Outreach PKBI
Outreach PKBI
Oleh:
Laporan kunjungan kerja di Klinik IMS Griya Asa Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
dengan judul LAPORAN KEGIATAN DAN MANAJEMEN OUTREACH GRIYA ASA
PKBI KOTA SEMARANG DI WILAYAH RESOSIALISASI SUNAN KUNING
MARET 2015, telah disajikan di depan pembimbing mahasiswa pada tanggal 13 Maret
2015 di Griya Asa PKBI Resosialisasi Sunan Kuning Semarang guna memenuhi syarat
kepaniteraan Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro.
Disahkan oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
ii
iii
KATAPENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusunan laporan manajemen program outreach PKBI Semarang di Wilayah
Resosialisasi Sunan Kuning dalam rangka melengkapi tugas kepaniteraan pada Praktek
Belajar Lapangan di Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Pencegahan
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro dapat terselesaikan dengan lancar.
Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. dr. Bambang Darmawan dan dr. Dwi Yoga Yulianto selaku Dosen Pembimbing
Lapangan di Griya Asa PKBI Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
2. Ari Istiyadi selaku Koordinator Lapangan di Griya Asa Resosialisasi Sunan Kuning
Semarang
3. Bapak Suwandi selaku Ketua Resosialisasi Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
4. Ibu Endang selaku Peer Educator
5. Ibu V, E, P, C, R selaku Wanita Pekerja Seks Resosialisasi Sunan Kuning Semarang
6. Rekan rekan PBL yang memberikan dukungan
Semoga laporan laporan kegiatan dan manajemen outreach dapat bermanfaat bagi
yang memerlukannya dan dapat menjadi panduan pelaksanaan kegiatan periode selanjutnya.
Penulis
iv
v
DAFTARISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................ii
KATA PENGANTAR...............................................................................................................iii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................................v
DAFTAR TABEL.....................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................2
1.3 Tujuan Umum dan Khusus...............................................................................................8
1.4 Sasaran Outreach.............................................................................................................3
1.5 Target Outreach................................................................................................................3
1.6 Indikator Outreach...........................................................................................................9
1.7 Strategi Outreach.............................................................................................................9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................................10
2.1 Manajemen.....................................................................................................................10
2.2 Program Outreach..........................................................................................................12
2.3 Sejarah Resosialisasi Argorejo.......................................................................................13
BAB III HASIL PENGAMATAN............................................................................................11
3.1 Overview Resosialisasi Sunan Kuning...........................................................................17
3.2 Struktur Organisasi.........................................................................................................12
3.3 Laporan Hasil Manajemen Outreach.............................................................................19
BAB IV ANALISIS MASALAH, PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH......33
4.1 Permasalahan..................................................................................................................33
4.2 Pembahasan....................................................................................................................33
4.3 Pemecahan Masalah.......................................................................................................33
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN...................................................................................35
5.1 Kesimpulan....................................................................................................................35
5.2 Saran...............................................................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................36
LAMPIRAN DOKUMENTASI KEGIATAN..........................................................................37
vi
vii
DAFTARTABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
x
BAB I
PENDAHULUAN
1
Program outreach memudahkan memberikan pembinaan untuk mengubah perilaku
WPS agar selalu mempraktekan seks yang amanseks yang aman dengan kondom yang
mencegah transmisi HIV-AIDS dan IMS, skrining IMS, dan VCT rutin guna pengendalian
transmisi IMS dan HIV-AIDS dari kelompok risiko tinggi tersebut ke masyarakat umum. 4
Hal ini mendorong mahasiswa PBL untukmengetahui keberhasilan program outreach yang
dilakukan oleh Griya Asa PKBI Semarang di Resosialisasi Sunan Kuning sesuai dengan
indikator keberhasilan yang ditetapkan.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui keberhasilan program outreach dalam mengubah perilaku Wanita
Pekerja Seks (WPS) dari berperilaku seks tidak aman (unsafe sex) menjadi
berperilaku seks aman (safe sex).
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui presentase penggunaan kondom selama pelayanan yang dilakukan
WPS di Resosialisasi Sunan Kuning.
2. Mengetahui tingkat rutinitas skrining Infeksi Menular Seksual (IMS) tiap 2
minggu yang dilakukan oleh WPS di Resosialisasi Sunan Kuning.
