Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KEGIATAN DAN MANAJEMEN OUTREACH GRIYA ASA

PKBI KOTA SEMARANG DI WILAYAH RESOSIALISASI SUNAN KUNING


MARET 2015

Disusun untuk memenuhi persyaratan dalam menempuh kepaniteraan


Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang

Oleh:

Astri Rahma Rosita 22010113220151


Irma Puri Dewanti 22010113210152
Fachri Setiawan 22010113210153

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2015
LEMBARPENGESAHAN

Laporan kunjungan kerja di Klinik IMS Griya Asa Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
dengan judul LAPORAN KEGIATAN DAN MANAJEMEN OUTREACH GRIYA ASA
PKBI KOTA SEMARANG DI WILAYAH RESOSIALISASI SUNAN KUNING
MARET 2015, telah disajikan di depan pembimbing mahasiswa pada tanggal 13 Maret
2015 di Griya Asa PKBI Resosialisasi Sunan Kuning Semarang guna memenuhi syarat
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.

Semarang, 13 Maret 2015

Disahkan oleh,

Pembimbing I Pembimbing II

dr. Bambang Darmawan dr. Dwi Yoga Yulianto

ii
iii
KATAPENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan laporan manajemen program outreach PKBI Semarang di Wilayah
Resosialisasi Sunan Kuning dalam rangka melengkapi tugas kepaniteraan pada Praktek
Belajar Lapangan di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Bambang Darmawan dan dr. Dwi Yoga Yulianto selaku Dosen Pembimbing
Lapangan di Griya Asa PKBI Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
2. Ari Istiyadi selaku Koordinator Lapangan di Griya Asa Resosialisasi Sunan Kuning
Semarang
3. Bapak Suwandi selaku Ketua Resosialisasi Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
4. Ibu Endang selaku Peer Educator
5. Ibu V, E, P, C, R selaku Wanita Pekerja Seks Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
6. Rekan rekan PBL yang memberikan dukungan
Semoga laporan laporan kegiatan dan manajemen outreach dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya dan dapat menjadi panduan pelaksanaan kegiatan periode selanjutnya.

Semarang, Maret 2015

Penulis

iv
v
DAFTARISI

LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan Umum dan Khusus...............................................................................................8
1.4 Sasaran Outreach.............................................................................................................3
1.5 Target Outreach................................................................................................................3
1.6 Indikator Outreach...........................................................................................................9
1.7 Strategi Outreach.............................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................10
2.1 Manajemen.....................................................................................................................10
2.2 Program Outreach..........................................................................................................12
2.3 Sejarah Resosialisasi Argorejo.......................................................................................13
BAB III HASIL PENGAMATAN............................................................................................11
3.1 Overview Resosialisasi Sunan Kuning...........................................................................17
3.2 Struktur Organisasi.........................................................................................................12
3.3 Laporan Hasil Manajemen Outreach.............................................................................19
BAB IV ANALISIS MASALAH, PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH......33
4.1 Permasalahan..................................................................................................................33
4.2 Pembahasan....................................................................................................................33
4.3 Pemecahan Masalah.......................................................................................................33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................35
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................35
5.2 Saran...............................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................36
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN..........................................................................37

vi
vii
DAFTARTABEL

Tabel 1. Tabulasi Data Wawancara WPS.................................................................................30

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Denah Resosialisasi Sunan Kuning........................................................................17


Gambar 2. Struktur Paguyuban Resosialisasi Argorejo...........................................................18

ix
x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu isi dari Deklarasi Milennium Development Goals (MDGs) atau Tujuan
Pembangunan Milenium yang disetujui untuk dicapai pada tahun 2015 adalah mengendalikan
penyebaran dan mulai menurunkan kasus baru malaria, HIV dan tuberkulosis. 1 Kasus HIV-
AIDS merupakan fenomena gunung es. Jawa Tengah menempati peringkat 6 jumlah kasus
HIV-AIDS di Indonesia dan Kota Semarang sebagai peringkat pertama dengan 70% kasus
ditemukan di Semarang. Jumlah kasus HIV-AIDS di Propinsi Jawa Tengah hingga bulan
September 2014 adalah 12.799 kasus dengan 9.032 kasus dengan HIV dan 3.767 kasus
AIDS.2 Kota Semarang terdapat 420 kasus AIDS dan 920 kasus HIV. Dalam konteks tersebut
belum semua kasus terjaring, sehingga Menteri Kesehatan RI menghimbau untuk
menggiatkan Voluntary Counselling Test (VCT) dan Komisi Penanganan AIDS (KPA) di 35
kabupaten/kota guna surveilens dan penemuan kasus baru di Jawa Tengah.3
Pemberlakuan wilayah resosialisasi merupakan salah satu bentuk pengontrolan
terhadap penyakit menular seksual khususnya HIV-AIDS, membantu pemberantasannya yang
kala itu makin merebak dan disinyalir bersumber dari kelompok risiko tinggi seperti WPS.
Resosialisasi Sunan Kuning merupakan resosialisasi yang dibina pemerintah kota (Disospora)
atas tujuan membantu menjaga kesehatan, pengamanan, dan pengentasan sesuai dengan hasil
pertemuan mucikari tahun 2003. Pada tahun 2002, PKBI Kota Semarang dan Dinas
Kesehatan berkerjasama telah memprakarsai terbentuknya Griya Asa di Resosialisasi Sunan
Kuning yang bertujuan untuk mengakomodir beberapa program penanggulangan HIV-AIDS
dan IMS antara lain klinik IMS, pelayanan VCT, pelaksanaan program outreach dan
pelaksanaan program PMTCT.4
Outreach (pendampingan) adalah suatu metode komunikasi yang bertujuan
mengubah perilaku klien menjadi perilaku yang diharapkan.baik perilaku individual ataupun
kelompok. Pelayanan outreach lebih mengutamakan kontak langsung dan tatap muka
individual maupun kelompok kecil (2-10orang) secara intensif. Tujuan dari kegiatan outreach
antara lain adalah untuk memberikan informasi, meningkatkan pengetahuan,
mendistribusikan materi pencegahan dan media KIE, mempromosikan perilaku yang lebih
aman, meningkatkan kesadaran risiko dan mengubah perilaku berisiko, sertamerujuk mereka
ke layanan terkait yang dibutuhkan.4-6

1
Program outreach memudahkan memberikan pembinaan untuk mengubah perilaku
WPS agar selalu mempraktekan seks yang amanseks yang aman dengan kondom yang
mencegah transmisi HIV-AIDS dan IMS, skrining IMS, dan VCT rutin guna pengendalian
transmisi IMS dan HIV-AIDS dari kelompok risiko tinggi tersebut ke masyarakat umum. 4
Hal ini mendorong mahasiswa PBL untukmengetahui keberhasilan program outreach yang
dilakukan oleh Griya Asa PKBI Semarang di Resosialisasi Sunan Kuning sesuai dengan
indikator keberhasilan yang ditetapkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana manajemen pelaksanaan program outreach PKBI Kota Semarang di
Wilayah Resosialisasi Sunan Kuning Semarang?
2. Bagaimana presentase penggunaan kondom pelanggan selama pelayanan yang
dilakukan WPS di Resosialisasi Sunan Kuning?
3. Bagaimana tingkat rutinitas skrining Infeksi Menular Seksual (IMS) tiap 2
minggu yang dilakukan oleh WPS di Resosialisasi Sunan Kuning?
4. Bagaimana tingkat rutinitas Voluntary Counselling Test (VCT) yang dilakukan
tiap 3 bulan oleh WPS di Resosialisasi Sunan Kuning?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui keberhasilan program outreach dalam mengubah perilaku Wanita
Pekerja Seks (WPS) dari berperilaku seks tidak aman (unsafe sex) menjadi
berperilaku seks aman (safe sex).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui presentase penggunaan kondom selama pelayanan yang dilakukan
WPS di Resosialisasi Sunan Kuning.
2. Mengetahui tingkat rutinitas skrining Infeksi Menular Seksual (IMS) tiap 2
minggu yang dilakukan oleh WPS di Resosialisasi Sunan Kuning.
3. Mengetahui tingkat rutinitas Voluntary Counselling Test (VCT) yang dilakukan
tiap 3 bulan oleh WPS di Resosialisasi Sunan Kuning.

