Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Istilah gawat janin sudah digunakan sedari dulu, namun batasan dari istilah ini
masih belum jelas. Gawat janin biasanya menandakan kekhawatiran obstetric
tentang keadaan janin, yang kemudian berakhir dengan section sesarea atau
persalinan buatan lainnya. Keadaan janinbiasanya dinilai dengan menghitung
denyut jantung janin (DJJ) dan memeriksa kemungkinan adanya mekonium di
dalam cairan amnion. sering dianggap djj yang abnormal terutama bila ditemukan
mekonium, menandakan hipoksia dan asidosis, akan tetapi hal tersebut seringkali
tidak benar.3
Takikardi janin dapat disebabkan bukan hanya oleh hipoksia dan asidosis tapi
juga dapat karena hipertermia karena sekunder dari infeksi intrauterine. keadaan
tersebut biasanya tidak berhuungan dengan hipoksia janin atau asidosis. bila DJJ
normal yang disertai adanya mekonium dalam cairan amnion tidak berkaitan
dengan meningkatnya insidensi asidosis janin. Wijayanegara dalam buku sarwono
mengatakan yang dimaksud dengan gawat janin adalah jika ditemukan denyut
jantung janin diatas 160 x/menit atau kurang dari 100 kali per menit, denyut
jantung tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal
persalinan.3
Gawat janin adalah suatu keadaan dimana terdapat hipoksia pada janin ( kadar
oksigen yang rendah dalam darah). Keadaan tersebut dapat terjadi baik pada
antepartum maupun intrapartum.3
2.2. Epidemiologi
Mortalitas perinatal sudah menurun angkanya sejak 50 tahun
belakangan ini seiring dengan membaiknya fasilitas kesehatan. Umumnya ukuran
yang dipakai untuk menilai baik-buruknya suatu pelayanan ostetri dalam suatu
negara atau daerah adalah kematian maternal, namun sekarang kematian bayi
dianggap sebagai ukuran yang lebih baik serta lebih peka untuk menilai kualitas

2
3

pelayanan kebidanan. Angka kematian bayi di Indonesia pada tahun 2003


mencapai 350 per 10.000 kelahiran hidup.2

2.3. Etiologi
Gawat janin dapat disebabkan oleh bermacam-macam hal. Beberapa penyebab
yang umum dan sering terjadi:2
a. Kontraksi
Pengencangan otot uterus secara involunter untuk melahirkan bayi.
Kontraksi secara langsung mengurangi aliran darah ke plasenta dan dapat
mengkompresi tali pusat sehingga penyaluran nutrisi dan oksigenisasi
terganggu. Hal ini dapat terjadi pada keadaan:
o persalinan yang lama ( kala II lama), yaitu persalinan yang terjadi
lebih dari 24 jam pada primigravida dan lebih dari 18 jam pada
multigravida.
o penggunaan oksitosin, akibat dari pemberian oksitosin adalah dapat
mengakibatkan relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian
placenta yang akan menyebabkan terganggunya penyaluran nutrisi
dan oksigenisasi pada fetus.
o uterus yang hipertonik ( otot-otot menjadi terlalu tegang dan tidak
dapat berkontraksi ritmis dengan benar)
b. Infeksi, Infeksi dapat membuat peningkatan kebutuhan metabolic dan
oksigenisasi yang akan membuat fetus menjadi bertambah hipoksia.
c. Perdarahan, perdarahan yang dapat mengakibatkan gawat janin yaitu
karena solusio plasenta. terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan
kedalam desidua basalis. desidua tersebut kemudian terbelah sehingga
meninggalkan lapisan tipis yang melekat pada iometrium. sebagai
akibatnya, proses tersebut dalam stadium awal akan terdiri dari
pembentukan hematoma desidua yang menyebabkan pelepasan, kompresi,
dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian
tersebut.
4