3. Mengetahui tingkat rutinitas Voluntary Counselling Test (VCT) yang dilakukan
tiap 3 bulan oleh WPS di Resosialisasi Sunan Kuning.
2
1.5 Target Outreach
1. Penggunaan kondom selama proses praktek pekerja seks dilakukan oleh 100%
WPS di Resosialisasi Sunan Kuning
2. Skrining Infeksi Menular Seksual (IMS) secara rutin setiap 2 minggu dilakukan
oleh 100% WPS di Resosialisasi Sunan Kuning
3. Voluntary Counselling Test (VCT) dilakukan secara rutin setiap 3 bulan oleh
100% WPS di Resosialisasi Sunan Kuning
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.2 Program Outreach
Outreach atau pendampingan adalah suatu metode komunikasi yang bertujuan untuk
mengubah perilaku pelanggan menjadi perilaku yang diharapkan, baik perilaku individual
ataupun kelompok. Perubahan perilaku sesuai teori komunikasi meliputi lima tahapan yaitu
awareness, pemahaman/ pengertian, menentukan sikap, mencoba dan mengadopsi, dimana
diperlukan suasana penuh empati selama komunikasi berlangsung.2
Pesan yang dikomunikasikan antara lain perilaku-perilaku yang akan diubah sesuai
tujuan dari provider, dalam penanggulangan HIV adalah perilaku yang memudahkan
terjadinya transmisi HIV. Perilaku perilaku tersebut antara lain mempraktekan seks yang
aman, misalkan pada kelompok risiko tinggi tersebut dengan menggunakan kondom. Hal
tersebut dikomunikasikan dalam tiga pesan meliputi pesan inti, pesan dasar dan pesan
tambahan. Pesan ini meliputi HIV-AIDS dan IMS, yaitu penyebab, gejala, proses penularan,
pengobatan, komplikasi dan pencegahan. Pesan dasar mengenai kesehatan reproduksi, faktor
yang berpengaruh pada organ reproduksi, bagaimana menjaga kesehatannya agar keturunan
yang dihasilkan juga sehat. Pesan tambahan meliputi peran gizi berimbang dan istirahat
teratur dalam mempertahankan kondisi tubuh.
Komunikasi dilakukan dengan penuh empati guna mendapatkan rasa saling percaya,
mengandung kebenaran informasi, menjaga kerahasiaan, menjaga kehormatan, menjamin
perbaikan kesehatan pelanggan dan meningkatkan kemandirian. Empati juga diharapkan bisa
membangkitkan kesadaran sendiri dan lebih berpotensi menguatkan keinginan untuk
berkomitmen. Metode komunikasi dilakukan dengan face to face, kelompok, maupun masal.
Kapan, bagaimana, dimana dan pada siapa informasi diberikan akan menentukan metode
komunikasi yang dipilih. Alat bantu komunikasi ditentukan dari target perilaku yang diubah,
waktu perencanaan, homogenitas sasaran dan pengaruh lingkungan.
Target outreach adalah jumlah WPS yang dijangkau, yang merupakan populasi etris
yang masih berisiko tertular IMS dan HIV-AIDS. Penjangkauan ke WPS juga dapat
berdasarkan PRK. Jumlah WPS yang akan didampingi adalah jumlah WPS sebagai sasaran
prioritas yang akan diharapkan berubah perilaku yang berisiko. Jumlah WPS yang diakhiri
pendampingannya adalah jumlah WPS yang telah mengadopsi seks sehat, yaitu WPS yang
tidak IMS atau sekali IMS, tidak HIV dan AIDS,menggunakan kodom 100 %.
Provider harus dapat memahami sampai di tingkatan manakah tahapan komunikasi
telah dicapai. Pada komunikasi individual ataupun kelompok secara tatap muka, bila sasaran
telah mulai bertanya maka tahapan komunikasi telah melewati tahap awarness, maka dapat
2
dimulai anjuran dengan diskusi tanya jawab untuk mencoba atau trial, dan seterusnya akan
terjadi adopsi perilaku yang diharapkan. Dalam penanggulangan penyakit pesan tersebut
disusun dalam faktor resiko individual ataupun kelompok yang disebut sebagai PRI
(penilaian risiko individual) dan PRK (penilian risiko kelompok).
