I. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Umur : 41 tahun
Pendidikkan : SMP
Agama : Islam
A. KELUHAN UTAMA
Mengamuk
membunuh orang lain dan juga ingin bunuh diri karena frustasi dengan
sakitnya yang dianggap tidak sembuh, os cepat tersinggung dan tidak mau
keluar rumah, os mengaku sering mendengar suara suara yang membuat
dirinya ingin membunuh orang lain dan kadang menyuruhnya bunuh diri dan
biasanya os melakukan hal yang dia dengar itu dengan cara mau menggantung
diri dan minum racun tikus. Os juga suka bicara sendiri, menangis, dan tertawa
obat warna putih, pink, orange, coklat. Menurut Os gejala yang dirasakan
1. Riwayat Prenatal
dalam keluarga, pasien lahir normal, cukup bulan, di tolong bidan dan
Sulit dievaluasi karena keluarga pasien sudah tidak ingat lagi tentang
Pada masa kanak pasien merupakan anak yang penurut dengan kedua
Pasien merupakan remaja yang baik, pasien tidak pernah ada riwayat
rumahnya.
5. Riwayat Pendidikan
6. Riwayat Pekerjaan
sekarang.
7. Riwayat Perkawinan
pasien tinggal bersama orang tua dan kedua saudaranya. Hubungan antara
Genogram:
Keterangan
Laki-laki :
Perempuan :
Pasien :
dan tidak mengamuk lagi sehingga penderita dibawa ke dokter Sp.KJ, dan
A. DESKRIPSI UMUM
1. Penampilan
baju kaos lengan panjang berwarna abu-abu dengan celanan panjang warna
hitam. Rambut hitam dipotong pendek. Pasien terkesan terawat dan rapi.
Pasien datang diantar oleh paman dan tante dari pasien. Pasien tampak tenang
2. Kesadaran
Jernih, komposmentis
Normoaktif
4. Pembicaraan
Kooperatif
6. Kontak psikis
EMPATI
1. Afek : Eutimik
3. Keserasian : Serasi
C. FUNGSI KOGNITIF
1. Kesadaran : Jernih
2. Orientasi
4. Daya ingat
D. GANGGUAN PERSEPSI
1. Halusinasi :
2. Depersonalisasi/derealisasi :
E. PROSES PIKIR
1. Arus pikir
a. Produktivitas : Kurang
2. Isi pikir
menjelek-jelekannya.
F. PENGENDALIAN IMPULS
Terkendali
G. DAYA NILAI
H. TILIKAN
pengobatan)
Dapat dipercaya
A. STATUS INTERNUS
a. Keadaan Umum : Baik
b. Tanda vital
Nadi : 85 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Suhu : 36,5 0C
e. Kepala
Bentuk : Normocephali
Wajah : Simetris
pembesaran
g. Thoraks :
frekuensi 20 x/menit
Perkusi : Sonor
wheezing
h. Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak voissure cardiac, pulsasi
LMK kiri
i. Abdomen :
j. Ekstremitas :
B. STATUS NEUROLOGIS
Alloanamnesa
membunuh orang lain dan juga ingin bunuh diri karena frustasi dengan
sakitnya yang dianggap tidak sembuh, os cepat tersinggung dan tidak mau
dirinya ingin membunuh orang lain dan kadang menyuruhnya bunuh diri dan
biasanya os melakukan hal yang dia dengar itu dengan cara mau menggantung
diri dan minum racun tikus. Os juga suka bicara sendiri, menangis, dan tertawa
obat warna putih, pink, orange, coklat. Menurut Os gejala yang dirasakan
Autoanamnesa
ditanya
Afek : Eutimik
Ekspresi afektif
Stabilitas : stabil
Kesungguhan : diragukan
Empati : tidak dapat dirabarasakan
Kedalaman : dangkal
Keserasian : Serasi
Konsentrasi : baik
Daya ingat
Waham : curiga
Tilikan : derajat 6
ditemukan
Aksis V : Gejala sedang (moderate), disabilitas sedang (GAF 60-
51)
1. Organobiologik
2. Psikologik
3. Sosial
IX. PROGNOSIS
X. RENCANA TERAPI
Psikofarmaka : Risperidon 2 mg 3 x1
Trihexyphenidyl 2 mg 3x1
XI. DISKUSI
neurologis, dan mentalis maka pasien pada kasus ini berdasarkan PPDGJ III
dominan berupa halusinasi auditorik, visual, waham curiga. Onset lebih dari 1
yang ditandai dengan adanya halusinasi, isi pikiran yang berwaham serta
didapatkan pula adanya perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
afek yang datar, gangguan persepsi berupa halusinasi auditorik dan visual,
adanya waham curiga yang menonjol dan terganggunya tilikan dari derajat I.
