Anda di halaman 1dari 25

REFERAT

MOLA HIDATIDOSA

Untuk memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik di Bagian Obstetri dan


Ginekologi
di RSUD Tugurejo Semarang

Pembimbing :
dr. M. Irsam, SpOG

Disusun oleh :
Azmi Yunita
H2A012006

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2017
KATA PENGATAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan referat yang berjudul MOLA
HIDATIDOSA ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepanitraan klinik
di Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Semarang. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada :
1. dr. M. Irsam, Sp.OG
2. Para pembimbing Bagian Obstetri dan Ginekologi RSUD Tugurejo
Semarang.
3. Para pengajar Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNIMUS
4. Serta pihak-pihak lain yang telah turut membantu dalam menyelesaikan
tugas Obstetri dan Ginekologi ini.
Penulis menyadari bahwa didalam referat ini masih ada kekurangan-
kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca
agar referat ini menjadi lebih sempurna dan bermanfaat bagi para pembaca dan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Terima kasih.

Semarang, April 2017

Penulis

DAFTAR ISI

i
KATA PENGANTAR...................................................................................... i
DAFTAR ISI.................................................................................................... ii
BAB I LAPORAN KASUS............................................................................. 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
A. Definisi.................................................................................................. 3
B. Epidemiologi......................................................................................... 3
C. Klasifikasi............................................................................................. 3
D. Etiologi.................................................................................................. 5
E. Patologi................................................................................................. 7
F. Patogenensis.......................................................................................... 7
G. Manifestasi Klinis................................................................................. 8
H. Diagnosis............................................................................................... 9
I. Penatalaksanaan.................................................................................... 15
J. Komplikasi............................................................................................ 19
BAB III PENUTUP......................................................................................... 21
A. Kesimpulan........................................................................................... 21
B. Saran..................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar dimana
tidak ditemukan janin hampir seluruh villi korealis mengalami perubahan
hidrofili dengan ciri-ciri stroma villi korealis langka vaskularisasi dan
edematus. Jaringan trofoblast pada villus berploriferasi, dan mengeluarkan
hormon yaitu hCG dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
Gambaran yang diberikan ialah seperti buah anggur.1

Mola hidatidosa adalah rare mass atau pertumbuhan yang terbentuk di dalam
rahim pada permulaan kehamilan. Mola hidatidosa atau kehamilan mola
merupakan hasil dari produksi jaringan berlebihan yang seharusnya
berkembang menjadi plasenta. Mola hidatidosa merupakan penyakit
trofoblastik gestasional (PTG).2

Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika


latin dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit
wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.
Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya
kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden molahidatidosa
ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang
terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan
molahidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi
penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1
A. Definisi
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal yang sebagian atau seluruh
vili korialisnya mengalami degenerasi hidrofik berupa gelembung yang
menyerupai anggur. Mola hidatidosa merupakan istilah umum untuk dua
bentuk yang berbeda yaitu mola hidatidosa komplit dan mola hidatidosa
parsial. 1,4

Gambar 2.1 Gelembung Mola Hidatidosa

Gambar 2.2 Mola Hidatidosa setelah histerektomi

B. Epidemiologi

2
Frekuensi mola banyak ditemukan di negara-negara asia, Afrika dan Amerika
latin dari pada di negara-negara barat. Mola hidatidosa merupakan penyakit
wanita dalam masa reproduksi antara umur 15 tahun sampai 45 tahun.
Penderita dengan kehamilan mola mempunyai risiko untuk terjadinya
kehamilan mola juga pada kehamilan berikutnya. Insiden mola hidatidosa
ulangan tersebut dilaporkan sebesar 0,6-2,0% dari seluruh kehamilan yang
terjadi setelahnya di Amerika Utara dan Asia. Penderita dengan kehamilan
mola hidatidosa ulangan tersebut mempunyai risiko yang meningkat menjadi
penyakit trofoblas ganas yang persisten pada fase penyakit mola berikutnya.3

Dalam penelitian terbaru disebutkan bahwa insidensi mola hidatidosa


bervariasi dari 0,57/1000 kehamilan hingga 2,0/1000 kehamilan. Insidensi
tinggi berasal dari Asia Tenggara dan Jepan. Sedangkan insidensi rendah
berasal dari Amerika Utara, Australia, Selandia Baru dan Eropa.4

Mola hidatidosa biasanya menyerang wanita pada usia reproduksi ekstrim.