PRI (penilaian risiko individual) adalah sekumpulan risiko individual yang akan
memudahkan transmisi penyakit, mempersulit kesembuhan, menyebabkan drop-out
pengobatan, meningkatkan kemungkinan kecacatan ataupun risiko kematian.
PRK (Penilaian Risiko Kelompok) adalah perilaku kelompok dengan ciri yang sama
misalnya kelompok waria, kelompok WPS dalam satu wisma, kelompok IDU dll, biasanya
ada suatu keadaan yang menyatukan kelompok tersebut, yang sangat dipengaruhi oleh stake
holder.Untuk WPS stake holder yang paling berpengaruh adalah Pengasuh/Mucikari/GM,
pengurus resosialisasi dan aparat pemerintah RT, RW, Lurah, Camat, dan petugas Dinas
kesehatan.
2.3. Infeksi Menular Seksual (IMS)
2.3.1 Definisi dan Epidemiologi Infeksi Menular Seksual
Penyakit kelamin (veneral diseases) sudah lama dikenal dan beberapa di antaranya
sangat populer di Indonesia yaitu sifilis dan gonore. Dengan semakin majunya ilmu
pengetahuan, seiring dengan perkembangan peradaban masyarakat, banyak ditemukan
penyakit-penyakit baru, sehingga istilah tersebut tidak sesuai lagi dan diubah menjadi
sexually transmitted disease (STD) atau Penyakit Menular Seksual (PMS).
Perubahan istilah tersebut memberi dampak terhadap spektrum PMS yang semakin
luas karena selain penyakit-penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit kelamin (VD)
yaitu sifilis, gonore, ulkus mole, limfogranuloma venerum dan granuloma inguinale juga
termasuk uretritis non gonore (UNG), kondiloma akuminata, herpes genitalis, kandidosis,
trikomoniasis, bakterial vaginosis, hepatitis, moluskum kontagiosum, skabies, pedikulosis,
dan lain-lain. Sejak tahun 1998, istilah STD mulai berubah menjadi STI (Sexually
Transmitted Infection), agar dapat menjangkau penderita asimtomatik.
Peningkatan insidens IMS dan penyebarannya di seluruh dunia tidak dapat
diperkirakan secara tepat. Di beberapa negara disebutkan bahwa pelaksanaan program
penyuluhan yang intensif akan menurunkan insiden IMS atau paling tidak insidennya relatif
tetap. Namun demikian, di sebagian besar negara, insiden IMS relatif masih tinggi dan setiap
tahun beberapa juta kasus baru beserta komplikasi medisnya antara lain kemandulan,
kecacatan, gangguan kehamilan, gangguan pertumbuhan, kanker bahkan juga kematian
memerlukan penanggulangan, sehingga hal ini akan meningkatkan biaya kesehatan. Selain itu
3
pola infeksi juga mengalami perubahan, misalnya infeksi klamidia, herpes genital, dan
kondiloma akuminata di beberapa negara cenderung meningkat dibanding uretritis gonore
dan sifilis.
Beberapa penyakit infeksi sudah resisten terhadap antibiotik, misalnya munculnya
galur multiresisten Neisseria gonorrhoeae, Haemophylus ducreyi dan Trichomonas vaginalis
yang resisten terhadap metronidazole. Perubahan pola infeksi maupun resistensi tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Perubahan pola distribusi maupun pola perilaku penyakit tersebut di atas tidak
terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:
1. Faktor dasar
a) Adanya penularan penyakit
b) Berganti-ganti pasangan seksual
2. Faktor medis
a) Gejala klinis pada wanita dan homoseksual yang asimtomatis
b) Pengobatan modern
c) Pengobatan yang mudah, murah, cepat dan efektif, sehingga risiko resistensi
tinggi, dan bila disalahgunakan akan meningkatkan risiko penyebaran
infeksi.
3. Alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) dan pil KB hanya bermanfaat bagi
pencegahan kehamilan saja, berbeda dengan kondom yang juga dapat
digunakan sebagai alat pencegahan terhadap penularan IMS.
4. Faktor sosial
a) Mobilitas penduduk
b) Prostitusi
c) Waktu yang santai
d) Kebebasan individu
e) Ketidaktahuan
Peningkatan insidens tidak terlepas dari kaitannya dengan perilaku risiko tinggi.
