Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anemia merupakan salah satu masalah kesehatan di seluruh dunia

terutama negara berkembang yang diperkirakan 30% penduduk dunia

menderita anemia. Anemia banyak terjadi pada masyarakat terutama pada

remaja dan ibu hamil. Anemia pada remaja putri sampai saat ini masih

cukup tinggi, menurut World Health Organization (WHO, 2013),

prevalensi anemia dunia berkisar 40-88%. Jumlah penduduk usia remaja

(10-19 tahun) di Indonesia sebesar 26,2% yang terdiri dari 50,9% laki-laki

dan 49,1% perempuan (Kemenkes RI, 2013).

Menurut data hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi anemia di

Indonesia yaitu 21,7% dengan penderita anemia berumur 5-14 tahun

sebesar 26,4% dan 18,4% penderita berumur 15-24 tahun. Data Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2012 menyatakan bahwa

prevalensi anemia pada balita sebesar 40,5%, ibu hamil sebesar 50,5%, ibu

nifas sebesar 45,1%, remaja putri usia 10-18 tahun sebesar 57,1% dan usia

19-45 tahun sebesar 39,5%. Wanita mempunyai risiko terkena anemia

paling tinggi terutama pada remaja putri (Kemenkes RI, 2014).

Di Indonesia, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Depkes

(2005) dalam Poltekkes Depkes Jakarta I tahun 2010 menunjukkan bahwa

penderita anemia pada remaja putri berjumlah 26,50%. Menurut Riskesdas

2013 prevalensi anemia pada remaja sebesar 22,7 %. Menurut WHO di


Indonesia prevalensi 26% untuk anak perempuan dan 11% untuk anak

laki-laki (WHO, 2014).

Penelitian terhadap beberapa siswi SMU di Jakarta

menunjukkan 40% remaja menderita anemia. Sedangkan hasil

penelitian yang dilakukan Anggraeni tahun 2007, terhadap beberapa

remaja putri di wilayah DKI Jakarta menunjukkan prevalensi anemia

remaja putri cukup tinggi yaitu sebesar 44.6% yang sebagian besar

disebabkan oleh kurangnya asupan zat besi dari makanan yang

dikonsumsi (Hapzah & Yulita, 2012).

Remaja wanita usia 10-19 tahun merupakan salah satu kelompok

yang rawan menderita anemia, hal ini disebabkan oleh berbagai faktor

antara lain karena masa remaja adalah masa pertumbuhan yang

membutuhkan zat gizi lebih tinggi termasuk zat besi. Disamping itu

remaja putri mengalami menstruasi setiap bulannya sehingga

membutuhkan zat besi lebih tinggi, sementara makanan yang dikonsumsi

lebih rendah dari pria, karena faktor takut gemuk (Depkes RI, 2010).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya anemia

defisiensi besi ini adalah pendidikan orang tua, pendapatan keluarga,

pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia, tingkat konsumsi gizi,

pola menstruasi, dan kejadian infeksi dengan kejadian anemia pada remaja

putri (Wati, 2010).

Adapun gejala yang sering timbul antara lain pusing, lemah, letih,

lelah dan lesu. Kadang kala anemia tidak menimbulkan gejala yang jelas
seperti mudah lelah bila berolahraga, sulit konsentrasi dan mudah lupa.

Keadaan yang sangat disayangkan adalah kebanyakan penderita tidak tahu

dan tidak menyadarinya. Dengan terjadinya anemia pada remaja dapat

berdampak pada menurunnya produktifitas kerja ataupun kemampuan

akademis di sekolah, karena tidak adanya gairah belajar dan konsentrasi.

Anemia juga dapat mengganggu pertumbuhan dimana tinggi dan berat

badan menjadi tidak sempurna. Selain itu, daya tahan tubuh akan menurun

sehingga mudah terserang penyakit (Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada remaja

putri kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wiiradesa. Dari hasil

penelitian menunjukan bahwa umur terbanyak remaja putri yang menjadi

responden adalah 15 tahun yaitu 21 remaja putri (50%), umur 16 tahun

sebanyak 11 remaja putri, umur 14 sebanyak 7 dan umur 17 sebanyak 3

remaja putri. Remaja putri kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Wiiradesa sebagian besar responden yaitu 27 remaja putri (64,3%) tidak

mengetahui tentang anemia dan 15 remaja putri (35,7%) mengetahui

tentang anemia.

Berdasarkan permasalahan diatas, maka penulis ingin meneliti

tentang Hubungan peran orangtua dan peran sekolah dengan pengetahuan

anemia pada remaja putri

B. Rumusan Masalah

Anemia merupakan salah satu masalah gizi yang masih dihadapi

dunia sampai saat ini terutama di negara-negara berkembang termasuk


Indonesia. Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya anemia

defisiensi besi ini adalah pendidikan orang tua, pendapatan keluarga,

pengetahuan dan sikap remaja putri tentang anemia, tingkat konsumsi gizi,

pola menstruasi, dan kejadian infeksi dengan kejadian anemia pada remaja

putri (Wati, 2010).

Di Indonesia, prevalensi anemia masih cukup tinggi. Depkes

(2005) dalam Poltekkes Depkes Jakarta I tahun 2010 menunjukkan bahwa

penderita anemia pada remaja putri berjumlah 26,50%. Menurut Riskesdas

2013 prevalensi anemia pada remaja sebesar 22,7 %. Menurut WHO di

Indonesia prevalensi 26% untuk anak perempuan dan 11% untuk anak

laki-laki (WHO, 2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada remaja

putri kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wiiradesa. Dari hasil

penelitian menunjukan bahwa umur terbanyak remaja putri yang menjadi

responden adalah 15 tahun yaitu 21 remaja putri (50%), umur 16 tahun

sebanyak 11 remaja putri, umur 14 sebanyak 7 dan umur 17 sebanyak 3

remaja putri. Remaja putri kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri 1

Wiiradesa sebagian besar responden yaitu 27 remaja putri (64,3%) tidak

mengetahui tentang anemia dan 15 remaja putri (35,7%) mengetahui

tentang anemia.

Berdasarkan rumusan amasalah tersebut maka peneliti tertarik

untuk melakukan penelitian tentang Hubungan peran orangtua dan peran


sekolah dengan pengetahuan anemia pada remaja putri di SMK Islam

Wijaya Kusuma Jakarta Selatan Tahun 2017.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui Hubungan Peran Orangtua dan Peran Sekolah

dengan Pengetahuan Anemia pada Reamaja Putri di SMK Islam

Wijaya Kusuma Jakarta Selatan Tahun 2017

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi pengetahuan anemia remaja putri

b. Mengidentifikasi peran orangtua dalam pengetahuan anemia pada

remaja putri

c. Mengidentifikasi peran sekolah dalam pengetahuan anemia pada

remaja putri

d. Menganalisis hubungan peran orangtua dengan pengetahuan

anemia pada remaja putri

e. Menganalisis hubungan peran sekolah dengan pengetahuan

anemia pada remaja putri

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan yang sangat

luas mengenai peran orangtua, peran sekolah dengan pengetahuan

anemia pada remaja putri sehingga prevalansi anemia pada remaja

putri berkurang dan dapat dicegah.


2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

Hasil penelitian bermanfaat untuk meningkatkan wawasan peneliti tentang

pengetahuan remaja putri dalam pencegahan anemia.

b. Bagi Tempat Penelitian

Memberikan masukkan untuk orangtua dan sekolah dalam usaha mencegah

anemia sehingga dapat mengurangi kejadiana anemia khususnya pada

remaja putri.

c. Bagi Institusi Kesehatan

Meningkatkan pelayanan pada masyarakat tentang tindakan dan perilaku

dalam pencegahan anemia.

d. Bagi Peneliti Selanjutnya

Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui lebih baik tentang anemia

sehingga dapat dijadikan sebagai acuan penelitian yang akan datang.

Anda mungkin juga menyukai