan,
atau tulangan kasa.

b. Beton segar mengerut saat pengeringan dan beton keras


mengembang jika basah sehingga dilatasi (constraction
joint) perlu diadakan pada beton yang panjang/lebar
untuk memberi tempat bagi susut pengerasan dan
pengembangan beton.

c. Beton keras mengembang dan menyusut bila terjadi


perubahan suhu sehingga perlu dibuat dilatasi (expansion
joint) untuk mencegah terjadinya retak-retak akibat
perubahan suhu.

d. Beton sulit untuk kedap air secara sempurna, sehingga


selalu dapat dimasuki air, dan air yang membawa
kandungan garam dapat merusakkan beton.
8

e. Beton bersifat getas (tidak daktail) sehingga harus


dihitung dan didetail secara seksama agar setelah
dikombinasikan dengan baja tulangan menjadi bersifat
daktail, terutama pada struktur tahan gempa.

f. Kekuatan per satuan berat atau satuan volume yang


relatif rendah. Kekuatan beton berkisar antara 5 hingga
10% kekuatan baja meskipun berat jenisnya hingga
kira-kira 30% dari berat baja. Oleh karena itu struktur
beton membutuhkan berat yang lebih banyak. Alasan
inilah yang menjadi dasar mengapa jembatan bentang
panjang dibuat dengan struktur baja

g. Volume tidak stabil, tergantung waktu, rangkak jangka


panjang dan susut yang kurang menguntungkan beton
ittu sendiri.

C. Self Compacting Concrete (SCC)

Self Compacting Concrete (SCC) adalah beton yang


mampu mengalir sendiri yang dapat dicetak pada
bekisting dengan tingkat penggunaan alat pemadat yang
sangat sedikit atau bahkan tidak dipadatkan sama sekali.
Beton ini, memanfaatkan pengaturan ukuran agregat, porsi
agregat dan zat additive superplastiziser untuk mencapai
kekentalan khusus yang memungkinkannya mengalir
sendiri tanpa bantuan alat pemadat. Sekali dituang ke
dalam cetakan, beton ini akan mengalir sendiri mengisi
semua ruang mengikuti prinsip grafitasi, termasuk pada
pengecoran beton dengan tulangan pembesian yang sangat
rapat. Beton ini akan mengalir ke semua celah di tempat
pengecoran dengan memanfaatkan berat sendiri campuran
9

beton. (Ladwing, II M.,Woise,F.,Hemrich, W . and Ehrlich,


N . 2001).

Pada saat ini Self Compacting Concrete (SCC) telah


banyak digunakan dalam dunia kontruksi. Dimana
banyak keuntungan yang dapat diperoleh yaitu
diantaranya dapat menekan biaya, mutu dan waktu
pengerjaan kontruksi yang cukup lama. Dengan tidak
lagi dibutuhkannya pemadatan, maka dapat mengurangi
tenaga kerja dan peralatan yang dibutuhkan, keuntungan
lainnya seperti keamanan tenaga kerja dan penghematan
waktu dapat ditingkatkan. Sedangkan dalam segi mutu
Self compacting Concrete (SCC) mempunyai banyak
keunggulan yaitu dapat mengurangi permeabilitas dari
beton sehingga permukaan beton menjadi lebih halus dan
homogen.

Sedangkan pada saat ini di Indonesia Self compacting


Concrete (SCC) belum begitu populer, hal ini disebabkan dari
segi biaya penggunaan Self compacting Concrete (SCC) di
Indonesia kurang efesien, karena biaya pembuatan Self
compacting Concrete (SCC) jika di bandingkan dengan biaya
pembuatan beton konvensioanal terbilang lebih mahal
dikarenakan biaya tenaga kerja di Indonesia masih jauh
lebih murah dibandingkan biaya tenaga kerja di negara
maju yang biaya tenaga kerjanya tinggi sehingga sangat
efisien jika menggunakan beton SCC dikarenakan
penggunaan tenaga kerja yang diperlukan dalam pembuatan
beton SCC lebih sedikit daripada pembuatan beton
konvensional.

Self compacting Concrete (SCC) di Indonesia seringkali


digunakan khusus untuk kondisi-kondisi tertentu, seperti
10

basement yang membutuhkan beton dengan permeabilitas


rendah.

