Anda di halaman 1dari 47

BAB I

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan infeksi akut di parenkim paru-paru dan sering

mengganggu pertukaran gas. Bronkopneumonia melibatkan jalan nafas distal

dan alveoli, pneumonia lobular melibatkan bagian dari lobus, dan pneumonia

lobus melibatkan seluruh lobus. Komplikasi meliputi hipoksemia, gagal

respiratorik, efusi pleura, empiema, abses paru dan bakteremia disertai

penyebaran infeksi ke bagian tubuh lain yang menyebabkan meningitis,

endokarditis dan perikarditis. Umumnya prognosisnya baik bagi orang-orang

yang memiliki paru-paru normal dan ketahanan tubuh yang cukup baik

sebelum pneumonia menyerang. 3

Indonesia merupakan Negara dengan tingkat kejadian pneumonia tertinggi

keenam di seluruh dunia menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun

2006. Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT), pada tahun

1992, 1995 dan 2001 didapatkan pneumonia sebagai urutan terbesar penyebab

kematian pada balita. Hasil ini juga sesuai dengan survey mortalitas terhadap

seluruh provinsi di Indonesia yang dilakukan Subdit ISPA Departemen

Kesehatan Republik Indonesia Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007

mencatat pneumonia merupakan salah satu penyebab kematian terbanyak

yaitu 15,5%.3

Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu beberapa

hari untuk mendapatkan hasilnya. Di Negara maju seperti Amerika, dengan

cara invasive pun penyebab pneumonia hanya ditemukan 50%. Mengingat


pneumonia dapat menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka

pengobatan awal antibiotic harus diberikan secara empiris.3


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi paru

Paru-paru merupakan organ yang lunak, spongious dan elastis,

berbentuk kerucut atau konus, terletak dalam rongga toraks dan di atas

diafragma, diselubungi oleh membran pleura. Setiap paru mempunyai apeks

(bagian atas paru) yang tumpul di kranial dan basis (dasar) yang melekuk

mengikuti lengkung diphragma di kaudal. Pembuluh darah paru, bronkus,

saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada bagian hilus.2

Paru-paru kanan mempunyai 3 lobus sedangkan paru-paru kiri 2

lobus. Lobus pada paru-paru kanan adalah lobus superius, lobus medius, dan

lobus inferius. Lobus medius/lobus inferius dibatasi fissura horizontalis;

lobus inferius dan medius dipisahkan fissura oblique. Lobus pada paru-paru

kiri adalah lobus superius dan lobus inferius yg dipisahkan oleh fissura
oblique. Pada paru-paru kiri ada bagian yang menonjol seperti lidah yang

disebut lingula. Jumlah segmen pada paru-paru sesuai dengan jumlah

bronchus segmentalis, biasanya 10 di kiri dan 8-9 yang kanan. Sejalan dgn

percabangan bronchi segmentales menjadi cabang-cabang yg lebih kecil,

segmenta paru dibagi lagi menjadi subsegmen-subsegmen.2

2.2 Definisi Pneumonia

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru,

distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan


alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan

pertukaran gas setempat yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,

virus, jamur, protozoa).3

Secara kinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan

paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri, virus, jamur, parasit).

Pneumonia yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis tidak

termasuk. Sedangkan peradangan paru yang disebabkan oleh

nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan

dan lain-lain) disebut pneumonitis.4

2.3 Epidemiologi

Pneumonia merupakan salah satu penyakit infeksi saluran nafas yang

terbanyak di dapatkan dan dapat menyebabkan kematian hampir di seluruh

dunia. Angka kematian di Inggris adalah sekitar 5-10%. Berdasarkan umur,

pneumonia dapat menyerang siapa saja, meskipun lebih banyak ditemukan

pada anak-anak. Di Amerika Serikat pneumonia mencapai 13% dari penyakit

infeksi saluran nafas pada anak di bawah 2 tahun.4

UNICEF memperkirakan bahwa 3 juta anak di dunia meninggal karena

penyakit pneumonia setiap tahun. Kasus pneumonia di negara berkembang

tidak hanya lebih sering didapatkan tetapi juga lebih berat dan banyak

menimbulkan kematian pada anak. Insiden puncak pada umur 1-5 tahun

dan menurun dengan bertambahnya usia anak. Mortalitas diakibatkan oleh

bakteremia oleh karena Streptococcus pneumoniae dan Staphylococcus

aureus, tetapi di negara berkembang juga berkaitan dengan malnutrisi dan


kurangnya akses perawatan. Dari data mortalitas tahun 1990, pneumonia

merupakan seperempat penyebab kematian pada anak dibawah 5 tahun dan

80% terjadi di negara berkembang. Pneumonia yang disebabkan oleh

infeksi RSV didapatkan sebanyak 40%. Di negara dengan 4 musim,

banyak terdapat pada musim dingin sampai awal musim semi, dinegara tropis

pada musim hujan. 4

Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)

