Anda di halaman 1dari 24

2

LEMBAR PENGESAHAN
TUGAS REFERAT

KERATITIS

Disusun oleh:
Anisa Nur Fitria
G1A013013

diajukan untuk memenuhi persyaratan mengikuti program profesi dokter pada


SMF Ilmu Penyakit Mata RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto

Telah disetujui dan dipresentasikan


Pada tanggal, Juni 2017

Pembimbing,

dr. Yulia Fitriani, Sp. M


NIP. 19820730 201412 2 001
3

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena atas
rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas referat ini. Shalawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW beserta
para pengikut setianya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada para pengajar, fasilitator, dan
narasumber SMF Ilmu Penyakit Mata, terutama dr. Yulia Fitriani, Sp.M selaku
pembimbing penulis. Penulis menyadari referat ini masih sangat jauh dari
kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis
harapkan demi kesempurnaannya.
Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga referat ini dapat
bermanfaat khususnya bagi penulis yang sedang menempuh pendidikan dan dapat
dijadikan pelajaran bagi yang membacanya.

Purwokerto, Juni 2017

Penulis
4

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ 2


KATA PENGANTAR ......................................................................................... 3
DAFTAR ISI ........................................................................................................ 4
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Mata ..................................................................... 6
B. Definisi ...................................................................................................... 7
C. Etiologi ...................................................................................................... 7
D. Epidemiologi ............................................................................................ 7
E. Patofisiologi .............................................................................................. 8
F. Klasifikasi ................................................................................................. 10
G. Penegakan Diagnosis ................................................................................ 17
H. Penatalaksanaan ........................................................................................ 20
I. Komplikasi ................................................................................................ 23
J. Prognosis ................................................................................................... 23
III. KESIMPULAN ............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 25
5

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keratitis merupakan suatu proses peradangan kornea yang dapat
bersifat akut maupun kronis yang disebabkan oleh berbagai faktor antara
lain bakteri, jamur, virus atau karena alergi-imunologi. Keratitis dapat
dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan kedalaman lesi pada kornea
(tempatnya), penyebab dan bentuk klinisnya. Variasi geografi yang luas
dari epidemiologi keratitis bakteri dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan
iklim. Keratitis jamur terhitung sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur
keratitis di beberapa negara berkembang (Ilyas, 2009).
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi
menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis
interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi
keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi.
Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika,
keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik (Ilyas,
2009).
Gejala umum keratitis adalah visus turun perlahan, mata merah, rasa
silau, dan merasa ada benda asing di matanya. Gejala khususnya tergantung
dari jenis-jenis keratitis yang diderita oleh pasien. Gambaran klinik masing-
masing keratitis pun berbeda-beda tergantung dari jenis penyebab dan
tingkat kedalaman yang terjadi di kornea, jika keratitis tidak ditangani
dengan benar maka penyakit ini akan berkembang menjadi suatu ulkus yang
dapat merusak kornea secara permanen sehingga akan menyebabkan
gangguan penglihatan bahkan dapat sampai menyebabkan kebutaan
sehingga pengobatan keratitis haruslah cepat dan tepat agar tidak
menimbulkan komplikasi yang merugikan di masa yang akan datang
terutama pada pasien yang masih muda (Ilyas, 2009).
6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan Fisiologi Mata


Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan
jendela yang dilalui berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya
disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan jendela yang dilalui
berkas cahaya menuju retina. Sifat tembus cahayanya disebabkan oleh
strukturnya yang uniform, avaskuler dan deturgesensi. Kornea ini
disisipkan ke sklera di limbus, lengkung melingkar pada persambungan
inidisebut sulkus skelaris. Kornea dalam bahasa latin cornum artinya
seperti tanduk, merupakan selaput bening mata, bagian dari mata yang
bersifat tembus cahaya (Roderick 2009; Ilyas 2009).
Kornea dewasa rata-rata mempunyai tebal 0,54 mm di tengah,
sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar 11,5 mm dari anterior ke
posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-beda: lapisan
epitel, lapisan Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel.
Batas antara sclera dankornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan
lensa cembung dengan kekuatan refraksi sebesar + 43 dioptri. Apabila
kornea udem karena suatu sebab, maka kornea juga bertindak
sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo (Roderick 2009).
Kornea menempati pertengahan dari rongga bola mata anterior yang
terletak diantara sclera. Kornea ini merupakan lapisan avaskuler dan
menjadi salah satu media refraksi bersama dengan humor aquos membentuk
lensa positif sebesar 43 dioptri. Kornea memiliki permukaan posterior lebih
cembung daripada anterior sehingga rata-rata mempunyai ketebalan sekitar
11,5 mm pada orang dewasa (Ilyas, 2009).
7

Gambar 1. Anatomi Kornea

B. Definisi
Keratitis adalah peradangan kornea yang dapat disebabkan oleh
infeksi bakteri, jamur, virus atau suatu proses alergi-imunologi. Keratitis
adalah radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada kornea yang akan
mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam penglihatan menurun.
Infeksi pada kornea biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea yang
terkena, yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel atau
membran bowman dan keratitis profunda atau interstisialis apabila sudah
mengenai lapisan stroma (Ilyas, 2009).

