Anda di halaman 1dari 23

8

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Imunisasi


2.1.1. Pengertian imunisasi
Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat

efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi

merupakan suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang

secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila ia kelak terpapar dengan

penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan (Probandari dkk, 2013)
Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan

memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh bayi membuat zat anti untuk

mencegah terhadap penyakit tertentu (Karina & Bambang,2014).


Menurut Undang- undang Kesehatan No 36 Tahun 2009, Imunisasi

merupakan salah satu upaya untuk mencegah tejadinya penyakit menular yang

merupakan salah satu kegiatan prioritas kementrian Kesehatan sebagai salah satu

bentuk nyata komitmen pemerintah untuk mencapai Millenium Development

Goals (MDGs) khususnya untuk menurunkan angka kematian pada anak(Ditjen

PP & PL Depkes RI 2005 ,dalam modul Imunisasi 2016).


Berdasarkan bebebrapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa

imunisasi adalah member vaksin kedalam tubuh berupa bibit penyakit yang

dilemahkan yang menyebabkan tubuh memproduksi antibody tetapi tiudak

menimbulkan penyakit bahkan anak menjadi kebal. (Ditjen PP&PL Depkes RI

200), Dalam buku modul imunisasi 2016).


2.1.2. Tujuan imunisasi
Tujuan imunisasi adalah diharapkan anak menjadi kebal terhakit terhadap

penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas serta dapat mengurangi


9

kecacatan akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. (Propandari dkk,

2013)
Tujuan imunisai untuk mencegah penyakit tertentu pasda seseorang dan

menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau

bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar

(Karina&Bambang, 2014).
2.1.3. Jenis jenis kekebalan
2.1.3.1. Kekebalan aktif

Adalah pemberian kuman atau racun yang telah dilemahkan atau

dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibody

sendiri.contohnya adalah imunisasi polio dan campak. Imunisasi aktif biasanya

dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai seumur hidup (Geneva,

2004,dalam Buku Modul Imunisasi 2015).

Kekebalan aktif dibagi dua yaitu :

1. Kekebalan aktif alami (naturally acquired immunity), dimana tubuh

anak membuat kekbalan sendiri setelah sembuh dari suatu

penyakit.misalnya anak yang telah menderita campak setelah

sembuh tidak akan terserang lagikarena tubuhnya telah membuat

zat penolak terhadap penyakit tersebut.


2. Kekebalan aktif bantuan (artificially induced active immunity)

yaitu kekebalan yang diperoleh setelah orag mendapatkan

vaksinasi. Misalnya anak diberi vaksin BCG, DPT, Campak dan

lainnya (Geneva, 2004,dalam buku modul imunisasi 2015).


2.1.3.2. Kekebalan pasif
Adalah suatu proses peningkatan kekebalan tubuh dengan cara

pemberian zat imunoglobin, yaitu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi
10

yang dapat berasal dari plasma manusia (kekebalan yang didapat bayi dari ibu

melalui plasenta) atau binatang (bisa ular) yang digunakan untuk mengatasi

mikroba yang sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Geneva, 2004, dalam

Buku Modul Imunisasi 2015).

Imunisasi pasif dibagi dua yaitu :

1. Kekebalan pasif alami atau kekebalan pasif bawaan yaitu

kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari ibunya. Kekbalan ini

tidak berlangsung lama ( hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir).


2. Kekebalan pasif buatan yaitu kekebalan yang diperoleh

setelahmebdapatkan suntikan zat penolak misalnya pemberian

suntikan zat ATS (Karina& Bambang, 2014).

2.1.4. Manfaat imunisasi


Menurut (Karina& Bambang, 2014) manfaat imunisasi pada anak dapat

mencegah penyakit cacat dan kematian, sedangkan manfaat bagi keluarga adalah

dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila

anak sakit. Bayi dan anak yang dapat imunisasi dasar lengkap dan terlindungi

beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah ke adik, kakak dan teman

teman sekitarnya (Geneva, 2004,dalam buku modul imunisasi 2015).


