Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PEMERIKSAAN PSIKIATRI

I. IDENTITAS

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 41 tahun

Alamat : Air panas

Pendidikkan : SMP

Pekerjaan : Pandai Besi

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum menikah

Masuk Poli : 13 Desember 2016

II. RIWAYAT PSIKIATRI

Alloanamnesa dilakukan tanggal 13 Desember 2016 jam 10.30 WITA

dari Tn B, hubungan dengan penderita sebagai paman. Dan autoanamnesa

diperoleh tanggal 13 Desember 2016 jam 10.30 WITA.

A. KELUHAN UTAMA

Mengamuk

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

A. Riwayat penyakit sekarang :


Os mengamuk sejak 5 bulan yang lalu. Os sering mengancam ingin

membunuh orang lain dan juga ingin bunuh diri karena frustasi dengan

sakitnya yang dianggap tidak sembuh, os cepat tersinggung dan tidak mau
keluar rumah, os mengaku sering mendengar suara suara yang membuat

dirinya ingin membunuh orang lain dan kadang menyuruhnya bunuh diri dan

biasanya os melakukan hal yang dia dengar itu dengan cara mau menggantung

diri dan minum racun tikus. Os juga suka bicara sendiri, menangis, dan tertawa

sendiri. Os hanya mandi tiap 3 hari. Os tidak pernah dirawat di RS. Os

sebelumnya pernah berobat rawat jalan ke dokter praktek dan mengkonsumsi

obat warna putih, pink, orange, coklat. Menurut Os gejala yang dirasakan

sudah berkurang semenjak mengkonsumsi obat-obat tersebut.

D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien tidak pernah masuk RS sebelumnya. Pasien mengalami hal

semacam ini pertama kalinya. pasien tidak memiliki gangguan neurologi

seperti kejang. Pasien mempunyai riwayat penyakit paru paru semenjak

kecil, pasien juga tidak mengalami penyakit infeksi, tidak mengkonsumsi

alkohol dan obat-obat terlarang, merokok (+).

E. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI

1. Riwayat Prenatal

Pasien merupakan anak yang diharapkan dan direncanakan

dalam keluarga, pasien lahir normal, cukup bulan, di tolong bidan dan

tidak ada trauma lahir maupun cacat bawaan. Hubungan pasien

terhadap keluarga dan teman-temannya baik, pasien hanya

melanjutkan sekolah sampai SMP.


2. Riwayat Masa Bayi (0-1 tahun)

Sulit dievaluasi karena keluarga pasien sudah tidak ingat lagi tentang

riwayat masa bayi pasien

3. Riwayat Masa Kanak (1-12 tahun)

Pada masa kanak pasien merupakan anak yang penurut dengan kedua

orang tuanya. Pasien merupakan anak yang pendiam dan kurang

begitu bisa bergaul sehingga hanya memiliki sedikit teman. Pasien

juga tidak terlalu suka dengan keramaian. Pasien merupakan anak

yang pendendam, bila pasien marah dengan seseorang maka pasien

akan terus mengingatnya.

4. Riwayat Masa Remaja

Pasien merupakan remaja yang baik, pasien tidak pernah ada riwayat

menggunakan obat-obatan terlarang atau minuman keras. Pasien

termasuk remaja yang sulit bergaul, pasien jarang sekali bermain ke

tempat teman-temannya. Pasien hanya sering duduk-duduk di

rumahnya.

5. Riwayat Pendidikan

Pasien hanya bersekolah sampai kelas 3 SMP.

6. Riwayat Pekerjaan

Pasien bekerja sebagai pandai besi sejak masih remaja sampai

sekarang.

7. Riwayat Perkawinan

Pasien belum menikah.


F. RIWAYAT KELUARGA

Pasien merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Di rumah

pasien tinggal bersama orang tua dan kedua saudaranya. Hubungan antara

anggota keluarga baik. Pasien dibesarkan dalam keluarga yang sederhana.

Dalam keluarga hanya pasien yang ada manderita gangguan jiwa.

Genogram:

Keterangan

Laki-laki :

Perempuan :

Pasien :

G. RIWAYAT SITUASI SEKARANG

Pasien tinggal bersama orang tua dan kedua saudaranya. Penghasilan

pasien cukup untuk makan sehari-hari. Ekonomi keluarga pasien menengah.


