Anda di halaman 1dari 19

Ilmu Penyakit Dalam

PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)


DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

UAP/NSTEMI

ICD X 120.0

1. Pengertian Angina pektoris tak stabil (Unstable angina = UA) dan infark miokard
(definisi) akut tanpa elevasi ST (non ST elevation myocardial infaction =
NSTEMI) diketahui merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan
patofisiologi dan gambaran klinis sehingga pada prinsipnya
penatalaksanaan keduanya tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI
ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UA menunjukkan bukti
adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung
Gejala yang paling sering dikeluhkan adalah nyeri dada, yang menjadi
salah satu gejala yang sering didapatkan pada pasien.
2. Klasifikasi CCS Functional Classification of Angina :

Kelas I - Angina hanya selama aktivitas fisik yang berat atau


berkepanjangan
Kelas II - pembatasan aktivitas sedikit, angina hanya selama aktivitas
fisik yang kuat
Kelas III - Gejala dengan kegiatan hidup sehari-hari, yaitu keterbatasan
moderat
Kelas IV - Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas apapun tanpa
angina atau angina saat istirahat
3. Kriteria
diagnosis
Algoritme evaluasi dan management ACS

Gejala didapatkan rasa tidak enak di dada yang tidak selalu sebagai rasa
sakit, tetapi dapat pula sebagai rasa penuh di dada, tertekan, nyeri,
tercekik atau rasa terbakar. Rasa tersebut dapat terjadi pada leher,
tenggorokan, daerah antara tulang skapula, daerah rahang ataupun
lengan. Sewaktu angina terjadi, penderita dapat sesak napas atau rasa
Iemah yang menghilang setelah angina hilang. Dapat pula terjadi
palpitasi, berkeringat dingin, pusing ataupun hampir pingsan.

Pemeriksaan fisik
Sewaktu angina dapat tidak menunjukkan kelainan. Pada auskultasi
dapat terdengar derap atrial atau ventrikel dan murmur sistolik di daerah
apeks. Frekuensi denyut jantung dapat menurun, menetap atau
meningkat pada waktu serangan angina.
EKG
Gambaran EKG penderita dapat berupa depresi segmen ST, depresi
segmen ST disertai inversi gelornbang T, elevasi segmen ST, hambatan
cabang ikatan His dan tanpa perubahan segmen ST dan gelombang T.

Enzim
Troponin, CK NAC, CK-MB. Kadar enzim dapat normal atau
meningkat tetapi tidak melebihi nilai 50% di atas normal.

4. Tatalaksana 1. Anti ischaemik agent

Beta bioker (I-B)


Golongan nitrat oral maupun intravena (I-C)
CCB (I-B)
Nifedipin dan golongan dihidropiridin (III-B)

2. Anti koagulan(UFH,LMVVH, Fondaparinux, Bivalirudin (I,A)

Pada pasien iskemik dengan risiko perdarahan (I,B)


Pada strategi invasif dini UFH (1,0), enoxaparin (IIa,B) atau
bivalirudin (I, B)
Pada situasi non-urgent : Fondaparinux (I, A), Enoxaparin (IIa, B),
LMWH (IIa,B)
Pada prosedur PCI : UFH (I, C), enoxaparin (IIa,B), Bivalirudin
(I,B), tambahan UFF-1 50-100 iu/kg bolus diberikan pada
penggunaan fondaparinux (11a,C)

3. Anti-platelet agents

Aspirin loading inisial 160-325 mg (I,A) dan pemeliharaan 75-100


mg (I,A)
Clopidogrel loading inisial 300 mg (I,A) dan penggunaan minimal 12
bulan berikutnya (I,A)
Pasien kontraindikasi aspirin, berikan clopidogrel (1,B)
Pasien PCI, loading dose 600 mg clopidogrel (lla,B)
Pasien CABG yg mendapat terapi clopidogrel, dilakukan penundaan
operasi selama 5 hari (11a,C)

4. GP Ilb/Illa Inhibitors (11a,A)

Pasien yang mendapat terapi inisial eptifibaatide dan tirofiban yang


akan dilakukan corangiografi harus mendapat terapi pemeliharaan
dengan obat yang sama selama dan setelah PCI (IIa,B)
GP IIb/IIIA Inhibitors harus dikombinasikan dengan antikoagulan
(I,A)
Bivalirudin bisa sebagai alternatif GP IIb/IIIA inhibitors plus
UFH/LMWH (IIa,B)