Wanita pada masa remaja awal atau usia perimenopause adalah yang paling
berisiko. Wanita yang berusia lebih dari 35 tahun memiliki peningkatan risiko
2 kali lipat. Wanita yang berusia lebih dari 40 tahun memiliki peningkatan
risiko 5-10 kali dibandingkan dengan wanita yang lebih muda. Jumlah paritas
tidak mempengaruhi risiko.5

C. Klasifikasi

Mola hidatidosa dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu kehamilan mola


parsial dan kehamilan mola komplit. Pada kehamilan mola parsial, terdapat
plasenta abnormal dan sedikit perkembangan fetus. Pada kehamilan mola
komplit terdapat plasenta abnormal tetapi tanpa adanya fetus. Kedua bentuk
mola tersebut disebabkan oleh masalah ketika fertilisasi. Penyebab pasti dari
masalah tersebut belum diketahui secara pasti.5
1. Mola hidatidosa komplit (MHK)
Villi korionik berubah menjadi suatu massa vesikelvesikel jernih
Ukuran vesikel bervariasi dari yang sulit dilihat, berdiameter sampai
beberapa sentimeter dan sering berkelompokkelompok
menggantung pada tangkai kecil. Secara makroskopis, MHK

3
mempunyai gambaran yang khas yaiu berbentuk kista atau
gelembung-gelembung dengan ukuran antara beberapa mm sampai
2-3 cm, berdinding tipis, kenyal, berwarna putih jernih, berisi cairan
seperti cairan asites atau edema. Kalau ukurannya kecil, tampak
seperti kumpulan telur katak, tetapi kalau besar tampak seperti
serangkaian buah anggur yang bertangkai. Oleh karena itu MHK
disebut juga sebagai kehamilan anggur. Tangkai tersebut umunya
menempel di seluruh endometrium dan jika terputus akan terjadi
perdarahan. Temuan histologi ditandai oleh :
a. Degenerasi hidrofik dan pembengkakan stroma vilus
b. Tidak adanya pembuluh darah di vilus yang membengkak
c. Proliferasi sel epitel tropoblas dengan derajat bervariasi
d. Tidak adanya janin dan amnion

2. Mola hidatidosa parsial (MHP)


Apabila perubahan hidatidosa bersifat fokal dan kurang
berkembang, dan mungkin tampak sebagai jaringan janin. Terjadi
perkembangan hidatidosa yang berlangsung lambat pada sebagian
vili yang biasanya avaskular, sementara vilivili berpembuluh
lainnya dengan sirkulasi janin plasenta yang masih berfungsi tidak
terkena. Perkembangan janin akan tergantung kepada luasnya
plasenta yang mengalami degenerasi, tetapi janin biasanya tidak
dapat bertahan lama dan akan mati dalam rahim, walaupun dalam
kepustakaan ada yang melaporkan tentang kasus MHP yang janinnya
hidup sampai aterm.

D. Etiologi

Etiologi penyakit trofoblas sampai saat ini belum juga diketahui dengan pasti.
Namun ada beberapa teori yang mencoba menerangkan terjadinya penyakit
trofoblas yaitu teori desidua, teori telur, teori infeksi dan teori hipofungsi
ovarium.1

4
1. Teori desidua
Menurut teori ini terjadinya molahidatidosa ialah akibat perubahan-
perubahan degeneratif sel-sel trofoblas dan stroma vili korialis. Dasar
teori ini adalah selalu ditemukan desidual endometritis, pada binatang
percobaan dapat terjadi molahidatidosa bila pembuluh darah uterus dirusak
sehingga terjadi gangguan sirkulasi pada desidua.

2. Teori telur
Menurut teori ini molahidatidosa dapat terjadi bila terdapat kelainan pada
telur, baik sebelum diovulasikan maupun setelah dibuahi.

3. Teori infeksi
Bagshawe, melaporkan bahwa ada sarjana yang dapat mengisolasi sejenis
virus pada molahidatidosa. Virus ini kemudian ditransplantasikan pada
selaput korioalantoin mudigah ayam, ternyata kemudian terjadi perubahan-
perubahan khas menyerupai molahidatidosa, baik secara makroskopik
maupun mikroskopik. Selain itu molahidatidosa diduga disebabkan oleh
toksoplasmosis, teori ini dikemukakan oleh Bleier. Teori ini didasarkan
pada penemuan toksoplasmosis Gondii dalam jumlah besar pada darah
penderita molahidatidosa.

4. Teori hipofungsi ovarium


Teori ini dikemukakan oleh Hasegawa, berdasarkan penelitian beberapa
orang ahli yaitu Courrier dan Gros yang melakukan kastrasi pada seekor
kucing, 15-17 hari setelah pembuahan. Ternyata kemudian pada
plasentanya ditemukan perubahan-perubahan yang menyerupai
molahidatidosa. Karzafina melaporkan bahwa 60% penderita
molahidatidosa yang ditelitinya berumur 1821 tahun, disertai oleh
hipofungsi ovarium. Smalbreak melaporkan bahwa dari hasil
penelitiannya ditemukan angka kejadian molahidatidosa yang tinggi pada
perempuan muda, dimana fungsi seksualnya masih imatur. Menurut
Hasegawa molahidatidosa diduga disebabkan oleh teori defisiensi
estrogen, yang didukung oleh data-data penelitian yang melaporkan bahwa
60% penderita molahidatidosa berumur 1821 tahun dan disertai

5
hipofungsi ovarium. Serta insidens molahidatidosa yang tinggi pada
perempuan muda dan pada perempuan tua dimana fungsi ovarium telah
menurun.