C. Etiologi
Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur
dapat menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes
simplex tipe 1. Selain itu penyebab lain adalah kekeringan pada mata,
pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke
mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata,
debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan penggunaan
lensa kontak yang kurang baik (Mansjoer, 2001).

D. Epidemiologi
Variasi geografi yang luas dari epidemiologi keratitis bakteri
dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan iklim. Keratitis jamur terhitung
sebanyak 50% dari seluruh kasus dari kultur keratitis di beberapa negara
8

berkembang. Penelitian yang dilakukan oleh Marlon M. Ibrahim dkk


menunjukkan bahwa angka kejadian keratitis bakteri di Banglades 82%,
India 68,4%, dan yang terendah yaitu di Taiwan 40%. Fusarium sp
merupakan penyebab keratitis jamur paling umum di Florida, Nigeria,
Tanzania, dan Singapura. Spesies Aspergillus lebih banyak ditemukan di
India bagian utara, Nepal, dan Banglades. Di India dan Nepal, Steptococcus
pneumoniae merupakan bakteri patogen yang lebih dominan. Sedangkan
Pseudomonas sp merupakan spesies bakteri yang lebih banyak ditemukan
dalam penelitian di Banglades, Hongkong dan Paraguai (Ibrahim, 2011).
Perbedaan tersebut dipegaruhi oleh faktor ikim dan lingkungan.
Keratitis jamur dan keratitis bakteri lebih sering terjadi pada musim semi.
Hal ini berhubungan dengan peningkatan aktivitas agrikultur dan/ atau
peningkatan proliferasi dari agen patogen pada periode tersebut. Faktor
predisposisi keratitis bakteri yang sering di Brazil adalah taruma, khususnya
taruma pada kornea. Penelitian Marlon M. Ibrahim dkk menunjukkan
bahwa iklim, lingkungan tempat tinggal mempengaruhi karakteristik dari
keratitis bakteri (Thygeson, 2007).
Menurut Murillo Lopez, sekitar 25.00 orang Amerika terkena
keratitits bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan
lebih sedikit pada negara negara industri yang secara signifikan lebih sedikit
memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi
sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar 2% dari kasus keratitis di New
York dan 35% di Florida. Spesies Fusarium merupakan penyebab paling
umum dari infeksi jamur kornea di Amerika Serikat bagian selatan (45-76%
dari keratitis jamur). Sedangkan spesies Candida dan Aspergillus lebih
umum di negara negara utara. Secara signifikan lebih sedikit yang berkaitan
dengan infeksi lensa kontak (Thygeson, 2007).

E. Patofisiologi
Epitel adalah sawar yang efisien terhadap masuknya
mikroorganisme kedalam kornea. Namun sekali kornea mengalami cedera,
stroma yang avaskuler dan membrane bowman mudah terinfeksi oleh
9

berbagai macam mikroorganisme seperti amoeba, bakteri dan jamur.