1.4 Sasaran Outreach


Wanita Pekerja Seks (WPS)
Petugas Resosialisasi/Mucikari
Peer Educator

2
1.5 Target Outreach
1. Penggunaan kondom selama proses praktek pekerja seks dilakukan oleh 100%
WPS di Resosialisasi Sunan Kuning
2. Skrining Infeksi Menular Seksual (IMS) secara rutin setiap 2 minggu dilakukan
oleh 100% WPS di Resosialisasi Sunan Kuning
3. Voluntary Counselling Test (VCT) dilakukan secara rutin setiap 3 bulan oleh
100% WPS di Resosialisasi Sunan Kuning

1.6 Indikator Outreach


1. Angka IMS dan HIV/AIDS WPS terkendali
2. 100% WPS melakukan skrining setiap 2 minggu dan VCT setiap 3 bulan secara
rutin
3. Penggunaan kondom oleh WPS 100%

1.7. Strategi Outreach


1. Memfasilitasi tersedianya kondom
2. Outreach difokuskan pada gang yang memiliki risiko tinggi
3. Advokasi kepada tokoh masyarakat maupun stakeholder untuk mendukung
program penurunan angka IMS dan HIV/AIDS
4. Bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk mendukung program Memerangi
penyebaran HIV/AIDS

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah Resosialisasi Argorejo


Resosialisasi Argorejo terletak di tanah seluas 3,5 hektar, yang terdiri dari satu RW
dan enam RT kelurahan Kalibanteng Barat Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang,
Jawa Tengah. Resosialisasi Argorejo berdiri sejak tahun 1966 yang pertama kali disebut
sebagai lokalisasi Sri Kuncoro, karena terletak di Jalan Sri Kuncoro. Masyarakat kemudian
menyingkat dengan memanggil SK yang kemudian masyarakat mengenal Sunan Kuning. Di
sekitar lokalisasi terdapat petilasan seorang tokoh penyebar agama Islam yang namanya
terkenal dengan nama Sunan Kuning sehingga, terkenal dengan nama SK atau Sunan Kuning.
Sunan Kuning sendiri nama aslinya adalah Soen Koen Ing yang berasal dari etnis China.
Argorejo itu sendiri berasal dari nama Argo dan Rejo. Argo berarti gunung, dan rejo berarti
ramai. Jadi Argorejo berarti gunung yang ramai. Dahulu daerah argorejo merupakan daerah
perbukitan yang berupa hutan dan jauh dari pemukiman, kemudian tempat ini menjadi ramai
setelah diresmikan menjadi Lokalisasi.
Sebelum menetap di Kalibanteng, lokalisasi ini dulu berpindah-pindah dan titiknya
menyebar di beberapa wilayah kota Semarang. Sekitar tahun 1960-an para WP beroperasi di
sekitar jembatan Banjirkanal Barat, Jl Stadion, Gang Warung, Jagalan, Sebandaran, Gang
Pinggir, Jembatan Mberok, dll. Karena tidak teratur, kota jadi penuh kupu-kupu malam.
Warga resah, karena seringkali pria-pria yang jadi tamu keliru masuk rumah penduduk.
Untuk melokalisir, Pemerintah Kotamadya Semarang (waktu itu) kemudian
menempatkan para WP di perkampungan bernama Karangkembang, kira-kira sekarang di
sekitar depan SMA Loyola. Pada tahun 1963, lokasi di Karangkembang dan rumah bordil liar
di Jl Gendingan dipindahkan ke sebuah bukit di daerah Kalibanteng Kulon yaitu Argorejo.
Lokalisasi Argorejo diresmikan oleh Walikota Semarang Hadi Subeno melalui SK
Wali Kota Semarang No 21/15/17/66 dan penempatan resminya pada tgl 29 Agustus 1966
dan kemudian hari tersebut diperingati sebagai hari jadi Resosialisasi Argorejo. Tujuan dari
lokalisasi resmi ini adalah untuk memudahkan pengontrolan kesehatan WPS secara periodik,
serta memudahkan usaha resosialisasi dan rehabilitasi para WPS tersebut. Pada tahun 2003
istilah lokalisasi mengalami perkembangan setelah Bapak Suwandi sebagai ketua lokalisasi
Argorejo mengadakan Seminar Nasional dan mengubah istilah lokalisasi menjadi
Resosialisasi. Lokalisasi Argorejo kemudian berubah nama menjadi Resosialisasi Argorejo.

1
2.2 Program Outreach
Outreach atau pendampingan adalah suatu metode komunikasi yang bertujuan untuk
mengubah perilaku pelanggan menjadi perilaku yang diharapkan, baik perilaku individual
ataupun kelompok. Perubahan perilaku sesuai teori komunikasi meliputi lima tahapan yaitu
awareness, pemahaman/ pengertian, menentukan sikap, mencoba dan mengadopsi, dimana
diperlukan suasana penuh empati selama komunikasi berlangsung.2
Pesan yang dikomunikasikan antara lain perilaku-perilaku yang akan diubah sesuai
tujuan dari provider, dalam penanggulangan HIV adalah perilaku yang memudahkan
terjadinya transmisi HIV. Perilaku perilaku tersebut antara lain mempraktekan seks yang
aman, misalkan pada kelompok risiko tinggi tersebut dengan menggunakan kondom. Hal
tersebut dikomunikasikan dalam tiga pesan meliputi pesan inti, pesan dasar dan pesan
tambahan. Pesan ini meliputi HIV-AIDS dan IMS, yaitu penyebab, gejala, proses penularan,
pengobatan, komplikasi dan pencegahan. Pesan dasar mengenai kesehatan reproduksi, faktor
yang berpengaruh pada organ reproduksi, bagaimana menjaga kesehatannya agar keturunan
yang dihasilkan juga sehat. Pesan tambahan meliputi peran gizi berimbang dan istirahat
teratur dalam mempertahankan kondisi tubuh.
Komunikasi dilakukan dengan penuh empati guna mendapatkan rasa saling percaya,
mengandung kebenaran informasi, menjaga kerahasiaan, menjaga kehormatan, menjamin
perbaikan kesehatan pelanggan dan meningkatkan kemandirian. Empati juga diharapkan bisa
membangkitkan kesadaran sendiri dan lebih berpotensi menguatkan keinginan untuk
berkomitmen. Metode komunikasi dilakukan dengan face to face, kelompok, maupun masal.
Kapan, bagaimana, dimana dan pada siapa informasi diberikan akan menentukan metode
komunikasi yang dipilih. Alat bantu komunikasi ditentukan dari target perilaku yang diubah,
waktu perencanaan, homogenitas sasaran dan pengaruh lingkungan.
Target outreach adalah jumlah WPS yang dijangkau, yang merupakan populasi etris
yang masih berisiko tertular IMS dan HIV-AIDS. Penjangkauan ke WPS juga dapat
berdasarkan PRK. Jumlah WPS yang akan didampingi adalah jumlah WPS sebagai sasaran
prioritas yang akan diharapkan berubah perilaku yang berisiko. Jumlah WPS yang diakhiri
pendampingannya adalah jumlah WPS yang telah mengadopsi seks sehat, yaitu WPS yang
tidak IMS atau sekali IMS, tidak HIV dan AIDS,menggunakan kodom 100 %.
Provider harus dapat memahami sampai di tingkatan manakah tahapan komunikasi
telah dicapai. Pada komunikasi individual ataupun kelompok secara tatap muka, bila sasaran
telah mulai bertanya maka tahapan komunikasi telah melewati tahap awarness, maka dapat
2
dimulai anjuran dengan diskusi tanya jawab untuk mencoba atau trial, dan seterusnya akan
terjadi adopsi perilaku yang diharapkan. Dalam penanggulangan penyakit pesan tersebut
disusun dalam faktor resiko individual ataupun kelompok yang disebut sebagai PRI
(penilaian risiko individual) dan PRK (penilian risiko kelompok).
PRI (penilaian risiko individual) adalah sekumpulan risiko individual yang akan
memudahkan transmisi penyakit, mempersulit kesembuhan, menyebabkan drop-out
pengobatan, meningkatkan kemungkinan kecacatan ataupun risiko kematian.
PRK (Penilaian Risiko Kelompok) adalah perilaku kelompok dengan ciri yang sama
misalnya kelompok waria, kelompok WPS dalam satu wisma, kelompok IDU dll, biasanya
ada suatu keadaan yang menyatukan kelompok tersebut, yang sangat dipengaruhi oleh stake
holder.Untuk WPS stake holder yang paling berpengaruh adalah Pengasuh/Mucikari/GM,
pengurus resosialisasi dan aparat pemerintah RT, RW, Lurah, Camat, dan petugas Dinas
kesehatan.
2.3. Infeksi Menular Seksual (IMS)
2.3.1 Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual
Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya
sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan
penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi
sexually transmitted disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS).
Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang semakin
luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit kelamin (VD)
yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinale juga
termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis,
trikomoniasis, bakterial vaginosis, hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis,
dan lain-lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik.
Peningkatan insidens IMS dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat
diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program
penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling tidak insidennya relatif
tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara, insiden IMS relatif masih tinggi dan setiap
tahun beberapa juta kasus baru beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan,
kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian
memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini akan meningkatkan biaya kesehatan. Selain itu

3
pola infeksi juga mengalami perubahan, misalnya infeksi klamidia, herpes genital, dan
kondiloma akuminata di beberapa negara cenderung meningkat dibanding uretritis gonore
dan sifilis.
Beberapa penyakit infeksi sudah resisten terhadap antibiotik, misalnya munculnya
galur multiresisten Neisseria gonorrhoeae, Haemophylus ducreyi dan Trichomonas vaginalis
yang resisten terhadap metronidazole. Perubahan pola infeksi maupun resistensi tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Perubahan pola distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
1. Faktor dasar
a) Adanya penularan penyakit
b) Berganti-ganti pasangan seksual
2. Faktor medis
a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis
b) Pengobatan modern
c) Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga risiko resistensi
tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko penyebaran
infeksi.
3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilan saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat
digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS.
4. Faktor sosial
a) Mobilitas penduduk
b) Prostitusi
c) Waktu yang santai
d) Kebebasan individu
e) Ketidaktahuan
Peningkatan insidens tidak terlepas dari kaitannya dengan perilaku risiko tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa penderita sifilis melakukan hubungan seks rata-rata sebanyak
5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal-usulnya, sedangkan penderita gonore
melakukan hubungan seksual dengan rata-rata 4 pasangan seksual.
Yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah:
1. Usia
a) 20-34 tahun pada laki-laki
4
b) 16-24 tahun pada wanita
c) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin
2. Pelancong
3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila
4. Pecandu narkotik
5. Homoseksual

2.3.2 Penyebab Infeksi Menular Seksual


Infeksi menular seksual dapat diklasifikasikan menurut agen penyebabnya adalah
sebagai berikut :
a. Dari golongan bakteri, yakni:
Neisseria gonorrhoeae, Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis,
Haemophilus ducreyi, Calymmatobacterium granulomatis, Ureaplasma
urealyticum, Mycoplasma hominis, Gardnerella vaginalis, Salmonella sp., Shigella
sp., Campylobacter sp., Streptococcus grup B., Mobiluncus sp.
b. Dari golongan protozoa, yakni:
Trichomonas vaginalis, Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, dan protozoa
enterik lainnya.
c. Dari golongan virus, yakni:
Human Immunodeficiency Virus (tipe 1 dan 2), Herpes Simplex Virus (tipe 1 dan 2),
Human Papiloma Virus (banyak tipe), Cytomegalovirus, Epstein-Barr Virus,
Molluscum contagiosum virus, dan virus-virus enterik lainnya.
d. Dari golongan ekoparasit, yakni Pthirus pubis, Sarcoptes scabei.