Manfaat untuk Negara adalah untuk memperbaiki tingkat kesehatan,

menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembanggunan

Negara.(Ditjen PPM&PL Depkes RI 2016)

2.1.5. Syarat pemberian imunisasi

Paling utama adalah anak yang akan mendapat imunisasi harus dalam

kondisi sehat. Sebab pada prinsipnya imunisasi itu merupakan pemberian virus

dengan memasukkan virus, bakteri, atau bagian dari bakteri kedalam tubuh dan
11

kemudian menimbulkan antibody. Imunisasi boleh hanya diberikan pada kondisi

tertentu misalnya anak mengalami kelainan atau penurunan daya tahan tubuh

misalkan gizi buruk atau penyakit HIV/AIDS (Geneva, 2004,dalam Buku Modul

Imunisasi 2015).

2.1.6. Macam macam imunisasi

Menurut Depkes (2016), ada 5 macam imunisasi dasar yang harus

diberikan yaitu:

2.1.6.1. BCG
Penularan penyakit TBC pada seorang anak dapat terjadi karena

terhirupnya percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat

menyerang berbagai organ tubuh, seperti paru paru (paling sering terjadi),

kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (Geneva,

2004,dalam Buku Modul Imunisasi 2015).


Pemberian imunisasi BCG dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai

usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2

bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja, dengan dosis pemberian 0,05

ml. imunisasi BCG disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas

(insertion musculus deltoideus).(Geneva 2004,dalam buku modul imunisasi 2016)


Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada bayi dengan penyakit kulit

berat/menahun seperti eksim atau furunkulosis dan bagi mereka yang sedang

menderita TBC. (Geneva 2004,dalam buku modul imunisasi 2016)


Pemberian imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap

penyakit tuberkolosis (TBC). Reaksi yang akan Nampak setelah penyuntikan

imunisasi ini adalah timbul indurasi dan kemerahan di tempat penyuntikan yang

akan berubah menjadi pustule kemudian pecah menjadi ulsus, dan akhirnya
12

menyembuh spontan dalam kurun waktu 8 12 minggu dengan meninggalkan

jaringan parut. Reaksi lainnya adalah berupa pembesaran kelenjar regional di

ketiak dan atau leher, terasa padat, tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan

deman. Reaksi ini normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang

dengan sendirinya. (Geneva 2004,dalam buku modul imunisasi 2016)


2.1.6.2. Hepatitis B
Prevelansi pengindap hepatitis B di Indonesia tahun 1993 bervariasi antar

daerah yang berkisar antara 2,8% - 33,2%. Bila rata rata 5% penduduk

Indonesia adalah carrier hepatitis B maka diperkirakan saat ini ada 10 juta orang.

Negara dengan tingkat HbsAg>8% dihimbau oleh WHO untuk menyertakan

hepatitis B kedalan program imuniusasi nasional. Target di tahun 2007 adalah

Indonesia bebas dari hepatitis B. Data epidemiologi menyatakan sebagian kasus

yang terjadi pada ibu hamil penderita hepatitis B (10%) akan menjurus kepada

kronis dan dari kasus yang kronis ini 20%-nya menjadi hepatoma. Dan

kemungkinan akan kronitas akan lebih banyak terjadi pada anak-anak balita oleh

karena respon imun pada mereka belum sepenuhnya berkembang sempurna.

Imunisasi hepatiris B ini diberikan sebanyak 3 dosis dengan masing masing

dosisnya 0,5 ml/ 1 buah HB PID, pemberian suntiukan secara intra maskuler,

sebaiknya pada anterolateral paha. Dosis pertama diberikan pada usia 0 7 hari

setelah bayi lahir dan dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu (1

Bulan). Bayi dengan infeksi berat yang disertai kejang tidak dibenarkan untuk

mendapatkan imunisasi ini.( Geneva 2004,dalam buku modul imunisasi 2016)

Efek samping yang terjadi pada pemberian imunisasi hepatitis B adalah

reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar tempat
13

penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2

hari.(Azizah dkk,2013)