Beton memadat mandiri pertama kali dikembangkan


di jepang pada tahun 1990-an sebagai upaya untuk
mengatasi persoalan pengecoran komponen gedung
artistik dengan bentuk geometri tergolong rumit bila
dilakukan pengecoran beton normal. Riset temtang beton
memadat mandiri masih terus dilakukan hingga sekarang
dengan banyak aspek kajian, misalnya ketahanan
(durability), permeabilitas dan kuat tekan (compressive
strength). Kekuatan tekan beton kering 102 Mpa sudah
dapat dicapai karena penggunaan admixture
superplastiziser yang memungkinkan penurunan rasio air-
semen (w/c) hingga nilai w/c = 0,3 atau lebih kecil Juvas
(2004).

SCC adalah suatu beton yang ketika masih


berbentuk beton segar mampu mengalir melalui tulangan
dan memenuhi seluruh ruang yang ada didalam cetakan
secara padat tanpa ada bantuan pemadatan manual atau
getaran mekanik. (Tjaronge et.al 2006 dan Hartono, et.al
2007). Secara umum Self Compacting Concrete merupakan
varian beton yang memiliki tingkat derajat pengerjaan
(workability) tinggi dan juga memiliki kekuatan awal
yang besar, sehingga membutuhkan faktor air semen yang
rendah.

Sugiharto et.al (2001 dan 2006), untuk mendapatkan


campuran beton dengan tingkat workabilitas dan kekuatan
awal yang tinggi, perlu diperhatikan hal-hal berikut :

1. Agregat kasar dibatasi jumlahnya sampai kurang lebih


50% dari campuran beton.
11

2. Pembatasan jumlah agregat halus kurang lebih 40% dari


volume beton.

3. Penggunaan superplasticizer pada campuran beton untuk


tingkat workability yang tinggi sekaligus menekan factor
air semen untuk mendapatkan kekuatan awal yang besar.
4. Ditambahkan bahan pengisi (filler) pada campuran beton,
seperti Fly Ash atau Silica Fume untuk menggantikan
sebagian komposisi semen, hal ini ditujukan untuk
meningkatkan keawetan (durabilitas) dan kekuatan tekan
beton.

D. Bahan-bahan Penyusun Self Compacting Concrete (SCC)

1. Semen
Semen merupakan bahan campuran yang secara
kimiawi aktif setelah berhubungan dengan air. Agregat
tidak memainkan peranan penting dalam reaksi kimia
tersebut, tetapi berfungsi sebagai bahan pengisi mineral
yang dapat mencegah perubahan-perubahan volume beton
setelah pengadukan selesai dan memperbaiki keawetan
beton yang dihasilkan.
Semen Portland adalah bahan konstruksi yang
paling banyak digunakan dalam pekerjaan beton.
Menurut ASTM C-150,1985, semen portland didefinisikan
sebagai semen hidrolik yang dihasilkan dengan
menggiling klinker yang terdiri dari kalsium silikat
hidrolik, yang umumnya mengandung satu atau lebih
bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan yang
digiling bersama-sama dengan bahan utamanya.
(Mulyono, 2005).
12

Berdasarkan SNI-15-2049-2004, Semen dibedakan


menjadi beberapa jenis berdasarkan penggunaannya.
Jenis semen berdasarkan kegunaannya adalah sebagai
berikut:

1) Jenis I, yaitu semen portland untuk penggunaan


umum yang tidak memerlukan persyaratan khusus
seperti yang disyaratkan pada semen jenis lain.

2) Jenis II yaitu semen portland yang dalam


penggunaannya memerlukan kekuatan terhadap
sulfat atau kalor hidrasi sedang.

3) Jenis III, yaitu semen portland yang dalam


penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi pada
tahap permulaan setelah pengikatan terjadi.

4) Jenis IV yaitu semen portland yang dalam


penggunaannya memerlukan kalor hidrasi yang
rendah.

5) Jenis V, yaitu semen portland yang dalam


penggunaannya memerlukan kekuatan tinggi
terhadap sulfat.

Semen Portland dibuat dengan melalui beberapa


langkah, sehingga sangat halus dan memiliki sifat
adhesive maupun kohesif. Semen diperoleh dengan
membakar secara bersamaan suatu campuran dari
Calcereous (yang mengandung kalsium karbonat atau batu
gamping) dan argillaceous (yang mengandung alumina)
dengan perbandingan tertentu.