Walaupun etiologi mola hidatidosa masih belum jelas, terdapat faktor-faktor


yang meningkatkan risiko terjadinya mola hidatidosa. Fator-faktor tersebut
antara lain:6
1. Usia
Kehamilan mola komplit sering terjadi pada wanita pada usia remaja dan
wanita berusia lebih dari 45 tahun. Usia memiliki sedikit atau bahkan tidak
ada pengaruh pada kehamilan mola parsial.
2. Kehamilan mola sebelumnya
Apabila terdapat riwayat kehamilan mola sebelumnya, penderita memiliki
kemungkinan 1-2% dibandingkan 0,167% orang pada wanita yang tidak
pernah mengalami kehamilan mola. Apabila kehamilan mola terjadi dua
kali atau lebih, maka kemungkinananya meningkat menjadi 15-20%.
3. Ras
Kehamilan mola lebih sering terjadi di negara-negara Asia seperti Taiwan,
Filipina dan Jepang, serta beberapa Native American. Akan tetapi, pada
beberapa tahun terakhir, perbedaan insidensi pada komunitas tersebut dan
populasi secara umum telah menjadi lebih sedikit.

E. Patologi
Secara mikroskopik pada mola komplet terlihat trias:1,12
1. Proliferasi dari trofoblast bersifat difus.
2. Degenerasi hidrofik dari stroma villi bersifat difus.
3. Hilangnya pembuluh darah dan stroma bersifat difus.

Sedangkan pada mola parsialis struktur histologisnya bersifat:1,7-9


1. Campuran dari sel villi besar dan kecil; jumlahnya tidak menentu.
Meningkatnya inklusi pseudovilli. Kemudian akan terlihat pembuluh darah
angioma melingkari villi avaskular lainnya. stroma villi mempunyai
struktur retikular, beberapa villi bersifat fibrotik.
2. Proliferasi trofoblastik Lebih sedikit bila dibandingkan dengan mola
hidatidosa komplit, biasanya fokal dan kadang-kadang tidak ada.

6
3. Perubahan hidropik bersifat fokal, membesar pada trimester kedua. Pada
trimester pertama biasanya kecil, ireguler dan mempunyai villi fibrotik.
Pada mola yang telah lama terdapat sisterna yang besar, jarang terlihat
pada aborsi hidropik.
4. Adanya fetus atau bagian janin yang nekrotik atau sel merah bernukleus
juga amnion.

F. Patogenesis

Ada beberapa teori yang diajukan untuk menerangkan patogenesis penyakit


ini. Pertama, teori missed abortion. Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-
5 minggu, saat di mana seharusnya sirkulasi fetomaternal sudah terbentuk,
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang mengalami
hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal dari sirkulasi
darah ibu, diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi kista villi
yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut adalah cairan
interstitial yang menyerupai cairan ascites atau edema, tetapi kaya akan hCG.1

Kedua, adalah teori neoplasma dari Park, yang mengatakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal
pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam villi sehingga
timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah dan
kematian mudigah. Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-
gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola
parsialis kadang-kadang ditemukan janin. Gelembung-gelembung ini sebesar
butir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi
seluruh kavum uterus.1

Pada pemeriksaan kromosom didapat poliploidi dan hampir pada semua kasus
mola susunan kromatin seksnya adalah wanita (46xx). Secara makroskopik,
mola hidatidosa mudah dikenal yaitu berupa gelembung-gelembung putih,
tembus pandang, berisi cairan jernih, dengan ukuran bervariasi dari beberapa
millimeter sampai satu atau dua sentimeter.1

G. Manifestasi Klinis

7
Gejala yang timbul pada kehamilan mola adalah sebagai berikut.2
1. Pertumbuhan uterus abnormal, dimana ukuran uterus dapat lebih besar
ataupun lebih kecil daripada usia kehamilannya.
2. Mual dan muntah yang cukup berat sehingga memerlukan perawatan di
Rumah Sakit.
3. Perdarahan pervaginam pada 3 bulan pertama kehamilan.
4. Gejalan hipertiroidisme seperti intoleransi panas, BAB cair, takikardia,
gugup berlebihan, kulit yang hangat dan lembab, tremor pada tangan,
ataupun penurunan berat badan yang sulit dijelaskan.
5. Gejala yang mirip dengan preeklampsia yang terjadi pada trimester
pertama atau permulaan trimester kedua seperti terkanan darah tinggi,
pembengkakan pada kaki, pergelangan kaki dan tungkai bawah (yang
hampir selalu menjadi tanda mola hidatidosa karena pada preeklampsia
sangat jarang terjadi pada awal kehamilan).