2.1.6.3. DPT

Penyakit difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

corynebacterium diphtheria. Mudah menular dan menyerang terutama saluran

pernafasan bagian atas dengan gejala demam tinggi, pembengkakan pada amandel

(tosil) dan terlihat selaput putih kotor yang makin lama makin membesar dan

dapat menutup jalan nafas. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005,dalam buku modul

imunisasi,2016)

Penyakit pertusis atau batuk rejan atau dikenal dengan batuk Seratus

Hari adalah penyakit infeksi saluran yang disebabkan oleh bakteri Bordetella

Pertusis. Gejalanya khas yaitu batuk yang terus menerus dan sukar berhenti, muka

menjadi merah atau kebiruan dan muntah kadang kadang bercampur darah.

Batuk diakhirindengan tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking.

Penularan umumnya terjadi melalui udara.( Azizah dkk,2013).

Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang disebabkan oleh

bakteri Clostridium Tetani yang memproduksi toksin Tetanospasmin. Gejala

tetanus umumnya diawali dengan kejang otot rahang (dikenal dengan trismus atau

kejang mulut) bersamaan dengan timbulnya pembengkaka, rasa sakit dan kaku di

otot leher, bahu atau punggung. Neonatal tetanus umumnya terjadi pada bayi yang

baru lahir yang dilahirkan di tempat yang tidak bersih dan steril, terutama jika tali

pusar terinfeksi. Neonatal tetanus dapat menyebabkan kematian pada bayi dan
14

banyak trjadi di Negara berkembang. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku

modul imunisasi 2016)

Pencegahan ketiga penyakit trsebut dengan pemberian imunisasi DPT

secara bersamaan sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan dan selanjutnya

dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan). Imunisasi DPT diberikan dengan

cairan ingtra maskuler sebanyak 0,5 ml. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam

buku modul imunisasi 2016)

Efek samping yang mungkin akan timbul adalah lemas, demam,

pembengkakan dan atau kemerahan pada tempat penyuntikan. Kadang kadang

terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan meracau yang biasanya

terjadi 24 jam setelsh imunisasi. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya

hilang setelah 2 hari. Cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas.

(Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku modul imunisasi 2016)

2.1.6.4. Polio

Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak anak

mendadak lumpuh pada salah satu alat geraknya setelah demam selama 2 5 hari.

Terdapat dua jenis vaksin yang beredar di Indonesia yang umum diberikan adalah

vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara pemberiannya melalui oral/mulut.

Di beberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan Polio.

(Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku modul imunisasi 2016)

Imunisasi polio diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa

hari dengan dosis pemberian adalah 2 tetes sebanyak 4 kali pemberian dengan
15

interval minimal 4 minggu. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku modul

imunisasi 2016)

Pemberian vaksin Polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin

hepatitis B dan DPT. Pemberian imunisasi polio akan memberikan kekebalan aktif

terhadap penyakit poliomyelitis. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku

modul imunisasi 2016)

2.1.6.5. Campak

Campak adsalah penyakit yang sangat menular yang dapat disebankan

oleh virus campak. Penularan melalui udara ataupun kontak langsung dengan

penderita. Gejala gejalanya adalah demam, batuk, pilek dan bercak bercak

merah pada permukan kulit 3 5 harisetelah anak menderita demam. Bercak mela

mula timbul di pipi bawah telinga yang kemudian menjalar ke muka, tubuh dan

anggota tubuh lainnya. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku modul

imunisasi 2016)

Komplikasi dari penyakit campak ini adalah radang paru paru, infeksi

pada telinga, radang pada saraf, radang pada sendi dan radang pada otak yang

dapat mengakibatkan krusakan otak yang permanen (menetap). (Ditjen PP&Pl

Depkes RI 2005, dalam buku modul imunisasi 2016)