Penelitian menunjukkan bahwa penderita sifilis melakukan hubungan seks rata-rata sebanyak
5 pasangan seksual yang tidak diketahui asal-usulnya, sedangkan penderita gonore
melakukan hubungan seksual dengan rata-rata 4 pasangan seksual.
Yang tergolong kelompok risiko tinggi adalah:
1. Usia
a) 20-34 tahun pada laki-laki
4
b) 16-24 tahun pada wanita
c) 20-24 tahun pada kedua jenis kelamin
2. Pelancong
3. Pekerja seksual komersial atau wanita tuna susila
4. Pecandu narkotik
5. Homoseksual
7
Infeksi menular seksual yang tidak ditangani dapat menyebabkan kemandulan,
merusak penglihatan, otak dan hati, menyebabkan kanker leher rahim, menular pada bayi,
rentan terhadap HIV, dan beberapa infeksi menular seksual dapat menyebabkan kematian.
9
MASJID
GEDUNG
RESOS Ibu Hartatik MAKAM
Ibu Yem
WartelPenjahit Ibu Tinah
KuncungNur
Ibu Parmi
Hartiningsih
Ibu Riadi
Lastri
W.Gaul Warsiti
Embing W.Fanny Ibu Temu
Sukini E.Sarini Ibu Wartini
BAB III
(Resos) Tinuk/Suwandi
Anik
W.LinduAji W.Mega
Syukron Mariah W.Rini
W.WatuLumbung Rakinah Angkasa W.Amarilis Ibu Sarini Ibu Suwanti
Yono SriMurti Ibu Nuryati
(Founji) Hardiono Sumi
Yohanes Ibu Giri
Ngadimo Sopiah Ibu Murtinah
Ibu Sofia Ibu Sri
Toko (slamet) W.Evi (oshin)
Bu Tun W.KenanganDamai Waginah Ibu Evi
Isgondo
W.Yani
Yani
Mariono
W.505
YatmiTopo
Dewi(Dian)(Resos)
W.MawarJingga
MbahSurip SriJarum
HASIL PENGAMATAN
Karsono
W.WijayaKusuma
Deny Susanti
W.Melati
Ibu Karni
Ibu Nasriah
(Kosong)
U
W.ArgaMulya Pak To
W.Idola Tri/Samijem Wisma Maya
W.Hakim W.Adem Asri (Resos)
SumardiSlamet SumToge Tatik Ibu Jumirah
SuwarnoYuli Suwarti BarbieHouseIII Suratmin
Aris/Catur Suwandi Sumiati
Kartini Bawah Ibu Maya W.Edo Ibu Murni
Bu Cerry Sarman
W.ManggaDua Bp Rohmat
W.PojokAsri Hadi
Darsono Panorama Kartini Atas W.Ragil Kuning Ibu Sumini
W.PojokAsri MulyonoTemu
Rukayah Sumiyati Caf Sawonggaling
Bp Karmi
Darsono W.Anugrah W.Anugrah Sudirjo (ketua RT 1)
Toko Paryumi Atas Paryumi Bawah (Rikem)
Material
W.GiriAsri Lusi
Sularman W.Ambon Veri
W.ArumDalu
Pani Mantuk W.Putri
Karti (Ambon) SriJumi KumonoCoro
Sriyati KumalaMardiAhmad
Meilina
Dewi Tarti
Pada tanggal 19-23 September 2003, Pertemuan Mucikari Nasional di Semarang yang
membahas mengenai pembentukan pusat resosialisasi di beberapa kota besar di Indonesia.
Tujuan resosialisasi adalah untuk menampung wanita pekerja seks (WPS) yang tersebar di
1
penjuru kota, guna upaya pembinaan kesehatan dan pengentasan agar WPS dapat
dikembalikan ke masyarakat (resosialisasi).
Resosialisasi Sunan Kuning menerapkan prinsip manajemen lapangan yang tertib dan
disiplin. WPS yang bekerja akan didata dengan proses perekrutan yang dilakukan oleh
petugas resosialisasi. Upaya pembinaan kesehatan WPS dilakukan dengan menyelenggarakan
pelaksanaan skrining IMS setiap 2 minggu untuk WPS, VCT setiap 3 bulan dan regulasi
penggunaan kondom yang ketat. Upaya pembinaan sosial dengan memberikan bekal
pelatihan pada WPS agar saat mereka keluar dari resosialisasi, mereka dapat mencari nafkah
dengan bekal skill yang diberikan. Pelatihan skill yang diberikan meliputi ketrampilan salon
dan rias pengantin.