Streptococcus pneumonia (pneumokokus) adalah bakteri pathogen kornea
sejati, pathogen lain memerlukan inokulum yang berat atau hospes yang
lemah (misalnya pada pasien yang mengalami defisiensi imun) agar dapat
menimbulkan infeksi (Vaughan, 2009).
Kornea adalah struktur yang avaskuler oleh sebab itu pertahanan
pada waktu peradangan, tidak dapat segera ditangani seperti pada jaringan
lainnya yang banyak mengandung vaskularisasi. Sel-sel di stroma kornea
pertama-tama akan bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul
dengan dilatasi pembuluh darah yang ada di limbus dan tampak sebagai
injeksi pada kornea. Sesudah itu terjadilah infiltrasi dari sel-sel lekosit, sel-
sel polimorfonuklear, sel plasma yang mengakibatkan timbulnya infiltrat,
yang tampak sebagai bercak kelabu, keruh dan permukaan kornea menjadi
tidak licin (Ilyas 2009; Vaughan, 2009).
Epitel kornea dapat rusak sampai timbul ulkus. Adanya ulkus ini
dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fluoresin sebagai daerah yang
berwarna kehijauan pada kornea. Bila tukak pada kornea tidak dalam
dengan pengobatan yang baik dapat sembuh tanpa meninggakan jaringan
parut, namun apabila tukak dalam apalagi sampai terjadi perforasi
penyembuhan akan disertai dengan terbentuknya jaringan parut. Mediator
inflamasi yang dilepaskan pada peradangan kornea juga dapat sampai ke
iris dan badan siliar menimbulkan peradangan pada iris. Peradangan pada
iris dapat dilihat berupa kekeruhan di bilik mata depan. Kadang-kadang
dapat terbentuk hipopion (Vaughan, 2009).
Pada keratitis bakteri adanya gangguan dari epitel kornea yang intak
dan atau masuknya mikroorganisme abnormal ke stroma kornea, dimana
akan terjadi proliferasi dan menyebabkan ulkus. Faktor virulensi dapat
menyebabkan invasi mikroba atau molekul efektor sekunder yang
membantu proses infeksi. Beberapa bakteri memperlihatkan sifat adhesi
pada struktur fimbriasi dan struktur non fimbriasi yang membantu
penempelan ke sel kornea. Selama stadium inisiasi, epitel dan stroma pada
area yang terluka dan infeksi dapat terjadi nekrosis. Sel inflamasi akut
10

(terutama neutrofil) mengelilingi ulkus awal dan menyebabkan nekrosis


lamella stroma. Difusi produk-produk inflamasi (meliputi cytokines) di
bilik posterior, menyalurkan sel-sel inflamasi ke bilik anterior dan
menyebabkan adanya hipopion. Toksin bakteri yang lain dan enzim
(meliputi elastase dan alkalin protease) dapat diproduksi selama infeksi
kornea yang nantinya dapat menyebabkan destruksi substansi kornea
(Vaughan, 2009).
Keratitis herpes simplek dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan
stromal Kerusakan terjadi pada pembiakan virus intraepitelial,
mengakibatkan kerusakan sel epitelial dan membentuk tukak kornea
superfisial. Pada yang stromal terjadi reaksi imunologik tubuh terhadap
virus yang menyerang yaitu reaksi antigen antibodi yang menarik sel radang
kedalam stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk
merusak virus tetapi juga akan merusak jaringan stroma disekitarnya. Hal
ini penting diketahui karena manajemen pengobatan pada yang epitelial
ditujukan terhadap virusnya sedang pada yang stromal ditujukan untuk
menyerang virus dan reaksi radangnya. Perjalanan klinik keratitis dapat
berlangsung lama kaena stroma kornea kurang vaskuler, sehingga
menghambat migrasi limfosit dan makrofag ketempat lesi. Infeksi okuler
HSV pada hospes imunokompeten biasanya sembuh sendiri, namun pada
hospes yang secara imunologik tidak kompeten, perjalanannya mungkin
menahun dan dapat merusak (Vaughan, 2009).

F. Klasifikasi
Berdasarkan tempatnya keratitis secara garis besar dapat dibagi
menjadi keratitis pungtata superfisialis, keratitis marginal dan keratitis
interstitial. Berdasarkan penyebabnya keratitis digolongkan menjadi
keratitis bakterialis, keratitis fungal, keratitis viral, keratitis akibat alergi.
Kemudian berdasarkan bentuk klinisnya dapat dibagi menjadi keratitis sika,
keratitis flikten, keratitis nurmularis dan keratitis neuroparalitik (Ilyas,
2009).
1. Keratitis berdasarkan penyebabnya, diantaranya :
11

a. Keratitis Bakterialis
Bakteri penyebab keratitis diantaranya adalah Staphylococcus,
Streptococcus, Pseudomonas dan Enterobakteriacea. Adapun
faktor predisposisi yang dapat mengakibatkan keratitis adalah
pemakaian kontak lens, trauma, kontaminasi obat tetes.

Gambar 2. Keratitis Bakterial


b. Keratitis Fungal
Penyebabnya diantaranya trauma kornea oleh ranting pohon, daun
dan bagian tumbuh-tumbuhan. Dapat juga akibat efek samping
penggunaan antibiotik dan kortikosteroid yang tidak cepat. Keluhan
timbul setelah 3 minggu kemudian. Keluhan sakit mata hebat, berair
dan silau. Pada mata terlihat infiltrat berhifa dan satelit bila terletak
didalam stroma, disertai cincin endotel dengan plaque bercabang-
cabang dengan endotelium plaque, gambaran satelit pada kornea dan
lipatan Descemet.