Secara mudahnya langkah-langkah pembuatannya:

1) Kandungan semen portland berupa kapur, silica dan


alumina, sebagai bahan dasar.
13

2) Ketiga bahan dasar tadi dicampur dan dibakar


dengan suhu 1550C dan menjadi klinker.

3) Kemudian dikeluarkan, didinginkan dan dihaluskan


sampai halus seperti bubuk.

4) Biasanya ditambah gips atau kalsium sulfat (CaSO-4)


kira-kira 2 sampai 4 persen sebagai bahan pengontrol
waktu pengikatan.

Bahan dasar penyusun semen terdiri dari bahan-bahan


yang terutama mengandung kapur, silika dan oksida besi,
maka bahan-bahan itu menjadi unsur-unsur pokok
semennya yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Susunan unsur kimia semen

Oksida Persen (%)

Kapur (CaO) 60-65

Silika (SiO2) 17-20

Alumina (Al2O3) 3-8

Besi (Fe2O3) 0,5-6

Magnesium (MgO) 0,5-4

Sulfur (SO3) 1-2

Soda/Potash (Ma2O + 2O) 0,5-1

2. Agregat

Agregat adalah merupakan material granular


misalnya pasir, kerikil, batu pecah, dan kerak tungku
14

pijar, yang dipakai bersama-sama dengan suatu


media pengikat untuk membentuk suatu adukan atau
adukan semen hidraulik. (SNI 03-2847-2002). Agregat
biasanya menempati 60-80% dari volume total beton,
maka besar terhadap perilaku beton yang sudah
mengeras. Agregat ini harus bergradasi sedemikian rupa
sehingga seluruh massa beton dapat berfungsi sebagai
benda yang utuh, homogeny, dan rapat, dimana agregat
yang berukuran kecil berfungsi sebagai pengisi celah
yang berada diagregat yang berukuran besar. Ada 2 jenis
agregat yaitu, agregat kasar, meliput kerikil, batu pecah
atau pecahan-pecahan dari blast furnace dan agregat
halus, meluputi pasir alami dan pasir buatan.

Syarat mutu agregat menurut ASTM C-33 adalah


sebagai berikut :

a. Agregat halus.

1) Kadar lumpur Atau bagian butir yang lebih kecil


dari 75 mikron (ayakan no 200), dalam % berat
maksimum:

Bentuk beton yang me ngalami abrasi = 3,0 %

Untuk beton jenis lainnya =5,0 %

2) Kadar gumpalan tanah liat dan partikel yang


mudah direpihkan (Friable partikel), maksimum =
3,0 %

3) Kandungan arang dan lignit :

Bila beton di ekspose, kandungan maksimum=


0,5 %

Untuk beton jenis lainnya, maksimum 1,0%


15

4) Agregat halus bebas dari pengotoran zat organik


yang merugikan beton. Bila diuji dengan larutan
NA-Sulfat dan dibandingkan dengan warna
standart tidak berwarna lebih tua dari warna
standart, jika berwarna lebih tua maka agregat
halus tersebut harus ditolak, kecuali apabila :

Warna lebih tua timbul karena adanya sedikit


arang, lignit, atau yang sejenisnya.

Diuji dengan cara melakukan percobaan


perbandingan kuat tekan mortar yang memakai
agregat pasir standart silica, menunjukan nilai
kuat tekan mortar tidak kurang dari 95% kuat
tekan mortar memakai pasir standart.

5) Tidak boleh mengandung bahan yang reaktif


terhadap alkali jika agregat halus digunakan
untuk me mb uat beton yang akan mengalami
basah dan lembab terus menerus atau yang akan
berhubungan dengan tanah basah. Agregat yang
reaktif terhadap alkali boleh untuk membuat beton
dengan semen yang kadar alkalinya dihitung
setara Natrium Oksida (Na2O + 0,658 K2O) tidak
lebih dari 0,6%, atau dengan menambahkan bahan
yang dapat mencegah terjadinya pemuaian yang
dapat membahayakan oleh karena reak si alkali-
agreg at tersebut.