H. Diagnosis

1. Anamnesis1,2,5
a. Terdapat gejala-gejala hamil muda yang kadang-kadang lebih nyata
dari kehamilan biasa.
b. Terdapat perdarahan yang sedikit atau banyak, tidak teratur, warna
tengguli tua atau kecoklatan.
c. Pembesaran rahim yang tidak sesuai (lebih besar) bila dibandingkan
dengan usia kehamilan seharusnya.
d. Keluar jaringan mola seperti buah anggur atau mata ikan (tidak selalu
ada) yang merupakan diagnosa pasti.

2. Gejala Klinis1,2,5,6
a. Perdarahan
Perdarahan uterus merupakan gejala mola hidatidosa yang paling
umum ditemui. Mulai dari sekedar spotting hingga perdarahan masif.
Gejala perdarahan biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan
ke tujuh dengan rata-rata minggu ke 12-14. Dapat dimulai sesaat
sebelum aborsi atau lebih sering dapat muncul secara intermiten,
sedikit-sedikit atau sekaligus banyak hingga menyebabkan syok atau
kematian. Sebagai akibat dari perdarahan tersebut gejala anemia
sering dijumpai terutama pada wanita malnutrisi. Efek dilusi dari

8
hipervolemia terjadi pada wanita dengan mola yang lebih besar.
Anemia defisiensi Fe sering ditemukan, demikian pula halnya dengan
kelainan eritropoiesis megaloblastik, diduga akibat asupan yang tidak
mencukupi karena adanya mual dan muntah disertai peningkatan
kebutuhan asam folat karena cepatnya proliferasi trofoblas.
Perdarahan juga sering disertai pengeluaran jaringan mola. Darah
yang keluar berwarna kecoklatan.

b. Ukuran uterus bisa lebih besar atau lebih kecil (tidak sesuai usia
kehamilan)
Pertumbuhan ukuran uterus sering lebih besar dan lebih cepat
daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah dari
semua pasien mola. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil
atau sama besarnya dengan kehamilan normal, walaupun jaringannya
belum dikeluarkan. Dalam hal ini perkembangan trofoblas tidak
terlalu aktif sehingga perlu dipikirkan kemungkinan adanya dying
mole. Uterus mungkin sulit untuk diidentifikasikan secara pasti
dengan palpasi, terutama pada wanita nullipara. Hal ini disebabkan
karena konsistensinya yang lembut di bawah dinding perut yang kaku.
Pembesaran uterus karena kista theca lutein multiple akan membuat
sulit perbedaaan dengan pembesaran uterus biasa.

c. Tidak adanya aktifitas janin


Walaupun pembesaran uterus mencapai bagian atas simfisis, tidak
ditemukan adanya denyut jantung janin. Meskipun jarang, mungkin
terdapat plasenta ganda dengan kehamilan mola komplet yang
bertumbuh bersamaan, sementara plasenta yang satu dan janin terlihat
normal. Juga walaupun jarang, mungkin terdapat mola inkomplet pada
plasenta yang disertai janin hidup.

d. Eklampsia dan preeklampsia

9
Preeklampsia pada kehamilan mola timbul pada trisemester ke 2.
Eklamsia atau preeklamsia pada kehamilan normal jarang terlihat
sebelum usia kehamilan 24 minggu. Oleh karenanya preeklamsia yang
terjadi sebelum waktunya harus dicurigai sebagai mola hidatidosa.

e. Hiperemesis
Mual dan muntah yang signifikan dapat timbul sebagai salah satu
gejala mola hidatidosa.

f. Tirotoksikosis
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan kehamilan mola sering
meningkat, namun gejala hipertiroid jarang muncul. Menurut Curry
insidennya 1%, tetapi Martaadisoebrata menemukan angka lebih
tinggi yaitu 7,6%. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa
berhubungan erat dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin
besar kemungkinan terjadinya tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola
dengan uterus besar masih banyak ditemukan, maka Martaadisoebrata
menganjurkan agar pada tiap kasus mola hidatidosa dicari tanda-tanda
tirotoksikosis secara aktif. Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian
maupun kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin
karena efek dari estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan
normal. Serum bebas tiroksin yang meningkat sebagai akibat
thyrotropin-like effect dari Chorionic Gonadotropin hormone.
Terdapat korelasi antara kadar hCG dan fungsi endogen tiroid tapi
hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 IU/L yang bersifat tirotoksis.

Mola hidatidosa komplit:


a. Perdarahan pervaginam : gejala umum dari mola komplit. Jaringan
mola terpisah dari desidua, menyebabkan perdarahan. Uterus mungkin

10
membesar karena sejumlah besar darah dan cairan gelap masuk ke
dalam vagina. Gejala ini muncul pada 97% kasus.
b. Hiperemesis : karena peningkatan secara ekstrem kadar hCG
c. Hipertiroidisme : kira-kira 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan
kulit yang hangat.