d. kehamilan post term. Kehamilan post term dapat mengakibatkan diameter


tali pusat mengecil yang diukur dengan USG, bersifat prediktif terhadap
gawat janin pada intrapartum terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia
kehamilan telah melewati 42 minggu, mungkin juga pengeluaran
mekonium oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah
berkurang merupakan penyebab terbentuknya mekoium kental yang terjadi
pada sindrom aspirasi mekonium.
2.4. Faktor Resiko
Ada beberapa faktor resiko yang diduga berhubungan dengan kejadian gawat
janin:5
- Wanita hamil usia > 35 tahun
- Wanita dengan riwayat:
o Bayi lahir mati
o Pertumbuhan janin terhambat
o Oligohidramnion atau polihidramnion
o Kehamilan ganda/ gemelli
o Sensitasi rhesus
o Hipertensi
o Diabetes dan penyakit-penyakit kronis lainnya
o Berkurangnya gerakan janin
o Kehamilan serotinus

2.5. Diagnosis
2.5.1. Tanda dan Gejala
Gejala yang dirasakan oleh ibu adalah berkurangnya gerakan janin. Ibu dapat
melakukan deteksi dini dari gawat janin ini, dengan cara menghitung jumlah
tendangan janin/ kick count. Janin harus bergerak minimal 10 gerakan dari saat
makan pagi sampai dengan makan siang. Bila jumlah minimal sebanyak 10
gerakan janin sudah tercapai, ibu tidak harus menghitung lagi sampai hari
berikutnya. Hal ini dapat dilakukan oleh semua ibu hamil, tapi penghitungan
5

gerakan ini terutama diminta untuk dilakukan oleh ibu yang beresiko terhadap
gawat janin atau ibu yang mengeluh terdapat pengurangan gerakan janin. Bila
ternyata tidak tercapai jumlah minimal sebanyak 10 gerakan maka ibu akan
diminta untuk segera datang ke RS atau pusat kesehatan terdekat untuk dilakukan
pemeriksaan lebih lanjut.5
Diagnosis dan identifikasi fetal distress adalah didasarkan dari denyut jantung
janin. National Institute of Health workshop (NICHD) membuat klasifikasi denyut
jantung bayi sebagai interpretasi menentukan fetal distress. Gambar 1
memperlihatkan klasifikasi tersebut. NICHD membuat 3 klasifikasi dari denyut
jantung janin berdasarkan pola dari denyut jantung bayi yang dapat dilihat dari
hasil elektrokardiogram. kategori 1 merupakan kategori denyut jantung bayi
normal, kategori 2 merupakan kategori resiko intermediet, dan kategori 3
merupakan kategori denyut jantung bayi abnormal dan sangat berhubungan
dengan terjadinya gawat janin. The american college of obstetricians and
gynecologists and the american academy of pediatrics menyimpulkan bahwa
kategori 1 dan 2 dari klasifikasi oleh NICHD berhubungan dengan skor apgar
pada menit ke 5 yaitu >7 dan mempunyai pH darah yang normal serta tidak
berhubungan dengan acute hypoxic-ischemic event.
Tanda-tanda gawat janin:6
a. Mekonium kental berwarna hijau terdapat di cairan ketuban
Adanya mekonium saja tidak mampu untuk menegakkan suatu diagnosis
gawat janin. Mekonium adalah cairan berwarna hijau tua yang secara normal
dikeluarkan oleh bayi baru lahir mengandung mukus, empedu, dan sel-sel
epitel. Bagaimanapun, dalam beberapa hal, mekonium dikeluarkan dalam
uterus mewarnai cairan ketuban. Adanya mekonium pada cairan amnion lebih
sering terlihat saat janin mencapai maturitas dan dengan sendirinya bukan
merupakan tanda-tanda gawat janin. Mekonium dapat mewarnai cairan
ketuban dalam beberapa tingkat, mulai dari mewarnai ringan sampai dengan
berat. Adanya mekonium dianggap signifikan bila berwarna hijau tua
kehitaman dan kental. Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran
mekonium pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi
6

perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium pada saluran
napas atau neonatus untuk mencegah aspirasi mekonium. Pada presentasi
sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat persalinan akibat kompresi
abdomen janin pada persalinan. Hal ini bukan merupakan tanda kegawatan
kecuali jika hal ini terjadi pada awal persalinan/ saat bokong masih tinggi
letaknya.7
Pada tahun 1903, J. Whitridge Williams mengamati dan menganggap
keluarnya cairan mekonium sebagai relaksasi otot sfingter ani diakibatkan
aerasi yang kurang dari darah janin. Para ahli obstetri sudah lama menyadari
bahwa deteksi mekonium dalam persalinan merupakan suatu hal yang
problematis dalam memprediksi gawat janin atau asfiksia.6
Terdapat 3 teori yang telah diajukan untuk menjelaskan tentang keluarnya
mekonium:6
- Janin mengeluarkan mekonium sebagai respons terhadap hipoksia, dan
mekonium merupakan hasil dari suatu usaha janin untuk mengkompensasi.
- Mekonium merupakan tanda maturasi yang normal dari traktus
gastrointestinal di bawah pengaruh persarafan yang mempersarafinya
- Mekonium dapat keluar sebagai stimulasi vagal dari terjepitnya tali pusat
dan gerakan peristalsis yang meningkat
Komponen mekonium seperti garam empedu dan enzim-enzim yang
terkandung di dalamnya dapat menyebablan komplikasi serius bila terinhalasi
atau teraspirasi oleh janin, dapat mengakibatkan sindrom aspirasi mekonium
yang dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas, kehilangan surfaktan paru,
pneumonitis kimia. Mekonium dalam cairan ketuban terdapat pada 13 %
kelahiran hidup, kurang dari 5 % persalinan di bawah 37 minggu, 30 % pada
bayi > 42 minggu. Faktor resikonya meliputi: insufisiensi plasenta, hipertensi
ibu dan pre-eklamsi, oligohidroamnion, ibu perokok, penggunaan obat-obatan
terlarang. (internet) Ramin dkk. mempunyai hipotesis bahwa patofisiologi
sindrom aspirasi mekonium termasuk hiperkapnia janin, yang menstimulasi
respirasi janin mengakibatkan aspirasi mekonium ke dalam alveoli, dan
trauma parenkim paru sekunder dari kerusakan sel alveolar karena asidemia.7
7

Kesimpulannya, insidensi tinggi dari mekonium pada cairan amnion


selama persalinan seringnya merupakan proses fisiologis yang normal.
Meskipun normal, mekonium dapat menjadi berbahaya bila asidemia janin.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa banyak bayi dengan sindrom aspirasi
mekonium ternyata menderita hiposia kronis sebelumnya/ saat dilahirkan. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kadar eritropoetin janin dan penghitungan
eritrosit.6
b. Takikardi/ bradikardi/ iregularitas dari denyut jantung janin
Denyut jantung janin dapat dideteksi menggunakan kardiotografi.
Kardiotokografi adalah alat elektronik yang digunakan untuk tujuan
memantau atau mendeteksi adanya gangguan yang berkaitan dengan hipoksia
janin dalam rahim, seberapa jauh gangguan tersebut dan menetukan tindak
lanjut dari hasil pemantauan tersebut. Pemantauan dilakukan melalui penilaian
pola denyut jantung janin dalam hubungan dengan adanya kontraksi ataupun
aktivitas janin dalam rahim
Kardiotokografi merupakan suatu metode pemeriksaan yang telah
ditetapkan sebagai suatu pemeriksaan standar rutin untuk menentukan
kesejahteraan janin. Meskipun pemeriksaan kardiotokografi menunjukkan
hasil dengan tingkat positif palsu yang tinggi, yaitu sekitar 64 % dan
evaluasinya juga sangat subyektif, tetapi saat ini tetap menjadi metode
penapisan diagnosis hipoksia akut pada janin, karena tidak ada cara
pemeriksaan lain yang lebih obyektif dan non invasif.9
Pemantauan dapat dilakukan dengan 2 cara:
Pengukuran eksternal
Dengan menggunakan alat yang dipasang pada dinding perut ibu,
terdapat 2 elektroda: elektroda jantung yang ditempatkan tepat di tempat
terdengarnya denyut jantung janin dan elektroda kontraksi yang
ditempatkan untuk mengukur tegangan dinding perut, yang merupakan cara
pengukuran tekanan intra uterus secara tidak langsung. Ketua elektroda
dipasang dengan menggunakan suatu sabuk, untuk mendapatkan hasil yang
maksimal, sebelumnya digunakan jeli dengan tujuan menghilangkan
8

pengaruh udara. Cara pengukuran ini harus lebih cermat, karena dapat
dikacaukan oleh denyut aorta ibu. Cara eksternal lebih populer karena bisa
dilakukan selama antenatal maupun intranatal, praktis, aman ( mencegah
erjadinya ruptur membran dan invasi uterus), dengan nilai prediksi positif
yang kurang lebih sama dengan cara internal yang lebih invasif.6
Pengukuran internal
Cara ini lebih invasif, alat pemantau dimasukkan ke dalam rongga rahim
ibu dan membutuhkan dilatasi serviks, dan memasukkan kateter bertekanan
serta menempelkan elektroda spiral ke kulit kepala janin. Elektroda bipolar
diletakkan pada kulit janin bagian terdepan secara langsung. Pengukuran
internal lebih tepat dan mungkin lebih dipilih pada keadaan tertentu dimana
diperkirakan akan terjadi persalinan yang terkomplikasi.6

Gambar x. Pengukuran internal elektrokardiogram

Non Stress Test (NST) adalah pemeriksaan kesehatan janin dengan


menggunakan kardiotokografi pada umur kehamilan 32 minggu. Menurut
American Pregnancy Association, NST dilakukan pada umur kehamilan
lebih atau sama dengan 28 minggu. Sebelum usia 28 minggu, janin belum
cukup berkembang untuk memberikan respons terhadap tes. Pemeriksaan
ini dilakukan dengan maksud menilai kesehatan janin melalui hubungan
9

perubahan denyut jantung janin dengan gerakan janin yang dirasakan oleh
ibu.
Persiapan Non Stress test:
Ibu hamil telah makan 1- 2 jam sebelum prosedur dilakukan
Ibu tidak sedang memakai obat-obatan sedativa
Kandung kemih dikosongkan
Informed consent
Indikasi:
Semua kondisi yang dapat menyebabkan janin lahir dalam keadaan buruk,
antara lain:

Kondisi ibu:
Hipertensi kronis
Diabetes mellitus
Anemia berat ( Hb < 8 gr % atau Ht < 26 %)
Penyakit vaskuler kolagen
Gangguan fungsi ginjal
Penyakit jantung
Pneumonia dan penyakit paru-paru berat
Penyakit dengan kejang

Kondisi janin:
Pertumbuhan janin terhambat
Kelainan kongenital minor
Aritmia jantung
Isoimunisasi
Infeksi janin
Pernah mengalami kematian janin dalam rahim yang tidak
diketahui penyebabnya

Kondisi yang berhubungan dengan kehamilan:


10

Kehamilan multipel
Ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan
Polihidramnion
Oligohidramnion
Plasentasi abnormal
Solusio plasenta
Kehamilan lewat waktu
Prosedur:
Pasien ditidurkan secara santai semi Fowler, 45o miring ke ke kiri
Tekanan darah diukur tiap 10 menit
Dipasang kardiotokografi
Pada ibu diberikan tombol penanda yang harus ditekan apabila ibu
merasakan gerak janin
Frekuensi denyut jantung janin dicatat selama 10 menit pertama
untuk mendapat data dasar denyut jantung janin
Pemantauan tidak boleh kurang dari 20 menit. Apabila pada 20
menit pertama didapatkan hasil non reaktif, lanjutkan pemantauan
20 menit lagi. Pastikan bahwa tidak ada hal-hal yang
mempengaruhi hasil pemantauan apabila hasilnya tetap nonreaktif
Pemeriksaan NST ulangan dilakukan berdasarkan pertimbangan
hasil NST secara individual
Komplikasi: supine hypotension

Hasil reaktif, bila:


Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit
Variabilitas denyut jantung janin 6 -25 permenit
Ada gerakan janin, terutama gerakan multipel dan berjumlah 5
gerakan atau lebih dalam pemantauan 20 menit, dengan kenaikan
minimal 15 dpm selama minimal 15 detik
Hasil tidak reaktif, bila:
Denyut jantung janin basal antara 120-160 kali permenit
11

Variabilitas kurang dari 6 denyut/ menit


Gerak janin tidak ada atau kurang dari 5 gerakan dalam 20 menit
Tidak ada akselerasi denyut jantung janin meskipun diberikan
rangsang dari luar
Ada juga hasil yang meragukan ( non reassuring), keadaan ini
interpretasinya sukar, dapat disebabkan oleh pemakaian obat yang
mendepresi susunan saraf pusat. Pada keadaan hasil yang meragukan
dimana pasien sudah dipastikan tidak sedang dalam pengaruh obat,
dianjurkan agar NST diulang keesokan harinya. Bila reaktivitas tidak
membaik, dilakukan pemeriksaan uji beban kontraksi ( OCT).
Deselerasi variabel dapat terdeteksi selama pemantauan. Apabila
tidak berulang dan lamanya tidak lebih dari 30 menit, biasanya tidak
menunjukkan keadaan janin yang buruk dan tidak memerlukan
intervensi obstetri. Deselerasi lambat yang berlangsung lebih dari 1
menit pada pemeriksaan NST biasanya berhubungan dengan keadaan
janin yang buruk.11
Uji Beban Kontraksi ( Contraction Stress Test/ CST) atau Uji
Dengan Oksitosin ( Oxytocin Challenge Test/ OCT) adalah
pemeriksaan kesehatan janin dengan menggunakan kardiotokografi
yang menilai perubahan denyut jantung janin pada saat kontraksi
rahim. Tujuan dilakukannya tes ini adalah untuk memantau kondisi
janin pada kehamilan usia lanjut sebelum janin dilahirkan, menilai
apakah janin sanggup mentolerir beban persalinan normal serta menilai
fungsi plasenta.
Indikasi:
Bila terdapat dugaan insufisiensi plasenta:
Uji beban yang tidak reaktif
Diabetes mellitus
Preeklamsia
Hipertensi kronis
Pertumbuhan Janin Terhambat
12

Kehamilan lewat waktu


Pernah mengalami lahir mati
Ketagihan narkotika
Hemoglobinopati akibat sel sickle
Penyakit paru kronis
Gangguan fungsi ginjal

Kontraindikasi:
Luka parut pada rahim
Kehamilan ganda sebelum 37 minggu
Ketuban pecah sebelum 37 minggu
Risiko tinggi untuk persalinan kurang bulan
Perdarahan antepartum
Serviks inkompeten atau paska operasi serviks
Kelainan bawaan atau cacat janin berat
Indikasi untuk seksio sesarea
Komplikasi: persalinan kurang bulan

Prosedur:
a. Pasien ditidurkan secara semi Fowler dan miring kiri
b. Tekanan darah diukur setiap 10 -15 menit, dicatat di kertas monitor
c. Kardiotokografi dipasang
d. Selama 10 menit pertama dicatat data dasar
e. Pemberian tetes oksitosin untuk mengusahakan terbentuknya 3
kontraksi rahim dalam 10 menit. Bila telah ada kontraksi uterus
spontan tapi kontraksi < 3 kali/ 10 menit, tetesan dimulai dengan
0.5 mU/ menit. Bila belum ada kontraksi rahim, tetesan dimulai
dengan 1 mU/ menit ( 20 tetes/ menit). Bila kontraksi yang
13

diinginkan belum tercapai, setiap 15 menit tetesan dinaikkan 5


tetes/ menit, sampai maksimal 60 tetes/ menit
Tetesan oksitosin dihentikan bila:
Lima kontraksi atau lebih dalam 10 menit
Dalam 10 menit terjadi 3 kontraksi yang lamanya lebih dari 50-60
detik
Kontraksi uterus hipertonus
Deselerasi yang memanjang
Terjadi deselerasi lambat yang terus-menerus
Selama 1 jam pemantauan, hasilnya tetap mencurigakan

Interpretasi hasil:
Negatif
Tidak terjadi deselerasi lambat atau deselerasi variabel yang nyata
Denyut jantung janin normal, variabilitas 6-25 dpm
Bila hasil OCT negatif, maka kehamilan dapat diteruskan sampai 7
hari lagi, selanjutnya dilakukan OCT ulangan, atau diartikan bahwa
janin dapat mentolerir beban persalinan normal.

Positif
Terjadi deselerasi lambat yang menetap pada sebagian besar
kontraksi rahim, meskipun tidak selalu disertai dengan variabilitas
yang menurun dan tidak ada akselerasi pada gerakan janin
OCT positif menunjukkan adanya insufisiensi uteroplasenta.
Kehamilan harus segera diakhiri, kecuali bila paru-paru belum matang.

Mencurigakan
Terjadi deselerasi lambat yang tidak menetap, atau deselerasi
variabel yang terus-menerus
Deselerasi lambat terjadi hanya bila ada kontraksi rahim hipertonus
Bila dalam 10 menit meragukan ke arah positif atau negatif
14

Adanya takikardi
Bila hasilnya mencurigakan, maka harus dilakukan pemeriksaan ulang
1-2 hari kemudian

Tidak memuaskan
Kontraksi rahim kurang dari 3 kali dalam 10 menit
Pencatatan tidak baik, terutama pada akhir kontraksi
Bila demikian, pemeriksaan harus diulang pada hari berikutnya

Hiperstimulasi
Terjadi 5 atau lebih kontraksi rahim dalam 10 menit
Lama kontraksi 90 detik atau lebih
Tonus basal uterus meningkat ( > 20 mmHg)
Bila demikian, tetesan oksitosin harus dikurangi atau dihentikan11

c. Asidosis janin
Diperiksa dengan cara mengambil sampel darah janin. Sesuai dengan
American College Of Obstetricians and Gynecologists, pengukuran pH pada
darah kapiler kulit kepala dapat membantu untuk mengidentifikasi keadaan
gawat janin. Prosedur ini memang jarang dilakukan, tetapi merupakan
pemeriksaan penyerta untuk menegakkan diagnosis gawat janin pada hasil
NST yang meragukan.6
Pengambilan darah janin harus dilakukan di luar his dan sebaiknya ibu
dalam posisi tidur miring.

Pemeriksaan darah janin ini dilakukan bila terdapat indikasi sebagai berikut:
o Deselerasi lambat berulang
o Deselerasi variabel memanjang
o Mekonium pada presentasi kepala
o Hipertensi ibu
o Osilasi/ variabilitas yang menyempit
Kontraindikasi:
o Gangguan pembekuan darah janin
15

o Presentasi fetus yang tidak dapat dicapai


o Infeksi pada ibu
Syarat:
o Pembukaan lebih dari 2 cm
o Ketuban sudah pecah
o Kepala sudah turun hingga dasar pelvis

Cara pengambilan sampel darah:


1. Masukkan amnioskopi melalui serviks yang sudah didilatasi setelah
ruptur membran
2. Oleskan lapisan jel silikon untuk mendapatkan tetesan darah pada
tempat insisi
3. Buat insisi tak lebih dari 2 cm dengan pisau tipis
4. Aspirasi darah dengan tabung kapiler yang telah diberi heparin
5. Periksa pH darah
6. Setelah insisi, hentikan perdarahan

2.5. Tatalaksana
Tata laksana umum untuk keadaan gawat janin:6,7
Reposisi pasien ke sisi kiri
Hentikan pemberian oksitosin
Identifikasi penyebab maternal ( demam ibu, obat-obatan), dan diterapi
sesuai dengan penyebab
Jika penyebab ibu tidak ada tetapi denyut jantung tetap abnormal minimal
3 kontraksi, lakukan pemeriksaan vaginal
o Perdarahan dengan nyeri konstan atau intermiten, curigai solusio
plasenta
o Tanda infeksi ( demam, sekret vagina berbau), berikan antibiotik
sesuai dengan penatalaksanaan amnionitis
o Bila tali pusat di bawah bagian yang terendah, atau ada di vagina,
tangani sesuai dengan penanganan tali pusat prolaps
16

Jika denyut jantung abnormal menetap atau ada tanda tambahan gawat
janin, rencanakan persalinan:
o Jika serviks terdilatasi penuh dan kepala janin tidak lebih dari 1/5
di atas simfisis pubis atau ujung tulang terendah dari kepala pada
stasion 0, lahirkan dengan ekstraksi vakum atau forsep.
o Jika serviks tidak terdilatasi penuh atau kepala janin lebih dari 1/5
di atas simfisi pubis atau ujung tulang terendah dari kepala di atas
stasion 0, lahirkan dengan seksio sesarea.
Penatalaksanaan gawat janin dalam persalinan yang paling utama adalah
resusitasi fetus yang akan memperbaiki kondisi gawat janin tersebut.

2.5.1. Memposisikan ibu


sebagian besar dari wanita dengan posisi supinasi dapat menurunkan tekanan
vena dikarenakan penekanan pada uterus ke vena cava inferior dan meningkatkan
tekanan intraabdominal. Hal tersebut dapat menyebabkan penurunan dari kardiak
output yang dapat menyebabkan penurunan aliran intrauterine. beberapa
penelitian menyebutkan bahwa memposisikan ibu dalam posisi lateral dapat
meningkatkan tekanan darah ibu sehingga kardiak output pun akan meningkat dan
akan terjadi peningkatan saturasi oksigen fetus dan memperbaiki denyut jantung
bayi.6,7
2.5.2. Hidrasi
Perfusi uteroplacental atau umbilico-placental yang tidak adekuat dapat
menyebabkan hipoksia dan asidosis pada fetus, makadaripada itu hidrasi sangat
penting dalam penanganan gawat janin. Pemberian hidrasi sebanyak 500-1000 ml
Ringer laktat selama 20 menit pada posisi lateral dan menggunakan
nonrebreathing mask dengan oksigen 10 liter/ menit dapat meningkatkan saturasi
oksigen fetal.6,7,9,10
2.5.3. Oksigen
Transfer oksigen intrapacental lebih dipengaruhi oleh perfusi. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa pemberian oksigen 100% dapat membahayakan
janin dikarenakan peningkatan drastic pada denyut jantung bayi setelah hiperoksia
17

terjadi. Tetapi ada pendapat juga yang menyatakan bahwa pemberian oksigen
dapat memperbaiki keadaan janin. Pemberian oksigen 100% pada janin dengan
hambatan pertumbuhan dapat memberikan perburukan dibandingkan tidak
diberikan oksigen. 7,9,10
2.5.4. dekstrose hipertonik intravena
Awalnya dosis bolus dekstrose hipertonik digunakan untuk tatalaksana fetal
distress, namun pemberian dari dextrose hanya memberikan perbaikan yang
sedikit. Pada fetus dengan IUGR masih terjadi kurangnya produksi insulin,
pemberian dextrose dapat menyebabkan hiperglikemia yang dapat memblok
uptake selular glukosa dan membuat metabolism menjadi anaerobic yang dapat
menyebabkan asidosis.7

2.5.5. Tokolisis
penghambatan aktivitas uterin sangat berguna untuk aktivitas uterine yang
abnormal. Gawat janin berhubungan dengan hiperaktivitas dari uterine dan
bradikardi yang berkepanjangan. penggunaan tokolisis seperti terbutaline,
ritodrine, salbutamol atau magnesium sulfat dapat menyebabkan takikard maternal
dan meningkatkan kardiak output sehingga dapat meningkatkan perfusi
uteroplacental.7
Dosis tunggal terbutalin 0,25 mg intravena atau subkutandiberikan untuk
merelaksasikan uterus sehingga dapat merilaksikan uterus sehingga meningkatkan
perfusi ke janin. selain terbutalin 0,25 mg dapat juga diberikan dosis nitrogliserin
intravena sebesar 60-180 g. The American college of obstetricians and
gynecologist menyimpulkan bahwa hanya terdapat sedikit bukti mengenai fungsi
tokolisis untuk management gawat janin.6
2.5.6. Amniofusion
Gabbe dkk. melakukan percobaan pada monyet dengan cara mengeluarkan
cairan amnion yang ternyata menghasilkan deselerasi variabel dan penggantian
dengan cairan fisiologis menghilangkan deselerasi tersebut. Miyazaki dan Taylor (
1983) memasukkan cairan fisiologis melalui kateter bertekanan pada wanita
melahirkan yang mengalami deselerasi variabel atau deselerasi lama berhubungan
18

dengan terjepitnya tali pusat. Terapi ini terbukti meningkatkan pola denyut
jantung pada setengah dari jumlah sampel yang diteliti.6
Berdasarkan laporan-laporan terdahulu, amnioinfusion transvaginal kini
digunakan untuk:6
Penanganan deselerasi variabel atau deselerasi lama
Profilaksis kaus-kasus oligohidroamnion, seperti ketuban pecah dini
Usaha untuk mengencerkan atau mencuci mekonium yang kental.
Protokol pemberiannya sendiri masih belum ada ketentuan baku hingga
sekarang. 500 sampai 800 ml bolus cairan fisiologis hangat diikuti dengan infus
kontinyu 3 ml per menit. Pada penelitian lain, Rinehart dkk menyarankan cukup
hanya dengan pemberian 500 ml bolus cairan fisiologis dalam temperatur
ruangan, atau 500 ml bolus ditambah infus kontinyu 3 ml per menit.6
Kontraindikasi absolut untuk amnioinfusi adalah infeksi herpes genital,
berkurangnya variabilitas dan reaktifitas dari denyut jantung janin, pH fetal scalp
diatas 7.20, late deceleration dari denyut jantung janinm placenta previa, dan
placental abruption. kontraindikasi relatifnya adalah berupa anomali fetal,
persalinan lama, gestasi multipel. Komplikasi dari amnio infusion adalah berupa
overdistensi uterin, ruptur uterin, amnionitis, dan penyakit kardiopulmonal yang
terjadi pada ibu.6
2.5.7. Persalinan
Proses persalinan berupa sectio caesaria diaggap lebih aman dan menurunkan
angka mortalitas dari fetus dengan gawat janin. sectio caesaria harus dilakukan
secepat mungkin. selama mempersiapkan proses persalinan berupa sectio caesaria
atau metode lainnya seperti menggunakan vacuum, pasien yang dicurigai dengan
gawat janin harus dilakukan resusitasi seperti diatas terlebih dahulu.9

Anda mungkin juga menyukai