fase prodromal dimulai pada Mei 2016, yang ditandai dengan mulai sering
sulit tidur, sering murung, suka menyendiri dan malu jika bertemu orang
banyak. Sedangkan fase aktif dimulai pada bulan Juli 2016 yang ditandai
sebagai anti psikotik dengan efek sekunder berupa sedasi yang kuat untuk
apakah penderita menderita infeksi atau tidak, serta mencari adanya gangguan
fungsi hati dan ginjal karena efek samping obat psikofarmaka, salah satu
Dalam skizofrenia terdapat beberapa tipe yaitu tipe tak terorganisasi, tipe
katatonik dan tipe paranoid (DSM-IV-TR; APA, 2000). Simptom utama dari
skizofrenia paranoid adalah delusi persecusion dan grandeur, di mana individu
merasa dikejar-kejar. Hal tersebut terjadi karena segala sesuatu ditanggapi secara
sensitif dan egosentris seolah-olah orang lain akan berbuat buruk kepadanya. Oleh
karena itu, sikapnya terhadap orang lain agresif. Delusi tersebut diperkuat oleh
halusinasi penglihatan dan pendengaran. Hal-hal tersebut juga bisa mendorong
penderita untuk membunuh orang lain atau sebaliknya bunuh diri, sebagai usahanya
untuk menghindari delusi persecusion.1
BAB II
PEMBAHASAN
1. DEFINISI
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang bersifat kronis atau kambuh
ditandai dengan terdapatnya perpecahan (schism) antara pikiran, emosi dan
perilaku pasien yang terkena. Perpecahan pada pasien digambarkan dengan
adanya gejala fundamental (atau primer) spesifik, yaitu gangguan pikiran yang
ditandai dengan gangguan asosiasi, khususnya kelonggaran asosiasi. Gejala
fundamental lainnya adalah gangguan afektif, autisme, dan ambivalensi.
Sedangkan gejala sekundernya adalah waham dan halusinasi 2
Berdasarkan DSM-IV, skizofrenia merupakan gangguan yang terjadi
dalam durasi paling sedikit selama 6 bulan, dengan 1 bulan fase aktif gejala
(atau lebih) yang diikuti munculnya delusi, halusinasi, pembicaraan yang tidak
terorganisir, dan adanya perilaku yang katatonik serta adanya gejala negatif.2
Skozofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam
DSM IV disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada
satu atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku
lain yang mengarahkan kepada terdisorganisasi ataupun katatonik.2
2. ETIOLOGI
Teori tentang penyebab skizofrenia, yaitu 1,2
a. Diatesis-Stres Model
Teori ini menggabungkan antara faktor biologis, psikososial, dan lingkungan
yang secara khusus mempengaruhi diri seseorang sehingga dapat
menyebabkan berkembangnya gejala skizofrenia. Dimana ketiga faktor
tersebut saling berpengaruh secara dinamis.
b. Faktor Biologis
Dari faktor biologis dikenal suatu hipotesis dopamin yang menyatakan bahwa
skizofrenia disebabkan oleh aktivitas dopaminergik yang berlebihan di
bagian kortikal otak, dan berkaitan dengan gejala positif dari skizofrenia.