tahun 2007, menunjukkan, prevalensi nasional ISPA: 25,5%, angka kesakitan

(morbiditas) pneumonia pada bayi: 2,2%, balita: 3%, angka kematian

(mortalitas) pada bayi 23,8% dan balita 15,5%. 5

2.4 Etiologi

Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam

mikroorganisme yaitu bakteri, virus, jamur, protozoa, yang sebagian besar

disebabkan oleh bakteri. Penyebab tersering pneumonia adalah bakteri gram

positif, Streptococcus pneumonia. Kuman penyebab pneumonia biasanya

berbeda sesuai dengan distribusi umur pasien, dan keadaan klinis terjadinya

infeksi. 4

Virus penyebab tersering pneumonia adalah respiratory syncytial

virus (RSV), parainfluenza virus, influenza virus dan adenovirus. Secara

umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus

pneumonia, Haemophillus influenza, Staphylococcus aureus, Streptococcus

group B, serta kuman atipik klamidia dan mikoplasma. 4


Pada neonatus Streptococcus group B dan Listeriae

monocytogenes merupakan penyebab pneumonia paling banyak. Virus

adalah penyebab terbanyak pneumonia pada usia prasekolah dan

berkurang dengan bertambahnya usia. Selain itu Streptococcus pneumoniae

merupakan penyebab paling utama pada pneumonia bakterial.

Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia pneumoniae merupakan

penyebab yang sering didapatkan pada anak diatas 5 tahun. Communityy-

acquired acute pneumonia sering disebabkan oleh streptokokkus pneumonia

atau pneumokokkus, sedangkan pada Community-acquired atypical

pneumonia penyebab umumnya adalah Mycopalsma pneumonia.

Staphylokokkus aureus dan batang gram negatif seperti Enterobacteriaceae

dan Pseudomonas, adalah isolat yang tersering ditemukan pada Hospital-

acquired pneumonia.4

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut umur dengan

terjadinya infeksi. 4

Umur Penyebab yang sering Penyebab yang jarang

Lahir 20 hari Bakteria Bakteria

Escherichia colli Group D streptococci

Group B streptococci Haemophillus influenzae

Listeria monocytogenes Streptococcus pneumoniae

Ureaplasma urealyticum

Virus

Cytomegalovirus
Herpes simplex virus

3 minggu 3 bulan Bakteria Bakteria

Clamydia trachomatis Bordetella pertusis

Streptococcus Haemophillusinfluenza

pneumoniae type B & non typeable

Virus Moxarella catarrhalis

Respiratory syncytial Staphylococcus aureus

virus Ureaplasma urealyticum

Influenza virus Virus

Para influenza virus Cytomegalovirus

1,2 and 3

Adenovirus

4 bulan 5 tahun Bakteria Bakteria

Streptococcus Haemophillus

pneumoniae influenza type B

Clamydia pneumoniae Moxarella catarrhalis

Mycoplasma pneumonia Neisseria meningitis

Virus Staphylococcus aureus

Respiratory syncytial Virus

virus Varicella zoster virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

Rhinovirus

Adenovirus
Measles

5 tahun dewasa Bakteria Bakteria

Clamydia pneumonia Haemophillus

Mycoplasma pneumonia influenza type B

Streptococcus Legionella species

pneumoniae Staphylococcus aureus

Virus

Adenovirus

Epstein barr virus

Influenza virus

Parainfluenza virus

Rhinovirus

Respiratory syncytial

virus

Varicella zoster virus

Tabel 2. Mikroorganisme penyebab pneumonia menurut keadaan klinis

terjadinya infeksi.

Communityy-acquired acute pneumonia

Streptococcus pneumonia

Haemophilus influenzae

Moraxella catarrhalis

Staphylococcus aureus

Legionella pneumophila
Enterobacteriaceae (Klebsiella pneumoniae) and Pseudomonas spp.

Community-acquired atypical pneumonia

Mycoplasma pneumonia

Chlamydia spp. (C. pneumoniae, C. psittaci, C. trachomatis)

Coxiella burnetii (Q fever)

Viruses: respiratory syncytial virus, parainfluenza virus (children);

influenza A and B (adults); adenovirus

(military recruits); SARS virus

Hospital-acquired pneumonia

Gram-negative rods, Enterobacteriaceae (Klebsiella spp., Serratia

marcescens, Escherichia coli) and

Pseudomonas spp.

Staphylococcus aureus (usually penicillin resistant)

Pneumonia kronis

Nocardia

Actinomyces

Granulomatous: Mycobacterium tuberculosis and atypical

mycobacteria, Histoplasma capsulatum,

Coccidioides immitis, Blastomyces dermatitidis

2.5 Klasifikasi

1. Menurut sifatnya, yaitu:

a. Pneumonia primer yaitu radang paru yang menyerang pada orang yang

tidak mempunya faktor resiko tertentu. Kuman penyebab utama yaitu


Staphylococcus pneumoniae (pneumokokus), Hemophilus influenzae,

juga Virus penyebab infeksi pernapasan (Influenza, Parainfluenza,

RSV). Selain itu juga bakteri pneumonia yang tidak khas (atypical)

yaitu mykoplasma, chlamydia, dan legionella.

b. Pneumonia sekunder, yaitu terjadi pada orang dengan faktor

predisposisi, selain penderita penyakit paru lainnnya seperti COPD,

terutama juga bagi mereka yang mempunyai penyakit menahun seperti

diabetes mellitus, HIV, dan kanker, dll. 2

2. Berdasarkan Kuman penyebab

a. Pneumonia bakterial / tipikal. Dapat terjadi pada semua usia. Beberapa

bakteri mempunyai tendensi menyerang sesorang yang peka, misalnya

Klebsiella pada penderita alkoholik, Staphyllococcus pada penderita

pasca infeksi influenza.