Keadaan pasien yang sering mengamuk tanpa sebab menjadi beban bagi

keluarganya, dan keluarga mengharapkan penderita sembuh seperti semula

dan tidak mengamuk lagi sehingga penderita dibawa ke dokter Sp.KJ, dan

keadaan pasien sudah berangsur baik. Utnuk mengadakan pengobatan

lanjutan pasien dibawa ke Poli Jiwa RSUD Anuntaloko.

H. PERSEPSI PASIEN TENTANG DIRI DAN LINGKUNGANNYA

Pasien menyadari sepenuhnya bahwa dirinya sakit.

III. STATUS MENTAL

A. DESKRIPSI UMUM

1. Penampilan

Pada saat datang ke Poli RSUD Anuntaloko 13 Desember 2016.

Seorang laki-laki, sesuai usia, berperawakan sedang, bearmbut agak

bergelombang. Pasien datang dengan keadaan sadar. Pasien menggunakan

baju kaos lengan panjang berwarna abu-abu dengan celanan panjang warna

hitam. Rambut hitam dipotong pendek. Pasien terkesan terawat dan rapi.

Pasien datang diantar oleh paman dan tante dari pasien. Pasien tampak tenang

ketika diajak bersalaman dan ketika ditanya.

2. Kesadaran

Jernih, komposmentis

3. Periaku dan aktifitas psikomotor

Normoaktif
4. Pembicaraan

Pembicaraan lancar, relevan, dan koheren

5. Sikap terhadap pemeriksa

Kooperatif

6. Kontak psikis

Kontak ada, wajar, dan dapat dipertahankan

B. KEADAAN AFEKTIF, PERASAAN, EKSPRESI AFEKTIF SERTA

EMPATI

1. Afek : Eutimik

2. Ekspresi afektif : Stabil, terlihat tenang

3. Keserasian : Serasi

4. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. FUNGSI KOGNITIF

1. Kesadaran : Jernih

2. Orientasi

Waktu : Tidak terganggu

Orang : Tidak terganggu

Tempat : Tidak terganggu

3. Konsentrasi : Tidak Terganggu

4. Daya ingat

Segera : Tidak terganggu


Jangka pendek : Tidak terganggu

Jangka panjang : Tidak Terganggu

5. Intelegensia dan pengetahuan umum :

Sesuai dengan taraf pendidikan yaitu SMP

6. Pikiran abstrak : Tidak terganggu

D. GANGGUAN PERSEPSI

1. Halusinasi :

Auditorik (+) mendengar bisikan-bisikan yang menyuruh pasien untuk

membunuh orang lain.

2. Depersonalisasi/derealisasi :

Pasien merasa banyak yang membicarakan dan menjelekannya.

E. PROSES PIKIR

1. Arus pikir

a. Produktivitas : Kurang

b. Kontinuitas : Relevan, Koheren

c. Hendaya berbahasa : Tidak ada

2. Isi pikir

a. Preokupasi : Pasien ada merasa ingin bunuh diri,

pasien juga merasa isi pikirannya

diketahui orang banyak.

b. Waham : Waham curiga karena pasien selalu

merasa bahwa orang-orang yang ada di


sekitarnya selalu membicarakan dan

menjelek-jelekannya.

c. Autistik : Pasien pernah marah-marah sendiri

karena merasa ada yang sedang

membicarakan dan menjelek-jelekannya.

F. PENGENDALIAN IMPULS

Terkendali

G. DAYA NILAI

1. Daya nilai sosial : Terganggu

2. Uji daya nilai : Tidak terganggu

3. Penilaian realitas : Terganggu pada saat pasien mengalami

halusinasi dan waham

H. TILIKAN

Tilikan derajat 6 : Derajat 6 (sadar dirinya sakit dan perlu

pengobatan)