Mola hidatidosa parsial


a. Pasien dengan mola hidatidosa parsial tidak memiliki gejala yang sama
dengan mola komplit. Pasien ini biasanya mempunyai gejala dan tanda
seperti abortus inkomplet atau missed abortion.
b. Perdarahan pervaginam
c. Adanya denyut jantung janin

3. Pemeriksaan Fisik1,5,6,7,9,12
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
a. Inspeksi
Muka dan kadang-kadang badan kelihatan pucat kekuning-
kuningan yang disebut muka mola (mola face).
Kalau gelembung mola keluar dapat dilihat jelas.
b. Palpasi
Uterus membesar tidak sesuai dengan usianya, terasa lembek.
Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen dan juga gerak
janin.
Adanya fenomena harmonika: darah dan gelembung mola keluar,
dan fundus uteri turun, lalu naik lagi karena terkumpulnya darah
baru.
c. Auskultasi
Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin
Terdengar bising dan bunyi khas
d. Pemeriksaan dalam
Pastikan besarnya rahim, rahim terasa lembek, tidak ada bagian-bagian
janin, terdapat perdarahan dan jaringan dalam kanalis servikalis dan
vagina, serta evakuasi keadaan serviks.

4. Pemeriksaan Penunjang1,2,5,6,7,9,12
a. Pemeriksaan sonde
Dengan perasat Hanifa Winkjosastro, kita masukkan sonde uterus. Jika
sonde masuk ke dalam kavum uteri tanpa tahanan dan dapat diputar
360o dengan deviasi sonde kurang dari 10o, berarti merupakan
kehamilan mola.

11
b. Pemeriksaan laboratorium
Pengukuran kadar -hCG tidak lagi digunakan untuk menegakkan
diagnosis mola karena sudah digantikan oleh USG. Pemeriksaan serial
diperlukan untuk mendeteksi penyakit PTG yang persisten setelah
pengeluaran mola. Yang harus diperhatikan di sini adalah hormon -
hCG, karena karakteristik yang terpenting dari penyakit ini adalah
kemampuannya dalam memproduksi hormon -hCG, sehingga jumlah
hormon ini lebih meningkat bila dibandingkan dengan kehamilan
normal pada usia kehamilan tersebut. Hormon ini dapat dideteksi di
urin maupun dalam serum penderita. Namun pemeriksaan yang
dilakukan pada serum terpengaruh oleh lebih sedikit variabel daripada
yang di urin. Terdapat tiga jenis pemeriksaan -hCG, yaitu:
-hCG kualitatif serum, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5
10 mIU/ml.
-hCG kualitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 25-50
mIU/ml.
-hCG kuantitatif urin, yang dapat mendeteksi kadar hCG > 5-2
juta mIU/ml.

Hasilnya harus dibandingkan dengan kadar -hCG serum kehamilan


normal pada usia kehamilan yang sama. Bila kadar -hCG kuantitatif
>100.000 mIU/L mengindikasikan pertumbuhan ukuran yang
berlebihan dari trofoblastik dan meningkatkan kecurigaan adanya
kehamilan mola namun kadang-kadang kehamilan mola dapat
memiliki nilai hCG normal. Biasanya tes -hCG normal setelah 8
minggu post evakuasi mola.

Bila jauh lebih tinggi dari rentangan kadar normal pada tingkat
kehamilan tersebut, suatu persangkaan diagnosa mola hidatidosa
dibuat. Kadar hormon -hCG sangat tinggi dalam serum, 100 hari atau
lebih setelah menstruasi terakhir. Pemantauan secara hati-hati dari
kadar -hCG, penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak
lanjut pada semua kasus penyakit trofoblastik. Jumlah hormon -hCG

12
yang ditemukan pada serum atau urin berhubungan dengan jumlah sel-
sel tumor yang ada.

c. Ultrasonografi

Pada kehamilan mola, bentuk karakteristik yang ada berupa gambaran


seperti badai salju tanpa disertai kantong gestasi atau janin.
Pemeriksaan USG sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang pernah
mengalami perdarahan pada trisemester awal kehamilan dan memiliki
ukuran uterus yang lebih besar daripada usia kehamilannya.

USG dapat menjadi pemeriksaan yang spesifik untuk membedakan


antara kehamilan normal dengan mola hidatidosa. Namun harus
diingat bahwa beberapa struktur lainnya dapat memperlihatkan
gambaran yang serupa dengan mola hidatidosa termasuk myoma uteri
dengan kehamilan ini dan kehamilan janin > 1. Pada kehamilan
trimester I gambaran mola hidatidosa tidak spesifik sehingga seringkali
sulit dibedakan dari kehamilan anembrionik, missed abortion, abortus
incomplitus atau mioma uteri. Pada kehamilan trimester II gambaran
mola hidatidosa umumnya lebih spesifik, kavum uteri berisi massa
ekogenik bercampur bagian-bagian anekhoik vesikuler berdiameter
antara 5-10 mm. Gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti
gambaran sarang tawon (honey comb) atau badai salju (snow storm).