5. Revaskularisasi

Urgent coronary angiografi pada pasien dengan gagal jantung,


aritmia dan ketidakstabilan hemodinamik (I,C)
Early (<72 jam) con angiografi dilkuti dengan revaskularisasi (PCI
atau CABG)pada pasien dengan risiko tinggi (I,A)
Evaluasi invasif secara rutin tanpa risiko tinggi (I, C)
PCI pada lesi yang tidak signifikan (III, C)
6. Edukasi Menjelaskan faktor risiko terjadinya angina dan menyarankan untuk
melakukan modifikasi gaya hidup

1. Dapat Diubah (dimodifikasi)

a. Diet (hiperlipidemia)
b. Rokok
c. Hipertensi
d. Stress
e. Obesitas
f. Kurang aktifitas
g. Diabetes Mellitus
h. Pemakaian kontrasepsi oral

2. Tidak dapat diubah

a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Ras
d. Herediter
FAKTOR PENCETUS SERANGAN

Faktor pencetus yang dapat menimbulkan serangan :

1. Emosi
2. Stress
3. Kerja fisik terlalu berat
4. Hawa terlalu panas dan lembab
5. Terlalu kenyang
6. Banyak merokok
7. Komplikasi Infark miokard akut
Cardiac arrest
Aritmia
8. Prognosis Tergantung penyebab, beratnya gejala, dan respon terapi

9. 1. Wanita
Penatalaksanaan
pada kondisi Wanita dengan UA/NSTEMI diterapi sama dengan pasien laki-laki.
Pasien harus mendapat ASA dan diindikasikan untuk test invasif dan
tertentu
non invasif (1,8)

2. Diabetes Mellitus

Pasien diabetes melitus memiliki risiko tinggi terjadinya ACS, harus


dilakukan pemeriksaan screening awal (I,A)
Stres tes dan angiografi (I,C)
CABG untuk pasien dengan penyakit multivessel (I,C)
PCI untuk pasien dengan penyakit pada 1-vessel (II,B)
Abciximab pada pasien dengan stent coronary (II,B)
3. Post CABG

Angiografi (I, B)
CABG ulang untuk SVG stenosis (II, C)
Stress test (II, C)
4. Pasien tua

Observasi ketat pada penggunaan obat dan tindakan intervensi (I,B)

10. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in


Kepustakaan patients presenting without persistent ST-segment elevation 2013
ACC/AHA Guidelines for the Management of Patients With
Unstable Angina and Non-ST-Segment Elevation Myocardial
Infarction 2012

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

PENYAKIT JANTUNG HIPERTENSI


ICD 111.0

Pengertian Penebalan konsentrik otot jantung (hipertrofi konsentrik) akibat kompensasi


(Definisi) jantung menghadapi tekanan darah tinggi ditambah dengan faktor
neurohumoral
Klasifikasi Berdasarkan NYHA (New York Heart Association), derajat penyakit jantung
hipertensi dibagi menjadi :

Kelas I : Aktivitas fisik tidak terbatas


Kelas II : Aktifitas fisik sedikit terbatas
Kelas III : Aktifitas fisik sangat terbatas
Kelas IV : Sesak saat istirahat.
Anamnesis Gejala klinis : sering asimptomatik, jika simptomatik disebabkan oleh:

' Peninggian tekanan darah itu sendiri, seperti :


- berdebar-debar,
- rasa melayang (dizzy)
- impoten.
Penyakit jantung/hipertensi vaskular seperti :
- cepat capek,
- sesak napas,
- sakit dada (iskemia miokard atau diseksi aorta),
- bengkak kedua kaki atau penit.
Gangguan vaskular lainnya atialah
- epistaksis,
- hematuria,
- pandangan kabur karena perdarahan retina,
- transient cerebral ischenne.
Penyakit dasar seperti pada hipertensi sekunder :
- polidipsia, poliuria, dan kelemahan otot pada aldosteronisme primer.
- Peningkatan berat badan dengan emosi yang labil pada sindrom Cushing.
- Feokromositoma dapat muncul dengan keluhan episode sakit kepala,
palpitasi, banyak keringat dan rasa melayang saat berdiri (postural
dizzy).
Kriteria Diagnosis
Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
.
menilai keadan umum.
Adanya keadaan khusus seperti:
- Cushing
- Feokromasitorna,
- Perkembangan tidak proporsionalnya tubuh atas dibanding bawah yang
sering ditemukan pada koartasio aorta.
- Pengukuran tekanan darah ditangan kiri dan kanan saat tidur dan berdiri.
- Funduskopi dengan klasifikasi Keith-Wagener-Barker sangat berguna
untuk menilai prognosis.
Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk menilai stenosis atau oklusi.
Pemeriksaan jantung :
- Batas jantung yang melebar
- S2 mengeras di katup aorta
- Murmur diastolik
- Regurgitasi aorta
- S4 (gallop atrial atau presistolik)
- S3 (gallop ventrikel atau protodiastolik)
Pemeriksaan paru :
- Ronkhi basah atau ronkhi kering (mengi)
Pemeriksaan abdomen, adalah:
- Aneurisma
- Hepatomegali
- Spleenomegali
- Kelainan gin al
- Ascites
- Bising sekitar kiri dan kanan umbilikus (stenosis arteri renalis)
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratoriurn :

- Darah lengkap (Hb, Leukosit, Ht, Trombosit, hitung jenis)


- BSN
- Ureum, kreatinin
- Profit Lipid (kolesteroi total, HIDE, LDL, trigliserida)
- Fungsi tiroid (FT4/TSH, jika ada indikasi)
- Elektrolit (Na, K, Ca)
- Urinal isa
Elektrokardiografi

Rontgen Thorax

Ekokardiografi

Tatalaksana 1. Penatalaksanaan pasien hipertensi berdasarkan.INC VIII2013, ESH/ESC


2013 :

Hipertensi Pasca lnfark :


- Beta blocker
- ACE inhibitor atau Antagonis aldosteron
Hipertensi dengan resiko PJK :
- Diuretik
- Beta blocker
- Ca Channel Blocker
Hipertensi dengan gangguan fungsi ventrikel :
- Diuretik
- ARB/ACE inhibitor
- Beta Blocker
- Antagonis aldosteron
Gagal jantung hipertensi :
- Diuretik
- ARB/ACE inhibitor
- Beta Blocker
- Antagonis aldosteron
Penatalaksanaan dislipidemia
Pemberian anti agregasi platelet
2. Penatalaksanaan terhadap penyakit penyerta (diabetes, dll)

3. Penatalaksanaan terhadap komplikasi

Edukasi Mengontrol faktor resiko, edukasi pasien dan keluarga

Komplikasi Gagal jantung

Prognosis Prognosis buruk pada :

- penurunan fraksi ejeksi dan gagal jantung


- menderita penyakit vaskuler
- kerusakan kapasitas fungsi
- usia lanjut
Kepustakaan Braunwald's Heart Disease: Review And Assessment, Ninth Edition, 2012

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi ke-6, 2014

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

HIPERTENSI

Pengertian Hipertensi adalah


(Definisi) 1. Peningkatan tekanan darah Sistolik 140 mmhg dan atau Peningkatan tekanan
darah
diastolik 90 mmhg
Atau
2. Dalam terapi obat anti hipertensi
Klasifikasi

Anamnesis 1. Riwayat tekanan darah tinggi sebelumnya, riwayat minum obat anti hipetensi.
2. Riwayat keluarga hipertensi dan atau penyakit kardiovaskuler, Riwayat
' merokok, Diabetes melitus, obesitas, inaktifitas fisik, dislipidemia.
3. Kepala terasa nyeri, berat, leher kaku terutama pagi hari bangun tidur.
4. Dapat tanpa gejala
Kriteria Sesuai dengan criteria JNC VII
Diagnosis
Klasifikasi Sistol Diastol
. Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stage I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stage II > 160 Atau > 100

Diagnosis Kerja
1. Hipertensi Stage I
2. Hipertensi Stage II

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :

Darah rutin,
Urin Rutin,
Ureum,
Kreatinin,
Elektrolit Darah Na, K, Cl, Ca, Mg, P Anorganik,
Gula darah,
Profil lipid