Imunisasi campak tidak boleh diberikan pada bayi/anak penderita

immune deficiency atau diduga menderita gangguan respon imun karena

leukemia, limfoma. Efek sampingnya adalah setelah 8 12 hari difaksinasi

biasanya pasien akan mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3

hari. (Ditjen PP&Pl Depkes RI 2005, dalam buku modul imunisasi 2016)
16

2.1.7. Jadwal imunisasi

Pemberian imunisasi pada bayi tepat pada waktunya, merupakan factor

yang sangat penting bagi kesehatan bayi. Melakukan imunisasi pada bayi

merupakan bagian tanggung jawab orang tua terhadap anaknya. Imunisasi dapat

diberikan ketika jegiatan posyandu, pemeriksaan kesehatan pada petugas

kesehatan atau pekan imunisasi. Jika bayi sedang sakit yang disertai panas, kejang

kejang sebelumnya, atau menderita penyakit sistem saraf, pemberia imuisasi

perlu dipertimbangkan. Kebanyakan dari imunisasi adalah untuk member

perlindungan menyeluruh terhadap penyakit penyakit yang berbahaya.

Walaupun pengalaman sewaktu mendapatkan vaksinasi atau imunisasi tidak

menyenangkan untuk bayi, tapi rasa sakit sementara akibat suntikan bertujuan

untuk kesehatan bayi dan anak dalam jangka waktu yang panjang (IDAI, 2014).

Table 2.1

Jadwal pemberia 5 imunisasi dasar pada bayi

Umur Jenis Imunisai


0 7 hari
HB 0
1 bulan
BCG, Polio 1
2 bulan
DPT/HB-Hib 1, Polio 2
3 bulan
DPT/HB-Hib 2, Polio 3
4 bulan
DPT/HB-Hib 3, Polio 4
9 bulan
Campak
Sumber ( Depkes 2009,Dalam modul iminisasi 2016)
17

Table 2.2

Jadwal imunisasi rekomendasi ikatan dokter anak indonesia (IDAI)

periode 2016

Umur vaksinasi

Jenis vaksin Bulan Tahun

Lhr 1 2 3 4 5 6 9 12 15 18 2 3 5 6 10 12
BCG

Hep. B 1 2 3

Polio 0 1 2 3 4 5

DPT 1 2 3 4 5

Campak 1 2

Hib 1 2 3 4

MMR 1 2

Tifoid Ulangan tiap 3 tahun

Hep. A 2 x interval 6-12 bulan

Varisela

Influenza Diberikan setahun sekali

Pneumokokus 1 2 3 4
sumber : IDAI (2014)

2.1.8. Factor factor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi


18

Banyak factor yang mempengaruhi kelengkapan imunisasi antara lain :


2.1.8.1. Motivasi
Motivasi adsalah suatu tenaga atau factor yang terdapat didalam diri

manusia, yang menimbulkan, menggerakkan dan mengorganisasikan tingkah

lakunya. Motivasi dapat diartikan sebagai dorongan secara sadar dan tidak sadar

membuat orang berperilaku mencapai tujuan yang sesuai kebutuhannya.

Diharapkan dengan motivasi yang besar untuk melengkapi imunisasi dasar bagi

bayinya, segala penyakit dapat dicegah sedini mungkin dan kesehatan bayi dapat

terpenuhi (Rahmawati AR, 2013).


2.1.8.2. Letak geografis

Daerah yang tersedia sarana transportasi berbeda dengan mereka yang

hidup terpencil. Kemudahan tempat yang strategis dan sarana transportasi yang

lengkap akan mempercepat pelayanan kesehatan (Rahmawati AR, 2013).

2.1.8.3. Lingkungan
Dalam hal ini lingkungan sangat berperan dalam kepatuhan untuk

melengkapi imunisasi dimana apabila lingkungan mendukung secara otomatis ibu

akan patuh untuk melengkapi imunisasi pada anaknya (Rahmawati AR, 2013).
2.1.8.4. Social ekonomi
Keadaan ekonomi keluarga yang baik diharapkan mampu mencukupi dan

menyediakan fasilitas tentang serta kebutuhan untuk keluarga sehingga seseorang

dengan tingkat social ekonomi yang tinggi akan berbeda denga social ekonomi

yang rendah. Keluarga dengan tingkat social ekonomi yang tinggi yang akan

mengusahakan terpenuhinya imunisasi yang lengkap bagi bayi (Rahmawati AR,

2013).
2.1.8.5. Pengalaman
19

Orang yang mempunyai pengalaman akan selalu lebih pandai dalam

menyikapi segala hal daripada mereka yang sama sekali tidak mempunyai

pengalaman (Rahmawati AR, 2013).