6) Sifat kekal, diuji dengan larutan garam sulfat:

Jika dipakai Natrium Sulfat, bagian hancur


maksimum 10 %.
16

Jika dipakai Magnesium Sulfat, bagian hancur


maksimum 15 %.
7) Agregat halus harus mempunyai susunan besar
butir dalam batas-batas yang dapat dilihat dalam
Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Gradasi Agregat halus

Lolos
Ukuran lubang
No. Ayakan Komulatif
Ayakan (mm)
(%)

3/8 in 9,5 100

No.4 4,75 95-100

No.8 2,36 80-100

No.16 1,18 50-85

No.36 0,60 25-60

No.50 0,30 10-30

No.100 0,15 2-10

Agragat halus tidak boleh mengandung bagian


yang lolos lebih dari 45% pada suatu ukuran ayakan
dan tertahan pada ayakan berikutnya. Modulus
kehalusannnya tidak kurang dari 2,3 dan tidak lebih
dari 3,1.

b. Agregat kasar

Agregat kasar adalah kerikil sebagai hasil


disintegrasi alami dari batuan atau berupa batu
pecah yang diperoleh dari industri batu yang
17

mempunyai ukuran butir antara 5 mm sampai 40 mm.


(SNI 03-2847-2002). Agregat kasar yang digunakan
untuk membuat beton yang akan mengalami basah
dan lembab terus menerus atau yang berhubungan
dengan tanah basah, tidak boleh mengandung bahan
yang bersifat reaktif terhadap alkali dalam semen,
yang jumlahnya cukup dapat menimbulkan pemuatan
yang berlebihan di dalam mortar atau beton. Agregat
yang reaktif terhadap alkaliboleh dipakai untuk
membuat beton dengan semen yang kadar alkalinya
dihitung sebagai setara Natrium Oksida
(N2O+0,658K2O) tidak lebih dari 0,60% atau dengan
penambahan yang dapat mencegah terjadinya
pemuatan yang membahayakan akibat reaksi alkali
agregat tersebut.
Menurut Mulyono (2005) agregat kasar
dibedakan menjadi 3 berdasarkan berat jenisnya,
yaitu:
1) Agregat Normal
Agregat normal dihasilkan dari pemecahan
batuan dengan quarry atau langsung dari
sumber alam. Agregat ini biasanya berasal dari
granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Berat jenis
rata-ratanya adalah 2,5-2,7 atau tidak boleh
kurang dari 1,2 kg/dm3. Beton yang dibuat
dengan agregat normal adalah dengan beton
normal, yaitu beton yang mempunyai berat isi
2.200-2.500 kg/m3.(SK.SNI.T-15-1990:1). Kekuatan
tekannya sekitar 15-40 MPa. Ketentuan dan
persyaratan dari SII.0052-80 Mutu dan Cara Uji
Agregat Beton harus dipenuhi. Bila tidak tercakup
dalam SII.0052-80,16 maka agregat harus
18

memenuhi ASTM C-33, Specification for Concrete


Aggregates (PB-89, 1989:9).
2) Agregat Ringan
Agregat ringan digunakan untuk
menghasilkan beton yang ringan dalam sebuah
bangunan yang memperhitungkan berat dirinya.
Agregat ringan digunakan dalam bermacam
produk beton, misalnya bahan-bahan untuk
isolasi atau bahan untuk pra-tekan. Agregat ini
paling banyak digunakan untuk beton-beton
pra-cetak. Beton yang dibuat dengan agregat
ringan mempunyai sifat tahan api yang baik.
Kelemahannya adalah ukuran pori pada beton
yang dibuat dengan agregat ini besar sehingga
penyerapannya besar pula. Jika tidak diperhatikan,
hal ini akan menyebabkan beton yang dihasilkan
menjadi kurang baik kualitasnya. Agregat
ringan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
yang dihasilkan melalui pembekahan
(expanding) dan yang dihasilkan dari pengolahan
bahan alam. Disarankan agar penakarannya
menggunakan volume. Berat isi agregat ini
berkisar 350-880 kg/m3 untuk agregat kasarnya
dan 750-1200 kg/m3 untuk64 agregat halus.
Campuran kedua agregat tersebut mempunyai
berat isi maksimum 1040 kg/m3. Agregat ringan
yang digunakan dalam campuran beton harus
memenuhi syarat mutu dari ASTM C-330,
Specification for Lightweight Aggregates for
Structural Concrete.
19

3) Agregat besar
Agregat besar mempunyai berat jenis lebih
besar dari 2.800 kg/m3. Contohnya adalah
magnetik (Fe3O4), barites (BaSO4) dan serbuk
besi. 17 Berat jenis beton yang dihasilkan dapat
mencapai 5 kali berat jenis bahannya. Beton
yang dibuat dengan agregat ini biasanya
digunakan sebagai pelindung dari radiasi sinar-
X. Untuk mengetahui apakah suatu agregat
merupakan agregat berat, agregat ringan atau
normal, dapat diperiksa berat isinya.