Penelitian terbaru juga menunjukkan pentingnya neurotransmiter lain
termasuk serotonin, norepinefrin, glutamat dan GABA. Selain perubahan
yang sifatnya neurokimiawi, penelitian menggunakan CT Scan ternyata
ditemukan perubahan anatomi otak seperti pelebaran lateral ventrikel, atropi
koteks atau atropi otak kecil (cerebellum), terutama pada penderita kronis
skizofrenia.
c. Genetika
Faktor genetika telah dibuktikan secara meyakinkan. Resiko masyarakat
umum 1%, pada orang tua resiko 5%, pada saudara kandung 8% dan pada
anak 12% apabila salah satu orang tua menderita skizofrenia, walaupun anak
telah dipisahkan dari orang tua sejak lahir, anak dari kedua orang tua
skizofrenia 40%. Pada kembar monozigot 47%, sedangkan untuk kembar
dizigot sebesar 12% .
d. Faktor Psikososial
Pada faktor ini menandakan adanya tekanan psikososial yang terjadi pada
orang tertentu yang bisa memicu terjadinya skizofrenia, seperti permasalahan
keluarga, hubungan intrapersonal, konflik dan frustasi dalam lingkungan.
3. KLASIFIKASI
Beberapa subtype Skizofrenia yang diidentifkasi berdasarkan variable klinik 1,2,3
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia hebefrenik
Skizofrenia katatonik
Skizofrenia tak terinci
Skizofrenia residual
Skizofrenia simplek
Depresi pasca Skizofrenia
4. PERJALANAN GANGGUAN SKIZOFRENIA
Perjalanan berkembangnya skizofrenia sangatlah beragam pada setiap kasus.
Namun, secara umum melewati tiga fase utama, yaitu1,5:
a. Fase Prodromal
Fase prodromal ditandai dengan deteriorasi yang jelas dalam fungsi
kehidupan, sebelum fase aktif gejala gangguan, dan tidak disebabkan oleh
gangguan afek atau akibat gangguan penggunaan zat, serta mencakup paling
sedikit dua gejala dari kriteria A pada criteria diagnosis skizofrenia. Awal
munculnya skizofrenia dapat terjadi setelah melewati suatu periode yang
sangat panjang, yaitu ketika seorang individu mulai menarik diri secara sosial
dari lingkungannya.
Individu yang mengalami fase prodromal dapat berlangsung selama
beberapa minggu hingga bertahun-tahun, sebelum gejala lain yang memenuhi
kriteria untuk menegakkan diagnosis skizorenia muncul. Individu dengan fase
prodromal singkat, perkembangan gejala gangguannya lebih jelas terlihat
daripada individu yang mengalami fase prodromal panjang.
b. Fase Aktif Gejala
Fase aktif gejala ditandai dengan munculnya gejala-gejala skizofrenia
secara jelas. Sebagian besar penderita gangguan skizofrenia memiliki
kelainan pada kemampuannya untuk melihat realitas dan kesulitan dalam
mencapai insight. Sebagai akibatnya episode psikosis dapat ditandai oleh
adanya kesenjangan yang semakin besar antara individu dengan lingkungan
sosialnya.
c. Fase Residual
Fase residual terjadi setelah fase aktif gejala paling sedikit terdapat
dua gejala dari kriteria A pada kriteria diagnosis skizofrenia yang bersifat
mentap dan tidak disebabkan oleh gangguan afek atau gangguan penggunaan
zat. Dalam perjalanan gangguannya, beberapa pasien skizofrenia mengalami
kekambuhan hingga lebih dari lima kali. Oleh karena itu, tantangan terapi
saat ini adalah untuk mengurangi dan mencegah terjadinya kekambuhan.