2.1.8.6. Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan yang baik akan mempengaruhi tingkat kesehatan yang

ada, ini terbukti seseorang yang memanfaatkan fasilitas kesehatan secara bauk

maka akan mempunyai taraf kesehatan yang tinggi (Azizah dkk, 2013)
2.1.8.7. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan seluruh kemampuan individu untuk berfikir

secara terarah dan efektif sehingga orang yang mempunyai pengetahuan yang

tinggi akan mudah menyerap informasi, saran dan nasihat (Azizah dkk, 2013).
2.1.8.8. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses kegiatan pada dasarnya melibatkan tingkah

laku individu maupun kelompok. Inti kegiatan pendidikan adalah proses belajar

mengajar. Hasil dari proses belajar mengajar adalah terbentuknya seperangkat

tingkah laku, kegiatan dan aktivitas. Dengan belajar baik secara formal maupun

informal, manusia akan mempunyai pengetahuan, dengan pengetahuan yang

diperoleh seseorang akan mengetahui manfaat dari saran atau nasihat sehingga

akan termotivasi untuk meningkatkan status kesehatan. Pendidikan yang tinggi

terutama ibu akan memberikan gambaran akan pentingnya menjaga kesehatan

terutama bayinya (Sumarni WO, 2013).

2.2. Konsep Perilaku

2.2.1. Pengertian perilaku

Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk

hidup yang bersangkutan. Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang

terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Dengan demikian, perilaku manusia


20

terjadi melalui proses. Menurut Sarimim S (2014) perilaku manusia dapat

dikelompokkan menjadi dua yaitu:

1. Perilaku tertutup (Covert Behavior)

Perilaku terjadi bila respons terhadap stimulasi tersebut masih belum diamati

orang lain.

2. Perilaku terbuka (Overt Behavior)

Perilaku terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam

bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh

orang lain misalnya seorang ibu mengajak anaknya berbicara.


Perilaku pada dasarnya berorientasi pada tujuan. Dengan lain, perilaku

kita pada umumnya dimotivasi oleh suatu keinginan untuk mencapai tujuan

tertentu. Tujuan spesifik tersebut tidak selau diketahui secara sadar oleh individu

yang bersangkutan. Berdasarkan konstruksi teori teori dan riset, perilaku

didefinisikan sebagai sesuatu yang disebabkan sesuatu hal (Sarimin S, 2014).

2.2.2. Hubungan perilaku ibu dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar


Ada tiga factor yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun

kelompok sebagai berikut (Sarimin S, 2014) :


1) Factor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup

pengetahuan dan siap masyarakat terhadap kesehatan.


2) Factor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana

dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.


3) Factor pendorong (reinforcing factor) yaitu factor yang memperkuat

perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap keluarga,

orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan.


21

Tingkat pengethuan yang baik tentang imunisasi dasar akan mudah

terjadinya perubahan perilaku khususnya ketaatan kunjungan imunisasi bayi.

Salah satu factor penentu terjadinya perubahan perilaku adalah adanya factor

pemudah (predisposing factor) yang didalamnya termasuk pengetahuan ibu

(Karina & Bambang, 2014).

Sebagai salah satu predisposing factor, maka perilaku ibu tentang

imunisasi dasar perlu ditingkatkan sehingga apa yang diketahui oleh ibu dapat

diaplikasikan dalam kehidupan nyata, tidak hanya pada tingkat tahu atau paham

(Sarimin S, 2014).