3. Air
Air adalah salah satu dari bahan pembentuk
semen yang paling penting, karena berperan untuk
membantu reaksi kimia pada semen agar dapat
menyatukan agregat-agregat pembentuk beton. Air
juga berfungsi sebagai bahan untuk mempermudah
dalam pengadukan beton. Kelebihan jumlah air yang
dibutuhkan digunakan untuk pelumas, penambahan air
tidak boleh terlalu banyak, karena hal ini dapat
menyebabkan kekuatan beton menjadi rendah dan dapat
membuat beton menjadi keropos. Kelebihan air yang
dicampurkan dalam adukan beton (bleeding) yang
kemudian menjadi buih dan membentuk selaput tipis
(laitance). Selaput tipis ini nantinya akan mengurangi
kelekatan antar lapis-lapis dan merupakan bidang
sambung yang lemah. (Tjokrodimuljo,1996)
20

Tidak ada ketentuan syarat air dari ASTM. Pada BS


3148 terdapat dua metode untuk menilai kelayakan air
untuk beton, yaitu dengan membandingkan waktu
pengikat dan kuat tekan dan benda uji yang dibuat
dengan semen dan air yang di pertanyakan dengan air
suling, Air dianggap memenuhi syarat jika tidak berubah
waktu pengikatnya lebih dari 30 ment, atau berkurang
kekuatan dengan lebih dari 20% dibanding aor suling.
Air laut sebenarnya dapat digunakan untuk membuat
beton yang tidak bertulang, penggunaan air laut akan
menyebabkan korosi pada tulangan baja dan
menyebabkan keretakan beton.Hal tersebut akan
mengurangi ketahanan beton bertulang sehingga
sebaiknya dihindari pemakainnya (Paul Nugraha dan
Antoni, 2007:75).
Syarat air menurut SK SNI 03-2847-2002 adalah airr
yang dapat digunakan dalam proses pencampuran beton
adalah sebagai berikut :
a. Air yang digunakan pada campuran beton harus
bersih dan bebas dari bahan-bahan merusak yang
mengandung oli, asam, alkali, garam, bahan
organik, atau bahan-bahan lainnya yang merugikan
terhadap beton atau tulangan.
b. Air pencampur yang digunakan pada beton
prategang atau pada beton yang didalamnya
tertanam logam aluminium, termasuk air bebas yang
terkandung dalam agregat, tidak boleh mengandung
ion klorida dalam jumlah yang membahayakan.
c. Air yang tidak dapat diminum tidak boleh
digunakan pada beton, kecuali Pemilihan proporsi
campuran beton harus didasarkan pada campuran
beton yang menggunakan air dari sumber yang
21

sama dan hasil pengujian pada umur 7 dan 28 hari


pada kubus uji mortar yang dibuat dari adukan
dengan air yang tidak dapat diminum harus
mempunyai kekuatan sekurang-kurangnya sama
dengan 90% dari kekuatan benda uji yang dibuat
dengan air yang dapat diminum. Perbandingan uji
kekuatan tersebut harus dilakukan pada adukan
serupa, terkecuali pada air pencampur, yang dibuat
dan diuji sesuai dengan Metode uji kuat tekan
untuk mortar semen hidrolis (Menggunakan
spesimen kubus dengan ukuran sisi 50 mm) (ASTM
C 109 ).