I. TARAF DAPAT DIPERCAYA

Dapat dipercaya

IV. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT

A. STATUS INTERNUS
a. Keadaan Umum : Baik

b. Tanda vital

Tensi : 130/80 mmHg

Nadi : 85 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : 36,5 0C

c. Bentuk badan : Sedang

d. Kulit : Sawo matang

e. Kepala

Bentuk : Normocephali

Rambut : Hitam, tipis, dan agak keriting

Wajah : Simetris

Mata : Palpebrae tidak edema dan hiperemi, alis

dan bulu mata tidak rontok, konjungtiva

tidak anemis, skera tidak ikterik,

produksi air mata dalam batas normal

Pupil : Diameter 3 mm/3 mm, isokor, refleks

cahaya +/+ normal

Kornea : Refleks kornea +/+ normal

Telinga : Bentuk dalam batas normal, sekret tidak

ada, serumen minimal


Hidung : Bentuk normal, tidak ada pernafasan

cuping hidung, tidak ada epistaksis,

kotoran hidung minimal

Mulut : Bentuk normal, mukosa bibir kering,

gusi tidak berdarah dan tidak bengkak

Lidah : Tidak kotor, tidak hiperemi

Faring : Tidak hiperemi

Tonsil : Warna merah muda, tidak ada

pembesaran

f. Leher : Pulsasi vena jugularis tidak terlihat,

distensi vena tidak ada, tidak ada

pembesaran KGB, tidak ada kaku kuduk,

tidak ada massa dan tortikolis

g. Thoraks :

Inspeksi : Bentuk simetris, tidak retraksi, tidak

dispneu, ritem pernafasan normal,

frekuensi 20 x/menit

Palpasi : Fremitus vokal simetris

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, tidak ada rhonki, tidak ada

wheezing

h. Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak voissure cardiac, pulsasi

ataupun ictus cordis

Palpasi : Thrill tidak ada, apex teraba di ICS V

LMK kiri

Perkusi : Batas kanan ICS IV LPS kanan

Batas kiri ICS V LMK kiri

Batas atas ICS II LPS kanan

Auskultasi : S1 dan S2 tunggal, murmur tidak ada

i. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk datar, simetris

Palpasi : Tidak ada massa dan nyeri

Perkusi : Timpani, tidak ada tanda-tanda ascites

Aukultasi : Bising usus normal

j. Ekstremitas :

Atas : Tidak ada edema dan sianosis, parese (-)

Bawah : Tidak ada edema dan sianosis, parese (-)

B. STATUS NEUROLOGIS

Nervus I - XII : tidak ada kelainan

Gejala rangsang meningeal : tidak ada

Gejala TIK meningkat : tidak ada

Refleks fisiologis : normal

Refleks patologis : tidak ada


V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

Alloanamnesa

Os mengamuk sejak 5 bulan yang lalu. Os sering mengancam ingin

membunuh orang lain dan juga ingin bunuh diri karena frustasi dengan

sakitnya yang dianggap tidak sembuh, os cepat tersinggung dan tidak mau

keluar rumah, os mengaku sering mendengar suara suara yang membuat

dirinya ingin membunuh orang lain dan kadang menyuruhnya bunuh diri dan

biasanya os melakukan hal yang dia dengar itu dengan cara mau menggantung

diri dan minum racun tikus. Os juga suka bicara sendiri, menangis, dan tertawa

sendiri. Os hanya mandi tiap 3 hari. Os tidak pernah dirawat di RS. Os

sebelumnya pernah berobat rawat jalan ke dokter praktek dan mengkonsumsi

obat warna putih, pink, orange, coklat. Menurut Os gejala yang dirasakan

sudah berkurang semenjak mengkonsumsi obat-obat tersebut.

Autoanamnesa

Perilaku dan aktifitas psikomotor : normoaktif

Pembicaraan : relevan, koheren, menjawab bila

ditanya

Afek : Eutimik

Ekspresi afektif

Stabilitas : stabil

Pengendalian : tidak terganggu

Kesungguhan : diragukan
Empati : tidak dapat dirabarasakan

Kedalaman : dangkal

Skala diferensiasi : sempit

Arus emosi : lambat

Keserasian : Serasi

Konsentrasi : baik

Daya ingat

Segera : tidak terganggu

Jangka pendek : tidak terganggu

Jangka panjang : tidak terganggu

Intelegensia : sesuai tingkat pendidikkan

Halusinasi : auditorik dan visual

Arus pikir : lambat

Waham : curiga

Tilikan : derajat 6

Penilaian realita tentang diri sendiri : tidak terganggu

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL

Aksis I : Skizofrenia Paranoid (F. 20.3)

Aksis II : Ciri kepribadian paranoid

Aksis III : Penyakit Paru-paru Non- TB

Aksis IV : Stresor 1 tahun terakhir dan sebelumnya tidak

ditemukan
Aksis V : Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (GAF 60-

51)

VII. DAFTAR MASALAH

1. Organobiologik

Status internus dan neurologis tidak didapatkan adanya kelaianan

2. Psikologik

Perilaku dan aktivitas psikomotor normoaktif, afek eutimik, empati tidak

dapat dirabarasakan, ekspresi afektif normoaktif, daya ingat tidak terganggu,

intelegensia dan pengetahuan umum sesuai dengan pendidikan, halusinasi

auditorik dan visual, waham curiga, tilikan derajat 6.