2.3.3. Cara Penularan Infeksi Menular Seksual


Cara penularan IMS adalah dengan cara kontak langsung yaitu kontak dengan eksudat
infeksius dari lesi kulit atau selaput lendir pada saat melakukan hubungan seksual dengan
pasangan yang telah tertular. Lesi bisa terlihat jelas ataupun tidak terlihat dengan jelas.
Pemajanan hampir seluruhnya terjadi karena hubungan seksual (vaginal, oral, anal).
Penularan IMS juga dapat terjadi dengan cara melalui darah adalah sebagai berikut :
1. Transfusi darah dengan darah yang sudah terinfeksi HIV.
2. Saling bertukar jarum suntik pada pemakaian narkoba.
3. Tertusuk jarum suntik yang tidak steril secara sengaja/ tidak sengaja.
4. Menindik telinga atau tato dengan jarum yang tidak steril.
5
5. Penggunaan alat pisau cukur secara bersama-sama (khususnya jika terluka dan
menyisakan darah pada alat).
6. Dari ibu kepada bayi: saat hamil, saat melahirkan, dan saat menyusui.
Menurut Depkes RI (2006), penularan infeksi menular seksual dapat melalui beberapa
cara, yakni bisa melalui hubungan seksual, berkaitan dengan prosedur medis (iatrogenik), dan
bisa juga berasal dari infeksi endogen. Infeksi endogen adalah infeksi yang berasal dari
pertumbuhan organisme yang berlebihan secara normal hidup di vagina dan juga ditularkan
melalui hubungan seksual. Sedangkan infeksi menular seksual akibat iatrogenik disebabkan
oleh prosedur-prosedur medis seperti pemasangan IUD (Intra Uterine Device), aborsi dan
proses kelahiran bayi.

2.3.4. Jenis-Jenis Penyakit Infeksi Menular Seksual


Secara garis besar penyakit Infeksi Menular Seksual dapat dibedakan menjadi empat
kelompok, antara lain:
a. IMS yang menunjukkan gejala klinis berupa keluarnya cairan yang keluar dari alat
kelamin, yaitu penyakit Gonore dan Uretritis Non Spesifik(UNS)
b. IMS yang menunjukkan adanya luka pada alat kelamin misalnya penyakit
Chanroid(Ulkus mole), Sifilis, LGV, dan Herpes simpleks.
c. IMS yang menunjukkan adanya benjolan atau tumor, terdapat pada penyakit
Kondiloma akuminata.
d. IMS yang memberi gejala pada tahap permulaan, misalnya penyakit Hepatitis B.

2.3.5. Gejala Klinis dan Diagnosa Infeksi Menular Seksual


Terkadang infeksi menular seksual tidak memberikan gejala, baik pria maupun
wanita. Beberapa infeksi menular seksual baru menunjukkan gejalanya berminggu-minggu,
berbulan-bulan, maupun bertahun-tahun setelah terinfeksi (Lestari, 2008). Mayoritas infeksi
menular seksual tidak memberikan gejala (asimtomatik) pada perempuan (60-70% dari
infeksi gonore dan klamidia).
Pada perempuan, konsekuensi infeksi menular seksual sangat serius dan kadang-
kadang bersifat fatal (misalnya kanker serviks, kehamilan ektopik, dan sepsis). Konsekuensi
juga terjadi pada bayi yang dikandungnya, jika perempuan tersebut terinfeksi pada saat hamil
(bayi lahir mati, kebutaan).
Gejala infeksi menular seksual bisa berupa gatal dan adanya sekret di sekitar alat
kelamin, benjolan atau lecet disekitar alat kelamin, bengkak disekitar alat kelamin, buang air
kecil yang lebih sering dari biasanya, demam, lemah, kulit menguning dan rasa nyeri
disekujur tubuh, kehilangan berat badan, diare, keringat malam, pada wanita bisa keluar
6
darah diluar masa menstruasi, rasa panas seperti terbakar atau sakit saat buang air kecil,
kemerahan disekitar alat kelamin, rasa sakit pada perut bagian bawah pada wanita diluar
masa menstruasi, dan adanya bercak darah setelah berhubungan seksual (WHO, 2001).
Diagnosis infeksi menular seksual dilakukan melalui proses anamnesa, diikuti
pemeriksaan fisik, dan pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium.

2.3.6. Pengobatan Infeksi Menular Seksual


Menurut WHO (2003), penanganan pasien infeksi menular seksual terdiri dari dua
cara, bisa dengan penanganan berdasarkan kasus (case management) ataupun penanganan
berdasarkan sindrom (syndrome management). Penanganan berdasarkan kasus yang efektif
tidak hanya berupa pemberian terapi antimikroba untuk menyembuhkan dan mengurangi
infektifitas mikroba, tetapi juga diberikan perawatan kesehatan reproduksi yang
komprehensif. Sedangkan penanganan berdasarkan sindrom didasarkan pada identifikasi dari
sekelompok tanda dan gejala yang konsisten, dan penyediaan pengobatan untuk mikroba
tertentu yang menimbulkan sindrom.
Penanganan infeksi menular seksual yang ideal adalah penanganan berdasarkan
mikrooganisme penyebnya. Namun, dalam kenyataannya penderita infeksi menular seksual
selalu diberi pengobatan secara empiris
Antibiotika untuk pengobatan IMS adalah:
1. Pengobatan gonore: penisilin, ampisilin, amoksisilin, seftriakson, spektinomisin,
kuinolon, tiamfenikol, dan kanamisin.
2. Pengobatan sifilis: penisilin, sefalosporin, termasuk sefaloridin, tetrasiklin,
eritromisin, dan kloramfenikol.
3. Pengobatan herpes genital: asiklovir, famsiklovir, valasiklovir.
4. Pengobatan klamidia: azithromisin, doksisiklin, eritromisin.
5. Pengobatan trikomoniasis: metronidazole.
6. Resisten adalah suatu fenomena kompleks yang terjadi dengan pengaruh dari
mikroba, obat antimikroba, lingkungan dan penderita. Menurut Warsa (2004), resisten
antibiotika menyebabkan penyakit makin berat, makin lama menderita, lebih lama di
rumah sakit, dan biaya lebih mahal.

2.3.7. Komplikasi Infeksi Menular Seksual

7
Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan,
merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi,
rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan kematian.

2.3.8. Pencegahan Infeksi Menular Seksual


Menurut WHO (2006), pencegahan infeksi menular seksual terdiri dari dua bagian,
yakni pencegahan primer dan pencegahan sekunder. Pencegahan primer terdiri dari
penerapan perilaku seksual yang aman dan penggunaan kondom. Sedangkan pencegahan
sekunder dilakukan dengan menyediakan pengobatan dan perawatan pada pasien yang sudah
terinfeksi oleh infeksi menular seksual. Pencegahan sekunder bisa dicapai melalui promosi
perilaku pencarian pengobatan untuk infeksi menular seksual, pengobatan yang cepat dan
tepat pada pasien serta pemberian dukungan dan konseling tentang infeksi menular seksual
dan HIV.
Menurut Depkes RI (2006), langkah terbaik untuk mencegah infeksi menular seksual
adalah menghindari kontak langsung dengan cara berikut:
a. Menunda kegiatan seks bagi remaja (abstinensia).
b. Menghindari bergonta-ganti pasangan seksual.
c. Memakai kondom dengan benar dan konsisten.
Selain pencegahan diatas, pencegahan infeksi menular seksual juga dapat dilakukan
dengan mencegah masuknya transfusi darah yang belum diperiksa kebersihannya dari
mikroorganisme penyebab infeksi menular seksual, berhati-hati dalam menangani segala
sesuatu yang berhubungan dengan darah segar, mencegah pemakaian alat-alat yang tembus
kulit (jarum suntik, alat tindik) yang tidak steril, dan menjaga kebersihan alat reproduksi
sehingga meminimalisir penularan.