Gambar USG mola Hidatidosa

d. Amniografi

13
Dengan menggunakan bahan radioopague yang dimasukkan ke dalam
uterus secara transabdominal, akan memberikan gambaran radiografik
yang khas untuk mola hidatidosa. Kavum uterus ditembus dengan
jarum amniosentesis. Suntikan 20 ml hypague segera. Dibuat foto
anteroposterior 5-10 menit kemudian. Pola sinar X yang terjadi seperti
sarang tawon, yang ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Amniografi ini sekarang sudah jarang
digunakan lagi semenjak adanya USG yang lebih mudah.

I. Penatalaksanaan1,7-9,12

Penatalaksanaan mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap, yaitu:

1. Perbaikan keadaan umum


Yang termasuk usaha ini misalnya transfusi darah pada anemia berat dan
srok hipovolemik karena perdarahan. Atau menghilangkan penyulit seperti
preeklamsia dan tirotoksikosis. Preeklamsia diobati seperti pada kehamilan
biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol penyakit
dalam, antara lain dengan inderal.

2. Pengeluaran jaringan mola


Ada dua cara evakuasi, yaitu: a) kuret hisap, b) histerektomi

a. Kuret hisap
Kuret hisap merupakan tindakan pilihan untuk mengevakuasi jaringan
mola, dan sementara proses evakuasi berlangsung berikan infus 10 IU
oksitosin dalam 500 ml NaCl atau RL dengan kecepatan 40-60
tetes/menit. Oksitosin diberikan untuk menimbulkan kontraksi uterus
mengingat isinya akan dikeluarkan Tindakan ini dapat mengurangi
perdarahan dari tempat implantasi dan dengan terjadinya retraksi
miometrium, dinding uterus akan menebal dan dengan demikian resiko
perforasi dapat dikurangi. Bila sudah terjadi abortus maka kanalis
servikalis sudah terbuka. Bila belum terjadi abortus, kanalis servikalis
belum terbuka sehingga perlu dipasang laminaria atau servikalis dilator
(setelah 10 jam baru terbuka 2-5 cm). Setelah jaringan mola
dikeluarkan secara aspirasi dan miometrium memperlihatkan kontraksi
dan retraksi, biasanya dilakukan kuretase yang teliti dan hati-hati

14
dengan menggunakan alat kuret yang tajam dan besar. Jaringan yang
diperoleh diberi label dan dikirim untuk pemeriksaan. Kuretase kedua
dilakukan apabila kehamilan seusia lebih dari 20 minggu, atau tidak
diyakini bersih. Kuret ke-2 dilakukan kira-kira 10-14 hari setelah kuret
pertama. Pada waktu itu uterus sudah mengecil sehingga lebih besar
kemungkinan bahwa kuret betul-betul menghasilkan uterus yang
bersih. Jika terdapat mola hidatidosa yang besar (ukuran uterus >12
minggu, dan dievakuasi dengan kuret hisap, laparatomi harus
dipersiapkan, atau mungkin diperlukan ligasi arteri hipogastrika
bilateral bila terjadi perdarahan atau perforasi. Sebelum kuret
sebaiknya disediakan persediaan darah untuk menjaga kemungkinan
terjadi perdarahan masif selama kuretase berlangsung.

b. Histerektomi
Sebelum kuret hisap digunakan, histerektomi sering dipakai untuk
pasien dengan ukuran uterus di luar 12-14 minggu. Namun
histerektomi tetap merupakan pilihan pada wanita yang telah cukup
umur dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi karena hal
tersebut merupakan predisposisi timbulnya keganasan. Batasan yang
dipakai ialah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak jarang
bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan pemeriksaan
histopatologi sudah tampak adanya tanda-tanda mola invasif. Ada
beberapa ahli yang menganjurkan agar pengeluaran jaringan dilakukan
melalui histerektomi. Tetapi cara ini tidak begitu populer dan sudah
ditinggalkan. Walau histerektomi tidak dapat mengeliminasi sel-sel
tumor trofoblastik, namun mampu untuk mengurangi kekambuhan
penyakit ini.

3. Terapi profilaksis dengan sitostatika


Diberikan pada kasus mola dengan resiko tinggi akan terjadinya keganasan
di bawah pengawasan dokter. Misalnya umur tua dan paritas tinggi yang

15
menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan. Biasanya diberikan Methotrexate atau
Actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan
jumlah kasus mola yang menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika
merupakan obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian
sitostatika profilaksis dapat menghindarkan keganasan metastasis, serta
mengurangi terjadinya koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali. Kadar
hCG >100.000 IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk
perubahan ke arah keganasan, pertimbangan untuk memberikan
Methotrexate (MTX) 3-5 mg/kgBB atau 25 mg IM dosis tunggal.
Metastasis yang hanya ke paru dapat diobati dengan agen kemoterapi
tunggal sedangkan metastasis lainnya memerlukan 3 agen kemoterapi.