3. Sosial

Tidak didapatkan stressor psikososial.

IX. PROGNOSIS

a. Diagnosis penyakit : dubia ad malam

b. Perjalanan penyakit : dubia ad malam

c. Ciri kepribadian : dubia ad malam

d. Stressor psikososial : dubia ad malam

e. Riwayat herediter : dubia ad bonam

f. Usia saat menderita : dubia ad bonam

g. Organobiologik : dubia ad bonam

h. Aktivitas pekerjaan : dubia ad bonam


Kesimpulan : dubia ad bonam

X. RENCANA TERAPI

Psikofarmaka : Risperidon 2 mg 3 x1

Trifluoperazine HCL 5 mg 3x1

Trihexyphenidyl 2 mg 3x1

XI. DISKUSI

Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan status interna,

neurologis, dan mentalis maka pasien pada kasus ini berdasarkan PPDGJ III

menderita skizofrenia paranoid sudah terpenuhi dengan adanya gangguan

dominan berupa halusinasi auditorik, visual, waham curiga. Onset lebih dari 1

bulan (5 bulan yang lalu).

Gangguan psikotik yang terjadi adalah adanya gangguan persepsi

yang ditandai dengan adanya halusinasi, isi pikiran yang berwaham serta

didapatkan pula adanya perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu

keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal

behavior). Sehingga secara spesifik dapat digolongkan ke dalam kode F 20.0.

Berdasarkan pengamatan, penderita selama wawancara didapatkan

afek yang datar, gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dan visual,

adanya waham curiga yang menonjol dan terganggunya tilikan dari derajat I.

Berdasarkan alloanamnesa, dapat diketahui bahwa pada penderita ini

fase prodromal dimulai pada Mei 2016, yang ditandai dengan mulai sering
sulit tidur, sering murung, suka menyendiri dan malu jika bertemu orang

banyak. Sedangkan fase aktif dimulai pada bulan Juli 2016 yang ditandai

dengan pasien mengamuk dan mencoba menyerang orang-orang yang ada

didekatnya, mendengar ada bisikan yang menyuruhnya untuk membunuh

orang lain dan membunuh dirinya sendiri, serta waham curiga.

Terapi yang direncanakan pada penderita ini adalan berupa

farmakoterapi yaitu Risperidon 2 mg 3x1 dan Trifluoperazine HCL 5 mg 3x1

sebagai anti psikotik dengan efek sekunder berupa sedasi yang kuat untuk

mengatasi gangguan tidur. Trihexyphenidyl 2 mg 3x1 sebagai obat yang

mengurangi gejala Ekstrapiramidal/Sindrom Parkinson.

Pemeriksaan laboratorium juga sangat diperlukan untuk memonitor

apakah penderita menderita infeksi atau tidak, serta mencari adanya gangguan

fungsi hati dan ginjal karena efek samping obat psikofarmaka, salah satu

satunya adalah hepatotoksik dan nefrotoksik.


BAB I
PENDAHULUAN

Skizofrenia merupakan gangguan mental klasifikasi berat dan kronik


(psikotik). Secara umum ditandai oleh distorsi pikiran, persepsi yang khas, dan
gangguan afek yang tidak wajar. Schizophrenia disebabkan oleh hal yang
multikompleks, seperti ketidakseimbangan neurotransmitter di otak, faktor edukasi
dan perkembangan mental sejak masa anak-anak, stressor psikososial berat yang
menumpuk, dengan sifat perjalanan penyakit yang progresif, cenderung menahun,
(kronik), eksaserbasi (kumat-kumatan), sehingga terkesan penderita tidak bisa
disembuhkan seumur hidup. Tiga per empat dari jumlah pasien skizofrenia umumnya
dimulai pada usia 16 sampai 25 tahun pada laki-laki. Pada kaum perempuan,
skizofrenia biasanya mulai diidap pada usia 25 hingga 30 tahun. Penyakit yang satu
ini cenderung menyebar di antara anggota keluarga sedarah.1,2