b. Pneumonia atipikal, disebabkan Mycoplasma, Legionella dan

Chlamydia.

c. Pneumonia virus, disebabkan oleh virus RSV, Influenza virus.

d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi

terutama pada penderita dengan daya tahan lemah

(immunocompromised). 5

3. Berdasarkan klinis dan epidemiologi

a. Pneumonia komuniti (Community-acquired pneumonia=CAP)

pneumonia yang terjadi di lingkungan rumah atau masyarakat, juga

termasuk pneumonia yang terjadi di rumah sakit dengan masa inap

kurang dari 48 jam. 5


b. Penumonia nosokomial (Hospital-acquired Pneumonia=HAP)

merupakan pneumonia yang terjadi di rumah sakit, infeksi terjadi

setelah 48 jam berada di rumah sakit. Kuman penyebab sangat

beragam, yang sering di temukan yaitu Staphylococcus aureus atau

bakteri dengan gramm negatif lainnya seperti E.coli, Klebsiella

pneumoniae, Pseudomonas aeroginosa, Proteus, dll. Tingkat resistensi

obat tergolong tinggi untuk bakteri penyebab HAP. 5

c. Pneumonia aspirasi

d. Pneumonia pada penderita immunocomrpomised

4. Berdasarkan lokasi infeksi

a. Pneumonia lobaris

Pneumonia focal yang melibatkan satu / beberapa lobus paru.

Bronkus besar umumnya tetap berisi udara sehingga memberikan

gambaran airbronchogram. Konsolidasi yang timbul merupakan hasil

dari cairan edema yang menyebar melalui pori-pori Kohn. Penyebab

terbanyak pneumonia lobaris adalah Streptococcus pneumoniae.

Jarang pada bayi dan orang tua. Pneumonia yang terjadi pada satu

lobus atau segmen. Kemungkinan sekunder disebabkan oleh adanya

obstruksi bronkus seperti aspirasi benda asing, atau adanya proses

keganasan. 5

b. Bronko pneumonia (Pneumonia lobularis)

Inflamasi paru-paru biasanya dimulai di bronkiolus terminalis.

Bronkiolus terminalis menjadi tersumbat dengan eksudat

mukopurulen membentuk bercak-bercak konsolidasi di lobulus yang


bersebelahan. Ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrate

multifocal pada lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteri maupun

virus. Sering pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan

obstruksi bronkus. 5

c. Pneumonia interstisial

Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus

dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan

mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema

jaringan interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara

pada alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata.


5

2.6 Patofisiologi

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari

bayi sampai usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang

dengan gangguan penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun

kekebalan tubuhnya , adalah yang paling berisiko.1

Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada

tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya

karena penyakit, usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan

cepat berkembang biak dan merusak organ paru-paru.1

Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme

paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang dilakukan

oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system

pernapasan bawah. Ada beberapa cara mikroorganisme mencapai permukaan:

1. Inokulasi langsung

2. Penyebaran melalui pembuluh darah

3. Inhalasi bahan aerosol

4. Kolonisasi dipermukaan mukosa

Dari keempat cara tersebut diatas yang terbanyak adalah cara

kolonisasi. Secara inhalasi terjadi pada infeksi virus, mikroorganisme atipikal,

mikrobakteria atau jamur. Kebanyakan bakteri dengan ukuran 0,5 2,0 nm

melalui udara dapat mencapai bronkus terminal atau alveoli dan selanjutnya

terjadi proses infeksi. Bila terjadi kolonisasi pada saluran napas atas (hidung,

orofaring) kemudian terjadi aspirasi ke saluran napas bawah dan terjadi

inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan permulaan infeksi dari sebagian

besar infeksi paru. Aspirasi dari sebagian kecil sekret orofaring terjadi pada

orang normal waktu tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran,

peminum alkohol dan pemakai obat (drug abuse). 5

Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveoli

menyebabkan reaksi radang berupa edema seluruh alveoli disusul dengan

infiltrasi sel-sel PMN dan diapedesis eritrosit sehingga terjadi permulaan

fagositosis sebelum terbentuknya antibodi. 5

Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan

yang paling mencolok. Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-

paru, ataupun seluruh lobus, bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru

(tiga di paru-paru kanan, dan dua di paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari
jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui

peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah kuman yang paling umum

sebagai penyebab pneumonia.

Terdapat empat stadium anatomic dari pneumonia terbagi atas:

1. Stadium Kongesti (4 12 jam pertama)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan

yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi.

Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-

sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator

tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga

mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin

dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan

peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan

eksudat plasma ke dalam ruang interstitium sehingga terjadi pembengkakan

dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler

dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan

karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh

dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin. 2

2. Stadium Hepatisasi Merah (48 jam selanjutnya)

Terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan

fibrin yang dihasilkan oleh penjamu (host) sebagai bagian dari reaksi

peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi


merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak

ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak. Stadium ini

berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam. 2

3. Stadium Hepatisasi Kelabu (Konsolidasi)

Terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru

yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah

yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di

alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan

leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi

mengalami kongesti.2

4. Stadium Akhir (Resolusi)

Eksudat yang mengalami konsolidasi di antara rongga alveoli

dicerna secara enzimatis yang diserap kembali atau dibersihkan dengan batuk.