Gambar 3. Keratitis Jamur


12

c. Keratitis Viral
Keratitis Pungtata Superfisial dengan gambaran Infiltrat halus
bertitik-titik pada dataran depan kornea yang dapat terjadi pada
herpes simpleks, herpes zoster, infeksi virus, vaksinia dan trakoma.
Keratitis terkumpul di daerah membran Bowman, bilateral dan
kronis tanpa terlihat kelainan konjungtiva. Jenis Keratitis Virus:
Keratitis herpetik, Keratitis dendritik, Keratitis Disformis, Infeksi
Herpes Zoster, Keratokonjuntivitis Epidemi.
1) Keratitis Herpetik
Disebabkan herpes simpleks dan herpes zoster. Keratitis karena
herpes Simpleks dibagi 2 bentuk : Epitelial adalah Keratitis
dendritik. Pada epitelial terjadi pembelahan virus di dalam sel
epitel yang mengakibatkan kerusakan sel dan membentuk tukak
kornea superfisial.Pengobatan : pada pembelahan virus.
Stromal adalah Keratitis diskiformis. Pada Stromal diakibat
reaksi imunologik tubuh terhadap virus yang menyerang.
Antigen (virus) dan antibodi (tubuh pasien) bereaksi di dalam
stroma kornea dan menarik sel leukosit dan sel radang lainnya.
Sel ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak antigen
(virus) yang juga merusak jaringan stromal di sekitarnya.
Pengobatan : pada virus dan reaksi radangnya. Biasanya infeksi
Herpes Simpleks berupa campuran antara Epitelial dan Stromal.

Gambar 4.. Keratitis herpetic


2) Keratitis Dendritik
Merupakan Keratitis Superfisial yang membentuk garis
infiltrate pada permukaan kornea kemudian membentuk cabang.
Disebabkan oleh virus Herpes Simpleks.
13

Gejala : Fotofobia, kelilipan, tajam penglihatan menurun,


konjungtiva hiperemia disertai sensibilitas kornea yang
hipestesia. Karena gejala ringan, pasien terlambat berkonsultasi.
Dapat menjadi tukak kornea.

Gambar 5. Keratitis Dendritik


3) Keratitis Disiformis
Merupakan keratitis yang membentuk kekeruhan infiltrat
yang bulat atau lonjong di dalam jaringan kornea. Penyebab:
Infeksi virus Herpes Simpleks. Merupakan reaksi alergi atau
imunologik terhadap virus Herpes Simpleks pada permukaan
kornea.

Gambar 6. Keratitis Disiformis


4) Infeksi Herpes Zoster
Merupakan keratitis vesikular karena infeksi Herpes Zoster
di mata. Biasanya pada usia lanjut. Gejalanya rasa sakit di daerah
yang terkena, badan terasa hangat, merah dan penglihatan
berkurang. Pada kelopak terlihat vesikel dan infiltrat pada kornea.
Vesikel juga tersebar pada dermatom yang dipersarafi saraf
Trigeminus, progresif dan tidak melewati garis meridian.
14

Gambar 7. Infeksi Herpes Zoster


d. Keratitis Akibat Alergi
1) Keratokonjungtivitis Flikten
Merupakan radang kornea dan konjungtiva sebagai suatu reaksi
imun yang mungkin sel mediated pada jaringan yang sudah
sensitif terhadap antigen. Gejala :Terdapat flikten pada kornea
berupa benjolan berbatas tegas berwarna putih keabuan dengan
atau tanpa neovaskularisasi menuju ke arah benjolan tersebut.
Bilateral, pada limbus tampak benjolan putih kemerahan
dikelilingi konjungtiva hiperemis. Terdapat papul dan pustula
pada kornea dan konjungtiva. Lakrimasi dan fotofobia disertai
rasa sakit. Hiperemis konjungtiva, menebalnya epitel kornea,
perasaan panas disertai gatal dan tajam penlihatan berkurang.
2) Keratitis Lagoftalmus
Keratitis yang terjadi akibat lagoftalmus dimana kelopak mata
tidak bisa menutup dengan sempurna sehingga menyebabkan
kekeringan pada kornea dan konjungtiva sehingga rentan terkena
infeksi. Lagoftalmus dapat disebabkan tarikan jaringan parut
pada tepi kelopak, eksoftalmus, paralise saraf fasial, atoni
orbikularris okuli dan proptosis karena tiroid.
3) Keratitis Neuroparalitik
Merupakan keratitis akibat kelainan saraf trigeminus sehingga
terdapat kekeruhan kornea yang tidak sensitif disertai
kekeringan kornea. Gangguan persarafan dapat terjadi akibat
15

herpes zoster, tumor fossa posterior kranium, peradangan


sehingga kornea menjadi anestetis. Kemudian kornea menjadi
kehilangan pertahanannya terhadap iritasi luar. Kornea menjadi
mudah infeksi dan terbentuk tukak kornea. Gejalanya : tajam
penglihatan menurun, silau, tidak nyeri. Refleks berkedip
hilang, injeksi siliar, permukaan kornea keruh, infiltrat dan
vesikel pada kornea.