5. DIAGNOSA
PEDOMAN DIAGNOSTIK SKIZOFRENIA MENURUT PPDGJ III 4
a. Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua
gejala atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
Thought echo
Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya
(tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isi sama, namun
kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal
Isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau
isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal);
dan
Thought broadcasting
Isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang lain atau umum
mengetahuinya;
Delusion of control
Waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar; atau
Delusion of influence
Waham tentang dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari
luar; atau
Delusion of passivity
Waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap suatu kekuatan
tertentu dari luar; (tentang dirinya = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan
khusus)
Delusional perception
Pengalaman inderawi yang tak wajar, yang bermakna, sangat khas bagi
dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat;
Halusinasi auditorik:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien diantara mereka sendiri (diantara
berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasla dari salah satu bagian tubuh
Wahamwaham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan
diatas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain).
b. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas :
Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide ide berlebihan
(over loaded ideas) yang menetap, atau yang apabila terjadi setiap hari
selama berminggu minggu atau berbulan bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan atau neologisme;
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh gelisah (excitement), posisi
tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme
dan stupor;
Gejalagejala negatif, seperti sangat apatis, bicara yang jarang, dan
respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya
kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan
oleh depresi atau medikasi neuroleptika.
c. Adanya gejala gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun
waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodormal);
d. Harus ada suatu perbuatan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan,
tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self absorbed attitude),
dan penarikan diri secara sosial.
6. DIAGNOSA BANDING
Gangguan waham menetap
Gangguan akibat pemakaian zat psikoadiktif
Gangguan mood
Gangguan kepribadian
7. PENATALAKSANAAN
Skizofrenia diyakini merupakan interaksi dari tiga factor (biogenik-psikogenik-
sosiogenik) maka pengobatan gangguan skizofrenia juga diarahkan pada ketiga
faktor tersebut yaitu somatoterapi, psikoterapi, dan sosioterapi. Dengan kata lain,
tidak ada pengobatan tunggal yang dapat memperbaiki keanekaragaman gejala
dan disabilitas berkaitan dengan skizofrenia, tetapi harus dilakukan secara
komprehensif.3
a. Somatoterapi
Sasaran utama somatoterapi adalah tubuh manusia dengan harapan
pasien akan sembuh melalui reaksi holistik. Somatoterapi yang umum
dilakukan adalah psikofarmaka dan ECT (Electroconvulsive Therapy).
Psikofarmaka atau disebut obat neuroleptika/antipsikotika dibedakan menjadi
dua golongan tipikal (konvensional) dan golongan atipikal (generasi kedua).
Dasar pemilihan suatu jenis psikofarmaka adalah atas pertimbangan manfaat
dan resiko secara individual yang mencakup farmakokinetik dan
farmakodinamik. Semua antipsikotik yang saat ini tersedia (tipikal maupun
atipikal) adalah bersifat antagonis reseptor dopamni D2 dalam mesokortikal.
Blokader reseptor D2 ini cenderung menyebabkan symptom ekstrapiramidal
walaupun secara umum golongan atipikal mempunyai resiko efek samping
neurologik yang lebih rendah (dibandingkan antipsikotik tipikal).3
Antipsikotik golongan atipikal dengan efek samping neuromotorik
relatif sedikit tersebut merupakan suatu kemauan terapi terhadap skizofrenia.
Meskipun demikian tetap harus dipertimbangkan bahwa efek samping lain
yang tidak diinginkan dari golongan atipikal tersebut yaitu peningkatan berat
badan, hiperprolaktinemia, hiperglikemia, dan dislipidemia. Akibat kurang
baik lainnya seperti dislipidemia, ketoasidosis diabetika, diabetes melitus, dan
perubahan elektrokardiografi (EKG) serta resiko kanker payudara akibat
hiperprolaktinemia juga telah dicatat pada penggunaan antipsikotik atipikal.3
Antipsikotik dibedakan atas: 5
Antipsikotik tipikal (antipsikotik generasi pertama)
Klorpromazin
Flufenazin
Tioridazin
Haloperidol
Antipsikotik atipikal (antipsikotik generasi kedua)
Klozapin
Olanzapin
Risperidon
Quetapin
Aripiprazol
Pemakaian antipsikotik dalam menanggulangi skizofrenia telah
mengalami pergeseran. Bila mulanya menggunakan antipsikotik tipikal, kini
pilihan beralih ke antipsikotik atipikal, yang dinyatakan lebih superior dalam
menanggulangi simtom negatif dan kemunduran kognitif. Adanya perbedaan
efek samping yang nyata antara antipsikotik atipikal dan antipsikotik tipikal.