Parenkim paru kembali menjadi penuh dengan cairan dan basah sampai pulih

mencapai keadaan normal.2

2.7 Diagnosis

2.7.1 Gambaran Klinis

Gambaran klinis biasanya didahului oleh infeksi saluran napas akut

bagian atas selama beberapa hari, kemudian diikuti dengan demam,

menggigil, suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 C, sakit tenggorokan,

nyeri otot dan sendi. Juga disertai batuk, dengan sputum mukoid atau

purulen, kadang-kadang berdarah, sesak nafas dan nyeri dada.


2.7.2 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada

inspeksi terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernafas , pada palpasi

fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar

suara napas bronkovesikuler sampai bronchial dapat disertai ronkhi basah

halus, yang kemudian menjadi ronkhi basah kasar pada stadium resolusi. 5

2.7.3 Pemeriksaan Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah

leukosit, biasanya >10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan

pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi

peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan

pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif

pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Anlalisa gas darah

menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat

terjadi asidosis respiratorik. 5

2.7.4 Gambaran Radiologis

Gambaran Radiologis pada foto thorax pada penyakit pneumonia antara

lain:

Perselubungan/konsolidasi homogen atau inhomogen sesuai

dengan lobus atau segment paru secara anantomis.

Batasnya tegas, walaupun pada mulanya kurang jelas.

Volume paru tidak berubah, tidak seperti atelektasis dimana paru

mengecil. Tidak tampak deviasi trachea/septum/fissure/ seperti

pada atelektasis.
Silhouette sign (+) : bermanfaat untuk menentukan letak lesi paru ;

batas lesi dengan jantung hilang, berarti lesi tersebut berdampingan

dengan jantung atau di lobus medius kanan.

Seringkali terjadi komplikasi efusi pleura.

Bila terjadinya pada lobus inferior, maka sinus phrenicocostalis

yang paling akhir terkena.

Pada permulaan sering masih terlihat vaskuler.

Pada masa resolusi sering tampak Air Bronchogram Sign

(terperangkapnya udara pada bronkus karena tidanya pertukaran

udara pada alveolus).

Foto thoraks saja tidak dapat secara khas menentukan

penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis

etiologi, misalnya penyebab pneumonia lobaris tersering

disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas

aeruginosa sering memperlihatkan infiltrat bilateral atau gambaran

bronkopneumonia sedangkan Klebsiela pneumonia sering

menunjukan konsolidasi yang terjadi pada lobus atas kanan

meskipun dapat mengenai beberapa lobus.4


1. Pneumonia Lobaris

Foto Thorax

Tampak gambaran gabungan konsolidasi berdensitas tinggi pada satu

segmen/lobus (lobus kanan bawah PA maupun lateral)) atau bercak yang

mengikutsertakan alveoli yang tersebar. Air bronchogram biasanya

ditemukan pada pneumonia jenis ini.


CT Scan

Hasil CT dada ini menampilkan gambaran hiperdens di lobus atas kiri

sampai ke perifer.

2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)

Foto Thorax

Pada gambar diatas tampak konsolidasi tidak homogen di lobus atas kiri

dan lobus bawah kiri.


CT Scan

Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak

menjalar sampai perifer.

3. Pneumonia Interstisial

Foto Thorax
Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan interstitial

prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada alveolus masih

terlihat, diliputi oleh perselubungan yang tidak merata.

CT Scan

Gambaran CT Scan pneumonia interstitiak pada seorang pria berusia 19

tahun. (A) Menunjukan area konsolidasi di percabangan

peribronkovaskuler yang irreguler. (B) CT Scan pada hasil follow up

selama 2 tahun menunjukan area konsolidasi yang irreguler tersebut

berkembang menjadi bronkiektasis atau bronkiolektasis (tanda panah)

2.7.5 Pemeriksaan Bakteriologis

Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal,

torakosintesis, bronkoskopi, atau biopsi. Kuman yang predominan pada

sputum disertai PMN yang kemungkinan penyebab infeksi. 5

Pengambilan dahak dilakukan pagi hari. Pasien mula-mula kumur-

kumur dengan akuades biasa, setelah itu pasien diminta inspirasi dalam

kemudian membatukkan dahaknya. Dahak ditampung dalam botol steril

dan ditutup rapat. Dahak segera dikirim ke labolatorium (tidak boleh lebih
dari 4 jam). Jika terjadi kesulitan mengeluarkan dahak, dapat dibantu

nebulisasi dengan NaCl 3%. Kriteria dahak yang memenuhi syarat untuk

pemeriksaan apusan langsung dan biarkan yaitu bila ditemukan sel PMN >

25/lpk dan sel epitel < 10/lpk. 5

2.8 Diagnosa Banding

A. Tuberculosis Paru (TB)

Tuberculosis Paru (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang

disebabkan oleh M. tuberculosis. Jalan masuk untuk organism M.

tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan. Gejala klinis TB

antara lain batuk lama yang produktif (durasi lebih dari 3 minggu), nyeri

dada, dan hemoptisis dan gejala sistemik meliputi demam, menggigil,

keringat malam, lemas, hilang nafsu makan dan penurunan berat badan.3

Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax

proyeksi PA
B. Atelektasis

Atelektasis adalah istilah yang berarti pengembangan paru yang

tidak sempurna dan menyiratkan arti bahwa alveolus pada bagian paru yang

terserang tidak mengandung udara dan kolaps. Memberikan gambaran yang

mirip dengan pneumonia tanpa air bronchogram. Namun terdapat penarikan

jantung, trakea, dan mediastinum ke arah yang sakit karena adanya

pengurangan volume interkostal space menjadi lebih sempit dan pengecilan

dari seluruh atau sebagian paru-paru yang sakit. Sehingga akan tampak thorax

asimetris. 3

Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA

C. Efusi Pleura

Memberi gambaran yang mirip dengan pneumonia, tanpa air

bronchogram. Terdapat penambahan volume sehingga terjadi pendorongan


jantung, trakea, dan mediastinum kearah yang sehat. Rongga thorax

membesar. Pada efusi pleura sebagian akan tampak meniscus sign (+) tanda

khas pada efusi pleura. 3

Efusi pleura pada foto thorax posisi PA

2.9 Penatalaksaan

Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif. Pemberian

antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan data

mikroorganisme dan hasil uji kepekaannya, akan tetapi karena beberapa

alasan yaitu : 5

1. penyakit yang berat dapat mengancam jiwa

2. bakteri patogen yang berhasil diisolasi belum tentu sebagai penyebab

pneumonia.

3. hasil pembiakan bakteri memerlukan waktu maka pada penderita

pneumonia dapat diberikan terapi secara empiris.


Secara umum pemilihan antibiotic berdasarkan bakteri penyebab

pneumonia dapat dilihat sebagai berikut : 1, 5

1. Pemberian Antibiotik

Penisilin sensitif Streptococcus pneumonia (PSSP)

Golongan Penisilin

TMP-SMZ

Makrolid

Penisilin resisten Streptococcus pneumoniae (PRSP)

Betalaktam oral dosis tinggi (untuk rawat jalan)

Sefotaksim, Seftriakson dosis tinggi

Makrolid baru dosis tinggi

Fluorokuinolon respirasi

Pseudomonas aeruginosa

Aminoglikosid

Seftazidim, Sefoperason, Sefepim

Tikarsilin, Piperasilin

Karbapenem : Meropenem, Imipenem

Siprofloksasin, Levofloksasin

Methicillin resistent Staphylococcus aureus (MRSA)

Vankomisin

Teikoplanin

Linezolid

Hemophilus influenzae

TMP-SMZ
Azitromisin

Sefalosporin gen. 2 atau 3

Fluorokuinolon respirasi

Legionella

Makrolid

Fluorokuinolon

Rifampisin

Mycoplasma pneumoniae

Doksisiklin

Makrolid

Fluorokuinolon

Chlamydia pneumoniae

Doksisikin

Makrolid

Fluorokuinolon

Tabel 3. Rekomendasi Terapi Empiris (ATS 2001) 8

Kategori Keterangan Kuman Penyebab Obat Pilihan I Obat Pilihan II

Kategori I Usia -S.pneumonia - Klaritromisin - Siprofloksasin

penderita -M.pneumonia 2x250 mg 2x500mg atau

< 65 tahun -C.pneumonia - -Azitromisin Ofloksasin 2x400mg

-Penyakit -H.influenzae 1x500mg - Levofloksasin

Penyerta (-) -Legionale sp - Rositromisin 1x500mg atau

-Dapat -S.aureus 2x150 mg atau Moxifloxacin


berobat jalan -M,tuberculosis 1x300 mg 1x400mg

-Batang Gram (-) - Doksisiklin

2x100mg

Kategori II -Usia -S.pneumonia -Sepalospporin -Makrolid

penderita > H.influenzae generasi 2 -Levofloksasin

65 tahun Batang gram(-) -Trimetroprim -Gatifloksasin

- Peny. Aerob +Kotrimoksazol -Moxyfloksasin

Penyerta (+) S.aures -Betalaktam

-Dapat M.catarrhalis

berobat jalan Legionalle sp

Kategori III -Pneumonia -S.pneumoniae - Sefalosporin -Piperasilin +

berat. -H.influenzae Generasi 2 atau tazobaktam

- Perlu -Polimikroba 3 -Sulferason

dirawat di termasuk Aerob - Betalaktam +

RS,tapi tidak -Batang Gram (-) Penghambat

perlu di ICU -Legionalla sp Betalaktamase

-S.aureus +makrolid

M.pneumoniae

Kategori IV -Pneumonia -S.pneumonia - Sefalosporin -Carbapenem/

berat -Legionella sp generasi 3 meropenem

-Perlu -Batang Gram (-) (anti -Vankomicin

dirawat di aerob pseudomonas) -Linesolid

ICU -M.pneumonia + makrolid -Teikoplanin

-Virus - Sefalosporin
-H.influenzae generasi 4

-M.tuberculosis - Sefalosporin

-Jamur endemic generasi 3 +

kuinolon

2. Terapi Suportif Umum

1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96%

berdasarkan pemeriksaan analisis gas darah.

2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental,

dapat disertai nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat

bronkospasme.