Dalam skizofrenia terdapat beberapa tipe yaitu tipe tak terorganisasi, tipe
katatonik dan tipe paranoid (DSM-IV-TR; APA, 2000). Simptom utama dari
skizofrenia paranoid adalah delusi persecusion dan grandeur, di mana individu
merasa dikejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi secara
sensitif dan egosentris seolah-olah orang lain akan berbuat buruk kepadanya. Oleh
karena itu, sikapnya terhadap orang lain agresif. Delusi tersebut diperkuat oleh
halusinasi penglihatan dan pendengaran. Hal-hal tersebut juga bisa mendorong
penderita untuk membunuh orang lain atau sebaliknya bunuh diri, sebagai usahanya
untuk menghindari delusi persecusion.1
BAB II
PEMBAHASAN

1. DEFINISI
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan
perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang
ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi 2
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi
dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala
(atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negatif.2
Skozofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam
DSM IV disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada
satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku
lain yang mengarahkan kepada terdisorganisasi ataupun katatonik.2

2. ETIOLOGI
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu 1,2
a. Diatesis-Stres Model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan lingkungan
yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat
menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor
tersebut saling berpengaruh secara dinamis.
b. Faktor Biologis
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di
bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia.
Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya neurotransmiter lain
termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat dan GABA. Selain perubahan
yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT Scan ternyata
ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atropi
koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis
skizofrenia.
c. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat
umum 1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada
anak 12% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak
telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua
skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar
dizigot sebesar 12% .
d. Faktor Psikososial
Pada faktor ini menandakan adanya tekanan psikososial yang terjadi pada
orang tertentu yang bisa memicu terjadinya skizofrenia, seperti permasalahan
keluarga, hubungan intrapersonal, konflik dan frustasi dalam lingkungan.

3. KLASIFIKASI
Beberapa subtype Skizofrenia yang diidentifkasi berdasarkan variable klinik 1,2,3
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia hebefrenik
Skizofrenia katatonik
Skizofrenia tak terinci
Skizofrenia residual
Skizofrenia simplek
Depresi pasca Skizofrenia
4. PERJALANAN GANGGUAN SKIZOFRENIA
Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus.
Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu1,5:
a. Fase Prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh
gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling
sedikit dua gejala dari kriteria A pada criteria diagnosis skizofrenia. Awal
munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang
sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara sosial
dari lingkungannya.
Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama
beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi
kriteria untuk menegakkan diagnosis skizorenia muncul. Individu dengan fase
prodromal singkat, perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat
daripada individu yang mengalami fase prodromal panjang.
b. Fase Aktif Gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia
secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki
kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam
mencapai insight. Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh
adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan
sosialnya.
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat
dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat
mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan
zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami
kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi
saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan.
5. DIAGNOSA
PEDOMAN DIAGNOSTIK SKIZOFRENIA MENURUT PPDGJ III 4
a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
Thought echo
Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isi sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal
Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau
isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal);
dan
Thought broadcasting
Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
Delusion of control
Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar; atau
Delusion of influence
Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar; atau
Delusion of passivity
Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
tertentu dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus)
Delusional perception
Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna, sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
Halusinasi auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh
Wahamwaham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).

b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide ide berlebihan
(over loaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari
selama berminggu minggu atau berbulan bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor;
Gejalagejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
c. Adanya gejala gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
d. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.