Antipsikotik atipikal:
Menimbulkan lebih sedikit efek samping neurologis.
Lebih besar kemungkinan dalam menimbulkan efek samping metabolik,
misalnya pertambahan berat badan, diabetes mellitus, atau sindroma
metabolik.
Penanggulangan memakai antipsikotik diusahakan sesegera mungkin,
bila memungkinkan secara klinik, karena eksaserbasi psikotik akut
melibatkan distres emosional, perilaku individu membahayakan diri sendiri,
orang lain, dan merusak sekitar. Individu terlebih dahulu menjalani
pemeriksaan kondisi fisik, vital signs, dan pemeriksaan laboratorium dasar,
sebelum memperoleh antipsikotik.3
Jenis intervensi somatogenik selain psikofarmaka adalah ECT.
Bagaimana sebenarnya cara kerja ECT sehingga dapat menyembuhkan
penderita gangguan jiwa sampai sekarang belum diketahui pasti walaupun
beberapa teori telah diajukan dimana ada yang berorientasi secara organik
tetapi ada juga yang tidak berorientasi organik.
b. Psikoterapi
Terapi psikososial dimaksudkan agar pasien skizofrenia mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri,
mandiri, serta tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat). Termasuk
dalam terapi psikososial adalah terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga,
terapi kelompok, dan psikoterapi individual.3
8. PROGNOSA
Penegakan prognosis dapat menghasilkan dua kemungkinan, yaitu
a. prognosis positif, apabila didukung oleh beberapa aspek berikut, seperti:
onset terjadi pada usia yang lebih lanjut, faktor pencetusnya jelas, adanya
kehidupan yang relatif baik sebelum terjadinya gangguan dalam bidang
sosial, pekerjaan, dan seksual, fase prodromal terjadi secara singkat,
munculnya gejala gangguan mood, adanya gejala positif, sudah menikah, dan
adanya sistem pendukung yang baik.
b. prognosis negatif, dapat ditegakkan apabila muncul beberapa keadaan
seperti berikut: onset gangguan lebih awal, factor pencetus tidak jelas,
riwayat kehidupan sebelum terjadinya gangguan kurang baik, fase prodromal
terjadi cukup lama, adanya perilaku yang autistik, melakukan penarikan diri,
statusnya lajang, bercerai, atau pasangannya telah meninggal, adanya riwayat
keluarga yang mengidap skizofrenia, munculnya gejala negatif, sering
kambuh secara berulang, dan tidak adanya sistem pendukung yang baik.3
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Skizofrenia paranoid adalah salah satu sub tipe skizofrenia, dimana dalam
DSM IV disebutkan bahwa tipe ini ditandai oleh preokupasi (keasyikan) pada satu
atau lebih waham atau halusinasi dengar yang sering dan tidak ada prilaku lain yang
mengarahkan kepada terdisorganisasi ataupun katatonik. Simptom utama dari
skizofrenia paranoid adalah delusi persecusion dan grandeur, di mana individu
merasa dikejar-kejar. Skizofrenia merupakan gangguan yang bersifat kronis,
berangsur-angsur menjadi semakin menarik diri dan tidak berfungsi selama bertahun-
tahun. Beberapa penelitian menemukan lebih dari periode waktu 5 sampai 10 tahun
setelah perawatan pertama kali dirumah sakit, hanya 10 sampai 20% memiliki hasil
yang baik. Lebih dari 50% memiliki hasil buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan HI, Saddock BC, Roan WM. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat. Widya
Medika, Jakarta. 1998: 407-412
2. Kaplan HI, Saddock BC, Grebb JA. Sipnosis Psikiatri. Jilid I.Edisi VII.
Binarupa Aksara Jakarta. 1997: 699-743
3. Elvira SD, Hadisukanto G. Buku Ajar Psikiatri. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jakarta, 2001: 170-196
4. Maslim, Rusdi. 2003. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas
dari PPDGJ III. Jakarta: Nuh Jaya.
5. Maslim, Rusdi. 2002. Panduan Praktis Penggunaan Obat Klinis Psikotropik.
Edisi III. Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.