4. Pemeriksaan tindak lanjut (follow up)


Tujuan utama follow up untuk mendeteksi adanya perubahan yang
mengarah keganasan. Metode umum follow up adalah sebagai berikut.
Mencegah kehamilan selama periode follow up, minimal 1 tahun,
mematuhi jadwal kontrol selama 2-3 tahun (1x pada triwulan pertama,
tiap 2 minggu pada triwulan kedua, tiap bulan pada 6 bulan berikutnya,
tiap 2 bulan pada tahun berikutnya, selanjutnya tiap 3 bulan.
Pengukuran kadar serum B-hCG setiap 2 minggu.
Mempertahankan terapi selama kadar serum menurun. Peningkatan
atau pendataran kadar membutuhkan evaluasi dan terapi lanjut.
Jika kadar normal (mencapai batas rendah dari pengukuran, dilakukan
pengukuran setiap bulan sekali selama 6 bulan dan tiap 2 bulan selama
1 tahun
Follow up dapat dihentikan dan kehamilan diijinkan 1 tahun kemudian.

Setiap periksa ulang penting diperhatikan:


Gejala klinik: keadaan umum, perdarahan, dan lain-lain
Lakukan pemeriksaan dalam dan pemeriksaan inspekulo: tentang
keadaan serviks, uterus cepat bertambah kecil atau tidak, dan lain-lain
Reaksi biologis atau imunologis air seni, 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya. Kalau reaksi
titer tetap (+) maka harus dicurigai adanya keganasan. Keganasan

16
masih dapat timbul setelah 3 tahun pasca terkenanya mola hidatidosa.
Menurut Harahap tumor timbul 34,5% dalam 6 minggu, 62,1% dalam
12 minggu, dan 79,4% dalam 24 minggu serta 97,2% dalam 1 tahun
setelah mola keluar.

Lama pengawasan berkisar antara satu atau dua tahun, mengingat


kemungkinan terjadi keganasan setelah mola hidatidosa (20%). Gejala-
gejala choriocarsinoma yang harus diwaspadai setelah dilakukan kuretase
mola: perdarahan yang terus menerus, involusi rahim tidak terjadi,
kadang-kadang malahan nampak metastasis di vagina berupa tumor-tumor
yang biru ungu, rapuh dan mudah berdarah. Selama pengawasan, secara
berkala dilakukan ginekologis, kadar -hCG dan ultrasonografi. Cara yang
paling peka saat ini adalah dengan pemeriksaan -hCG yang menetap
untuk beberapa lama. Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-
sel trofoblas yang aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah
dengan radioimmunoassay terhadap -hCG sub-unit. Pemeriksaan kadar
-hCG diselenggarakan setiap minggu sampai kadar menjadi negatif
selama 3 minggu dan selanjutnya setiap bulan selama 6 bulan. Mungkin
juga timbul metastasis di paru-paru yang menimbulkan batuk dan
haemoptoe, oleh karena itu bila ada gejala-gejala yang mencurigakan
harus dibuat foto rontgen paru.

J. Diagnosis Banding1,2,7-12
Kehamilan normal
Kehamilan dengan mioma uteri
Abortus
Kehamilan ektopik terganggu

K. Komplikasi1-12
Perforasi uterus selama kuret hisap sering muncul karena uterus yang
membesar. Jika hal ini terjadi prosedur penanganannya harus dalam
bimbingan laparaskopi.

17
Perdarahan sering pada evakuasi mola, karenanya oksitosin IV harus
diberikan sebelum prosedur dimulai. Methergin atau Hemabase dapat juga
diberikan.
Penyakit trofoblastik ganas terjadi pada 20 % kehamilan mola, karenanya
pemeriksaan kuantitatif hCG serial dilakukan selama 1 tahun post
evakuasi sampai hasilnya negatif.
DIC, karena jaringan mola melepaskan faktor yang bersifat fibrinolitik.
Semua pasien harus diperiksa kemungkinan adanya koagulopati.
Emboli trofoblastik dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut.
Faktor resiko terbesar ialah pada ukuran uterus yang lebih besar dari yang
diharapkan pada usia kehamilan 16 minggu. Kondisi ini dapat berakhir
fatal.
kista lutein, baik unilateral maupun bilateral. Kista lutein dapat
menyebabkan pembesaran pada satu atau kedua ovarium dengan ukuran
yang beragam, dari diameter mikroskopik sampai ukuran 10 cm atau
lebih. Hal ini terjadi pada 25-60% penderita mola. Kista teka lutein
multiple pada 15-30% penderita mola menyebabkan pembesaran satu atau
kedua ovarium dan menjadi sumber rasa nyeri. Ruptur, perdarahan atau
infeksi mudah terjadi.
Kista lutein ini diperkirakan terjadi akibat rangsangan elemen lutein yang
berlebihan oleh hormon korionik-gonadotropin dalam jumlah besar yang
disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi dengan pemeriksaan klinis,
insiden kista lutein + 10,2%, tetapi bila menggunakan USG angkanya
meningkat sampai 50%. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko
empat kali lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan di kemudian
hari daripada kasus-kasus tanpa kista. Involusi dari kista terjadi setelah
beberapa minggu yang biasanya seiring dengan penurunan kadar B-hCG.
Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan perdarahan atau
ovarium yang membesar tadi mengalami infeksi. umumnya ukuran
kembali normal dalam 12 minggu.
Anemia, karena perdarahan yang berulang-ulang