3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk

dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk

melancarkan ekspirasi dan pengeluarn CO2. Posisi tidur setengah duduk

untuk melancarkan pernapasan.5

4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada

pneumonia, dan paru lebih sensitif terhadap pembebanan cairan terutama

bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian cairan pada pasien harus diatur

dengan baik, termasuk pada keadaan gangguan sirkulasi dan gagal ginjal.

Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.

5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi

ini tidak bermanfaat pada keadaan renjatan septik.5


6. Obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang

diperlukan bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal

prerenal.

7. Ventilasi mekanis, indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada

pneumonia adalah:

a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan

menggunakaan masker. Kosentrasi O2 yang tinggi menyebabkan

penurunan pulmonary compliance hingga tekanan inflasi meninggi.

Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki

oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.

b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan respiratory distress,

dengan atau didapat asidosis respiratorik.

c. Respiratory arrest.

d. Retensi sputum yang sulit diatasi secara konservatif.

8. Drainase empiema bila ada.

9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi dengan kalori yang cukup

yang didapatkan terutama dari lemak (>50%), hingga dapat dihindari

pembentukan CO2 yang berlebihan.

3. Terapi Sulih (switch therapy)

Masa perawatan di rumah sakit sebaiknya dipersingkat dengan

perubahan obat suntik ke oral dilanjutkan dengan berobat jalan, hal ini

untuk mengurangi biaya perawatan dan mencegah infeksi nosokomial.

Perubahan ini dapat diberikan secara sequential (obat sama, potensi sama),

switch over (obat berbeda, potensi sama) dan step down (obat sama atau
berbeda, potensi lebih rendah). Pasien beralih dari intravena ke oral terapi

ketika hemodinamik sudah stabil dan perbaikan terbukti secara secara klinis,

dapat menelan obat-obatan, dan memiliki saluran pencernaan berfungsi

normal. 5

Kriteria untuk Pneumonia terkait stabilitas klinis adalah :

1. Temp 37,8 C, Kesadaran baik

2. Denyut jantung 100 denyut / menit,

3. Respirasi rate 24 napas / menit

4. Tekanan darah sistolik 90 mmHg

5. Saturasi O2 arteri 90% atau pO2 60 mmHg pada ruang udara,

6. Kemampuan untuk mengambil asupan oral.

2.10 Komplikasi

1. Efusi pleura dan empiema. Terjadi pada sekitar 45% kasus, terutama pada

infeksi bakterial akut berupa efusi parapneumonik gram negative sebesar

60%, Staphylococcus aureus 50%. S. pneumoniae 40-60%, kuman anaerob

35%. Sedangkan pada Mycoplasmapneumoniae sebesar 20%. Cairannya

transudat dan steril. Terkadang pada infeksi bakterial terjadi empiema

dengan cairan eksudat.

2. Komplikasi sistemik. Dapat terjadi akibat invasi kuman atau bakteriemia

berupa meningitis. Dapat juga terjadi dehidrasi dan hiponatremia, anemia

pada infeksi kronik, peningguan ureum dan enzim hati. Kadang-kadang

terjadi peninggian fostase alkali dan bilirubin akibat adanya kolestasis

intrahepatik.
3. Hipoksemia akibat gangguan difusi.

4. Abses Paru terbentuk akibat eksudat di alveolus paru sehingga terjadi

infeksi oleh kuman anaerob dan bakteri gram negative.

5. Pneumonia kronik yang dapat terjadi bila pneumonia berlangsung lebih

dari 4-6 minggu akibat kuman anaerob S. aureus, dan kuman Gram (-)

seperti Pseudomonas aeruginosa.

6. Bronkiektasis. Biasanya terjadi karena pneunomia pada masa anak-anak

tetapi dapat juga oleh infeksi berulang di lokasi bronkus distal pada cystic

fibrosis atau hipogamaglobulinemia, tuberkulosis, atau pneumonia

nekrotikans.

7. Gagal nafas

8. Sepsis 3

2.11 Prognosis

Pada umumnya pneumonia komuniti prognosisnya adalah baik,

tergantung dari faktor penderita, kuman penyebab dan penggunaan antibiotic

yang adekuat dan optimal. Perawatan yang baik dan intensif sangat

mempengaruhi prognosis penyakit pada penderita yang dirawat. Menurut

Infectious Disease Society of America (IDSA) angka kematian pneumonia

komuniti pada rawat jalan berdasarkan kelas (menurut PORT) yaitu kelas I

0,1% dan kelas II 0,6% dan rawat inap kelas III 2,8%, kelas IV 8,2% dan

kelas V 29,2%. Hal ini menunjukkan bahwa meningkatnya risiko kematian

penderita pneumonia komuniti dengan peningkatan risiko kelas. Di RSUD

Dr. Soetomo Surabaya angka kematian 20 - 35%, sedangkan di Rs.


Persahabatan pneumonia rawat inap angka kematian tahun 1998 adalah

13,8%, tahun 1999 adalah 21%.5

Penderita yang tidak respon dengan pengobatan empiric yang telah

diberikan perbaikan, kita harus meninjau kembali diagnosis, factor factor

penderita, obat obat yang telah diberikan dan kuman penyebabnya.