2.3.9. Upaya Pengendalian Infeksi Menular Seksual


Infeksi Menular Seksual merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting
untuk dikendalikan secara cepat dan tepat, karena mempunyai dampak selain pada aspek
kesehatan juga politik dan sosial ekonomi. Kegagalan diagnosa dan terapi pada tahap dini
mengakibatkan terjadinya komplikasi serius seperti infertilitas, kehamilan ektopik, disfungsi
seksual, kematian janin, infeksi neonatus, bayi BBLR (Berat Badan Lahir Rendah), kecacatan
bahkan kematian.
Prinsip umum pengendalian IMS adalah bertujuan untuk memutus rantai penularan
infeksi IMS dan mencegah berkembangnya IMS dan komplikasinya. Tujuan tersebut dapat
8
dicapai bila ada penyatuan semua sumber daya dan dana untuk kegiatan pengendalian IMS,
termasuk HIV/ AIDS.
Upaya tersebut meliputi:
1. Upaya promotif
a. Pendidikan seks yang tepat untuk mengikis ketidaktahuan tentang seksualitas dan
IMS.
b. Meningkatkan pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama untuk tidak berhubungan
seks selain pasangannya.
c. Menjaga keharmonisan hubungan suami istri tidak menyeleweng untuk meningkatkan
ketahanan keluarga.
2. Upaya preventif
a Hindari hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan atau dengan pekerja seks
komersial (WTS).
b. Bila merasa terkena IMS, hindari melakukan hubungan seksual.
c. Bila tidak terhindarkan, untuk mencegah penularan pergunakan kondom.
d. Memberikan penyuluhan dan pemeriksaan rutin pada kelompok risiko tinggi.
e. Penyuluhan dan pemeriksaan terhadap partner seksual penderita IMS.
3. Upaya kuratif
a. Peningkatan kemampuan diagnosis dan pengobatan IMS yang tepat.
b. Membatasi komplikasi dengan melakukan pengobatan dini dan efektif baik simtomatik
maupun asimtomatik.
4. Upaya rehabilitatif
Memberikan perlakuan yang wajar terhadap penderita IMS, tidak
mengucilkannya, terutama oleh keluarga dan partnernya, untuk mendukung
kesembuhannya.

9
MASJID

GEDUNG
RESOS Ibu Hartatik MAKAM
Ibu Yem
WartelPenjahit Ibu Tinah
KuncungNur

Ibu Parmi

Hartiningsih
Ibu Riadi
Lastri
W.Gaul Warsiti
Embing W.Fanny Ibu Temu
Sukini E.Sarini Ibu Wartini

BAB III
(Resos) Tinuk/Suwandi
Anik
W.LinduAji W.Mega
Syukron Mariah W.Rini
W.WatuLumbung Rakinah Angkasa W.Amarilis Ibu Sarini Ibu Suwanti
Yono SriMurti Ibu Nuryati
(Founji) Hardiono Sumi
Yohanes Ibu Giri
Ngadimo Sopiah Ibu Murtinah
Ibu Sofia Ibu Sri
Toko (slamet) W.Evi (oshin)
Bu Tun W.KenanganDamai Waginah Ibu Evi
Isgondo
W.Yani
Yani
Mariono
W.505
YatmiTopo
Dewi(Dian)(Resos)
W.MawarJingga
MbahSurip SriJarum
HASIL PENGAMATAN
Karsono
W.WijayaKusuma

Deny Susanti
W.Melati
Ibu Karni
Ibu Nasriah
(Kosong)

Pak Muri Ibu Tawi


W.Larisma Sutiyem Mak Yah
Hartono Haryati (Sati) Bengkel W.Teratai
Susi Cahyo W.Arema Tarti Mujiono Ibu Santi
W.TiasAsri Bu Rus
Sikem
SawungKencana W.Kenangan
W.Pangestu Sastro BarbieHouse Parti Gogo W.Cempaka
Suwarti Sukiyatno Surati Pijat
Rusmiati Berkah
W.Damai9 Kasmiyati Masronah
Karaoke
Miami
Suparmi Ketua RT 2

3.1 Overview Resosialisasi Sunan Kuning


Sopiah SriSuharti AdemAyem Karaoke
W.Parahyangan Yeni
BarbieHouse
Sulistyowati W.3Dewa
Toko SlametEfendi W.NS Ucrit Agus Sugito Martik
W.Anugerah W.Arimbi
Sutiyem (Sayani)
Sutiah/Hendro
Rini W.Adem Ayem
Griya ASA Ahmadi Suwandi EP

Resosialisasi Sunan Kuning berlokasi di RW. 04 Kelurahan Kalibateng Kulon


W.Q-yu W.Indah Surip
Jumarni Marfuah (Ketua Resos) Rus Alfiah
Yani Sutiyem (Rusmiati)
Darmi W.Gabriel Sidiq
Toko Dede Solekah Insyiah Ibu Kumaedah Mak Siti
W.Angga
Sembako W.TilamSari Masiyem
Sutinem SriAgustina Harno Bp Anas
SriHartatik W.Melati
SriRidwan (sutinem) Ibu Nuryeni Mak Tik
W.Bagong

Kecamatan Semarang Barat Kota Semarang.


W.3Saudara W.Pelangi
Unarni Nur Sumiyati W.Samudra W.Kantil
W.WaruDoyong Karaoke
Tanu Warung Budi Triyono Ibu Warni sri peni
Daryono JokoSulistyo Saimun

U
W.ArgaMulya Pak To
W.Idola Tri/Samijem Wisma Maya
W.Hakim W.Adem Asri (Resos)
SumardiSlamet SumToge Tatik Ibu Jumirah
SuwarnoYuli Suwarti BarbieHouseIII Suratmin
Aris/Catur Suwandi Sumiati
Kartini Bawah Ibu Maya W.Edo Ibu Murni
Bu Cerry Sarman
W.ManggaDua Bp Rohmat
W.PojokAsri Hadi
Darsono Panorama Kartini Atas W.Ragil Kuning Ibu Sumini
W.PojokAsri MulyonoTemu
Rukayah Sumiyati Caf Sawonggaling
Bp Karmi
Darsono W.Anugrah W.Anugrah Sudirjo (ketua RT 1)
Toko Paryumi Atas Paryumi Bawah (Rikem)
Material

W.GiriAsri Lusi
Sularman W.Ambon Veri
W.ArumDalu
Pani Mantuk W.Putri
Karti (Ambon) SriJumi KumonoCoro
Sriyati KumalaMardiAhmad
Meilina
Dewi Tarti

Gambar 1. Denah Resosialisasi Sunan Kuning

Wanita Pekerja Seks total : 740 orang


Wanita Pekerja Seks terdaftar (KTA) : 508 orang
Wanita Pekerja Seks tidak terdaftar : 232 orang
Jumlah gang : 6 gang
Wisma : 130 wisma aktif
Operator : 235 orang
Mucikari/ GM : 158 orang
Pendamping Edukator RT 01 06 : 12 orang aktif (masing-masing
RT 2 orang)
Pendamping Edukator total : 15 orang

Pada tanggal 19-23 September 2003, Pertemuan Mucikari Nasional di Semarang yang
membahas mengenai pembentukan pusat resosialisasi di beberapa kota besar di Indonesia.
Tujuan resosialisasi adalah untuk menampung wanita pekerja seks (WPS) yang tersebar di

1
penjuru kota, guna upaya pembinaan kesehatan dan pengentasan agar WPS dapat
dikembalikan ke masyarakat (resosialisasi).
Resosialisasi Sunan Kuning menerapkan prinsip manajemen lapangan yang tertib dan
disiplin. WPS yang bekerja akan didata dengan proses perekrutan yang dilakukan oleh
petugas resosialisasi. Upaya pembinaan kesehatan WPS dilakukan dengan menyelenggarakan
pelaksanaan skrining IMS setiap 2 minggu untuk WPS, VCT setiap 3 bulan dan regulasi
penggunaan kondom yang ketat. Upaya pembinaan sosial dengan memberikan bekal
pelatihan pada WPS agar saat mereka keluar dari resosialisasi, mereka dapat mencari nafkah
dengan bekal skill yang diberikan. Pelatihan skill yang diberikan meliputi ketrampilan salon
dan rias pengantin.

3.2 Struktur Organisasi


Gambar 2. Struktur Paguyuban Resosialisasi Argorejo

KETUA
KETUA
SUWANDI
SUWANDI
EP
EP

WAKIL
WAKIL KETUA
KETUA
SLAMET
SLAMET
SUWANDI
SUWANDI

SEKRETARIS
SEKRETARIS BENDAHARA
BENDAHARA
SUHARNO
SUHARNO ISWANTO
ISWANTO

SIE.
SIE. KEAMANAN
KEAMANAN SIE.
SIE. SIE.
SIE.
SUKRUN,
SUKRUN, TRI
TRI PEMBINAAN
PEMBINAAN && KESEHATAN
KESEHATAN
MULYO,
MULYO, MOTIVASI
MOTIVASI DAN
DAN
SUTRISNO
SUTRISNO SLAMET
SLAMET OLAHRAGA
OLAHRAGA
HARSONO
HARSONO JUMIRAH
JUMIRAH
SIE.
SIE. HUMAS
HUMAS SIE.
SIE. PEMBANTU
PEMBANTU
SUNARTO
SUNARTO UMUM
UMUM
MUSTOFA
MUSTOFA