KETUA
KETUA
SUWANDI
SUWANDI
EP
EP
WAKIL
WAKIL KETUA
KETUA
SLAMET
SLAMET
SUWANDI
SUWANDI
SEKRETARIS
SEKRETARIS BENDAHARA
BENDAHARA
SUHARNO
SUHARNO ISWANTO
ISWANTO
SIE.
SIE. KEAMANAN
KEAMANAN SIE.
SIE. SIE.
SIE.
SUKRUN,
SUKRUN, TRI
TRI PEMBINAAN
PEMBINAAN && KESEHATAN
KESEHATAN
MULYO,
MULYO, MOTIVASI
MOTIVASI DAN
DAN
SUTRISNO
SUTRISNO SLAMET
SLAMET OLAHRAGA
OLAHRAGA
HARSONO
HARSONO JUMIRAH
JUMIRAH
SIE.
SIE. HUMAS
HUMAS SIE.
SIE. PEMBANTU
PEMBANTU
SUNARTO
SUNARTO UMUM
UMUM
MUSTOFA
MUSTOFA
6
Penggerakan Kegiatan Senam
Kegiatan senam diadakan setiap hari Jumat untuk gang 1,2, dan 3, hari Sabtu untuk
gang 4, 5 dan 6. Pelaksanaannya dari pukul 06.00 07.00. Tujuan kegiatan senam adalah
untuk menjaga kebugaran dan kesehatan WPS. WPS juga diedukasi untuk tetap makan
makanan bergizi dan beristirahat bila ada waktu istirahat, mengingat WPS bekerja
semalaman.
7
10. Sanggup menaati semua peraturan/tata tertibyang disepakati bersama oleh
pengurus resosialisasi maupun, RT dan RW setempat
Bagi wisma yang memiliki usaha karaoke, terdapat pula tata tertib karaoke
berdasarkan musyawarah warga tanggal 25 Februari 2006.
1. Karaoke Buka pukul 11.00 WIB s/d pukul 23.00 WIB
2. Khusus Hari jumat Jam buka pukul 13.00 WIB s.d pukul 23.00 WIB
3. Dilarang membawa minum-minuman keras
4. Dilarang membawa narkoba
5. Dilarang membawa senjata tajam
6. Dilarang membunyikan House Music dan Blue Film
7. Pembayaran dimuka sebelum Karaoke operasional
8. Dilarang membuka pintu saat Karaoke operasional
8
Perilaku berisiko lain
WPS tidak mengkonsumsi minuman keras. Penggunaan kondom selama melayani tamu
mencapai 100%. Penggunaan kondom merupakan bagian dari pelayanan pelanggan, saat
pelanggan sudah mengalami ereksi maka WPS akan memasangkan kondom ke penis
pelanggan. WPS mendapat 1 kondom/minggu karena sekarang hanya melayani 1 pelanggan.
Menurut sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan IMS dan HIV-
WPS takut tertular penyakit infeksi menular seksual yang diakibatkan berhubungan seks
sehingga memakai kondom. Kondom yang sudah dipakai akan dibuang dengan tissue ke
tempat sampah.
B. Wawancara WPS P
Identitas
WPS bernama Ny. P, berusia 27 tahun dan berasal dari Sampit. Ia mengaku gadis belum
menikah. Ia bekerja sebagai WPS karena alasan ekonomi. Telah bekerja di Resosialisasi
Sunan Kuning selama 4 tahun. Pekerjaan sebelum ini WPS mengaku sebagai guru disebuah
pondok pesantren di Jombang Jawa Timur. Pendidikan terakhir WPS adalah SMA dan agama
yang dianut adalah Islam. WPS tinggal di wisma M.
.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS juga ditunjuk sebagai peer educator. WPS mengetahui
pencegahan agar tidak menularkan atupun tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks
aman dengan kondom, secara rutin skrining, VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak
memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak membuat tato. Namun, WPS tidak
memakai kondom 100% dalam melayani tamu karena tergiur dengan uang yang dijanjikan
oleh tamu. WPS pernah menderita infeksi menular seksual sebanyak 2 kali. WPS menjalani
skrining terakhir kali pada tanggal 24 Februari 2015. Sedangkan untuk VCT seminggu yang
9
lalu. Saat proses VCT dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala,
penyebaran, penularan, pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan
WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini mencapai 100%.