18
Perdarahan dan syok. Penyebab perdarahan ini mungkin disebabkan oleh
pelepasan jaringan mola tersebut dengan lapisan desidua, perforasi uterus
oleh karena keganasan, atonia uteri atau perlukaan pada uterus karena
evakuasi jaringan mola.
Infeksi sekunder

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Perdarahan yang terjadi selama kehamilan muda (walaupun tanpa
pembesaran uterus yang tidak sesuai dengan umur kehamilan) harus
dicurigai terhadap kemungkinan adanya penyakit mola hidatidosa.
2. Diagnosa ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
3. Diagnosa pasti ditegakkan bila adanya gelembung-gelembung mola atau
jaringan mola yang keluar.
4. Bila masih terdapat keraguan dalam penegakkan diagnosa, cara yang
sangat membantu yaitu pemeriksaan USG yang akan memberikan
gambaran badai salju. Pengukuran kadar B-hCG secara serial digunakan
dalam mendeteksi penyakit trofoblas ganas yang terjadi setelah evakuasi
jaringan mola.
5. Terdapat 2 cara pengeluaran jaringan mola, yaitu kuretase hisap ataupun
histerektomi.
6. Pemeriksaan tindak lanjut dilakukan pada 1x seminggu sampai hasil
negatif, 1x 2 minggu selama triwulan selanjutnya, 1x sebulan dalam 6
bulan selanjutnya, 1x 3 bulan selama tahun berikutnya.

B. Saran
Dalam penulisan ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak sekali
kekurangan, oleh karena itu penulis berusaha memberikan saran terutama bagi
para pembaca agar:

19
1. Selalu memperbaharui ilmu karena ilmu dapat berubah dari waktu ke
waktu karena peningkatan pemahaman atau bahkan pembaharuan yang
lebih tepat.
2. Selama belajar, sangat wajar apabila terdapat kesalahan. Akan tetapi
sebaiknya tidak mengulangi kesalahan yang sama dan mengambil
pelajaran dari kesalahan sebelumnya agar dapat diperbaiki ke depannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Winkjosastro H. Mola Hidatidosa. Dalam: Ilmu Kebidanan. Edisi ke-3.


Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 1999.
2. White CD. Hydatidiform mole. 2014. Tersedia dari: https://www.nlm.nih.gov/
medlineplus/ency/article/000909.htm [diakses pada 15 Oktober 2015].
3. Igwegbe AO dan Eleje GU. Hydatidiform mole: A Review of Management
Outcomes in a Tertiary Hospital in South-East Nigeria. Ann Med Health Sci
Res. 2013; 3(2): 210-4.
4. Heidarpour M dan Khanahmadi M. Diagnostic value of P63 in differentiating
normal gestation from molar pregnancy. J Res Med Sci. 2013; 18(6): 462-6.
5. Moore LE dan Hernandez E. Hydatidiform Mole. 2014. Tersedia dari: http://
emedicine.medscape.com/article/254657-overview#showall [diakses pada 15
Oktober 2015].
6. NHS. Molar pregnancy. 2014. Tersedia dari: http://www.nhs.uk/conditions/
Molar-pregnancy/Pages/Introduction.aspx [diakses pada 15 Oktober 2015].
7. Bagian Obstetri Ginekologi FK UNPAD. Penyakit Trofoblas Gestasional;
Obstetri Patologi; 28-33.
8. Berek AS, Adashi EY, Hillard PA. Novaks Gynecology. 20th ed, Wiliams &
Wilkins, Baltimore, 2005.
9. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, et al. Gestational Trophoblastic
Disease: Williams Obstetrics.21th ed. Conneticut, Appleton & Lange, 2001;
835-43.
10. Martaadisoebrata. D, & Sumapraja, S. Penyakit Serta Kelainan Plasenta &
Selaput Janin. ILMU KEBIDANAN. Yayasan Bina pustaka SARWONO
PRAWIROHARDJO. Jakarta. 2002. Hal 341-8.
11. Rustam Muchtar. Penyakit Trofoblas: Sinopsis Obstetri. Edisi 2, Jilid 1.
Penerbit buku Kedokteran. EGC. Hal. 238-43.
12. Sastrawinata, S.R. Mola Hidatidosa. OBSETETRI PATOLOGIK. Bagian
Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran.
ELSTAR OFFSET. Bandung. Hal 38-42.

Anda mungkin juga menyukai