3.3 Laporan Hasil Manajemen Outreach


3.3.1 Hasil Wawancara dengan Ketua Resosialisasi
Wawancara dilakukan dengan Bapak Suwandi selaku Ketua Resosialisasi Sunan
Kuning, pada hari Senin, 9 Maret 2015 pukul 14.30 WIB. Resosialisasi Sunan Kuning
2
merupakan resosialisasi yang dibina pemerintah kota (Disospora) atas tujuan membantu
menjaga kesehatan, pengamanan, dan pengentasan sesuai dengan hasil pertemuan mucikari
tahun 2003. Pada tahun 1993, lokalisasi Sunan Kuning masih merupakan tempat lokalisasi
ilegal yang tidak dibina, sehingga dilakukan penutupan lokalisasi. Akibatnya kala itu ratusan
WPS berkeliaran di Kota Semarang, sehingga pada tanggal 15 Agustus 1996 kembali lagi
disatukan di Jl. Pramuka. Pada tahun 1998 saat reformasi, lokalisasi ditutup, dan ratusan
WPS dipulangkan ke daerah masing-masing. Pada tanggal 19-23 September 2003, diadakan
pertemuan mucikari nasional di Hotel Siliwangi Semarang. Pertemuan ini membahas
perubahan lokalisasi menjadi suatu resosialisasi dan rehabilitasi yang menampung WPS
untuk dibina serta dalam tujuan membantu pemberantasan HIV-AIDS yang kala itu makin
merebak dan disinyalir bersumber dari kelompok risiko tinggi seperti WPS.
Selama berdiri, resosialisasi Sunan Kuning mendapat banyak tantangan dari beberapa
ormas berupa rencana penutupan. Namun setelah diskusi mengenai tujuan dan program
resosialisasi ini, ormas bisa menerima keberadaan resosialisasi ini dan mendukung program
pengentasan. Pihak pengurus juga ikut melibatkan tokoh agama untuk mengadakan pengajian
tiap Selasa Kliwon, Jumat Kliwon dan Sabtu Wage.
Program Resosialisasi dan Rehabilitasi Sunan Kuning adalah kesehatan, pengamanan
dan pengentasan. Program kesehatan merupakan upaya pengendalian penularan infeksi
menular seksual, infeksi HIV-AIDS pada populasi WPS dan pelanggan WPS di resosialisasi.
Para WPS diberikan pembelajaran mengenai kesehatan dalam kelas besar tiap hari Senin,
Selasa dan Kamis. Dalam pengendalian IMS dilakukan dengan mengadakan skrining IMS
setiap 2 minggu. Pengendalian infeksi HIV-AIDS dilakukan dengan mengadakan VCT setiap
3 bulan. Selain itu dalam Disospora ikut memantau angka kejadian IMS dan HIV-AIDS di
wilayah Sunan Kuning tiap bulannya. Skrining untuk gang 1, 2 dan 3 dilakukan hari Senin
oleh Puskesmas Lebdosari dan gang 4, 5 dan 6 dilakukan hari Kamis oleh klinik Griya Asa.
Menurut ketua resos, angka IMS pada bulan Desember 2014 sebesar 24%, angka ini
merupakan yang terkecil di antara resosialisasi lain di Indonesia. Dalam upaya membantu
pelaksanaan pengendalian HIV-AIDS dari Komisi Penanggulangan HIV-AIDS, program
pemakaian kondom/kondomisasi resosialisasi diberikan kepada WPS 100%. Tetapi, dalam
pelaksanaannya masih mencapai 80% (data survey KPA Nasional 2013, unpublished).
Menurut ketua resos, permasalahan pelanggan yang tidak mau memakai kondom masih
menjadi permasalahan utama dari kondomisasi.
Bagi WPS yang tidak mengikuti program sekolah yang telah dicanangkan, dikenakan
sanksi berupa kuliah malam dari pkl 19.00-03.00 dan membayar denda Rp 100.000,00. Bagi
3
WPS yang ijin tidak mengikuti kegiatan tersebut karena alasan pulang kampung, ditarik biaya
Rp. 50.000 sebagai jaminan yang akan dikembalikan setelah kembali dari kampung halaman.
Bagi WPS yang tidak mengikuti sekolah hingga 3 kali maka akan diusir dari resosialisasi
Sunan Kuning. Bila dari skrining IMS, WPS 3 kali berturut turut terkena IMS maka akan
dievaluasi satu minggu kemudian, apabila masih maka akan diberikan pengobatan satu
minggu kemudian dan bila masih positif maka diberikan pengobatan satu minggu bila
ditemukan masih positif selama 3 minggu berturut-turut maka WPS akan dipulangkan, karena
berarti dia tidak menjaga kesehatan reproduksinya dengan menggunakan kondom. Bila WPS
(+) terkena HIV maka akan dipulangkan dan kejadian tersebut akan dilaporkan kepada KPA
asal WPS agar kesehatan WPS dan keluarganya dapat terpantau. Bagi WPS yang hamil
ditempat resosialisasi maka boleh mengambil tabungannya akan tetapi pihak resosialisasi
tidak akan memberikan bantuan dana kepada WPS tersebut karena dengan hamil berarti WPS
tidak menggunakan kondom saat bekerja sehingga termasuk kedalam pelanggaran peraturan.
Pengamanan merupakan bentuk penjagaan dari WPS agar lebih terkendali dan
mencegah kejadian/tindak kekerasan pada WPS. Pengamanan dilakukan bekerja sama dengan
Babinsa dan aparat terkait (Koramil). Bila terdapat tamu yang menginap, maka WPS wajib
melapor ke pihak keamanan dengan menyerahkan KTP tamu tersebut dan wajib membayar
uang keamanan sebesar Rp 15.000,00.
Pengentasan merupakan upaya resosialisasi dan alih profesi, yaitu WPS harus
menabung dan diharapkan untuk dapat keluar setelah bekerja selama 3 tahun dengan modal
berupa materi dan keterampilan/skill dengan tujuan untuk dapat kembali lagi bermasyarakat
dengan bekal ketrampilan yang diberikan selama proses pembinaan. Bagi WPS yang tidak
menabung juga akan dikeluarkan. Tabungan dapat diambil setahun sekali sebelum lebaran
atau apabila ada kebutuhan yang sangat mendesak. Tabungan tidak boleh diambil jika hanya
alasan membeli kebutuhan sehari-hari. WPS diwajibkan untuk menabung minimal Rp.
50.000 tiap bulannya di Bank BRI yang baru dapat diambil ketika bulan puasa.

3.3.2 Hasil Wawancara dengan Peer Educator (Ibu Endang)


Wawancara dilakukan pada hari Selasa, 10 Maret 2015 pada pukul 13.00 14.00 WIB
membahas mengenai tugas PE di Resosialisasi Sunan Kuning. Tugas PE adalah sebagai
pembina yang juga berasal dari kalangan WPS antara lain dalam pendistribusian kondom dan
4
sebagai kepanjangan tangan dari pengurus resosialisasi agar penggunaan kondom dapat
mencapai 100%. Resosialisasi Sunan Kuning merupakan resosialisasi yang dibina pemerintah
kota (Disospora) atas dasar membantu menjaga kesehatan, pengamanan, dan pengentasan.
Program kesehatan berarti merupakan upaya kontrol/pengendalian penularan infeksi
menular seksual, infeksi HIV-AIDS pada populasi WPS dan pelanggan WPS di resosialisasi,
berupa kondomisasi, skrining IMS dilakukan setiap 2 minggu sekali dan VCT dilakukan
setiap 3 bulan sekali. Terdapat kegiatan sekolah yang diikuti WPS pada hari Senin (gang
1,2,3), Selasa(kos), Kamis (gang 4,5,6) dan untuk kegiatan ini, WPS dikenakan iuran Rp
15.000,00/bulan untuk konsumsi. Selain itu, terdapat kegiatan senam setiap hari Jumat dan
Sabtu, untuk kegiatan tersebut, WPS dikenakan iuran Rp 5.000,00/minggu untuk membayar
instruktur dan konsumsi. Pengentasan dilakukan dengan upaya menabung dan kursus
keterampilan/skill salon dan rias pengantin sehingga dalam 3 tahun dapat mentas dari
Resosialisasi Sunan Kuning ini. Ketrampilan salon dan rias pengantin ini merupakan program
dari pemerintah yang dilaksanakan setiap 3-6 bulan sekali. Bagi para WPS yang tidak
mentaati program akan dikenakan sanksi berupa kuliah malam dan dapat dikeluarkan bila 3
kali tidak mentaati program.
Dengan kenyataan tersebut, diharapkan pembinaan antar WPS lebih mudah sebab
dilakukan oleh kalangan sendiri. PE sendiri diberikan kepercayaan oleh petugas resosialisasi
dan koordinator lapangan untuk membimbing WPS yang lain.