C. Wawancara WPS C
Identitas
WPS bernama Ny. C, berusia 28 tahun dan berasal dari Pekalongan. Ia mengaku janda
memiliki 1 orang anak, merupakan anak pertama dari dua bersaudara dengan kedua orang tua
masih lengkap. Adik perempuan sedang menjalani pendidikan S1 di salah satu universitas di
Semarang. Ia bekerja sebagai WPS karena ekonomi dan kebutuhan. Telah bekerja di
Resosialisasi Sunan Kuning selama tiga tahun, dengan motivasi yang melatarbelakangi
adalah kondisi ekonomi dan kebutuhan. WPS mengaku sebelumnya tidak bekerja. Pendidikan
10
terakhir WPS adalah SMP dan agama yang dianut adalah Islam. WPS tinggal di kos kota
Semarang.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan ataupun
tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining,
VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. Dalam 6 bulan terakhir skrining sudah dilakukan selama 12 kali. Menurut
WPS, skrining bertujuan untuk senantiasa mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia
mengetahui kondisi kesehatan reproduksinya. WPS menjalani skrining terakhir kali pada
tanggal 2 Maret 2015. Sedangkan untuk VCT bulan Januari 2015. Saat proses VCT
dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala, penyebaran, penularan,
pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan WPS dalam skrining dan
VCT sejauh ini mencapai 100%.
D. Wawancara WPS R
Identitas
11
WPS bernama Ny. R, berusia 23 tahun dan berasal dari Purwodadi. Ia mengaku belum
menikah dan memilki 1 anak berusia 7 bulan. Ia bekerja sebagai WPS untuk memenuhi
kehidupan sehari-hari dan memberi bantuan pada orang tua. Ny. R bekerja di Resosialisasi
Sunan Kuning selama tiga tahun, dengan motivasi yang melatarbelakangi adalah kondisi
ekonomi. WPS mengaku sebelumnya bekerja sebagai penjaga took di pasar johar. Pendidikan
terakhir WPS adalah SMP dan agama yang dianut adalah Islam. WPS tinggal di kos B.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan atupun
tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining,
VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. Dalam 6 bulan terakhir skrining sudah dilakukan selama 12 kali. WPS pernah
memperoleh obat profilaksis IMS pada awal tahun bekerja. Menurut WPS, skrining bertujuan
untuk senantiasa mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia mengetahui kondisi
kesehatan reproduksinya. WPS menjalani skrining terakhir kali seminggu yang lalu.
Sedangkan untuk VCT bulan Desember 2014. Saat proses VCT dijelaskan mengenai penyakit
HIV dan AIDS, gejala, penyebaran, penularan, pengobatan, akibat/komplikasi dan
pencegahannya. Keikutsertaan WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini mencapai 100%.
E. Wawancara WPS V
Identitas
12
WPS bernama Nn. V, berusia 32 tahun dan berasal dari Lamongan. Ia mengaku janda,
memiliki 1 anak berusia 2,5 tahun. Ia bekerja sebagai WPS karena untuk menghidupi
anaknya. Telah bekerja di Resosialisasi Sunan Kuning selama empat tahun, dengan motivasi
yang melatarbelakangi adalah kondisi ekonomi. WPS mengaku sebelumnya ibu rumah
tangga. Pendidikan terakhir WPS adalah SMP dan agama yang dianut adalah Islam. WPS
tinggal di wisma B.
Pengetahuan IMS, HIV-AIDS, Skrining dan VCT
Informasi mengenai IMS, HIV, skrining IMS, dan VCT sering diberikan oleh berbagai
narasumber di resosialisasi. WPS mengetahui pencegahan agar tidak menularkan atupun
tertular IMS/HIV-AIDS dengan melakukan seks aman dengan kondom, secara rutin skrining,
VCT dan patuh berobat bila sakit, tidak memakai narkoba jarum suntik bersama dan tidak
membuat tato. Dalam 6 bulan terakhir skrining sudah dilakukan selama 12 kali. VCT
dilakukan 4 kali dalam 1 tahun. Menurut WPS, skrining bertujuan untuk senantiasa
mengetahui kesehatan genitalnya, sehingga dia mengetahui kondisi kesehatan reproduksinya.