4. Fly Ash
Fly ash (abu terbang) adalah salah satu residu yang
dihasilkan dalam pembakaran dan terdiri dari partikel-
partikel halus, biasanya mengacu pada abu yang dihasilkan
selama pembakaran batubara. Fungsi fly ash pada
umumnya adalah membuat beton menjadi lebih kuat,
ekonomis, halus, permeabilitas dan kerapatan lebih tinggi
melalui reaksi pozzolanik antara zat sisa hidrasi semen
(Ca(OH)2) dan unsur pozzolan dari fly ash (SiO2, Al2O3 dan
Fe2O3) membentuk klinker semen yang akan berhidrasi
menjadi bahan pengikat gel CSH. Hal tersebut juga
dikarenakan fly ash memiliki bentuk butiran partikel sangat
halus sehingga dapat menjadi pengisi rongga-rongga (filler)
dalam beton. Peran fly ash dalam SCC selain memperkuat
beton juga karena bentuk butiran partikel yang bulat dan
halus mengakibatkan partikel campuran beton lebih mudah
menggelinding sehingga flow meningkat drastis (Subakti,
2012).
22

Gambar 2. Fly Ash pada Pembesaran 4000 kali

5. Superplasticizer
Superplasticizer adalah bahan tambah yang
bersifat high range water reducer (HRWR) yang
berfungsi untuk mengurangi jumlah air campuran
cukup banyak namun tetap mempertahankan
konsistensi tertentu. Superplasticizer mengandung
sejumlah asam sulfonik yang berperan dalan
menetralisir permukaan partikel semen dan
mengakibatkan dispersi sehingga melepaskan air
yang terikat dalam aglomerasi partikel semen dan
kemudian menurunkan viskositas pada pasta maupun
beton. Superplasticizer dapat mengurangi kebutuhan
air hingga 12-25% tanpa memengaruhi pengerjaan
sehingga beton kekuatan tinggi dan permeabilitas
rendah dapat diproduksi (Mindess, 1981).
Menurut ASTM C494 dan British Standard 5075,
Superplasticizer adalah bahan kimia tambahan
pengurang air yang sangat efektif. Dengan
pemakaian bahan tambahan ini diperoleh adukan
dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai
23

kekentalan adukan yang sama atau diperoleh


adukan dengan kekentalan lebih encer dengan
faktor air semen yang sama, sehingga kuat tekan
beton lebih tinggi. Superplasticizer juga mempunyai
pengaruh yang besar dalam meningkatkan
workabilitas bahan ini merupakan sarana untuk
menghasilkan beton mengalir tanpa terjadi
pemisahan (segregasi/bleeding) yang umumnya
terjadi pada beton dengan jumlah air yang besar,
maka bahan ini berguna untuk pencetakan beton
ditempat-tempat yang sulit seperti tempat pada
penulangan yang rapat. Superplasticizer dapat
memperbaiki workabilitas namun tidak
berpengaruh besar. dalam meningkatkan kuat tekan
beton untuk faktor air semen yang diberikan. Namun
kegunaan superplasticizer untuk beton mutu tinggi
secara umum sangat berhubungan dengan
pengurangan jumlah air dalam campuran beton.
Pengurangan ini tergantung dari kandungan air yang
digunakan, dosis dan tipe dari superplasticizer yang
dipakai. (L. J. Parrot,1998).
Untuk meningkatkan workability campuran
beton, penggunaan dosis superplasticizer secara
normal berkisar antara 1-3 liter tiap 1 meter kubik
beton. Larutan superplasticizer terdiri dari 40%
material aktif. Ketika superplasticizer digunakan
untuk menguarangi jumlah air, dosis yang
digunakan akan lebih besar, 5 sampai 20 liter tiap 1
meter kubik beton.(Neville, 1995).
24

G. Mix Design Self-Compacting Concrete (SCC)

Pada umumnya, SCC menggunakan dasar yang sama


dengan beton konvensional dalam desain komposisi
campuran, misal menggunakan metode DOE atau ACI,
namun harus tetap memerhatikan konsep desain campuran
SCC. Konsep desain campuran SCC antara lain jumlah
aggregat kasar tak lebih dari 50% volume beton, jumlah
aggregat halus berkisar 55% dari seluruh agregat, rasio
water/cement tetap dipertahankan sekitar 0,3 dan
menggunakan superplasticizer sesuai dengan dosis masing-
masing produk. Proporsi optimum ketika mendesain
campuran SCC dalam penelitian oleh Ozbay menggunakan
metode Taguchi terdapat pada tabel 1.

Tabel 1. Proporsi Optimum Desain Campuran SCC (Ozbay,


2011).