Sedangkan angka kematian pada pneumonia nosocomial lebih itnggi

disbanding dengan pneumonia komuniti yaitu sebesar 20 50%. Angka

kematian ini akan meningkat apabila pathogen penyebabnya P. aeruginosa

atau Acinobacter species. Pada penderita pneumonia yang dirawat diruang

rawat intensif angka kematian meningkat 3 10x dibandingkan dengan

penderita tanpa pneumonia.

Prognosis pada orang tua dan anak kurang baik, karena itu perlu

perawatan di RS kecuali bila penyakitnya ringan. Orang dewasa (<60 tahun)

dapat berobat jalan kecuali:

1. Bila terdapat penyakit paru kronik

2. PN Meliputi banyak lobus

3. Disertai gambaran klinis yang berkaitan dengan mortalitas yang tinggi

yaitu:

a. Usia > 60 tahun.

b. Dijumpai adanya gejala pada saat masuk perawatan RS: frekuensi

napas > 30 x/m, tekanan diastolik < 60 mmHg , leukosit abnormal

(<4.500->30.000)
BAB III

KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA

Nama : Tn. Y

Umur : 43 Tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Status pernikahan : Menikah

Tanggal MRS : 26 Mei 2017

Tanggal pemeriksaan : 28 Mei 2017

No. Rekam Medis : 04.40.01

II. DATA DASAR

Anamnesa

Keluhan utama : Demam

Riwayat penyakit sekarang:

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari SMRS. Demam

dirasakan naik turun selama 4 hari. Tidak didapatkan keluhan sering

keringatan pada malam hari. Pasien juga mengeluh batuk disertai

dahak sejak 4 hari, batuk tidak disertai darah. Selain itu sesak juga

dirasakan pasien selama 7 hari SMRS, pada dada sebelah kiri

dirasakan sesaknya lebih berat. Pada pasien tidak didapatkan keluhan


nyeri dada. Mual dan muntah juga dikeluhkan pasien, muntah

sebanyak 2x selama 1 hari SMRS. Selain itu nyeri ulu hati juga

dikeluhkan. Pasien juga menyatakan jika nafsu makan menurun

semenjak 4 hari SMRS. Pasien juga tidak mengeluhkan jika berat

badannyanya turun. BAK dalam batas normal, tidak didapatkan adanya

keluhan nyeri. BAB dalam batas normal.

Riwayat penyakit dahulu:

Riwayat pneumonia sebelumnya disangkal.

Riwayat TB disangkal.

RIwayat efusi pleura disangkal

Riwayat asma/ alergi disangkal.

Riwayat penyakit keluarga:

Riwayat TB, pneumonia dan asma pada keluarga disangkal.

Riwayat psikososial:

Pasien seorang pekerja tambal ban.


Anamnesa umum (review of system):

Kulit : kuning (-), gatal (-), kemerahan (-)

Kepala : nyeri kepala (-)

Mata : kuning (-), penglihatan kabur (-), nyeri mata (-)

Telinga : pendengaran menurun (-), keluar cairan dari

telinga (-), telinga berdenging (-)

Mulut : perdarahan gusi (-), sakit tenggorokan (-),

sariawan (-)

Hidung dan sinus : mimisan (-), pilek (-)

Leher : nyeri (-), tumor (-), pembesaran kelenjar getah

bening (-).

Paru : batuk (+) , batuk darah (-), sesak (+)

Jantung : nyeri dada (-), berdebar (-)

Pencernaan : perut sebah (-), nafsu makan berkurang (+),

konstipasi (-)

Saluran kencing : warna kuning, darah (-), nyeri pinggang (-), nyeri

kencing(-), kencing batu (-)

Ekstrimitas : nyeri sendi (-), nyeri pada otot betis (-), nyeri

tulang (-), bengkak (-)

Sistem syaraf : kejang (-), rasa tebal (-)

Endokrin : sering kencing (-), sering minum(+), keringat

malam (-), penurunan berat badan (-)


III. Pemeriksaan fisik

Status generalis

Keadaan umum : cukup

Kesadaran : compos mentis

Keadaan gizi : cukup

Tensi : 120/80

Nadi : 110x/menit

RR : 22x/menit

Temperature : 37,7 C

Kepala leher : anemia (-), icterus (-), sianosis (-),pembesaran

KGB (-), peningkatan tekanan vena jugularis (-),

Faring hiperemi (-), Tonsil T1/T1

Thorax

Umum : tidak didapatkan kelainan

Bentuk : simetris

Pergerakan dada : simetris, retraksi (-)

ICS : tidak ada pelebaran maupun penyempitan

Kulit dada : tidak didapatkan kelainan

Kulit punggung : tidak didapatkan kelainan

Axilla : pembesaran KGB (-)

Skeleton : gibbus (-)


Paru-paru

Inspeksi

Jenis pemeriksaan Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Bentuk Simetris Simetris Simetris Simetris

Pergerakan Simetris Simetris Simetris Simetris

Palpasi

Jenis pemeriksaan Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Pergerakan Simetris Simetris Simetris Simetris

Fremitus raba Normal Berkurang Normal Berkurang

Nyeri - - - -

Perkusi

Jenis pemeriksaan Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Suara ketok Sonor Redup Sonor Redup

Nyeri ketok - - - -

Kronig isthmus Normal Normal Normal Normal


Auskultasi

Jenis pemeriksaan Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Suara nafas Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

menurun menurun

Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

menurun menurun

Vesikuler Vesikuler Vesikuler Vesikuler

menurun menurun

Suara percakapan Normal Normal Normal Normal

Ronkhi - + - +

- + - +

- + - +

Wheezing - - - -

- - - -

Jantung dan system kardiovaskuler

Inspeksi

Iktus cordis : tidak tampak

Pulsasi jantung : tidak tampak

Palpasi

Iktus : teraba di garis ICS V MCL sinistra

Pulsasi jantung : teraba pada daerah iktus kordis


Suara yang teraba : tidak ada

Getaran ( thrill) : tidak ada

Perkusi

Batas kanan : parasternal line dextra ICS IV

Batas kiri : ICS V MCL sinistra

Auskultasi

Suara 1, suara 2 : tunggal, normal

Suara tambahan : murmur (-), gallop (-), ekstrasistole (-)

Abdomen

Inspeksi : supel, umbilicus tampak datar

Auskultasi : bising usus normal

Palpasi

Nyeri tekan : epigastrium (+)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Nyeri ketok ginjal : tidak didapatkan

Perkusi : suara timpani seluruh area abdomen


Pelvis dan genitalia

Tidak dievaluasi

Ekstrimitas : akral teraba hangat kering merah,

edema (-), CRT <2

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Labotarium

DARAH LENGKAP 26/05/2017 NORMAL

Hemoglobin 11.7 12.0-16.0 g/dL

Hitung Eritrosit 3.51 4.0-5.0 jt/uL

Hematokrit 30 36-48 %

MCV 84.8 84-96 fL

MCH 33.3 28-34 pg/cell

MCHC 39.3 32-36 g/dL

RDW 11.9 11.5-14.5 %

Hitung Leukosit 20.9 5.0-10.0 x103/uL

Hitung Jenis

Limfosit 28 25-33 %

Monosit 5 2-5 %

Granulosit 87 42-74 %
Hitung Trombosit 585 150-450 x103/uL

MPV 9.0 72- 11.1/fL

b. X-Ray Thorax AP

Tampak perselebunguan pada paru kiri

Sinus phrenicocostalis kiri tumpul dan kanan normal

Jantung sulit dievaluasi

Trakea tertarik ke kiri

Tulang dan soft tissue tak tampak kelainan

Kesimpulan : pneumonia, efusi plesura sinistra dan

atelektasis
c. Usg thorax

Kesimpulan : tampak intensitas echo cairan di cavum pleura

sinistra dan tampak kolaps paru sinistra

V. DIAGNOSIS KERJA

Pneumonia + efusi pleura loculated sinistra + gastritis

VI. PLANNING

26 Mei 2017

Dx:

1. Cek Darah Lengkap

2. X-ray thorax AP

3. USG thorax

Tx:

Infus RL 20 tpm

Inj. Cefotaxim 3x1 g iv

Inj. Ranitidine 2x1 amp iv

Inj. Santagesic 3x1 amp iv


Inj. Ondancentron 3x1 amp iv

Inj. Metilprednisolon 2x amp iv

Po : levofloxacin 1x500 mg

Mx: Vital sign

Cek DL serial

VII. FOLLOW UP

27 Mei 2017

S: Sesak berkurang, batuk (+), demam(-)

O: TD : 110/80 N : 72 x/m RR: 18x/menit T: 36.6 C

Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Rhonki - + - +

Wheezing - - - -

A: Pneumonia + Efusi pleura loculated sinistra + gastritis

P: Hasil X-ray thorax : efusi pleura sinistra

Terapi lanjut

28 Mei 2017

S: Sesak berkurang, batuk (+), demam(-)

O: TD : 130/70 N : 80 x/m RR: 20x/menit T: 36.7 C


Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Rhonki - + - +

Wheezing - - - -

A: Pneumonia + Efusi pleura sinistra loculated + gastritis

P: Terapi lanjut

Rencana dilakukan pungsi

29 Mei 2017

S: Sesak (-), batuk (+) , demam(-)

O: TD : 120/80 N : 88 x/m RR: 22x/menit T: 37.4 C

Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Rhonki - + - +

Wheezing - - - -

A: Pneumonia + Efusi pleura sinistra loculated + gastritis

P: Terapi lanjut

30 Mei 2017

S: Batuk (+), sesak (-)

O: TD : 130/80 N : 80 x/m RR: 20x/menit T: 36 C


Depan Belakang

Kanan Kiri Kanan Kiri

Rhonki - - - -

Wheezing - - - -

A: Pneumonia + Efusi pleura sinistra loculated + gastritis

P: KRS

VIII. DIAGNOSIS AKHIR

Pneumonia + Efusi pleura sinistra loculated + gastritis


DAFTAR PUSTAKA

Aru W, Bambang, Idrus A, Marcellus, Siti S, ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD
RSCM; 2007.

Dahlan, Z. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pulmonologi. Pusat


Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan Pneumonia Komuniti 2003.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksaan


Pneumonia Nosokomial 2003.

Price SA, Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, Edisi 6, Volume 2: Penerbit EGC. Jakarta.

Soedarsono. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru. Bagian Ilmu Penyakit
Paru FK UNAIR. Surabaya

Anda mungkin juga menyukai