Gambar 8. Keratitis Neuroparalitik


2. Keratitis berdasarkan tempatnya, diantaranya :
a. Keratitis Pungtata
Keratitis yang terkumpul di daerah membran Bowman
dengan infiltrat berbentuk bercak bercak halus. Penyebab:
Moluscum kontagiosum, acne rosasea, Herpes simpleks, Herpes
zoster, Blefaritis neuroparalitik, Infeksi virus, vaksinia, Trakoma
dan trauma radiasi, dryeyes, trauma, lagoftalmus, keracunan obat
seperti: neomisin, tobramisin.
Keratitis Pungtata biasanya terdapat bilateral, berjalan kronis
tanpa terlihat gejala konjungtiva atau tanda akut yang biasanya
terjadi pada dewasa muda. Keratitis Pungtata Superfisial
memberikan gambaran seperti infiltrat halus bertitik-titik pada
permukaan kornea. Merupakan cacat halus kornea superfisial dan
hijau bila diwarnai fluoresein. Dapat disebabkan sindrom dry eye,
blefaritis, keratopati logaftalmos, keracunan obat topical (neomisin,
tobramisin ataupun obat lainnya), sinar ultraviolet, trauma kimia
ringan dan pemakaian lensa kontak. Pasien akan mengeluh sakit,
16

silau, mata merah dan rasa kelilipan. Pasien diberi air mata buatan,
tobramisin tetes mata dan siklopegik.
Keratitis Pungtata Subepitel: keratitis yang terkumpul di
membran Bowman. Pada keratitis ini biasanya terdapat bilateral dan
berjalan kronis tanpa terlihatnya gejala kelainan konjungtiva
ataupun tanda akut yang biasanya terjadi pada dewasa muda.

Gambar 9. Keratitis Pungtata


b. Keratitis Marginal
Merupakan infiltrat yang tertimbun pada tepi kornea sejajar
dengan limbus. Penyakit infeksi lokal konjungtiva dapat
menyebabkan keratitis kataral / marginal. Keratitis marginal kataral
biasanya terdapat pada pasien setengah umur dengan adanya
blefarokonjungtivitis. Bila tidak diobati dengan baik maka akan
mengakibatkan tukak kornea. Penderita mengeluh sakit seperti
kelilipan, lakrimasi, fotofobia berat. Pada mata akan terlihat
blefarospasme satu mata, Injeksi konjungtiva, Infiltrat atau ulkus
memanjang, dangkal unilateral dapat tunggal atau multiple, sering
disertai neovaskularisasi dari arah limbus.

Gambar 10. Keratitis Marginal


17

c. Keratitis Interstitial
Keratitis yang ditemukan pada jaringan kornea yang lebih
dalam. Seluruh kornea keruh sehingga iris susah dilihat. Keratitis
Interstisial akibat lues kogenital didapatkan neovaskularisasi dalam.
Keratitis interstisial merupakan keratitis nonsuppuratif profunda
disertai neovaskularisasi disebut juga Keratitis Parenkimatosa.
Pasien mengeluh fotofobia, lakrimasi dan menurunnya visus.
Keluhan akan bertahan seumur hidup. Seluruh kornea keruh
sehingga iris sukar dilihat. Permukaan kornea seperti permukaan
kaca. Terdapat injeksi Siliar disertai serbukan pembuluh ke dalam
sehingga memberi gambaran merah kusam yang disebut Salmon
Patch dari Hutchinson. Seluruh kornea dapat berwarna merah
cerah. Keratitis disebabkan sifilis kogenital atau bisa juga oleh
tuberkulosis, trauma. Pengobatan tergantung penyebabnya.
Diberikan juga Sulfas Atropin tetes mata untuk mencegah sinekia
akibat uveitis dan kortikosteroid tetes mata.