WPS menjalani skrining terakhir kali pada 2 Maret 2015. Sedangkan untuk VCT bulan
Januari 2015. Saat proses VCT dijelaskan mengenai penyakit infeksi HIV dan AIDS, gejala,
penyebaran, penularan, pengobatan, akibat/komplikasi dan pencegahannya. Keikutertaan
WPS dalam skrining dan VCT sejauh ini mencapai 100%.
Perilaku berisiko lain
Dari pengakuannya, WPS selalu membersihkan vaginanya setelah selesai berhubungan. WPS
tidak mengkonsumsi minuman keras dan merokok. Penggunaan kondom selama melayani
tamu mencapai 100%. Penggunaan kondom merupakan bagian dari pelayanan pelanggan,
saat pelanggan sudah mengalami ereksi maka WPS akan memasangkan kondom ke penis
pelanggan. Kondom diperoleh dari PE, dan WPS memperoleh 2 kotak/minggu. Menurut
sepengetahuan WPS, kondom berfungsi untuk mencegah penularan IMS dan HIV-AIDS dari
maupun ke pelanggan, serta merupakan salah satu pencegahan kehamilan. Kondom yang
sudah dipakai akan dibuang ke tempat sampah. Dalam seminggu tidak selalu pemakaian
kondom habis, bervariasi tergantung jumlah pelanggan.
Mucikari di mata WPS
Kontribusi mucikari antara lain dengan memasang poster yang bertuliskan bahwa pelanggan
wajib menggunakan kondom selama proses pelayanan. Menempelkan tata tertib di ruang
tamu wisma. Untuk dukungan skrining, dan VCT diberikan dalam bentuk anjuran.
14
Dari hasil kegiatan outreach, berhasil melakukan wawancara dengan PE, beberapa WPS,
serta ketua Resosialisasi Sunan Kuning.
Pencegahan IMS dan HIV-AIDS pada WPS di Resosialisasi Sunan Kuning sudah
berjalan baik dengan adanya program kondomisasi pada pelanggan yang datang, PWS wajib
skrining IMS yang dilakukan 1 kali/2 minggu dan VCT 1 kali/3 bulan. Namun, permasalahan
yang dihadapi oleh para WPS dilapangan adalah ada beberapa pelanggan yang masih tidak
mau menggunakan kondom dengan berbagai macam alasan meliputi berkurangnya
kenikmatan hubungan seksual, pelanggan merasa sebagai pembayar yang berhak dilayani
sesuai keinginannya. Meskipun WPS sudah berupaya mengedukasi pelanggan, untuk
pelanggan yang berusia tua sulit untuk diajak bernegosiasi dalam menggunakan kondom,
sehingga WPS sering kalah karena tergiur dengan penawaran yang ditawarkan pelanggan dan
berakhir dengan memberikan pelayanan tanpa menggunakan kondom. Tetapi untuk
pelanggan yang berusia muda masih memiliki kesadaran akan bahaya HIV-AIDS sehingga
dapat diajak bernegosiasi menggunakan kondom.
Edukasi yang diberikan adalah untuk terus melakukan pelayanan seks yang aman
guna pencegahan penularan IMS dan HIV-AIDS dari dan ke pelanggan. WPS diedukasi
untuk selalu rutin skrining dan VCT, serta melaksanakan pola hidup yang sehat, makan
teratur, beristirahat dan mengikuti kegiatan yang diadakan di resosialisasi dengan tertib.
Mahasiswa PBL dalam kegiatan wawancara juga memberikan penjelasan mengenai
HIV-AIDS dan pentingnya melakukan pencegahan. WPS banyak yang masih belum benar
dalam memahami tentang HIV-AIDS, tetapi secara umum mereka telah memahami tentang
pencegahan penularan HIV-AIDS melalui hubungan seksual yaitu dengan menggunakan
kondom. Mahasiswa menjelaskan bagaimana kekebalan tubuh pasien bisa menjadi menurun
akibat serangan virus HIV, sehingga berbagai penyakit dapat menginfeksinya dan
menyebabkan kematian (infeksi oportunistik). Dari hasil kegiatan diharapkan WPS benar
dalam memahami bagaimana HIV-AIDS, sehingga kesadaran untuk lebih tertib dalam
menggunakan kondom menjadi meningkat.