Diagnosis Skizofrenia Paranoid


a. Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
b. Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/atau waham harus menonjol;
Suara suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa bunyi
pluit (whistling), mendengung (humming), atau bunyi tawa
(laughing);
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual, atau
lain lain perasaan tubuh; halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang
menonjol;
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control), dipengaruhi (deusion of influence), atau
passivity (delusion of passivity), dan keyakinan dikejar kejar
beraneka ragam, adalah yang paling khas;
Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.4

6. DIAGNOSA BANDING
Gangguan waham menetap
Gangguan akibat pemakaian zat psikoadiktif
Gangguan mood
Gangguan kepribadian
7. PENATALAKSANAAN
Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-psikogenik-
sosiogenik) maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada ketiga
faktor tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata lain,
tidak ada pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala
dan disabilitas berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan secara
komprehensif.3
a. Somatoterapi
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan
pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang umum
dilakukan adalah psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive Therapy).
Psikofarmaka atau disebut obat neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi
dua golongan tipikal (konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua).
Dasar pemilihan suatu jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat
dan resiko secara individual yang mencakup farmakokinetik dan
farmakodinamik. Semua antipsikotik yang saat ini tersedia (tipikal maupun
atipikal) adalah bersifat antagonis reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal.
Blokader reseptor D2 ini cenderung menyebabkan symptom ekstrapiramidal
walaupun secara umum golongan atipikal mempunyai resiko efek samping
neurologik yang lebih rendah (dibandingkan antipsikotik tipikal).3
Antipsikotik golongan atipikal dengan efek samping neuromotorik
relatif sedikit tersebut merupakan suatu kemauan terapi terhadap skizofrenia.
Meskipun demikian tetap harus dipertimbangkan bahwa efek samping lain
yang tidak diinginkan dari golongan atipikal tersebut yaitu peningkatan berat
badan, hiperprolaktinemia, hiperglikemia, dan dislipidemia. Akibat kurang
baik lainnya seperti dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes melitus, dan
perubahan elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara akibat
hiperprolaktinemia juga telah dicatat pada penggunaan antipsikotik atipikal.3
Antipsikotik dibedakan atas: 5
Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
Klorpromazin
Flufenazin
Tioridazin
Haloperidol
Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua)
Klozapin
Olanzapin
Risperidon
Quetapin
Aripiprazol
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah
mengalami pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini
pilihan beralih ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam
menanggulangi simtom negatif dan kemunduran kognitif. Adanya perbedaan
efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal.
Antipsikotik atipikal:
Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik,
misalnya pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma
metabolik.
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin,
bila memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut
melibatkan distres emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri,
orang lain, dan merusak sekitar. Individu terlebih dahulu menjalani
pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan pemeriksaan laboratorium dasar,
sebelum memperoleh antipsikotik.3
Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah ECT.
Bagaimana sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat menyembuhkan
penderita gangguan jiwa sampai sekarang belum diketahui pasti walaupun
beberapa teori telah diajukan dimana ada yang berorientasi secara organik
tetapi ada juga yang tidak berorientasi organik.

b. Psikoterapi
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat). Termasuk
dalam terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga,
terapi kelompok, dan psikoterapi individual.3

8. PROGNOSA
Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
a. prognosis positif, apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti:
onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya
kehidupan yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang
sosial, pekerjaan, dan seksual, fase prodromal terjadi secara singkat,
munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah, dan
adanya sistem pendukung yang baik.
b. prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan
seperti berikut: onset gangguan lebih awal, factor pencetus tidak jelas,
riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal
terjadi cukup lama, adanya perilaku yang autistik, melakukan penarikan diri,
statusnya lajang, bercerai, atau pasangannya telah meninggal, adanya riwayat
keluarga yang mengidap skizofrenia, munculnya gejala negatif, sering
kambuh secara berulang, dan tidak adanya sistem pendukung yang baik.3

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Skizofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam
DSM IV disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu
atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku lain yang
mengarahkan kepada terdisorganisasi ataupun katatonik. Simptom utama dari
skizofrenia paranoid adalah delusi persecusion dan grandeur, di mana individu
merasa dikejar-kejar. Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis,
berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-
tahun. Beberapa penelitian menemukan lebih dari periode waktu 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan pertama kali dirumah sakit, hanya 10 sampai 20% memiliki hasil
yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan HI, Saddock BC, Roan WM. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya
Medika, Jakarta. 1998: 407-412
2. Kaplan HI, Saddock BC, Grebb JA. Sipnosis Psikiatri. Jilid I.Edisi VII.
Binarupa Aksara Jakarta. 1997: 699-743
3. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2001: 170-196
4. Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta: Nuh Jaya.
5. Maslim, Rusdi. 2002. Panduan Praktis Penggunaan Obat Klinis Psikotropik.
Edisi III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

Anda mungkin juga menyukai