Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPSUS

AGUSTUS, 2017
FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

ILEUS OBSTRUKSI

Oleh :

SITI NURAZIZAH, S.Ked

Pembimbing :

dr. Hj. Ratni Rahim, Sp.PD

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit

Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2017

i
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Tn. F
2. Jenis Kelamin : Laki-laki
3. Usia : 16 tahun
4. Alamat : Jl.
5. Status : belum menikah
6. Pekerjaan : Pelajar
7. Suku : Makassar
8. Tanggal MRS : 6 Agustus 2017
B. ANAMNESIS
Keluhan utama : Muntah
Anamnesis terpimpin :
Pasien masuk dengan keluhan mual dan muntah yang dirasakan sejak satu
hari lalu. Pasien juga mengeluh BAB 5x dengan konsistensi encer tidak ada
lender, disertai nyeri perut, sesak, nyeri kepala, dan nyeri saat buang air kecil.

RPS :
Riwayat penyakit dengan keluahn yang sama sebelumnya, tidak ada
Riwayat penyakit yang sam pada keluarga, tidak ada

C. KEADAAN UMUM
Sakit (Ringan/Sedang/Berat)
Kesadaran (Composmentis/Uncomposmentis)
Hygiene (Buruk/Sedang/Baik)
Status Gizi (Underweight/Normal/Overweight/Obesitas I/Obesitas
Tanda vital :
Tekanan Darah : 90/80 mmHg

Nadi : 82 x/menit reguler,kuat angkat

Pernapasan : 25 x/menit, Tipe : Thoracoabdominal


Suhu : 35.4oC (axilla)

1. Kepala
Bentuk kepala : Normocephali
Rambut : Hitam, tebal, tidak rontok
Simetris : Kiri - Kanan
Deformitas : -
2. Mata
Eksoptalmus/enoptalmus : -
Konjungtiva : Anemis (-/-),
Sklera : Ikterus (-/-), perdarahan (-)
Pupil : Bulat Isokor kiri-kanan
3. Telinga
Pendengaran : Dalam batas normal
Nyeri tekan : (-/-)
4. Hidung
Bentuk : Simetris
Perdarahan : -
5. Mulut
Bibir : Kering (+), pecah-pecah, sianosis (-),
Lidah kotor : (-)
Caries gigi : -
6. Leher
Inspeksi : Simetris
Palpasi : Pembesaran KGB (-), Pembesaran tiroid (-)
DVS : R-4 cm
7. Kulit
Hiperpigmentasi :-
Ikterus :-
Petekhie :-
Sianosis :-
Pucat :-
8. Thorax
Inspeksi : Dada simetris kiri-kanan. Ictus cordis tidak nampak
Palpasi : Vocal fremitus kiri kanan simetris
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan kanan
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
9. Cor
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas kanan : sulit di evaluasi
Batas kiri : ICS V linea midclavicularis kiri,
Batas atas : ICS II linea parasternalis kanan
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), Gallop (-
)
10. Abdomen
Inspeksi : Membesar, simetris, mengikuti gerak napas, tidak ada
tanda- radang, benjolan (-), caput medusae (-)
Palpasi : hepar : Tidak teraba
Lien : Tidak teraba
Ginjal : Tidak teraba
Nyeri tekan seluruh region abdomen
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
11. Punggung
Tampak dalam batas normal
Tidak terlihat kelainan bentuk tulang belakang

12. Genitalia
Tidak dievaluasi
13. Ekstremitas atas dan bawah
Pitting edema kedua extremitas inferior (-)
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. 06 Agustus 2017 (Laboratorium Klinik RSUD SYEKH YUSUF)

Hasil Nilai Normal


WBC 13.0 x 103/uL 4.000 10.000/mm3
RBC 5.11 x 106/uL 4,5 5,5 x 106/mm3
HGB 14 g/dL 14,0 17,4 g/dL
TROMBOSIT 188 x 103/uL 150.000-450.000 sel/mm3

2. 06 Agustus 2017 (Sedimen Urin Laboratorium Klinik RSUD SYEKH


YUSUF)
Parameter Hasil Rujukan Satuan Metode
Eritrosit 5-12 Negatif Per LPB Mikroskopik
Leukosit 8-15 Negatif Per LPM Mikroskopik
Epithel Cell 20-30 Negatif Per LPM Mikroskopik
3. 06 Agustus 2017 (Imunoserologi Laboratorium Klinik RSUD SYEKH
YUSUF)
Parameter Hasil Rujukan
Salmonella Thypi O 1/80 Negatif
Salmonella Thypi H 1/80 Negatif
4. 08 Agustus 2017 ( Foto BNO Erect/Supine)
Usus halus dilatasi dengan bayangan air fluid level (+)
Colon tidak dilatasi/udara lumen minimal
Udara bebas tidak ada
Pre peritoneal fat line baik
Tulang-tulang intak
Kesan : Sesuai ileus obstruksi ( letak tinggi/SBO)
E. DIAGNOSIS KERJA
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
pasien didiagnosis Ileus Obstruksi
F. PLANNING
Pengobatan :
- Infus RL 28 tpm
- Scopamin/24 J/drips
- Antrain/iv
- Cefadroxil 2x1
- Asam Mefenamat 3x1

FOLLOW UP

Tanggal 06 Agustus 2017

S Mual, muntah, BAB encer

O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 90/80 mmHg
Nadi 110 x/menit
Pernapasan 31 x/menit
Temperature 37 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan paru kanan, batas
paru-hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
), Gallop (-)
Abdomen Inspeksi : DBN
Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat.
Genital Tidak dievaluasi
Ekstremitas DBN

A Susp Gastroenteritis

P Infus RL 28 tpm
Inj Scopamin/24 J/drips
Inj Antrain/iv
Cefadroxil 2x1
Asam Mefenamat 3x1

Tanggal 07 Agustus 2017


S BAB encer, lemas
O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 90/80 mmHg
Nadi 97 x/menit
Pernapasan 30 x/menit
Temperature 37,8 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan pada paru kanan
batas paru-hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi
(-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
), Gallop (-)
Abdomen Inspeksi : Distensi
Palpasi : DBN
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Genital Tidak dievaluasi
Ekstremitas DBN
A Susp. Gastroenteritis

P Infus RL 20 tpm
Inj.Ranitidin/8 J/iv
Inj. Sotatic/12 J/ iv
Provital 2x1
Tanggal 08 Agustus 2017
S Nyeri perut, mual, muntah
O
Keadaan umum Tampak sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 110/70 mmHg
Nadi 84 x/menit
Pernapasan 22 x/menit
Temperature 36,9 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan pada paru kanan
batas paru-hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi
(-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
), Gallop (-)
Abdomen Inspeksi : Pembesaran perut simetri
Palpasi : DBN
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Genital Tidak dievaluasi
Ekstremitas DBN
A Suspek Ileus
P Infus RL 28 tpm
Inj Ranitidin/8J/iv
Inj Sotatic/12 J/ iv
Inj Alinamin F/8J/iv
Inj Metrodinazole 1 gr/8J/iv

Foto BNO 2 posisi

Tanggal 09 Agustus 2017


S Bab encer 6x dan nyeri perut
O
Keadaan umum Sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 100x/menit
Pernapasan 29 x/menit
Temperature 36,8 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan pada paru kanan.
batas paru-hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi
(-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
Abdomen ), Gallop (-)
Inspeksi : pembesaran abdomen simetris
Palpasi : DBN
Perkusi : Thympani, asites (-)
Genital Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Ekstremitas Tidak dievaluasi
DBN
A Ileus Obstruksi

P Infus RL 28 tpm
Inj Ranitidin/8J/iv
Inj Sotatic/12 J/ iv
Inj Alinamin F/8J/iv
Inj Metrodinazole 1 gr/8J/iv

Foto BNO 2 Posisi : Ileus Obstruksi letak tinggi


Pasang NGT
Stop Intake oral

Tanggal 10 Agustus 2017


S Lemah, nyeri perut, diare, pasien melepaskan NGT
O
Keadaan umum Sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 100/60 mmHg
Nadi 80x/menit
Pernapasan 22 x/menit
Temperature 36,4 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan pada paru kanan
batas paru-hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi
(-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
), Gallop (-)
Abdomen Inspeksi : Pembesaran abdomen simetris
Palpasi : DBN
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat.
Genital Tidak dievaluasi
Ekstremitas DBN
A Ileus obstruksi dan diare

P Infus RL 28 tpm
Inj Ranitidin/8J/iv
Inj Sotatic/12 J/ iv
Inj Alinamin F/8J/iv
Inj Metrodinazole 1 gr/8J/iv
Inj Paracetamol/ 8 J/ iv

Tanggal 11 Agustus 2017


S Lemas, nyeri perut
O
Keadaan umum Sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 90/60 mmHg
Nadi 68x/menit
Pernapasan 22x/menit
Temperature 36.0 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru sebelah kiri dan pada paru
kanan. batas paru- hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi (-/-),
Wheezing (-/-)
Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Jantung Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
), Gallop (-)
Inspeksi : DBN
Abdomen Palpasi : DBN
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Tidak dievaluasi
Genital DBN
Ekstremitas
A Ileus Obstruksi
P Infus RL 28 tpm
Inj Ranitidin/8J/iv
Inj Sotatic/12 J/ iv
Inj Alinamin F/8J/iv
Inj Metrodinazole 1 gr/8J/iv
Inj Paracetamol/ 8 J/ iv

Tanggal 12 Agustus 2017


S Lemas dan nyeri perut
O
Keadaan umum Sakit sedang
Kesadaran Kompos mentis
Tekanan darah 100/70 mmHg
Nadi 81 x/menit
Pernapasan 26x /menit
Temperature 36.4 C
Keadaan spesifik
Kepala Conjungtiva palpebral pucat (-) sclera ikterik (-)
Leher JVP (R-4)
Thoraks Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Sonor pada paru kiri dan pada paru kanan.
batas paru-hepar pada ICS 6
Auskultasi : Bunyi pernapasan vesikuler, Ronkhi
(-/-), Wheezing (-/-)
Jantung Inspeksi : Iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : DBN
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-
), Gallop (-)
Abdomen Inspeksi : DBN
Palpasi : DBN
Perkusi : Thympani, asites (-)
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan meningkat
Genital Tidak dievaluasi
Ekstremita DBN
A Ileus Obstruksi

P Infus RL 28 tpm
Inj Ranitidin 1 amp/8J/iv
Inj Sotatic 5 mg/12 J/ iv
Inj Alinamin F 10 ml/8J/iv
Inj Metrodinazole 1 gr/8J/iv
Inj Paracetamol 10 mg/ 8 J/ iv

Rujuk ke RS UIT bagian Bedah Digestive


RESUME
Pasien masuk dengan keluhan diare dan demam. Lemas sejak satu hari yang
lalu, nyeri perut (+). Pasien BAB >5 kali dengan konsistensi encer tidak ada lendir
dan darah. Tidak ada riwayat penyakit terdahulu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tidak ada rhonchi dan wheezing pada kedua lapangan paru, vokal
fremitus normal, dada kiri dan kanan simetris, nyeri tekan (-). Pada perkusi dada
didapatkan sonor pada dada kiri dan pada dada kanan. Pada pemeriksaan perut
didapatkan pembesaran abdomen simetris, nyeri tekan, dan pada auskultasi
peristaltik kesan menurun.

Pada hasil pemeriksaan darah rutin 06 Agustus 2017 didapatkan hasil WBC
13.0 x 103/uL, dan pemeriksaan sedimen urin 06 Agustus didapatkan eritrosit ( 5-
12/LPM), leukosit (8-15/LPM), epithel cell (20-30/LPM). Pada tanggal 08 Agustus
2017 dilakukan pemeriksaan BNO dua posisi (erect/supine) hasil yang didapatkan
usus halus dilatasi dengan bayangan air fluid level kesan Ileus obstruksi letak
tinggi/SBO.

Pengobatan yang diberikan pada pasien ini yaitu infus RL 28 tpm, injeksi
Ranitidine 1 amp/8 jam/IV, injeksi Sotatic 5 mg/12 jam/IV, injeksi Alinamin F 10
ml/8 J/ IV, Metronidazole 1 gr/8 J/IV, Paracetamol 10 mg/8 J/ IV dan pemasangan
NGT serta menghetikan makanan oral. Namun pada pemasangan NGT pasien
kurang koperatif.
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki 16 tahun mengeluh demam, BAB terus menerus
dengan konsistensi encer >5 kali, lemas, dan nyeri perut yang dirasakan sejak satu
hari sebelum masuk Rumah Sakit. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama sebelumnya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pembesaran abdomen yang
simetris, nyeri tekan perut seluruh region, dan peristaltik usus kesan menurun.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien ini didiagnosa dengan
Suspek Gastroenteritis. Namun, pada pemeriksaan BNO dua posisi didapatkan
dilatasi usus halus dengan air fluid level, maka pasien ini didiagnosa Ileus obstruksi.
Pada pasien ini didiagnosa sebagai ileus obstruksi dimana didefinisikan
adanya hambatan pada satu atau lebih area di usus yang disebabkan problem
mekanik.1 Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk dari segala usia didiagnosa ileus.
Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus ileus paralitik dan obstruksi tanpa hernia yang
dirawat inap dan 7.024 pasien rawat jalan pada tahun 2004 menurut Bank data
Departemen Kesehatan Indonesia.2

Ileus obstruksi dapat dibagi ketiga kategori etiologi yaitu, lesi ekstrinsik, lesi
intrinsik dan osbtruksi menutup. Lesi ekstrinsik mencakup bersifat kongingetal
pada anak, jarang ada usia tua. Obstruksi biasanya pada usus halus namun jarang
terjadi pada colon. Pita adhesi yang dapat memendek sejalan waktu menyebabkan
terjadinya loop entrapment pada usus sehingga dapat menyebabkan terjadinya
closed loop obstruction. Hal ini berkaitan dengan kejadian strangulasi. Contoh dari
lesi ekstrinsik adalah hernia (inguinalis, femoralis, umbilicalis, ventralis,
insisional), massa ekstraintestinalis, dan volvulus.1,3

Lesi instrinsik yaitu didalam usus bisa menyebabkan obstruksi mekanik


adalah tumor, intususepsi, dan proses inflamasi atau iskemik. Proses inflamasi atau
iskemik dapat menyebabkan striktur lumen, disfungsi otot dan terganggunya masa
transit pada usus.

Lesi Obstruksi menutup atau obsturasi salah satu contoh adalah impaksi feses
yang disebabkan konstipasi kronik berat, bermacam-macam obat (narkotik,
antipsikotik), karsinoma kolon atau divertikulitis.

Pada anamnesis pasien harus ditanyakan penyakit terdahulu berupa


neoplasma abdomen, hernia, dan Inflamatory Bowel Disease karena keadaan
tersebut merupakan faktor resiko terjadinya ileus obstruksi, Gejala yang khas ileus
obstruksi yaitu nyeri kolik abdomen, nausea, vomiting, distensi abddomen, tidak
adanya flatus dan pergerakan usus.4 Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan
pasien MRS dengan keluhan mual dan muntah sejak satu hari lalu, BAB >5x
dengan konsistensi encer tanpa ada lendir, disertai nyeri perut, sesak, nyeri kepala,
dan nyeri saat buang air kecil. Saat dirawat inap rumah sakit pasien mengeluh nyeri
perut terus-menerus dan pesien menyatakan perutnya seperti terisi penuh..

Pada pemeriksaan fisis ileus obstruksi, adanya tanda generalisata dehidrasi,


yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Karena
lebih banyak cairan disekuetrasi ke dalam lumen usus, maka bisa timbul demam,
takikardia dan perununan tekanan darah. Pasien terlihat meringkuk, memegang
perut, gelisah dan sering berganti-ganti posisi tidur.4 Berdasarkan hasil pemeriksaan
fisis pasien tampak lemas, demam, gelisah dan tekanan darah pasien tidak pernah
mencapai 120/80 mmHg.

Pada inspeksi dapat terlihat distensi abdomen dan peristaltik usus. Perkusi
abdomen akan menghasilkan suara timpani. Bila ditemukan pekak alih atau puddle
sign pada perkusi maka kemungkinan terdapat cairan bebas di abdomen yang
menyiratkan adanya asites inflamatorik atau asites akibat inflamasi. Pada palpasi,
harus dicari adanya massa oleh karena inflamasi, atau neoplasma. Bila teraba massa
solid maka kemungkinannya adalah abses dari Crohns disease atau diverticulitis.
Bila pasien merasakan rebound tenderness pada palpasi maka hal tersebut
mengindikasikan adanya komplikasi yang membutuhkan operasi segera.4
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisis tampak perut pasien mengalami pembesaran
yang simetris, dan perkusi abdomen didapatkan timpani. Tidak ditemukan puddle
sign, massa, tetapi ditemukan nyeri tekan pada saat palpasi abdomen.

Auskultasi dapat membedakan obstruksi intestinal dengan ileus paralitik,


yaitu pada obstruksi intestinal bising usus menjadi lebih keras, high pitched, dan
hiperaktif, kecuali bila obstruksi berlangsung selama beberapa hari atau telah
timbul komplikasi berupa iskemia, nekrosis, atau peritonitis. Pemeriksaan rektal
dapat dilakukan untuk mengetahui kelainan atau masssa di daerah pelvik. Pada
pemeriksaan rektal, bila didapatkan feses pada sarung tangan, maka hal itu
mengindikasikan adanya impaksi feses.4 Pada auskultasi didapatkan peristaltik usus
meningkat, namun pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan rektal karena pasien
mengalami diare.

Pemeriksaan foto polos abdomen dapat digunakan untuk menegakkan


diagnosis obstruksi usus pada lebih dari 60 % kasus26. Dilakukan dengan dua posisi
yaitu supine dan tegak (atau lateral dekubitus bila pasien tidak bisa tegak)
merupakan pemeriksaan awal yang berguna untuk menentukan letak obstruksi dan
mencari penyebabnya. Pada posisi tegak atau lateral dekubitus dapat terlihat
multiple air fluid levels dan stepladder pattern. Stepladder patern dengan multiple
air fluid levels dan tidak terlihat gas di dalam kolon adalah tanda patognomonik.
Dapat ditemukan scalloped effect oleh karena udara dan cairan yang berkumpul di
kolon proksimal dari obstruksi. Pada tahap awal strangulasi, sulit dibedakan dengan
obstruksi simple, namun bila sudah mencapai tahap lanjut, maka usus yang nekrotik
akan kehilangan kontur mukosanya dan mengalami edema sehingga tampak
gambaran thumbprinted dan bentuk coffee bean.

Untuk membedakan ileus paralitik dengan ileus obstruksi, maka perlu


diperhatikan derajat distensi intestinal, jumlah cairan dan gas intralumen, dan pola
distribusi air fluid-levels. Pada obstruksi intestinal, akumulasi gas dan cairan lebih
banyak sedangkan air fluid-levels lebih panjang dan terlihat lebih jelas. Selain itu
dapat ditemukan stepladder pattern. Apabila multiple air fluid-levels terlihat
sebagai pola string of beads, maka terdapat kecenderungan adanya obstruksi parsial
atau komplit derajat tinggi.2,3,4 Pada pemeriksaan foto BNO 2 posisi pasien ini
didapatkan usus halus dilatasi dengan bayangan air fluid level (+) sehingga
didiagnosa sebagai Ileus Obstruksi ditambah dengan anamnesis dan pemeriksaan
fisis pada pasien.
KESIMPULAN

Ileus obstruksi dimana didefinisikan adanya hambatan pada satu atau lebih
area di usus yang disebabkan problem mekanik.1 Setiap tahunnya 1 dari 1000
penduduk dari segala usia didiagnosa ileus. Di Indonesia tercatat ada 7.059 kasus
ileus paralitik dan obstruksi tanpa hernia yang dirawat inap dan 7.024 pasien rawat
jalan pada tahun 2004 menurut Bank data Departemen Kesehatan Indonesia.2
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang maka
pasien ini didiagnosa Ileus Obstruksi.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sabistom DC. Buku Ajar Bedah Bagian 1 . Jakarta. 1995. Hal 588
2. Faradilla N. Ileus Obstruksi. Fakultas Kedokteran Universitas
Riau.Pekanbaru. 2009. Hal 2
3. Basa Dairi L, Hakim Zain L, Sembring J, Sihombing M, Lubis M, Apriliasta
Purba H. Ileus. Divisi Gastroentorologi. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Sumatera Utara. 2010.
4. Patrick GJ, Jackson MD, Manish Raji MD. Evaluation and Management Of
intestinal Obstruction. Georgetown University Hospital. Washington. 2011.

Anda mungkin juga menyukai