Sumarni WO (2013) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikapyang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Sarimin S (2014), kepatuhan kunjungan imunisasi bayi

dipengaruhi oleh beberapa factor salahsatunya tingkat pengetahuan ibu. Berbekal

pengetahuan tentang imunisasi dasar tersebut seorang ibu akan menentukan sikap

akan melakukan kunjungan imunisasi untuk bayinya sesuai jadwal atau tidak

(Rahmawati AI, 2013).

Adapun ibu dengan pengetahuan cukup baik, kurang baik bahkan tidak

baik mempunyai tingkat kepatuhan kunjungan imunisasi yang tinggi, ini

dikarenakan factor kesadaran yang lebih tinggi untuk mentaati jadwal kinjungan
22

imunisasi yang telah dicatatkan oleh bidan atau petugas imunisasi serta sikap

positif tentang imunisasi agar anak mereka mendapatkan kekebalan optimal

( Azizah dkk, 2013).

Meskipun tingkat perilaku ibu tentang imunisasi dasar berpengaruh pada

tingkat kepatuhan pemberian imunisasi bayi. Hal ini dapat dikarenakan factor

factor lain diluar pengetahuan. Diantaranya yang masuk dalam factor pemungkin

(enabling factor) yaitu sarana kesehatan serta kesediaannya vaksin di sarana

pelayanan imunisasi dan factor penguat (reinforcing factor) seperti tingkat

kedisiplinan petugas imunisasi dan keaktifan petugas imunisasi dalam

memberikan motivasi kepada ibu (Azizah dkk, 2013).

2.3. Factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku ibu terhadap

pemberian imunisasi dasar

2.3.1. Pengetahuan
2.3.1.1. Definisi pengetahuan
Pengetahuan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai

hal mengetahui sesuatu, segala apa yang diketahui atau akan diketahui berkenaan

dengan sesuatu hal (Azizah dkk, 2013).


Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Sumarni WO, 2013).

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni : indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Sumarni WO, 2013).


2.3.1.2. Proses Adopsi Pengetahuan
23

Menurut Sumarni WO (2013), dari suatu pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari pengetahuan mengungkapkan sebelum

orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri orang tersebut

terjadi proses yang berurutan, yaitu :


1. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).


2. Interest : merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut
3. Evaluation : menimbang nimbang terhadap baik dan tidaknya

stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah

lebih baik lagi.


4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai

dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus.


5. Adaption, diamana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan

pengetahuan, kesadaran sikapnya terhadap stimulus.


Apabila penerimaan perilaku baru melalui proses seperti ini, dimana

didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat lama (long lasting). Sebaliknya, apabila perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama. Jadi, manfaat

pengetahuan disini adalah dapat menjadi dasar dalam merubah perilaku sehingga

perilaku itu langgeng (Sarimin S, 2014).


2.3.1.3. Tingkat Pengetahuan
Menurut azizah dkk (2013), pengetahuan yang dicakup didalam domain

kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :


1. Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah

diterima. Oleh sebab itu, tahu merupakan tingkat pengetahuan terendah.


24

Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari

antara lain : menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan

sebagainya.

2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara

benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi

secara benar.
3. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yag real (sebenarnya).
4. Analisis (analyze)
Analisis yaitu suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau

suatu objek kedalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya

satu sama lain.


5. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menyusun

formasi baru dari formulasi formulasi yang ada.


6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifukasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek.

2.3.2. Sikap (Attitude)

2.3.2.1. Definisi sikap

Sikap merupakan kecenderungan untuk merespon, baik secara positif

maupun negatif, terhadap orang, obyek atau situasi (Azwar S, 2013).

Azwar S, (2013) mengatakan bahwa sikap dapat dirumuskan sebagai

kecenderungan untuk merespon secara positif atau negatif terhadap orang atau

objek tertentu. Sikap mengandung suatu penilaian emosional disamping

komponen kognitif (pengetahuan tentang objek) dan aspek konatif


25

(kecenderungan bertindak). Sedangkan pengetahuan lebih bersifat pengenalan

suatu benda atau hal secara objektif. Sikap seseorang dapat berubah dengan

diperolehnya tambahan informasi tentang objek tersebut, melalui persuasi serta

tekanan dari kelompok sosialnya.