Distribusi Kondom WPS


Kondom yang didistribusikan merupakan kondom yang dibeli dari PT. Kondom Sutra
Indonesia oleh Petugas Resosialisasi. Setiap WPS membeli kondom 20 buah/minggu dengan
harga Rp 1000,00/buah, dan bila ada kegiatan pertemuan akan mendapatkan gratis 3 buah/
minggu. Total kondom yang dimiliki masing-masing WPS adalah 23 buah/ minggu. Bila
dalam 1 minggu kondom sudah hampir habis, maka WPS akan menghubungi PE, yang
kemudian akan mengantarkan kondom ke wisma-wisma WPS. Dari hasil wawancara,
diperoleh pencapaian distribusi kondom di 6 gang resosialisasi mencapai 100%. Tetapi untuk
penggunaannya selama proses pelayanan bervariasi, mulai dari 70-80%. Kondisi ini
dipengaruhi terutama oleh faktor pelanggan. Umumnya pelanggan yang berusia sudah tua
yang tidak mau menggunakan kondom dengan alasan mengurangi kenikmatan selama
hubungan seksual. Selama ini tidak pernah dilaporkan kekerasan yang dialami WPS akibat
memberikan saran untuk menggunakan kondom, hanya saja posisi bargaining WPS yang
lebih rendah sehingga penggunaan kondom selama pelayanan belum bisa mencapai 100%.
5
Penggerakan Kegiatan Pembinaan (Sekolah)
PE merupakan penggerak WPS untuk tetap mengikuti kegiatan pembinaan. Kegiatan
pembinaan biasanya diadakan di gedung yang ada di lingkungan resosialisasi. Pengisi
kegiatan dari pihak pengurus resosialisasi, LSM peduli resosialisasi, Dinas Sosial, Dinas
Kesehatan, Puskesmas, Kepolisian dan Agamawan (Pak Ustadz). Pembinaan untuk gang 1, 2
dan 3 dilakukan setiap hari Senin, untuk WPS yang kos setiap hari Selasa dan untuk gang 4,
5, dan 6 setiap hari Kamis. Pembinaan diisi mengenai pemberian pemahaman WPS tentang
resosialisasi, IMS dan HIV-AIDS, pengendalian transmisi IMS & HIV AIDS dan lain-lain.
Angka kehadiran bulan Februari menurut PE mencapai 90-95%.
Guna penertiban, diberlakukan sistem absensi yaitu apabila tidak datang tanpa ijin
maka akan diwajibkan untuk mengikuti kuliah malam dan membayar denda sebesar
Rp115.000. Bila ijin karena keperluan pribadi yang tidak mendesak maka membayar denda
sebesar Rp50.000. Untuk ijin karena kepentingan keluarga seperti keluarga menikah,
meninggal atau terkena musibah, WPS dibebaskan dari membayar denda. Maksud dan tujuan
denda ini adalah untuk memberikan efek jera sehingga WPS akan berusaha untuk selalu
menghadiri pembinaan mengingat pembinaan yang diberikan penting. Dana yang terkumpul
dari denda-denda akan digunakan untuk pembangunan dan peningkatan sarana prasarana
pembinaan, seperti pembangunan gedung.

Penggerakan Kegiatan Skrining IMS dan VCT


Peraturan dari Griya Asa adalah setiap WPS wajib skrining IMS (periksa vagina)
setiap 2 minggu dan VCT setiap 3 bulan sekali. Skrining dan VCT sudah ditentukan sesuai
buku catatan kesehatan yang harus selalu dibawa oleh WPS setiap kontrol. WPS yang
menderita IMS akan diistirahatkan hingga pengobatan selesai. Untuk WPS yang positif HIV
akan dipulangkan untuk memperoleh terapi antiretroviral drugs (ARV) dan tidak
diperkenankan bekerja. Bila WPS mengalami IMS hingga 3 kali, mengindikasikan WPS tidak
menjaga kesehatan reproduksi, dalam hal ini tidak menggunakan kondom secara teratur,
sehingga akan dipulangkan dan tidak diperkenankan melanjutkan bekerja sebagai WPS lagi.
Dengan peraturan yang ketat ini diharapkan WPS akan berusaha semaksimal mungkin untuk
tertib dalam menjaga kesehatan reproduksi dengan penggunaan kondom selama pelayanan.
Hanya saja, permasalahannya, pihak pelanggan sering kali yang membuat WPS tidak tertib
dalam penggunaan kondom.

6
Penggerakan Kegiatan Senam
Kegiatan senam diadakan setiap hari Jumat untuk gang 1,2, dan 3, hari Sabtu untuk
gang 4, 5 dan 6. Pelaksanaannya dari pukul 06.00 07.00. Tujuan kegiatan senam adalah
untuk menjaga kebugaran dan kesehatan WPS. WPS juga diedukasi untuk tetap makan
makanan bergizi dan beristirahat bila ada waktu istirahat, mengingat WPS bekerja
semalaman.

Penertiban Kegiatan Penerimaan Tamu


Kegiatan penerimaan tamu meliputi pelayanan karaoke, karaoke plus dan ngamar.
Kegiatan karaoke dimulai pukul 11 siang hingga 11 malam. Kegiatan yang dilakukan
meliputi karaoke, minum dan makan. Kegiatan karaoke plus ditambah dengan servis
sederhana oleh WPS. Sementara kegiatan ngamar merupakan pelayanan seks. Pelayanan
ngamar dimulai di malam hari hingga dini hari. Pada pukul 11 malam 2 pagi diadakan lapor
ke kantor resosialisasi mengenai penerimaan tamu dan tamu wajib meninggalkan identitas
diri, bila WPS tidak melaporkan maka akan dikenakan denda. Hal tersebut diberlakukan
dengan tujuan untuk melindungi WPS apabila terjadi kejadian kekerasan maupun yang tidak
diinginkan.
Tata tertib anak asuh berdasarkan Pengurus Resosialisasi Argorejo tanggal 21 Maret
2005, diataranya adalah :
1. Terdaftar pada Pengurus Resosialisasi Argorejo dan mendapat Kartu Identitas
dari Kabag BinaMitra Polres Semarang Barat
2. Menetap pada satu pengasuh (tidak boleh kost)
3. Memiliki pakaian seragam olahraga/training untuk kegiatan olahraga
4. Memiliki pakaian seragam pembinaan dan kontrol kesehatan di gedung
Resosialisasi Argorejo : Blus putih dan rok hitam (Kecuali tim pengelola dan
Tim motivasi/edukasi
5. Sanggup mengikuti kegiatan pembinaan, kontrol kesehatan dan olahraga yang
ditetapkan pengurus, sbb :
6. Selama Kartu Identitas dari Bina Mitra masih berlaku dilarang pindah ke lain
pengasuh, kecuali dirugikan oleh bapak.ibu pengasuh dan atau sebaliknya
7. Wajib mengingatkan/ menyarankan pengunjung/ tamu supaya memakai
KONDOM saat berhubungan untuk mencegah penyebaran virus HIV AIDS
8. Saat berpergian dari resosialisasi Argorejo wajib menggunakan pakaian sopan
9. Dilarang melakukan aktivitas diluar rumah setelah pukul 23.00 WIB dan
diberikan tolerasi s.d pukul 01.00 WIB/ melaporkan pengunjung ke Petugas
Wajib Lapor di Gedung Pendidikan Argorejo

7
10. Sanggup menaati semua peraturan/tata tertibyang disepakati bersama oleh
pengurus resosialisasi maupun, RT dan RW setempat
Bagi wisma yang memiliki usaha karaoke, terdapat pula tata tertib karaoke
berdasarkan musyawarah warga tanggal 25 Februari 2006.
1. Karaoke Buka pukul 11.00 WIB s/d pukul 23.00 WIB
2. Khusus Hari jumat Jam buka pukul 13.00 WIB s.d pukul 23.00 WIB
3. Dilarang membawa minum-minuman keras
4. Dilarang membawa narkoba
5. Dilarang membawa senjata tajam
6. Dilarang membunyikan House Music dan Blue Film
7. Pembayaran dimuka sebelum Karaoke operasional
8. Dilarang membuka pintu saat Karaoke operasional

3.3.5 Hasil Wawancara Dengan Wanita Pekerja Seks


A. Wawancara WPS E
Identitas
WPS bernama Ny. E, berusia 49 tahun dan berasal dari Bandungan. Ia mengaku janda
memiliki 2 orang anak dan beragama islam. Pendidikan terakhir SD. Ia bekerja sebagai WPS
karena masih memiliki tanggungan. Saat ini ia ditunjuk sebagai PE di gang 1, tugasnya
adalah mendistribusikan kondom kepada WPS yang akan melayani tamu. Sampai saat ini
masih melayani tamu namun hanya 1 yang merupakan langganannya. Jam kerja mulai jam 7
pagi sampai jam 9 malam. Sudah bekerja selama 8 tahun. Pekerjaan sebelum menjadi WPS
sebagai ibu rumah tangga. WPS tinggal di wisma MM 1.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. Selain sebagai WPS juga sebagai peer educator dan sering
mengikuti pelatihan. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan atupun tertular
IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining, VCT
dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. WPS tidak pernah memperoleh obat profilaksis IMS, Menurut WPS, skrining
bertujuan untuk senantiasa mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia mengetahui
kondisi kesehatan reproduksinya. WPS menjalani skrining terakhir kali pada tanggal 27
Februari 2015. Sedangkan untuk VCT pada tanggal 8 Desember 2014 yang lalu. Saat proses
VCT dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala, penyebaran, penularan,
pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan WPS dalam skrining dan
VCT sejauh ini mencapai 100%.

8
Perilaku berisiko lain
WPS tidak mengkonsumsi minuman keras. Penggunaan kondom selama melayani tamu
mencapai 100%. Penggunaan kondom merupakan bagian dari pelayanan pelanggan, saat
pelanggan sudah mengalami ereksi maka WPS akan memasangkan kondom ke penis
pelanggan. WPS mendapat 1 kondom/minggu karena sekarang hanya melayani 1 pelanggan.
Menurut sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan IMS dan HIV-
WPS takut tertular penyakit infeksi menular seksual yang diakibatkan berhubungan seks
sehingga memakai kondom. Kondom yang sudah dipakai akan dibuang dengan tissue ke
tempat sampah.

Mucikari di mata WPS


Mucikari selalu mengingatkan WPS agar memakai kondom dan mengikuti skrining serta
VCT namun sejak WPS menjadi peer educator mucikari sudah tidak mengingatkan lagi
karena WPS sudah dianggap tahu tentang bahaya infeksi menular seksual yang dapat
ditularkan.