Proporsi w/c w s/a FA SP


optimum (%) (l) (%) (%) (kg/m3)
UPV 37 160 39 45 10

Permeabilitas air 33 160 39 30 10

Kadar udara 30 170 39 15 12

Absorbsi air 30 165 43 30 10

Kuat tarik 37 170 55 15 12

Kuat tekan 30 160 55 15 10


25

Metode mix design pada beton mutu tinggi yang


menggunakan fly ash dan HRWR sebagai admixture adalah
ACI C 211, yaitu sebagai berikut:

1. Penentuan slump dan kekuatan beton yang diinginkan


melalui tabel 2 dan persamaan 1. Desain campuran SCC
menggunakan superplasticizer sebagai HRWR.

(1)

Tabel 2: Slump yang dianjurkan pada beton dengan


atau tanpa HRWR.

2. Penentuan ukuran agregat maksimum berdasarkan pada


kekuatan yang diinginkan menggunakan tabel 3.

Tabel 3 : Perkiraan ukuran maksimum agregat.

Kekuatan beton yang Perkiraan ukuran maksimum


diinginkan (psi) agregat Kasar (in)

< 9000 3/4 sampai 1

> 9000 3/8 sampai


26

3. Penentuan kadar air dan kadar udara berdasarkan


nilai slump dan ukuran agregat maksimum
menggunakan tabel 4.

Tabel 4: Estimasi Pertama Campuran Air yang


dibutuhkan dan Kadar Udara Beton Segar dengan
Menggunakan HRWR.

4. Penentuan rasio air/semen+fly ash (w/c+p)


berdasarkan kekuatan yang diinginkan dan ukuran
agregat kasar menggunakan tabel 5.

Tabel 5. w/c+p untuk Beton umur 28 hari.


27

5. Perhitungan kebutuhan bahan semen melalui


pembagian kadar air dengan w/c+p. Semen dan fly
ash dihitung dengan mengalikan presentasi masing-
masing dengan kebutuhan binder.

6. Menentukan berat agregat dengan menghitung berat


beton dari persamaan 2 dan kemudian
menguranginya dengan berat air dan binder. Ga
adalah modulus kehalusan rata-rata SSD agregat, A
adalah kandungan udara (%), Cm adalah kebutuhan
semen (kg), Wm adalah kebutuhan air (kg), dan Gc
adalah berat jenis semen.

Um = 10*Ga*(100-A)+Cm*(1-Ga/Gc)-Wm*(Ga-1) (2)

7. Menentukan berat agregat halus dan kasar. Kadar


agregat halus optimum pada SCC berkisar pada 55%
dari total agregat.

8. Penyesuaian kelembaban pada agregat, karena


agregat belum tenta dalam keadaan SSD di lapangan.

H. Pengujian pada Self-Compacting Concrete (SCC)


Proyek riset eropa Testing-SCC menerbitkan standar
pengujian untuk SCC segar yang menyebutkan tiga kunci
karakteristik SCC segar yaitu filling ability, passing ability dan
resistensi akan segregasi.

9. Kuat tekan
Kuat tekan adalah kemampuan beton untuk
menerima gaya tekan persatuan luas. Kuat tekan beton
mengidetifikasi mutu dari sebuah struktur. Semakin tinggi
28

kekuatan struktur yang dikehendaki, semakin tinggi pula


mutu beton yang dihasilkan (Mulyono, 2004).
Kuat tekan beton yang diisyaratkan fc adalah kuat
tekan beton yang ditetapkan oleh perencana struktur,
dipakai dalam perencanaan struktur beton, dan dinyatakan
dalam Mega Pascal atau MPa (SK SNI-T-15-1991-03).
Nilai kuat tekan beton diperoleh melalui tata cara pengujian
standar, menggunakan mesin uji tekan yang dilakukan
dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan
kecepatan peningkatan beban tertentu atas benda uji
berbentuk silinder berdiameter 150 mm dan tinggi 300 mm
sampai hancur. Persamaan untuk mendapatkan nilai kuat
tekan beton berdasarkan percobaan di laboratorium
dituliskan dengan persamaan.

keterangan :

fc: kuat tekan beton (MPa)

P : beban tekan (N)

A : luas penampang benda uji (mm2)

Sifat beton dikatakan baik apabila pada beton


tersebut memiliki kuat tekan tinggi antara 2050 MPa, pada
umur 28 hari. Dengan kata lain dapat diasumsikan bahwa
mutu beton ditinjau hanya dari kuat tekannya saja.
(Tjokrodimuljo, 1996).

Anda mungkin juga menyukai