Menurut Notoatmodjo (2010) dalam Azwar S (2014) sikap ini terdiri

dari berbagai tingkatan yaitu:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa orang mau memperhatikan stimulus

yang diberikan (objek). Misalnya, sikap seorang ibu terhadap periksa

hamil (ante natal care), dapat diketahui atau diukur dari kehadiran sui ibu

untuk mendengarkan penyuluhan tentang ante natal care di

lingkungannya.

2. Merespon (Responding)

Memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau

objek yang dihadapi. Misalnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan

ante natal care tersebut ditanya atau diminta untuk menanggapi oleh

penyuluh, kemudian ia menjawab atau menanggapinya.

3. Menghargai (Valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu

masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga. Misalnya ibu

mendiskusikan ante natal care dengan suaminya, atua bahkan mengajak

tetangganya untuk mendengarkan penyuluhan ante natal care.

4. Bertanggung jawab (Responsible)


26

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya

dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi. Misalnya

seorang ibu yang sudah mau mengikuti penyuluhan ante natal care, ia

harus berani untuk mengorbankan waktunya, atau mungkin kehilangan

penghasilannya, atau mungkin diomeli oleh mertuanya karena

meninggalkan rumah.

2.3.3. Tindakan atau Practice (Practice)

Suatu sikap belum terwujud dalam suatu tindakan. Untuk mewujudkan

sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu

kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Sikap ibu yang positif

terhadap imunisasi harus mendapat konfirmasi dari suaminya, dan ada fasilitas

imunisasi yang mudah dicapai, agar ibu tersebut mengimunisasikan anaknya.

Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan dari pihak lain,

misalnya dari suami atau istri, orangtua atau mertua, dan lain-lain. Praktek ini atau

tindakan ini dapat dibedakan menjadi 3 tingkatan menurut kualitasnya, yaitu :

1. Praktik terpimpin (guided response)

Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi

masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya,

seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu

diingatkan oleh bidan atau tetangganya.

2. Mekanisme (Mecanism)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar

sacara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka


27

disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya seorang ibu yang sudah

mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu

perintah atau ajakan orang lain.

3. Adopsi (Adoption)

Adopsi adalah suatu praktek atau tindakan yang berkembang

dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasikannya tanpa

mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya ibu dapat memilih

dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan

yang murah dan sederhana.

Kurangnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan dini serta

kurangnya pengetahuan dalam memberikan rangsangan positif dalam masa

perkembangan anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan atau

hambatan dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak pribadi dengan anak,

misalnya dengan tidak mengajaknya berbicara, tersenyum, bermain yang

mengakibatkan timbulnya sikap tegang, dingin dan menutup diri. Kondisi

demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan anak baik fisik

maupun mental intelektualnya (Kompasiana, 2011).

Rahmawati AL (2013) yang mengatakan bahwa ibu yang mempunyai

pengetahuan baik tentang stimulasi pada bayi dapat dilihat dari sikap ibu yang

berpengalaman, luwes, aktif atau mempunyai rasa keingintahuannya yang tinggi,

tidak melindungi anak secara belebihan, tidak permisitivas (tidak membiasakan

anak untuk berbuat sesuka hati), tidak memanjakan, dapat menerima keadaan

anak secara keseluruhan.


28

2.4. Hubungan perilaku ibu dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar

2.4.1. Pengertian Kepatuhan


Kepatuhan adalah tingkat perilaku pasien yang tertuju terhadap intruksi

atau petunjuk yang diberikan dalam bentuk terapi apapun yang ditentukan, baik

diet, latihan, pengobatan atau menepati janji pertemuan dengan dokter

( Stanley,2010).
Kepatuhan merupakan suatu perubahan perilaku dari yang tidak mentaati

peraturan ke perilaku yang mentaati peraturan( Green dalam Notoatmojo,2012).

Menuru Niven (2010) Kepatuhan adalah sejauh mana perilaku seseorang sesuai

dengan ketentuan yang diberikan oleh professional kesehatan.