B. Wawancara WPS P
Identitas
WPS bernama Ny. P, berusia 27 tahun dan berasal dari Sampit. Ia mengaku gadis belum
menikah. Ia bekerja sebagai WPS karena alasan ekonomi. Telah bekerja di Resosialisasi
Sunan Kuning selama 4 tahun. Pekerjaan sebelum ini WPS mengaku sebagai guru disebuah
pondok pesantren di Jombang Jawa Timur. Pendidikan terakhir WPS adalah SMA dan agama
yang dianut adalah Islam. WPS tinggal di wisma M.
.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS juga ditunjuk sebagai peer educator. WPS mengetahui
pencegahan agar tidak menularkan atupun tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks
aman dengan kondom, secara rutin skrining, VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak
memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak membuat tato. Namun, WPS tidak
memakai kondom 100% dalam melayani tamu karena tergiur dengan uang yang dijanjikan
oleh tamu. WPS pernah menderita infeksi menular seksual sebanyak 2 kali. WPS menjalani
skrining terakhir kali pada tanggal 24 Februari 2015. Sedangkan untuk VCT seminggu yang

9
lalu. Saat proses VCT dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala,
penyebaran, penularan, pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan
WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini mencapai 100%.

Perilaku berisiko lain


Dari pengakuannya, WPS membersihkan vaginanya dengan sabun sirih secara rutin. WPS
tidak mengkonsumsi minuman keras dan tidak merokok. Penggunaan kondom selama
melayani tamu mencapai 70-90%. Pencapaian kurang dari 100% dikarenakan beberapa
pelanggan tidak mau menggunakan kondom karena mengurangi kenikmatan selama
hubungan dan pelanggan menawarkan uang yang lebih besar jika tidak memakai kondom.
Penggunaan kondom merupakan bagian dari pelayanan pelanggan, saat pelanggan sudah
mengalami ereksi maka WPS akan memasangkan kondom ke penis pelanggan. WPS
memperoleh 23 kondom/minggu. Menurut sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk
mencegah penularan IMS dan HIV-AIDS dari maupun ke pelanggan, serta merupakan salah
satu pencegahan kehamilan. Kondom yang sudah dipakai akan dibuang dengan tissue ke
tempat sampah yang sudah disediakan khusus di resosialisasi. Dalam seminggu tidak tentu
penggunaan kondom habis, bervariasi tergantung jumlah pelanggan.

Mucikari di mata WPS


Menurut WPS, mucikari di wismanya baik. Bersikap kekeluargaan apabila pelanggan
mengajak keluar dan WPS meminta izin diberikan tanpa dimintai biaya tambahan. Kontribusi
mucikari antara lain dengan memasang poster yang bertuliskan bahwa pelanggan wajib
menggunakan kondom selama proses pelayanan. Menempelkan tata tertib di ruang tamu
wisma. Untuk dukungan skrining, dan VCT diberikan dalam bentuk anjuran.

C. Wawancara WPS C
Identitas
WPS bernama Ny. C, berusia 28 tahun dan berasal dari Pekalongan. Ia mengaku janda
memiliki 1 orang anak, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan kedua orang tua
masih lengkap. Adik perempuan sedang menjalani pendidikan S1 di salah satu universitas di
Semarang. Ia bekerja sebagai WPS karena ekonomi dan kebutuhan. Telah bekerja di
Resosialisasi Sunan Kuning selama tiga tahun, dengan motivasi yang melatarbelakangi
adalah kondisi ekonomi dan kebutuhan. WPS mengaku sebelumnya tidak bekerja. Pendidikan

10
terakhir WPS adalah SMP dan agama yang dianut adalah Islam. WPS tinggal di kos kota
Semarang.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan ataupun
tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining,
VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. Dalam 6 bulan terakhir skrining sudah dilakukan selama 12 kali. Menurut
WPS, skrining bertujuan untuk senantiasa mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia
mengetahui kondisi kesehatan reproduksinya. WPS menjalani skrining terakhir kali pada
tanggal 2 Maret 2015. Sedangkan untuk VCT bulan Januari 2015. Saat proses VCT
dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala, penyebaran, penularan,
pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan WPS dalam skrining dan
VCT sejauh ini mencapai 100%.

Perilaku berisiko lain


Dari pengakuannya, WPS mengkonsumsi minuman keras dan merokok. Penggunaan kondom
selama melayani tamu mencapai 80-90%. Pencapaian kurang dari 100% dikarenakan
beberapa pelanggan tidak mau menggunakan kondom. Penggunaan kondom merupakan
bagian dari pelayanan pelanggan, saat pelanggan sudah mengalami ereksi maka WPS akan
memasangkan kondom ke penis pelanggan. Kondom diperoleh dari PE. Menurut
sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan IMS dan HIV-AIDS dari
maupun ke pelanggan, serta merupakan salah satu pencegahan kehamilan. Kondom yang
sudah dipakai akan dibuang dengan tissue ke tempat sampah. Dalam seminggu tidak tentu
penggunaan kondom yang diberikan habis, bervariasi tergantung jumlah pelanggan.

Mucikari di mata WPS


Mucikari Kontribusi mucikari antara lain dengan memasang poster yang bertuliskan bahwa
pelanggan wajib menggunakan kondom selama proses pelayanan. Menempelkan tata tertib di
ruang tamu wisma. Untuk dukungan skrining, dan VCT diberikan dalam bentuk anjuran.

D. Wawancara WPS R
Identitas

11
WPS bernama Ny. R, berusia 23 tahun dan berasal dari Purwodadi. Ia mengaku belum
menikah dan memilki 1 anak berusia 7 bulan. Ia bekerja sebagai WPS untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari dan memberi bantuan pada orang tua. Ny. R bekerja di Resosialisasi
Sunan Kuning selama tiga tahun, dengan motivasi yang melatarbelakangi adalah kondisi
ekonomi. WPS mengaku sebelumnya bekerja sebagai penjaga took di pasar johar. Pendidikan
terakhir WPS adalah SMP dan agama yang dianut adalah Islam. WPS tinggal di kos B.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan atupun
tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining,
VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. Dalam 6 bulan terakhir skrining sudah dilakukan selama 12 kali. WPS pernah
memperoleh obat profilaksis IMS pada awal tahun bekerja. Menurut WPS, skrining bertujuan
untuk senantiasa mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia mengetahui kondisi
kesehatan reproduksinya. WPS menjalani skrining terakhir kali seminggu yang lalu.
Sedangkan untuk VCT bulan Desember 2014. Saat proses VCT dijelaskan mengenai penyakit
HIV dan AIDS, gejala, penyebaran, penularan, pengobatan, akibat/komplikasi dan
pencegahannya. Keikutsertaan WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini mencapai 100%.

Perilaku berisiko lain


Dari pengakuannya, WPS sudah tidak melakukan hubungan dengan pelanggan, tetapi hanya
menemani pelanggan karaoke. WPS hanya berhubungan dengan pacarnya. WPS
mengkonsumsi minuman keras. WPS 80% menggunakan kondom saat berhubungan dengan
pacarnya. Menurut sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan IMS
dan HIV-AIDS dari maupun ke pelanggan, serta merupakan salah satu pencegahan
kehamilan. Kondom yang sudah dipakai akan dibuang ke tempat sampah.
Mucikari di mata WPS
Mucikari mengingatkan WPS agar memakai kondom dan mengikuti skrining serta VCT
namun sejak WPS menjadi peer educator mucikari sudah tidak mengingatkan lagi karena
WPS sudah dianggap tahu tentang bahaya infeksi menular seksual yang dapat ditularkan.

E. Wawancara WPS V
Identitas

12
WPS bernama Nn. V, berusia 32 tahun dan berasal dari Lamongan. Ia mengaku janda,
memiliki 1 anak berusia 2,5 tahun. Ia bekerja sebagai WPS karena untuk menghidupi
anaknya. Telah bekerja di Resosialisasi Sunan Kuning selama empat tahun, dengan motivasi
yang melatarbelakangi adalah kondisi ekonomi. WPS mengaku sebelumnya ibu rumah
tangga. Pendidikan terakhir WPS adalah SMP dan agama yang dianut adalah Islam. WPS
tinggal di wisma B.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan atupun
tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining,
VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. Dalam 6 bulan terakhir skrining sudah dilakukan selama 12 kali. VCT
dilakukan 4 kali dalam 1 tahun. Menurut WPS, skrining bertujuan untuk senantiasa
mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia mengetahui kondisi kesehatan reproduksinya.
WPS menjalani skrining terakhir kali pada 2 Maret 2015. Sedangkan untuk VCT bulan
Januari 2015. Saat proses VCT dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala,
penyebaran, penularan, pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan
WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini mencapai 100%.
Perilaku berisiko lain
Dari pengakuannya, WPS selalu membersihkan vaginanya setelah selesai berhubungan. WPS
tidak mengkonsumsi minuman keras dan merokok. Penggunaan kondom selama melayani
tamu mencapai 100%. Penggunaan kondom merupakan bagian dari pelayanan pelanggan,
saat pelanggan sudah mengalami ereksi maka WPS akan memasangkan kondom ke penis
pelanggan. Kondom diperoleh dari PE, dan WPS memperoleh 2 kotak/minggu. Menurut
sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan IMS dan HIV-AIDS dari
maupun ke pelanggan, serta merupakan salah satu pencegahan kehamilan. Kondom yang
sudah dipakai akan dibuang ke tempat sampah. Dalam seminggu tidak selalu pemakaian
kondom habis, bervariasi tergantung jumlah pelanggan.
Mucikari di mata WPS
Kontribusi mucikari antara lain dengan memasang poster yang bertuliskan bahwa pelanggan
wajib menggunakan kondom selama proses pelayanan. Menempelkan tata tertib di ruang
tamu wisma. Untuk dukungan skrining, dan VCT diberikan dalam bentuk anjuran.

3.3.6 Tabulasi Data Wawancara WPS


13
Tabel 1. Tabulasi Data Wawancara WPS
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Memperoleh informasi tentang IMS/HIV-AIDS/skrining/VCT 5 0
2 Mengetahui cara mencegah penularan IMS/HIV-AIDS 5 0
3 Skrining IMS secara rutin ke Griya Asa/Puskesmas Lebdosari 5 0
4 Mengetahui kegunaan skrining IMS secara rutin 5 0
5 Pernah menderita IMS selama ini 4 1
6 Melakukan VCT secara rutin 5 0
7 Mengetahui kegunaan VCT secara rutin 5 0
8 Kebiasaan membilas vagina 5 0
9 Kebiasaan minum alcohol 3 2
10 Mengetahui kegunaan penggunaan kondom dalam hubungan 5 0
seksual
11 Selalu menggunakan kondom di setiap hubungan seksual 2 3
(100%)
12 Pelanggan yang menolak sebagai alasan utama tidak 3 0
menggunakan kondom
13 Kondom yang diberikan cukup dengan kebutuhan WPS 5 0
14 Pengurus resosialisasi, Koordinator lapangan, Mucikari, PE dan 5 0
yang lain berperan sebagai pembina WPS terutama mengenai
kesehatan dan pengentasan selama berada di resosialisasi
Sunan Kuning

3.3.7. Kegiatan Outreach Mahasiswa PBL FK UNDIP


Kegiatan outreach mahasiswa PBL dilakukan pada hari Jumat-Selasa, 6-10 Maret
2015. Kegiatan dilakukan dengan melakukan kunjungan langsung ke wisma tempat WPS.
Kegiatan outreach dengan WPS meliputi pendekatan, wawancara. Tujuannya adalah agar
memperoleh kepercayaan dari WPS sehingga mempermudah mendapatkan info yang dapat
digunakan sebagai data.
Pengurus resosialisasi memberikan pembinaan untuk terus mengingatkan
menggunakan kondom untuk melakukan praktek safe-sex, melakukan skrining IMS setiap 2
minggu sekali dan VCT setiap 3 bulan sekali. Pentingnya menjaga kesehatan tubuh dengan
istirahat, makan makanan yang bergizi dan berolahraga teratur juga diberikan. Pada proses
pembinaan juga diberikan peringatan untuk para WPS yang tidak patuh terhadap peraturan
seperti melakukan skrining tidak rutin, tidak ikut dalam kegiatan pembinaan dan senam, juga
masih terdapatnya WPS yang mengalami IMS.
Outreach yang dilakukan terhadap ketua resossialisai bertujuan untuk mengetahui tata
tertib di tempat resosialisasi, tugas-tugas petugas resosialisasi di resosialisasi sunan kuning.

14
Dari hasil kegiatan outreach, berhasil melakukan wawancara dengan PE, beberapa WPS,
serta ketua Resosialisasi Sunan Kuning.
Pencegahan IMS dan HIV-AIDS pada WPS di Resosialisasi Sunan Kuning sudah
berjalan baik dengan adanya program kondomisasi pada pelanggan yang datang, PWS wajib
skrining IMS yang dilakukan 1 kali/2 minggu dan VCT 1 kali/3 bulan. Namun, permasalahan
yang dihadapi oleh para WPS dilapangan adalah ada beberapa pelanggan yang masih tidak
mau menggunakan kondom dengan berbagai macam alasan meliputi berkurangnya
kenikmatan hubungan seksual, pelanggan merasa sebagai pembayar yang berhak dilayani
sesuai keinginannya. Meskipun WPS sudah berupaya mengedukasi pelanggan, untuk
pelanggan yang berusia tua sulit untuk diajak bernegosiasi dalam menggunakan kondom,
sehingga WPS sering kalah karena tergiur dengan penawaran yang ditawarkan pelanggan dan
berakhir dengan memberikan pelayanan tanpa menggunakan kondom. Tetapi untuk
pelanggan yang berusia muda masih memiliki kesadaran akan bahaya HIV-AIDS sehingga
dapat diajak bernegosiasi menggunakan kondom.
Edukasi yang diberikan adalah untuk terus melakukan pelayanan seks yang aman
guna pencegahan penularan IMS dan HIV-AIDS dari dan ke pelanggan. WPS diedukasi
untuk selalu rutin skrining dan VCT, serta melaksanakan pola hidup yang sehat, makan
teratur, beristirahat dan mengikuti kegiatan yang diadakan di resosialisasi dengan tertib.
Mahasiswa PBL dalam kegiatan wawancara juga memberikan penjelasan mengenai
HIV-AIDS dan pentingnya melakukan pencegahan. WPS banyak yang masih belum benar
dalam memahami tentang HIV-AIDS, tetapi secara umum mereka telah memahami tentang
pencegahan penularan HIV-AIDS melalui hubungan seksual yaitu dengan menggunakan
kondom. Mahasiswa menjelaskan bagaimana kekebalan tubuh pasien bisa menjadi menurun
akibat serangan virus HIV, sehingga berbagai penyakit dapat menginfeksinya dan
menyebabkan kematian (infeksi oportunistik). Dari hasil kegiatan diharapkan WPS benar
dalam memahami bagaimana HIV-AIDS, sehingga kesadaran untuk lebih tertib dalam
menggunakan kondom menjadi meningkat.

15
BAB IV
ANALISIS MASALAH, PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1. Permasalahan
1. Pelaksanaan penggunaan kondom selama pelayanan di Resosialisasi Sunan
Kuning hanya 70-90% karena pelanggan sering menolak.

4.2. Pembahasan
Pelaksanaan penggunaan kondom di resosialisasi Sunan Kuning kurang dari 100%
salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran para pelanggan dan WPS untuk
melakukan hubungan seksual menggunakan kondom. Sebagian pelanggan merasakan
ketidaknyamanan dalam penggunaan kondom, berkurangnya kenikmatan hubungan seksual,
pelanggan merasa sebagai pembayar yang berhak dilayani sesuai keinginannya. Sebagian
pelanggan kadang mabuk dahulu sebelum melakukan hubungan seksual sehingga kadang
lupa memasang kondom. Keadaan tersebut menyebabkan sebagian WPS menjadi korban
hubungan seksual tanpa kondom dan meningkatkan resiko IMS dan HIV-AIDS. IMS
menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada organ genital dan saluran reproduksi
meningkatkan risiko infeksi HIV menjadi 10 kali lipat. Dari pihak Griya Asa telah
memperketat aturan minum obat. WPS yang menderita IMS diwajibkan meminum obat saat
itu juga di depan dokter.

4.3. Pemecahan Masalah


1. Diperlukan edukasi pada masyarakat mengenai penggunaan kondom bila melakukan
hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi.
2. Diperlukan edukasi pada WPS mengenai penyakit dan bahaya IMS dan HIV-AIDS
sehingga diharapkan makin meningkatkan kesadaran WPS untuk mencegah
transmisi secara simultan.
3. Diperlukan edukasi pada WPS agar tidak terperdaya tipu muslihat pelanggan
sehingga dapat mentas tepat waktu.

1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Manajemen pelaksanaan program outreach PKBI Kota Semarang di belum
berjalan dengan baik karena masih ditemukan WPS yang tidak memakai
kondom dan peer educator yang tidak mentaati peraturan.
2. Pelaksanaan penggunaan kondom selama pelayanan di Resosialisasi Sunan
Kuning hanya 70-90% karena pelanggan sering menolak.

5.2 Saran
1. Perlu diadakan suatu evaluasi berkala mengenai pelaksanaan program
outreach PKBI Kota Semarang yang sudah ada dan melakukan revitalisasi
program (apabila diperlukan) di Wilayah Resosialisasi Sunan Kuning
Semarang agar program pencegahan dan pengendalian penyakit IMS
maupun HIV-AIDS dapat berjalan semakin baik.
2. Diperlukan edukasi pada masyarakat mengenai penggunaan kondom bila
melakukan hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi.
3. Diperlukan edukasi pada WPS mengenai penyakit dan bahaya IMS dan
HIV-AIDS sehingga diharapkan makin meningkatkan kesadaran WPS
untuk mencegah transmisi secara simultan.

DAFTAR PUSTAKA

2
1. World Health Organization. WHO: Millennium Development Goals. Available from :
http://www.who.int/topics/millennium_development_goals/en/
2. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Available from :
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf
3. HIV-AIDS Jawa Tengah. Available from: http://www.aidsjateng.or.id
4. Modul Outreach PKBI Semarang 2014
5. Dewson S, Davis S, Casebourne J. Maximising the Role of Outreach in Client
Engegement, Research Report DWPRR 326. 2006, Depertment for Work and
Pensions.
6. HIV-AIDS and other sexually transmitted infections. Available from:
http://www.who.int/ith/diseases/hivaids/en/
7. Centers for Disease Control and Prevention US. The role of STD Dectection and
Treatment in HIV Prevention CDC Fact Sheet. Available from:
http://www.cdc.gov/std/hiv/stdfact-std-hiv.htm
8. Ministry of Health Republic of Indonesia, HIV/STI Integrated Biological Behavior
Surveillance (IBBS) among Most-At-Risk Groups (MARG) in Indonesia, 2007
9. Gambaran Umum Resosialisasi Argorejo Semarang. Available from :
http://eprints.undip.ac.id/40711/4/BAB_IV_YUNI.pdf
10. Sejarah dan Lika-Liku Sunan Kuning. Available from :
http://jelajahsemarang.com/artikel_semarang-read-
sejarah_dan_likaliku_lokalisasi_sunan_kuning_semarang.html

Anda mungkin juga menyukai