15
BAB IV
ANALISIS MASALAH, PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH
4.1. Permasalahan
1. Pelaksanaan penggunaan kondom selama pelayanan di Resosialisasi Sunan
Kuning hanya 70-90% karena pelanggan sering menolak.
4.2. Pembahasan
Pelaksanaan penggunaan kondom di resosialisasi Sunan Kuning kurang dari 100%
salah satunya disebabkan oleh kurangnya kesadaran para pelanggan dan WPS untuk
melakukan hubungan seksual menggunakan kondom. Sebagian pelanggan merasakan
ketidaknyamanan dalam penggunaan kondom, berkurangnya kenikmatan hubungan seksual,
pelanggan merasa sebagai pembayar yang berhak dilayani sesuai keinginannya. Sebagian
pelanggan kadang mabuk dahulu sebelum melakukan hubungan seksual sehingga kadang
lupa memasang kondom. Keadaan tersebut menyebabkan sebagian WPS menjadi korban
hubungan seksual tanpa kondom dan meningkatkan resiko IMS dan HIV-AIDS. IMS
menyebabkan inflamasi dan perlukaan pada organ genital dan saluran reproduksi
meningkatkan risiko infeksi HIV menjadi 10 kali lipat. Dari pihak Griya Asa telah
memperketat aturan minum obat. WPS yang menderita IMS diwajibkan meminum obat saat
itu juga di depan dokter.
1
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Manajemen pelaksanaan program outreach PKBI Kota Semarang di belum
berjalan dengan baik karena masih ditemukan WPS yang tidak memakai
kondom dan peer educator yang tidak mentaati peraturan.
2. Pelaksanaan penggunaan kondom selama pelayanan di Resosialisasi Sunan
Kuning hanya 70-90% karena pelanggan sering menolak.
5.2 Saran
1. Perlu diadakan suatu evaluasi berkala mengenai pelaksanaan program
outreach PKBI Kota Semarang yang sudah ada dan melakukan revitalisasi
program (apabila diperlukan) di Wilayah Resosialisasi Sunan Kuning
Semarang agar program pencegahan dan pengendalian penyakit IMS
maupun HIV-AIDS dapat berjalan semakin baik.
2. Diperlukan edukasi pada masyarakat mengenai penggunaan kondom bila
melakukan hubungan seksual dengan kelompok risiko tinggi.
3. Diperlukan edukasi pada WPS mengenai penyakit dan bahaya IMS dan
HIV-AIDS sehingga diharapkan makin meningkatkan kesadaran WPS
untuk mencegah transmisi secara simultan.
DAFTAR PUSTAKA
2
1. World Health Organization. WHO: Millennium Development Goals. Available from :
http://www.who.int/topics/millennium_development_goals/en/
2. Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia. Available from :
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.pdf
3. HIV-AIDS Jawa Tengah. Available from: http://www.aidsjateng.or.id
4. Modul Outreach PKBI Semarang 2014
5. Dewson S, Davis S, Casebourne J. Maximising the Role of Outreach in Client
Engegement, Research Report DWPRR 326. 2006, Depertment for Work and
Pensions.
6. HIV-AIDS and other sexually transmitted infections. Available from:
http://www.who.int/ith/diseases/hivaids/en/
7. Centers for Disease Control and Prevention US. The role of STD Dectection and
Treatment in HIV Prevention CDC Fact Sheet. Available from:
http://www.cdc.gov/std/hiv/stdfact-std-hiv.htm
8. Ministry of Health Republic of Indonesia, HIV/STI Integrated Biological Behavior
Surveillance (IBBS) among Most-At-Risk Groups (MARG) in Indonesia, 2007
9. Gambaran Umum Resosialisasi Argorejo Semarang. Available from :
http://eprints.undip.ac.id/40711/4/BAB_IV_YUNI.pdf
10. Sejarah dan Lika-Liku Sunan Kuning. Available from :
http://jelajahsemarang.com/artikel_semarang-read-
sejarah_dan_likaliku_lokalisasi_sunan_kuning_semarang.html