Gambar 11. Keratitis Interstisial dengan sifilis congenital

G. Penegakkan Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, gejala klinik dan hasil
pemeriksaan mata.
1. Anamnesis
Dari hasil anamnesis sering diungkapkan riwayat trauma, adanya
riwayat penyakit kornea, misalnya pada keratitis herpetik akibat infeksi
18

herpes simpleks yang kambuh. Anamnesis mengenai pemakaian obat


lokal oleh pasien, karena kortikosteroid merupakan predisposisi bagi
penyakit bakteri, fungi, atau virus terutama keratitis herpes simpleks
(Vaughan, 2009).
Pasien dengan keratitis biasanya datang dengan keluhan iritasi
ringan, adanya sensasi benda asing, mata merah, mata berair, penglihatan
yang sedikit kabur, dan silau (fotofobia) serta sulit membuka mata
(blepharospasme). Penderita akan mengeluh sakit pada mata karena
kornea memiliki banyak serabut nyeri, sehingga amat sensitif.
Kebanyakan lesi kornea superfisialis maupun yang sudah dalam
menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit diperberat oleh kuman
kornea bergesekan dengan palpebra. Karena kornea berfungsi sebagai
media untuk refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap
sinar yang masuk ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan
mengaburkan penglihatan terutama apabila lesi terletak sentral pada
kornea (Dahl, 2010).
Fotofobia yang terjadi biasanya terutama disebabkan oleh kontraksi
iris yang meradang. Dilatasi pembuluh darah iris adalah fenomena
refleks yang disebabkan iritasi pada ujung serabut saraf pada kornea.
Pasien biasanya juga mengeluhkan mata berair namun tidak disertai
dengan pembentukan kotoran mata yang banyak kecuali pada ulkus
kornea yang purulen. Dalam mengevaluasi peradangan kornea penting
untuk membedakan apakah tanda yang kita temukan merupakan proses
yang masih aktif atau merupakan kerusakan dari struktur kornea hasil
dari proses di waktu yang lampau. Sejumlah tanda dan pemeriksaan
sangat membantu dalam mendiagnosis dan menentukan penyebab dari
suatu peradangan kornea seperti: pemeriksaan sensasi kornea, lokasi dan
morfologi kelainan, pewarnaan dengan fluoresin, neovaskularisasi,
derajat defek pada epithel, lokasi dari infiltrat pada kornea, edema
kornea, keratik presipitat, dan keadaan di bilik mata depan. Tanda-tanda
yang ditemukan ini juga berguna dalam mengawasi perkembangan
penyakit dan respon terhadap pengobatan (Ilyas, 2002).
19

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan diantaranya (Vaughan, 2009) :
a. Pemeriksaan tajam penglihatan
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan untuk mengetahui fungsi
penglihatan setiap mata secara terpisah. Pemeriksaan dapat
dilakukan dengan menggunakan kartu Snellen maupun secara
manual yaitu menggunakan jari tangan.
b. Uji dry eye
Pemeriksaan mata kering (dry eye) termasuk penilaian terhadap
lapis film air mata (tear film), danau air mata ( teak lake ), dilakukan
uji break up time tujuannya yaitu untuk melihat fungsi fisiologik
film air mata yang melindungi kornea. Penilaiannya dalam keadaan
normal film air mata mempunyai waktu pembasahan kornea lebih
dari 25 detik. Pembasahan kornea kurang dari 15 detik
menunjukkan film air mata tidak stabil.
c. Ofthalmoskop
Tujuan pemeriksaan untuk melihat kelainan serabut retina, serat
yang pucat atropi, tanda lain juga dapat dilihat seperti perdarahan
peripapilar.
d. Keratometri (pegukuran kornea)
Keratometri tujuannya untuk mengetahui kelengkungan kornea,
tear lake juga dapat dilihat dengan cara fokus kita alihkan kearah
lateral bawah, secara subjektif dapat dilihat tear lake yang kering
atau yang terisi air mata.
e. Tonometri digital palpasiCara ini sangat baik pada kelainan mata
bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada
sikatrik kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Pada cara ini
diperlukan pengalaman pemeriksa karena terdapat factor subjektif,
tekanan dapat dibandingkan dengan tahahan lentur telapak tangan
dengan tahanan bola mata bagian superior.
20

H. Penatalaksanaan
1. Medika Mentosa
Tujuan penatalaksanaan keratitis adalah mengeradikasi
penyebab keratitis, menekan reaksi peradangan sehingga tidak
memperberat destruksi pada kornea, mempercepat penyembuhan defek
epitel, mengatasi komplikasi, serta memperbaiki ketajaman
penglihatan. Ada beberapa hal yang perlu dinilai dalam mengevaluasi
keadaan klinis keratitis meliputi: rasa sakit, fotofobia, lakrimasi, rasa
mengganjal, ukuran ulkus dan luasnya infiltrat. Sebagian besar para
pakar menganjurkan melakukan debridement sebelumnya.
Debridement epitel kornea selain berperan untuk pengambilan
spesimen diagnostik, juga untuk menghilangkan sawar epitelial
sehingga obat lebih mudah menembus. Dalam hal ini juga untuk
mengurangi subepithelial "ghost" opacity yang sering mengikuti
keratitis dendritik. Diharapkan debridement juga mampu mengurangi
kandungan virus epithelial jika penyebabnya virus, konsekuensinya
reaksi radang akan cepat berkurang.
Penatalaksanaan pada ketratitis pada prinsipnya adalah
diberikan sesuai dengan etiologi. Untuk virus dapat diberikan
idoxuridine, trifluridin atau acyclovir. Untuk bakteri gram positif
pilihan pertama adalah cafazolin, penisilin G atau vancomisin dan
bakteri gram negatif dapat diberikan tobramisin, gentamisin atau
polimixin B. Pemberian antibiotik juga diindikasikan jika terdapat
secret mukopurulen, menunjukkan adanya infeksi campuran dengan
bakteri. Untuk jamur pilihan terapi yaitu: natamisin, amfoterisin atau
fluconazol. Selain itu obat yang dapat membantu epitelisasi dapat
diberikan.
Namun selain terapi berdasarkan etiologi, pada keratitis ini
sebaiknya juga diberikan terapi simptomatisnya agar dapat memberikan
rasa nyaman dan mengatasi keluhan-keluhan pasien. Pasien dapat
diberi air mata buatan, sikloplegik dan kortikosteroid. Pemberian air
mata buatan yang mengandung metilselulosa dan gelatin yang dipakai
21

sebagai pelumas oftalmik, meningkatkan viskositas, dan


memperpanjang waktu kontak kornea dengan lingkungan luar.
Pemberian tetes kortikosteroid pada KPS ini bertujuan untuk
mempercepat penyembuhan dan mencegah terbentuknya jaringan
parut pada kornea, dan juga menghilangkan keluhan subjektif seperti
fotobia namun pada umumnya pada pemeberian steroid dapat
menyebabkan kekambuhan karena steroid juga dapat memperpanjang
infeksi dari virus jika memang etiologi dari keratitis tersebut adalah
virus.
Namun pemberian kortikosteroid topikal pada keratitis ini harus
terus diawasi dan terkontrol karena pemakaian kortikosteroid untuk
waktu lama dapat memperpanjang perjalanan penyakit hingga
bertahun-tahun dan berakibat timbulnya katarak dan glaukoma
terinduksi steroid, menambah kemungkinan infeksi jamur, menambah
berat radang akibat infeksi bakteri juga steroid ini dapat
menyembunyikan gejala penyakit lain. Penggunaan kortikosteroid pada
keratitis menurut beberapa jurnal dapat dipertimbangkan untuk diganti
dengan NSAID. Dari penelitian-penelitian tersebut telah menunjukan
bahwa NSAID dapat mengurangi keluhan subjektif pasien dan juga
mengatasi peradangannya seperti halnya kortikostroid namun lebih
aman dari steroid itu sendiri karena tidak akan menyebabkan katarak
ataupun glaukoma yang terinduksi steroid.
Lensa kontak sebagai terapi telah dipakai untuk mengendalikan
gejala, supaya dapat melindungi lapisan kornea pada waktu kornea
bergesekan dengan palpebra, khususnya pada kasus yang mengganggu.
Pemberian siklopegik mengakibatkan lumpuhnya otot sfingter iris
sehingga terjadi dilatasi pupil dan mengakibatkan paralisis otot siliar
sehingga melemahkan akomodasi. Terdapat beberapa obat sikloplegia
yaitu atropin, homatropin, dan tropikamida. Namun atropin (0,5%-2%)
merupakan sikloplegik yang sangat kuat dan juga bersifat midriatik
sehingga biasanya tidak dijadikan pilihan terapi pada keratitis tertentu
misalnya KPS. Efek maksimal atropin dicapai setelah 30-40 menit dan
22