Menurut Depdiknas (2012), Kepatuhan pemberian imunisasi adalah

ketaatan kunjungan imunisasi atau ketepatan dalam memberikan imunisasi kepada

bayi sesuai jadwal dan umur bayi.

2.4.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kepatuhan


Menurut Kozier (2012), factor-faktor yang mempengaruhi tingkat

kepatuhan adalah :
2.4.2.1.Pendidikan
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana

belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan,akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan

dirinya ,masyarakat, bangsa dan Negara. ( Niven,2010).


2.4.2.2.Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial
Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari pimpinan rumah sakit,

kepala perawat, perawat itu sendiri dan teman-teman sejawat. Lingkungan

berpengaruh besar pada pelaksanaan prosedur asuhan keperawatan yang telah

ditetapkan. Lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang
29

positif pula, sebaliknya lingkungan yang negatif akan membawa dampak buruk

pada proses pemberian pelayanan asuhan keperawatan. (Kazier,2010)

2.5. Hubungan perilaku ibu dengan kepatuhan pemberian imunisasi dasar

Menurut teori Lawrence Green dalam Sarimin S (2014) ada tiga factor

yang mempengaruhi perubahan perilaku individu maupun kelompok sebagai

berikut :
1) Factor yang mempermudah (presdisposing factor) yang mencakup

pengetahuan dan siap masyarakat terhadap kesehatan.


2) Factor pendukung (Enabling factor) antara lain ketersediaan sarana

dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat.


3) Factor pendorong (reinforcing factor) yaitu factor yang

memperkuat perubahan perilaku seseorang yang dikarenakan sikap

keluarga, orang tua, tokoh masyarakat dan petugas kesehatan.

Tingkat pengethuan yang baik tentang imunisasi dasar akan mudah

terjadinya perubahan perilaku khususnya ketaatan kunjungan imunisasi bayi.

Salah satu factor penentu terjadinya perubahan perilaku adalah adanya factor

pemudah (predisposing factor) yang didalamnya termasuk pengetahuan ibu

(Azizah dkk, 2013).

Sebagai salah satu predisposing factor, maka perilaku ibu tentang

imunisasi dasar perlu ditingkatkan sehingga apa yang diketahui oleh ibu dapat

diaplikasikan dalam kehidupan nyata, tidak hanya pada tingkat tahu atau paham

(Sumarni WO, 2013).

Azizah dkk (2013) menyatakan bahwa pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.


30

Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku didasari oleh pengetahuan,

kesadaran dan sikapyang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.

Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran

maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Rahmawati AL (2013), kepatuhan kunjungan imunisasi bayi

dipengaruhi oleh beberapa factor salah satunya tingkat pengetahuan ibu. Berbekal

pengetahuan tentang imunisasi dasar tersebut seorang ibu akan menentukan sikap

akan melakukan kunjungan imunisasi untuk bayinya sesuai jadwal atau tidak.

Adapun ibu dengan pengetahuan cukup baik, kurang baik bahkan tidak

baik mempunyai tingkat kepatuhan kunjungan imunisasi yang tinggi, ini

dikarenakan factor kesadaran yang lebih tinggi untuk mentaati jadwal kinjungan

imunisasi yang telah dicatatkan oleh bidan atau petugas imunisasi serta sikap

positif tentang imunisasi agar anak mereka mendapatkan kekebalan optimal ( Dwi

Astuti P, 2013).

Meskipun tingkat perilaku ibu tentang imunisasi dasar berpengaruh pada

tingkat kepatuhan pemberian imunisasi bayi. Hal ini dapat dikarenakan factor

factor lain diluar pengetahuan. Diantaranya yang masuk dalam factor pemungkin

(enabling factor) yaitu sarana kesehatan serta kesediaannya vaksin di sarana

pelayanan imunisasi dan factor penguat (reinforcing factor) seperti tingkat

kedisiplinan petugas imunisasi dan keaktifan petugas imunisasi dalam

memberikan motivasi kepada ibu (Dwi Astuti P, 2013).

Anda mungkin juga menyukai