Pemeriksaan radiologi:
X foto thoraks
Pemeriksaan lain:
EKG
Tatalaksana 1. Nonfarmakologis: Perubahan/ modifikasi gaya hidup (batasi asupan garam,
turunkan berat badan jika berlebih, olah raga teratur, tak merokok, bebas alkohol
,meditasi ).
2. Obat anti Hipertensi (diuretik, beta bloker, ACE inhibitor, ARB, Ca channel
bloker,Anti aldosteron, Direct vasodilator, receptor central acting)
3. Hipertensi stage 1 dapat diberikan monoterapi, bila disertai faktor risiko
dapatdimulai obat kombinasi.
4. Hipertensi stage 2 dapat diberikan obat kombinasi
Edukasi 1. Perubahan gaya hidup. (menjaga BB ideal BMI 18,5-24,9 kg/m2, Aktifitas fisik
minimal 30 menit perhari seminggu 5x, kurangi konsumsi alkohol (<30ml
etanol), Diet rendah garam <3,5gr, DASH diet ( sayur, buah-buahan, rendah
lemak).
2. Minum obat anti hipertensi teratur.
3. Rajin kontrol tekanan darah.
Komplikasi Krisis Hipertensi
Stroke
Gagal jantung
Diabetes melitus
Prognosis Baik jika tanpa komplikasi kerusakan target organ. Atau bukan hipertensi
emergensi/urgensi.
Kepustakaan 1. JNC VII
2. CHEP guideline 2013
3. NICE guideline 2012

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

DEMAM TIFOID

Pengertian Demam tifoid merupakan penyakit sistemik akut yang disebabkan oleh infeksi
(Definisi) kuman Salmonella typhii atau Salmonella paratyphii

Klasifikasi -

Anamnesis Adapun gejala klinis demam tifoid yang didapat dari anamnesia diantaanya :
Demam naik secara bertahap pada minggu pertama, lalu demam
' menetap(kontinyu)atau remitten pada minggu kedua
Demam terutama sore/malam hari
Sakit kepala
Nyeri otot
Anoreksia
Mual, muntah
Konstipasi atau diare
Kriteria Pemeriksaan Fisik
Diagnosis
Febris
. Kesadaran berkabut/apatis
Bradikardia relatif (peningkatan suhu 10 C tidak diikuti peningkatan denyut
nadi 8x/menit)
Lidah berselaput(kotor di tengah, tepi dan ujung merah, serta tremor)
Hepatomegali
Splenomegali
Nyeri abdomen
Roseola (jarang pada orang Indonesia)

Kriteria Diagnosis
Sesuai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
Laboratorium :
a. Darah rutin : Dapat ditemukan lekopeni, leukositosis atau normal,
Anesonifilia, Limfopenia, Peningkatan LED, Anemia ringan,
Trombositopenia,
b. Test fungsi liver : dapat muncul Gangguan fungsi hati
c. Kultur darah (biakan empedu) positif, Kultur darah negatif tidak
menyingkirkan diagnosis
d. Widal: Peningkatan titer uji widal > 4kali lipat setelah satu minggu
memastikan diagnose, Uji widal tunggal dengan titer antibodi O 1/320
atau H 1/640 disertai gambaran klinis khas mnyokong diagnosis
e. Test Tubex

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :
Darah perifer lengkap
Serologi Widal dan Tubex
Kultur
Tes fungsi hati

Tatalaksana 1. Nonfarmakologis: tirah baring, makanan lunak rendah serat


2. Farmakologis
a. Simptomatis
b. Antibiotik :
Sefalosporin generasi III : yang terbukti efektif adalah seftriakson 3-
4 gram dalam dekstrosa 100cc selama jam per infus sekali sehari
selama 3-5 hari. Dapat diberikan sefotaksim 2-3x1gram,
sefoperazon 2x1gram
Flourokuinolon
Norfloksasin 2x400mg/hari selama 14 hari
Siprofloksasin 2x500mg/hari selama 6 hari
Ofloksasin 2x400mg/hari selama 7hari
Levofloksasin 1x 500/hari selama 7 hari

Edukasi 1. Higienitas makanan


2. Cukup istirahat
Komplikasi Meningitis tifoid
Tifoid perforasi
Prognosis - Ad bonam

Kepustakaan Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi V bab Demam Typhoid 2011 2. Panduan
Pelayanan Medik Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia 2009

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

DIARE AKUT

Pengertian 1. Perubahan pada frekuensi buang air besar menjadi lebih sering dari normal
(Definisi) ATAU perubahan konsistensi feses menjadi lebih encer ATAU kedua-duanya
dalam waktu kurang dari 14 hari.
2. Umumnya disertai dengan segala gangguan saluran cerna yang lain seperti
mual, muntah dan nyeri perut, kadang-kadang disertai demam, darah pada
feses serta tenesmus (gejala disentri).
Klasifikasi Klasifikasi dehidrasi secara klinis:
1. Dehidrasi ringan: kehilangan cairan 2-5% dari berat badan. Klinis : turgor
kurang, suara serak, belum presyok
2. Dehidrasi ringan-sedang: kehilangan cairan 5-8% dari berat badan. Klinis:
turgor buruk, suara serak, keadaan bisa presyok/syok, nadi cepat, napas cepat
dan dalam.
3. Dehidrasi berat: kehilangan cairan > 8% dari berat badan. Klinis: tanda
dehidrasi sedang ditambah kesadaran turun, sianosis.
Anamnesis Adapun gejala klinis diare akut yang didapat dari anamnesia diantaranya :

' Onset
Frekuensi
Kuantitas
Muntah
Adakah darah dan lender bercampur dalam feses
Riwayat traveling
Riwayat pengobatan antibiotic sebelumnya
Adanya penyakit yang mendasari missal: HIV/AIDS
Kriteria Pemeriksaan Fisik :
Diagnosis
Penilaian tingkat kesadaran: compos mentis, apatis
. Periksa berat badan
Frekuensi jantung
Frekuensi napas, pola pernapasan
Tekanan darah
Suhu tubuh
Fisik abdomen: peristaltic usus

Tanda dehidrasi:
Kesadaran
Tekanan nadi
Hipotensi postural
Membrane mukosa kering
Mata cowong/cekung
Turgor kulit
Capillary refill
Produksi urine
Kriteria Diagnosis
Sesuai dengan definisi.
Indikasi Rawat inap jika:
1. Dehidrasi sedang sampai berat
2. Vomitus persisten
3. Diare yang memberat dalam 48 jam
4. Usia lanjut dan geriatri
5. Pasien dengan imunkompromais
6. Diare akut dengan komplikasi (misal gagal ginjal akut)

Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium :

Darah perifer lengkap,


Feses rutin
Kasus dengan dehidrasi dilakukan pemeriksaan darah rutin, feses dan urin
rutin, kimia darah dan jika perlu analisis gas darah
Kultur feses,
Sigmoidoskopi/kolonoskopi pada kasus diare berdarah bila pemeriksaan
penunjang sebelumnya tidak jelas kausanya
Tatalaksana Terapi Suportif:
Rehidrasi cairan dan elektrolit sesuai dengan derajat dehidrasi.
Jika pasien tanpa dehidrasi dapat dilakukan dengan upaya rehidrasi oral dengan
oralit. Pada pasien dengan muntah menetap atau dengan dehidrasi sedang berat
dilakukan terapi cairan intravena dengan cairan kristaloid (Ringer Lactate).

Jumlah pemberian cairan:


berdasarkan klinis dehidrasi:
1. Dehidrasi ringan: 5%x berat badan(kg)
2. Dehidrasi sedang: 8% x berat badan (kg)
3. Dehidrasi berat: 10% x berat badan (kg)

Terapi simptomatis:
1. Antimotilitas : Loperamid, Difenoksilat
2. Antispasmodik/Spasmolitik :Hyosin-n-butilbromid, Ekstrak belladonna,
Papaverine
3. Pengeras feses : Attapulgite, Smektit, Kaolin-pektin
4. Anti emetic jika perlu
5. Anti piretik jika perlu

Terapi antibiotic jika diperlukan sesuai dengan etiologi.


1. Bakteri : Quinolone, Cotrimoxazole, Cephalosporin Gen 3
2. Jamur: Flukonazole, Itrakonazole, Amfoterisin B
3. Parasit E. histolitica, giardia : Metronidazole
4. Virus: Terapi Suportive

Edukasi 1. Higienitas makanan


2. Pembuatan oralit pada pasien rawat jalan
3. Tanda tanda dehidrasi pada pasien rawat jalan
Komplikasi Syok hipovolemik
Acute Kidney Injury
Prognosis - Ad bonam
Kepustakaan 1. World Gastroenterology Organisation Practice Guideline: Acute Diarrhea
2008.
2. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Bab Diare Akut. 2011

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

GASTRITIS

ICD-10 K29.7

Pengertian Proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung sebagai
(Definisi) mekanisme proteksi mukosa apabila terdapat akumulasi bakteri atau bahan iritan
lain. Proses inflamasi dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Klasifikasi

Anamnesis Rasa nyeri dan panas seperti terbakar pada perut bagian atas. Keluhan mereda
atau memburuk bila diikuti dengan makan, mual, muntah dan kembung.
'
Faktor Risiko :
Pola makan yang tidak baik: waktu makan terlambat, jenis makanan pedas,
porsi makan yang besar
Sering minum kopi dan teh
Infeksi bakteri atau parasit
Pengunaan obat analgetik dan steroid
Usia lanjut
Alkoholisme
Stress
Penyakit lainnya, seperti: penyakit refluks empedu, penyakit autoimun,
HIV/AIDS, Chron disease
Kriteria Pemeriksaan Fisik :
Diagnosis
Penilaian tingkat kesadaran: compos mentis, apatis
. Nyeri tekan epigastrium dan bising usus meningkat.
Bila terjadi proses inflamasi berat, dapat ditemukan pendarahan saluran cerna
berupa hematemesis dan melena.
Biasanya pada pasien dengan gastritis kronis, konjungtiva tampak anemis.

Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Untuk
diagnosis definitif dilakukan pemeriksaan penunjang.

Pemeriksaan Penunjang :
Tidak diperlukan, kecuali pada gastritis kronis dengan melakukan pemeriksaan :
Darah rutin.
Untuk mengetahui infeksi Helicobacter pylori : pemeriksaan Urea breath test
dan feses.
Rontgen dengan barium enema.
Endoskopi
Tatalaksana Terapi Suportif:
Terapi diberikan per oral dengan obat, antara lain: H2 Bloker 2x/hari (Ranitidin
150 mg/kali, Famotidin 20 mg/kali, Simetidin 400-800 mg/kali), PPI 2x/hari
(Omeprazol 20 mg/kali, Lansoprazol 30 mg/kali), serta Antasida dosis 3 x 500-
1000 mg/hari.

Edukasi Menginformasikan kepada pasien untuk menghindari pemicu terjadinya keluhan,


antara lain dengan makan tepat waktu, makan sering dengan porsi kecil dan
hindari dari makanan yang meningkatkan asam lambung atau perut kembung
seperti kopi, teh, makanan pedas dan kol.
Komplikasi Pendarahan saluran cerna bagian atas
Ulkus peptikum
Perforasi lambung
Anemia
Prognosis - Ad bonam

Kepustakaan Sudoyo, A.W. Setiyohadi, B. Alwi, I. Simadibrata, M. Setiati, S. eds. Buku ajar
ilmu penyakit dalam. 4 ed. Vol. III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. 2006. (Sudoyo, et al., 2006)

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.


PANDUAN PRAKTIK KLINIK (PPK)
DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
RSU KUNINGAN MEDICAL CENTER

BRONKITIS AKUT

ICD-10 : J 20

Pengertian Peradangan pada bronkus disebabkan oleh infeksi saluran napas yang
(Definisi) ditandai dengan batuk (berdahak maupun tidak berdahak) yang
berlangsung hingga 3 minggu.
Klasifikasi

Anamnesis Pada anamnesis dapat dijumpai gejala klinis


Batuk-batuk (dari batuk kering sampai batuk berdahak) yang
' berlansung 2-3 minggu
Demam
Kadang-kadang disertai sesak napas
Kadang-kadang nyeri dada
Kriteria Pemeriksaan Fisik :
Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik:
.
Inspeksi: simetris kiri sama dengan kanan
Palpasi: fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi: sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi: pada stadium awal biasanya tidak khas. Seiring
perkembangan progresifitas batuk dapat terdengar ronki, wheezing.

Kriteria Diagnosis
Diagnosis ditegakkanan dari anamnesa berupa batuk, demam,
kadang-kadang sesak napas dan nyeri dada
Dari pemeriksaan fisik pada stadium awal biasanya tidak khas.

Pemeriksaan Penunjang :
Darah rutin.
Foto toraks PA dan Lateral
Tatalaksana Oksigen
Fisioterapi
Antibiotika
Mukolitik/ ekspektoran
Bronkodilator bila ada obstruksi
Anti perdarahan bila ada hemaptoe
Edukasi Tingkatkan daya tahan tubuh dengan cara makan yang bergizi, olah raga
teratur. Anjurkan untuk berhenti merokok
Prognosis - Bonam
Kepustakaan 1. Sydney S. Braman. Chronic Cough Due to Acute Bronchitis: ACCP
Evidence-Base Clinical Practice Guidelines. Chest Journal.
2006;129;95S-103S
2. Snow V, Mottur-Pilson C, Gonzales R. Principles of appropriate
antibiotic use or treatment of acute bronchitis in adult. Ann Intern Med
2009;134:518-520

Kuningan, Mei 2017


Mengetahui / Menyetujui
Ka. Departemen Penyakit Dalam

dr. M. Dirga, SpPD.

Anda mungkin juga menyukai