bila telah terjadi kelumpuhan otot akomodasi maka akan normal


kembali dalam 2 minggu setelah obat dihentikan. Atropin juga
memberikan efek samping nadi cepat, demam, merah, dan mulut
kering. Homatropin (2%-5%) efeknya hilang lebih cepat dibanding
dengan atropin, efek maksimal dicapai dalam 20-90 menit dan
akomodasi normal kembali setelah 24 jam hingga 3 hari. Sedangkan
trokamida (0,5%-1%) memberikan efek setelah 15-20 menit, dengan
efek maksimal dicapai setelah 20-30 menit dan hilang setelah 3-6 jam.
Obat ini sering dipakai untuk melebarkan pupil pada pemeriksaan
fundus okuli.
Pada keratitis yang telah mengalami penipisan stroma dapat
ditambahkan lem cyanoacrylate untuk menghentikan luluhnya stroma.
Bila tindakan tersebut gagal, harus dilakukan flap konjungtiva; bahkan
bila perlu dilakukan keratoplasti. Flap konjungtiva hanya dianjurkan
bila masih ada sisa stroma kornea, bila sudah terjadi descemetocele flap
konjungtiva tidak perlu; tetapi dianjurkan dengan keratoplastik
lamellar.
2. Non Medikamentosa
Selain terapi medikamentosa sebaiknya diberikan pula edukasi pada
pasien keratitis. Pasien diberikan pengertian bahwa penyakit ini dapat
berlangsung kronik dan juga dapat terjadi kekambuhan. Pasien juga
sebaiknya dianjurkan agar tidak terlaru sering terpapar sinar matahari
ataupun debu karena keratitis ini dapat juga terjadi pada konjungtivitis
vernal yang biasanya tercetus karena paparan sinar matahari, udara
panas, dan debu, terutama jika pasien tersebut memang telah memiliki
riwayat atopi sebelumnya. Pasien pun harus dilarang mengucek matanya
karena dapat memperberat lesi yang telah ada.
Pada keratitis dengan etiologi bakteri, virus, maupun jamur
sebaiknya kita menyarankan pasien untuk mencegah transmisi
penyakitnya dengan menjaga kebersihan diri dengan mencuci tangan,
membersihkan lap atau handuk, sapu tangan, dan tissue
23

I. Komplikasi
Komplikasi yang paling ditakuti dari keratitis adalah penipisan
kornea dan akhirnya perforasi kornea yang dapat mengakibatkan
endophtalmitis sampai hilangnya penglihatan atau kebutaan. Beberapa
komplikasi yang lain diantaranya (Roderick, 2009) :
1. Gangguan refraksi
2. Jaringan parut permanent
3. Ulkus kornea
4. Perforasi kornea
5. Glaukoma sekunder

J. Prognosis
Prognosis dari keratitis jamur tergantung dari cepat lambat nya
pasien mendapat pengobatan, jenis mikroorganisme penyebab dan adanya
penyulit maupun komplikasi. Keratitis jamur biasanya mendapat perbaikan
setiap harinya dan sembuh dengan terapi yang sesuai. Jika penyembuhan
tidak terjadi atau ulkus bertambah berat, diagnosis dan terapi alternatif harus
dipertimbangkan (Reed, 2007).
24

III. KESIMPULAN

1. Keratitis merupakan radang pada kornea atau infiltrasi sel radang pada
kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh sehingga tajam
penglihatan menurun.
2. Klasifikasi keratitis berdasarkan penyebabnya adalah keratitis bakterialis,
keratitis fungal, keratitis viral, dan keratitis akibat alergi.
3. Klasifikasi keratitis berdasarkan tempatnya adalah keratits pungtata
superfisial, keratitis interstitial, dan keratitis marginal.
4. Gejala umum keratitis adalah visus turun mendadak, mata merah, rasa silau,
dan merasa ada benda asing di matanya.
5. Gejala khusus tergantung dari jenis yang diderita oleh pasien.
25

DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. External eye disease and cornea. San


Fransisco. 2012
Dahl, A. Keratitis. 2010 Diunduh dari : http: //www. medicinenet. com/
keratitis/ article. htm
Ibrahim MM, Vanini R, et al. Epidemiology and medical protection of microbial
keratitis on southeast Brazil. Brazil: Arq Bras Oftalmol. 2011; 74 (1): 7-12.
Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2009. h 147-158.
Ilyas Sidarta. Ilmu penyakit mata. Edisi Kedua. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2002. h 113-116.
Reed KK. Thygesons SPK photos. 2007. Nova Southeastem University College
of Optometry 3200 South University Drive Ft. Lauderdale. Florida.
Roderick B. Kornea. In: Vaughan & Asbury. Oftalmologi umum. Edisi 17.
Jakarta: EGC. 2009. h 125-49.
Thygeson P. Superfisial punctate keratitis. Journal of the American Medical
Association. 1997. 144: 1544-1549.
Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya
Medika Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai