Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Narkoba merupakan akronim dari kata narkotika dan obat-obatan terlarang.

Kata narkotika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu narkotikos yang berarti

keadaan seseorang yang kaku seperti patung atau tidur. Obat ini sebenarnya sangat

diperlukan dalam pengobatan di bidang kedokteran misalnya untuk menghilangkan

rasa nyeri. Namun pada perkembangannya obat ini disalahgunakan untuk kesenangan

sehingga menimbulkan ketagihan dan akhirnya mengakibatkan ketergantungan.11

2.1 Penggolongan Narkoba

Narkoba dapat digolongkan menurut undang-undang yang berlaku, yaitu

Narkotika (Undang-Undang Nomor No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika) dan

Psikotropika (Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika). Ada pula

zat, obat, atau bahan lain, yang tidak tercantum dalam undang-undang, disebut

golongan zat adiktif lain.1 Penggolongan narkoba dan zat adiktif lainnya akan dibahas

secara mendalam pada sub bab berikut.

2.1.1 Narkotika

Pasal 1 angka 1 UU 22./Th. 1997 mengemukakan bahwa defenisi narkotika

adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi

sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.12

Universitas Sumatera Utara


Narkoba dibagi menjadi dua golongan, yaitu narkotika alam dan sintetis.12

1.Narkotika Alam

Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman.

Obat-obatan yang termasuk golongan narkotika alam adalah candu, morfin, ganja,

kokain.

a. Candu atau Opium

Candu atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam. Dari candu

ini dapat dihasilkan morfin, heroin. Candu berasal dari getah tanaman Papaver

Somniferum (Gambar 1A) yang dibiarkan mengering sehingga berwarna coklat

kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal

lunak (Gambar 1B). Bentuk ini dinamakan candu mentah atau candu kasar. Cara

menggunakan candu adalah dengan menghisapnya sama seperti cara orang

merokok.12

A B
Gambar 1. Candu atau Opium ) Papaver Somniverum sebagai bahan dasar opium.
B. Opium olahan <http ://www.seedsman.com/product_images/fullsize/
opium.jpg dan http : //www.bnn.go.id/files/jenisnarkoba.jpg> (13 Juli 2009).

Universitas Sumatera Utara


b. Morfin

Morfin (C 17 H 19 NO 3 ) adalah zat utama yang berkhasiat narkotika yang

terdapat pada candu mentah (Gambar 2). Khasiat morfin adalah untuk analgetik,

menurunkan rasa kesadaran (sedasi, hipnotis), menghambat pernafasan,

menghilangkan refleks batuk dan menimbulkan rasa nyaman (euphoria) yang

kesemuanya berdasarkan penekanan susunan saraf pusat (SSP). Cara menggunakan

morfin adalah dicampur dengan tembakau kemudian dihisap, diminum, disuntikkan

pada lengan bagian bawah sebelah dalam, digosokkan pada goresan silet bagian

bawah lengan bagian dalam.12

Gambar 2. Morfin dalam bentuk pulvis. <http ://www.infonarkoba_com/


images/img_morphine.gif> (13 Juli 2009)

c. Ganja (Kanabis)

Ganja atau kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis Sativa

(Gambar 3). Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-9-

tetrahydrocannabinol (THC) yang dapat mempengaruhi suasana hati manusia dan

cara orang tersebut melihat serta mendengar hal-hal disekitarnya. Ganja dianggap

narkoba yang aman dibandingkan dengan putaw atau shabu. Kenyataannya sebagian

Universitas Sumatera Utara


besar pecandu narkoba memulai dengan mencoba ganja. Jika menggunakan ganja,

maka pikiran akan menjadi lambat, terlihat bodoh dan membosankan. Ganja dapat

mempengaruhi konsentrasi dan ingatan, meningkatkan denyut nadi, keseimbangan

dan koordinasi tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panik, depresi, kebingungan dan

halusinasi. Cara menggunakan ganja yaitu dengan membuat lintingan rokok,

dicampur dengan tembakau dan menghisapnya.12

Gambar 3. Tanaman ganja.


<http ://www.arizonaearthshines.com
/GanjaLAB_6.jpg> (13 Juli 2009).

d. Kokain

Kokain merupakan alkaloida tanaman belukar Erythroxylon Coca dari

Amerika Selatan (Gambar 4). Kokain digunakan dengan tujuan untuk lebih fit, segar,

kuat, bersemangat, hilang rasa kantuk dan tidak terasa lapar. Bila terlanjur kronis

akan menimbulkan tidak bergairah bekerja, tidak dapat tidur, halusinasi, tidak nafsu

makan, berbuat dan berpikir tanpa tujuan, tidak punya ambisi, kemauan dan

perhatian. Pada tingkat overdosis dapat menyebabkan kematian karena serangan dan

gangguan pada pernafasan dan terhadap jantung. Disamping itu dapat juga

Universitas Sumatera Utara


menimbulkan keracunan pada SSP sehingga korban dapat mengalami kejang-kejang,

tingkah laku yang kasar, pikiran yang kacau dan mata gelap. Cara menggunakan

kokain adalah menyuntikkannya secara intravena atau subkutan, dihirup dengan

hidung (sniff), dikunyah, dilarutkan kemudian diminum, dihisap seperti orang

merokok.12

Gambar 4. Kokain <http ://www.2bp.blogspot.com/


_ODNNtEsirpg/Se05aE_WhtI/kokain.jpg>
(13 Juli 2009).

2. Narkotika Sintetis

Narkotika sintetis adalah narkotika sebagai hasil produksi laboratorium yang

sepenuhnya dari bahan kimia.Narkotika sintetis yang paling banyak tersebar luas

adalah meperidin dan methodone (Gambar 5).12

Gambar 5. Methodone <http ://www.talkofrank.com/uploadedImages


/Drugs/LARGE%20photos_methodone.jpg> (13 Juli 2009).

Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Psikotropika

Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah ataupun sintetis, bukan

narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada

susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku. Psikotropika dibagi dalam tiga golongan yaitu : depresan, stimulan dan

halusinogen.

1. Depresan

Depresan adalah obat yang bekerja mempengaruhi otak dan SSP, dapat

menyebabkan timbulnya depresi pada si pemakai, yaitu bekerja mengendorkan atau

mengurangi aktivitas SSP. Obat ini terkenal dengan sebutan sebagai obat penenang

atau obat tidur. Yang termasuk golongan depresan adalah barbiturat dan turunannya,

benzodiazepin, metakualon, alhohol dan zat-zat pelarut (solvent) (Gambar 6). Secara

medis obat-obatan tersebut dapat berguna untuk membantu mengurangi rasa cemas

dan gelisah, meredakan ketegangan jiwa, pengobatan darah tinggi dan epilepsi, serta

merangsang untuk segera tidur.12

Gambar 6. Benzodiazepine <http ://www.all-science-fair-


projects.com/Benzodiazepine.jpg> (13 Juli 2009).

Universitas Sumatera Utara


2. Stimulan

Yang digolongkan stimulan adalah obat-obat yang mengandung zat-zat yang

merangsang terhadap otak dan saraf. Obat-obat tersebut digunakan untuk

meningkatkan daya konsentrasi dan aktivitas mental serta fisik. Obat-obat yang

dimasukkan dalam golongan stimulan adalah amphetamine, ekstasi dan shabu

(Gambar 7A).

Stimulan dalam kerjanya meningkatkan kegiatan SSP sehingga merangsang

dan meningkatkan kemampuan fisik orang yang menggunakan, mengkonsentrasikan

diri untuk membuat prestasi yang lebih baik, sanggup bekerja lebih kuat dan lebih

lama tanpa istirahat. Akan tetapi, karena dipaksa, walaupun kemampuan fisik masih

ada, daya mentalnya tidak dapat mengikutinya sehingga akan mengakibatkan efek

yang tidak baik. Stimulan sering digunakan secara sembunyi-sembunyi di kalangan

olahragawan, disebut dengan dopping. Jenis stimulan yang sering digunakan di

masyarakat adalah shabu (Gambar 7B). Cara menggunakan shabu adalah dengan

diuapkan atau dihisap. Pemakaian yang unik yaitu dengan membakarnya di atas

kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut dengan bong.12

A B
Gambar 7. A. Ekstasi B. Shabu <Brand HS dkk. Ecstacy (MDMA and Oral Health, BDJ
2008;204 (2):78 dan <http ://www.lazamboangoatimes.com/shabu 3A_net1.jpg>
(13 juli2009).

Universitas Sumatera Utara


3. Halusinogen

Halusinogen adalah obat-obatan yang dapat menimbulkan daya khayal

(halusinasi) yang kuat, yang menyebabkan salah persepsi tentang lingkungan dan

dirinya, baik yang berkaitan dengan pendengaran, penglihatan maupun perasaan

(Gambar 8). Dengan kata lain obat-obatan jenis halusinogen memutarbalikkan daya

tangkap kenyataan objektif. Diperkirakan ada sekitar 100 jenis zat halusinogen yang

biasanya digunakan oleh manusia dan tiga jenis halusinogen yang paling sering

disalahgunakan, yaitu LSD (d. Lysergic Acid Diethylamide), Psilosibin dan Meskalin.

Efek-efek yang ditimbulkan setelah penggunaan halusinogen adalah rasa khawatir

yang akut, gelisah dan tidak bisa tidur, biji mata yang membesar, suhu badan

meningkat, tekanan darah meningkat, gangguan jiwa berat.12

Gambar 8. Halusinogen <http ://www.remajasehat.com


/test/images/halusinogen_1b.jpg> (13 Juli 2009).

2.1.3 Zat Adiktif

Zat adiktif ialah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal

maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara

langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat karsinogenik, teratogenik,

Universitas Sumatera Utara


mutagenik, korosif dan iritasi.Adapun yang termasuk zat adiktif adalah : minuman

keras, nikotin, volatile solvent atau inhalensia.

2.2 Mekanisme Pengaruh Narkoba terhadap Kondisi Periodontal

Beberapa penelitian telah menunjukkan pengaruh narkoba terhadap kondisi

gigi dan periodontal pemakainya. Molendijk (1996) menemukan adanya perbedaan

status kesehatan gigi dan mulut dan perilaku kesehatan gigi yang cukup besar antara

kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan pengguna narkoba.2,5 Thomson

dkk (2008) melaporkan merokok ganja merupakan faktor resiko bagi penyakit

periodontal yang berdiri sendiri terlepas dari penggunaan tembakau dimana zat aktif

dari ganja merupakan faktor penting yang secara biologis dapat memicu proses

inflamatoris. Peneliti lain yaitu Lopez dkk (2009) menemukan hubungan yang

signifikan antara pengguna ganja dengan kerusakan periodontal berupa lesi gingival

ulseratif nekrosis akut yang ditemukan pada orang dewasa.15

Pada dasarnya terdapat dua mekanisme narkoba dalam mempengaruhi

kerusakan periodontal yang dapat dilihat pada Gambar 9.

Universitas Sumatera Utara


FAKTOR LAIN YANG
PENGARUH NARKOBA MEMPERPARAH :
TERHADAP KESEHATAN 1. ALKOHOL
2. DEFISIENSI DIET
PERIODONTAL
3. NEGLECT (KEBIASAAN BURUK)
4. MEROKOK

PENGARUH LANGSUNG PENGARUH TIDAK LANGSUNG


(DIRECT) (INDIRECT)

5.
MENGIRITASI JARINGAN 1. 2. 3. 4.
ATRISI GIGI DAN
GINGIVA XEROSTO- AKUMULASI PLAK PENEKANAN PERUBAHAN TEKANAN
MIA TERUTAMA DI SISTEM PROFIL BERLEBIHAN
DAERAH SERVIKAL IMUN MIKROBIO- PADA JARINGAN
LOGIS PERIODONTAL

GINGIVITIS/ PERIODONTITIS

Gambar 9. Mekanisme pengaruh narkoba terhadap kesehatan periodontal

Gambar 9 di atas menunjukkan terdapat dua mekanisme pengaruh narkoba

terhadap kesehatan periodontal yaitu mekanisme langsung (direct) dan tidak langsung

(indirect). Mekanisme langsung berupa iritasi jaringan gingiva disebabkan oleh

kontak langsung zat-zat narkotika yang bersifat toksik maupun efek termal yang

didapat dari jenis narkotika yang dibakar (Gambar 10).16 Metode penggunaan

narkotika antara lain yang diletakkan langsung pada mukosa alveolar, biasanya di

bawah lidah akan menyebabkan terbakarnya jaringan secara kimiawi. Parry dkk

seperti yang dikutip dari Brazier dkk melaporkan suatu kasus dari pengguna narkotika

multipel berumur 14 tahun yang memiliki kebiasaan meletakkan kokain dan

ampetamin pada daerah mukosa alveolar bagian labial rahang atas menunjukkan

Universitas Sumatera Utara


terjadinya nekrose pada gingiva dengan gejala klinis adanya eritema dan ulserasi pada

daerah gingiva dimana narkotika tersebut diaplikasikan.17

Gambar10. Permukaan superfisial mukosa palatum yang terbakar akibat iritasi


panas dari rokok ganja (Rees TD. Drugs and oral disorders.
Periodontology 2000 1998; 18: 21-36).

Efek paling besar dari penggunaan narkotika yang dilaporkan pada beberapa

laporan kasus adalah xerostomia. Sekitar 93-99 % pengguna narkoba menyatakan

adanya kekeringan mulut dan hal ini berlangsung sekitar 48 jam setelah

penggunaan ekstasi. Kekeringan mulut dan tenggorokan juga dilaporkan oleh 25%

sukarelawan sehat yang diteliti setelah mengkonsumsi 0,5mg MDMA/kg dan 88%

dengan dosis MDMA 1,5mg / kg. Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis

narkotika yang dikonsumsi maka lamanya xerostomia yang terjadi akan semakin

panjang.14

Xerostomia diawali dengan mekanisme terjadinya hiposalivasi. Narkotika

seperti methampetahmine (MA) merupakan zat amin simpatomimetik yang dalam

kerjanya mempengaruhi reseptor adrenergik dan . Stimulasi dari reseptor

terhadap kelenjar saliva akan menyebabkan vasokontriksi dan pengurangan laju

Universitas Sumatera Utara


saliva.18 Selain itu narkotika seperti candu dan metadon mengurangi sekresi pankreas

dan kelenjar lambung yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi terjadinya

xerostomia.10

Akumulasi plak yang tinggi sering dijumpai pada pengguna narkoba

(Gambar 11). Molendijk dkk (1995) melakukan penelitian terhadap tiga kelompok

remaja pengguna narkoba dan menemukan bahwa dijumpai penumpukan plak di

daerah servikal pada satu atau lebih permukaan gigi sebanyak 76,5% , 82,4% , dan

88,2%.5 Selanjutnya, penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) menemukan bahwa

kondisi higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel rata-

rata cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi

inflamasi yaitu rata-rata indeks perdarahan adalah 71.3. 6

Gambar11. Fotografi intraoral pengguna amphetamine. Terlihat akumulasi plak yang


besar terutama di daerah servikal yang menginduksi terjadinya karies dan
penyakit periodontal. (Anonymous. Methampetamine use and oral health.
J Am Dent Assoc 2005;136;1491

Akumulasi plak yang besar pada pengguna narkoba dipengaruhi oleh

terjadinya xerostomia sehingga menyebabkan higiena oral yang buruk dan

Universitas Sumatera Utara


menginduksi tingkat karies yang tinggi serta penyakit periodontal. Hal ini diperparah

dengan kebiasaan buruk pengguna narkoba yang lebih sering mengkonsumsi

makanan yang kaya akan gula ditambah dengan kondisi ekonomi yang tidak mampu

untuk membeli makanan yang bergizi. Seringnya menggunakan narkoba dan

penggunaan jangka panjang dari sirup gula yang mengandung methadone juga

mengakibatkan tingginya level plak pada penggunanya.10

Efek imunosupresif juga ditunjukkan selama penggunaan narkoba. Opium

memiliki efek terhadap fungsi imun antara lain menurunkan jumlah total limfosit,

penekanan terhadap rasio CD4:CD8, mengurangi produksi imunoglobulin dan tumor

necrosis factor (TNF), dan penekanan terhadap aktivitas sel natural killer (NK).

Pengguna opium juga menunjukkan kerentanan terhadap sejumlah penyakit infeksi

seperti HIV, hepatitis dan endokarditis yang biasanya diakibatkan kebiasaan bertukar

jarum suntik, aktivitas seksual yang selalu berganti pasangan dan penurunan

kekebalan imun tubuh.10

Walaupun tidak terdapat studi yang menunjukkan profil mikrobiologis

spesifik dari pengguna narkoba, perubahan profil bakteri dipercaya terjadi pada

pasien dengan hipofungsi kelenjar ludah. Beberapa laporan kasus menunjukkan

kecanduan terhadap opium secara klinis melihatkan adanya kandidiasis oral dan

displasia mukosa. Morfin juga diketahui memiliki efek inhibitor terhadap fagositosis

kandida oleh makrofag, dan bersama-sama dengan adanya hipofungsi kelenjar saliva

menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya kandidiasis oral bagi pengguna narkoba.10

Milosevic dkk (1999) dalam penelitiannya terhadap 30 orang pengguna

ekstasi dibandingkan dengan 28 orang bukan pengguna ekstasi menemukan bahwa

Universitas Sumatera Utara


terdapat atrisi yang meliputi email hingga mencapai dentin pada 60% pengguna

ekstasi dan hanya 11% pada bukan pengguna ekstasi.7 Keparahan atrisi serta

banyaknya gigi yang terlibat pada pengguna ekstasi adalah disebabkan oleh grinding

dan clenching yang merupakan efek samping dari penggunaan ekstasi. Penelitian ini

mendukung penelitian sebelumnya oleh Readfearn (1998) yang menemukan bahwa

dari 30 orang sampel pengguna narkoba yang dibandingkan dengan 28 orang bukan

pengguna narkoba, kehilangan struktur gigi terbesar didapati pada pengguna narkoba

terutama di permukaan gigi posterior.8 Namun di sisi lain, penelitian oleh Nikson

dkk (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari derajat atrisi antara

pengguna narkoba dengan bukan pengguna narkoba walaupun keparahan atrisi pada

gigi molar pertama bawah ditemukan lebih besar pada kelompok pengguna narkoba.9

Kebiasaan bruksism, grinding maupun clenching yang disebabkan oleh narkoba

meningkatkan aktivitas motorik dari sendi temporomandibular. Aktivitas tersebut

menjadi tidak terkontrol dan dipengaruhi oleh dosis dan banyaknya menggunakan

narkoba. Kebiasaan mengkonsumsi minuman bersifat asam setelah menggunakan

narkotika memperparah kondisi atrisi yang telah ada. Atrisi ditemukan lebih dominan

pada daerah premolar dan molar, khususnya molar pertama mandibula, namun tidak

signifikan pada aderah insisal.14 Duxbury (1993) mengemukakan efek xerostomia

juga dapat memperparah kehilangan email pada pengguna narkoba. 9

Universitas Sumatera Utara


Gambar12. Atrisi gigi dan kehilangan email pada pengguna methampetamine
(Goodchild JH dkk. Methampetamine abuse and dentistry : A review of the
literature and presentation of clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7):
583-90.

2.3 Keadaan Periodontal Pengguna Narkoba

Hubungan berbagai jenis narkoba dengan penyakit periodontal telah banyak

dikemukakan para ahli. Narkoba merupakan faktor predisposisi terjadinya beberapa

infeksi oral seperti kandidiasis dan gingivitis.3 Beberapa penelitian menunjukkan

bahwa pengguna narkoba mempunyai kondisi kesehatan periodontal yang lebih buruk

dibandingkan kelompok yang tidak menggunakan narkoba terutama dalam hal

tingginya skor plak, perdarahan gingiva dan meningkatnya prevalensi gingivitis serta

periodontitis.

Molendijk dkk (1995) menemukan adanya perbedaan status kesehatan gigi

dan mulut yang cukup besar antara kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan

pengguna narkoba. Selain dijumpai tingginya penumpukan plak di daerah servikal,

Molendijk juga menemukan bahwa kebanyakan dari pengguna tersebut juga

mengalami pendarahan gingiva.5

Universitas Sumatera Utara


Penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) juga menemukan bahwa 12-40%

pada gigi pengguna narkoba yang diteliti mengalami kehilangan perlekatan gingiva

lebih dari 4 mm. Kehilangan perlekatan gingiva dan dekstruksi periodontal lanjut

kemungkinan disebabkan oleh injuri akibat kontak langsung narkotika dengan

jaringan dan retensi yang lama zat narkotika yang bersifat toksik di dalam sulkus

gingiva (Gambar 13).16 Selain itu, peneliti tersebut juga menemukan bahwa kondisi

higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel rata-rata

cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi

inflamasi yaitu rata-rata indeks perdarahan adalah 71.3. 6

Gambar13. Ulserasi mukosa parah dan resesi gingiva pada pengguna kokain.
(Rees TD. Drugs and oral disorders. Periodontology 2000 1998; 18:
21-36).

Penyakit periodontal khususnya periodontitis kronis merupakan jenis yang

paling sering dijumpai pada pengguna narkoba walaupun terjadinya gingivitis

nekrosis akut juga pernah dilaporkan. Efek narkoba pada jaringan periodonsium

adalah berkaitan dengan tingginya tingkat akumulasi plak yang dihasilkan dari

buruknya higiena oral serta xerostomia yang diperparah dengan adanya penekanan

Universitas Sumatera Utara


sistem imun oleh narkoba yang digunakan serta adanya perubahan profil

mikrobiologis rongga mulut.10

Brazier dkk mengemukakan suatu laporan kasus yang menunjukkan hubungan

antara penggunaan ekstasi dengan periodontitis dan ulserasi mukosa. Dalam kasus ini

seorang anak laki-laki umur 15 tahun telah dirujuk ke unit Oral Maksilofasial dengan

keluhan demam dan sakit yang hebat disertai pembengkakan pada bibir atas bagian

depan. Tidak dijumpai riwayat trauma dan pasien memiliki higiena oral yang baik.

Pemeriksaan klinis menunjukkan pembengkakan pada bagian labial rahang atas di

regio insisivus sentralis. Terdapat mobiliti derajat 2 pada insisivus sentralis dan kedua

gigi peka terhadap perkusi. Tidak didapati saku periodontal yang patologis,

kedalaman saku hanya berkisar 2-3mm (Gambar 14A). Pada pemeriksaan radiografis

tidak dijumpai kehilangan tulang (Gambar 14B). Pasien melaporkan bahwa dia telah

menggunakan ekstasi dan meletakkan obat tersebut di daerah labial gigi anterior atas

sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan periodontal. Diagnosa terhadap kasus ini

kemudian ditegakkan sebagai gingivitis nekrosis berkaitan dengan penggunaan

ekstasi.14,17

Universitas Sumatera Utara


A B
Gambar 14.Gambaran klinis kondisi gingiva pada pengguna ekstasi. A. Terlihat adanya ulserasi
mukosa dan pembengkakan pada daerah gigi anterior rahang atas. B. Radiografi oklusal
menunjukkan adanya sedikit penumpulan ujung akar namun tidak ada kehilangan tulang
yang signifikan.(Brazier WJ, dkk. Ecstasy related periodontitis and mucosal ulceration- a
case report. BDJ 2003; 194: 198).

Goodchild dkk dalam laporan kasus yang lain menunjukkan kondisi oral dari

seorang pengguna ekstasi berumur 32 tahun yang telah menggunakan narkotika

tersebut selama 4 tahun dan telah berhenti 18 bulan sebelumnya oleh karena diduga

menderita HIV. Pasien mengalami kekeringan mulut pada saat menggunakan ekstasi

dan mengkonsumsi makanan bergula serta minuman bersoda setiap harinya. Dari

gambaran klinis terlihat kerusakan gigi yang parah terutama pada daerah premolar

dan molar akibat kombinasi penggunaan narkoba dengan diet gula dan minuman

bersoda serta efek clenching dan grinding yang ditimbulkan akibat pemakaian ekstasi.

(Gambar 15 A dan B).19

Universitas Sumatera Utara


A B

Gambar 15. A. Gambaran klinis kondisi atrisi dan kerusakan email pada pengguna ekstasi. B.
Gambaran radiografis pada pengguna yang sama.( Goodchild JH, Donaldson M.
Methampetamine abuse and dentistry : A review of the literature and presentation of
a clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7): 588).

Penelitian yang dilakukan oleh Susetyo A menunjukkan semua pengguna

narkoba (100%) memiliki kebiasaan merokok.2 Hal ini sesuai dengan pendapat yang

menyatakan bahwa pengguna narkoba mengawali penggunaan narkoba dengan

merokok. Banyak penelitian yang menunjukkan merokok merupakan kegiatan yang

adiktif yang menjadi faktor resiko utama terhadap buruknya kondisi gigi dan mulut.

....000

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai