TINJAUAN PUSTAKA
Kata narkotika sendiri berasal dari bahasa Yunani, yaitu narkotikos yang berarti
keadaan seseorang yang kaku seperti patung atau tidur. Obat ini sebenarnya sangat
rasa nyeri. Namun pada perkembangannya obat ini disalahgunakan untuk kesenangan
zat, obat, atau bahan lain, yang tidak tercantum dalam undang-undang, disebut
golongan zat adiktif lain.1 Penggolongan narkoba dan zat adiktif lainnya akan dibahas
2.1.1 Narkotika
adalah zat-zat (obat) baik dari alam atau sintetis maupun semi sintetis yang dapat
1.Narkotika Alam
Narkotika alam adalah narkotika yang berasal dari hasil olahan tanaman.
Obat-obatan yang termasuk golongan narkotika alam adalah candu, morfin, ganja,
kokain.
Candu atau opium merupakan sumber utama dari narkotika alam. Dari candu
ini dapat dihasilkan morfin, heroin. Candu berasal dari getah tanaman Papaver
kehitaman dan sesudah diolah akan menjadi suatu adonan yang menyerupai aspal
lunak (Gambar 1B). Bentuk ini dinamakan candu mentah atau candu kasar. Cara
merokok.12
A B
Gambar 1. Candu atau Opium ) Papaver Somniverum sebagai bahan dasar opium.
B. Opium olahan <http ://www.seedsman.com/product_images/fullsize/
opium.jpg dan http : //www.bnn.go.id/files/jenisnarkoba.jpg> (13 Juli 2009).
terdapat pada candu mentah (Gambar 2). Khasiat morfin adalah untuk analgetik,
pada lengan bagian bawah sebelah dalam, digosokkan pada goresan silet bagian
c. Ganja (Kanabis)
Ganja atau kanabis adalah nama singkat untuk tanaman Cannabis Sativa
(Gambar 3). Ganja mengandung sejenis bahan kimia yang disebut delta-9-
cara orang tersebut melihat serta mendengar hal-hal disekitarnya. Ganja dianggap
narkoba yang aman dibandingkan dengan putaw atau shabu. Kenyataannya sebagian
maka pikiran akan menjadi lambat, terlihat bodoh dan membosankan. Ganja dapat
dan koordinasi tubuh yang buruk, ketakutan dan rasa panik, depresi, kebingungan dan
d. Kokain
Amerika Selatan (Gambar 4). Kokain digunakan dengan tujuan untuk lebih fit, segar,
kuat, bersemangat, hilang rasa kantuk dan tidak terasa lapar. Bila terlanjur kronis
akan menimbulkan tidak bergairah bekerja, tidak dapat tidur, halusinasi, tidak nafsu
makan, berbuat dan berpikir tanpa tujuan, tidak punya ambisi, kemauan dan
perhatian. Pada tingkat overdosis dapat menyebabkan kematian karena serangan dan
gangguan pada pernafasan dan terhadap jantung. Disamping itu dapat juga
tingkah laku yang kasar, pikiran yang kacau dan mata gelap. Cara menggunakan
merokok.12
2. Narkotika Sintetis
sepenuhnya dari bahan kimia.Narkotika sintetis yang paling banyak tersebar luas
Psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah ataupun sintetis, bukan
narkotika, yang bersifat atau berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada
susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan
perilaku. Psikotropika dibagi dalam tiga golongan yaitu : depresan, stimulan dan
halusinogen.
1. Depresan
Depresan adalah obat yang bekerja mempengaruhi otak dan SSP, dapat
mengurangi aktivitas SSP. Obat ini terkenal dengan sebutan sebagai obat penenang
atau obat tidur. Yang termasuk golongan depresan adalah barbiturat dan turunannya,
benzodiazepin, metakualon, alhohol dan zat-zat pelarut (solvent) (Gambar 6). Secara
medis obat-obatan tersebut dapat berguna untuk membantu mengurangi rasa cemas
dan gelisah, meredakan ketegangan jiwa, pengobatan darah tinggi dan epilepsi, serta
meningkatkan daya konsentrasi dan aktivitas mental serta fisik. Obat-obat yang
(Gambar 7A).
diri untuk membuat prestasi yang lebih baik, sanggup bekerja lebih kuat dan lebih
lama tanpa istirahat. Akan tetapi, karena dipaksa, walaupun kemampuan fisik masih
ada, daya mentalnya tidak dapat mengikutinya sehingga akan mengakibatkan efek
masyarakat adalah shabu (Gambar 7B). Cara menggunakan shabu adalah dengan
diuapkan atau dihisap. Pemakaian yang unik yaitu dengan membakarnya di atas
kertas timah dan dihisap melalui alat yang disebut dengan bong.12
A B
Gambar 7. A. Ekstasi B. Shabu <Brand HS dkk. Ecstacy (MDMA and Oral Health, BDJ
2008;204 (2):78 dan <http ://www.lazamboangoatimes.com/shabu 3A_net1.jpg>
(13 juli2009).
(halusinasi) yang kuat, yang menyebabkan salah persepsi tentang lingkungan dan
(Gambar 8). Dengan kata lain obat-obatan jenis halusinogen memutarbalikkan daya
tangkap kenyataan objektif. Diperkirakan ada sekitar 100 jenis zat halusinogen yang
biasanya digunakan oleh manusia dan tiga jenis halusinogen yang paling sering
disalahgunakan, yaitu LSD (d. Lysergic Acid Diethylamide), Psilosibin dan Meskalin.
yang akut, gelisah dan tidak bisa tidur, biji mata yang membesar, suhu badan
Zat adiktif ialah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara
status kesehatan gigi dan mulut dan perilaku kesehatan gigi yang cukup besar antara
dkk (2008) melaporkan merokok ganja merupakan faktor resiko bagi penyakit
periodontal yang berdiri sendiri terlepas dari penggunaan tembakau dimana zat aktif
dari ganja merupakan faktor penting yang secara biologis dapat memicu proses
inflamatoris. Peneliti lain yaitu Lopez dkk (2009) menemukan hubungan yang
signifikan antara pengguna ganja dengan kerusakan periodontal berupa lesi gingival
5.
MENGIRITASI JARINGAN 1. 2. 3. 4.
ATRISI GIGI DAN
GINGIVA XEROSTO- AKUMULASI PLAK PENEKANAN PERUBAHAN TEKANAN
MIA TERUTAMA DI SISTEM PROFIL BERLEBIHAN
DAERAH SERVIKAL IMUN MIKROBIO- PADA JARINGAN
LOGIS PERIODONTAL
GINGIVITIS/ PERIODONTITIS
terhadap kesehatan periodontal yaitu mekanisme langsung (direct) dan tidak langsung
kontak langsung zat-zat narkotika yang bersifat toksik maupun efek termal yang
didapat dari jenis narkotika yang dibakar (Gambar 10).16 Metode penggunaan
narkotika antara lain yang diletakkan langsung pada mukosa alveolar, biasanya di
bawah lidah akan menyebabkan terbakarnya jaringan secara kimiawi. Parry dkk
seperti yang dikutip dari Brazier dkk melaporkan suatu kasus dari pengguna narkotika
ampetamin pada daerah mukosa alveolar bagian labial rahang atas menunjukkan
Efek paling besar dari penggunaan narkotika yang dilaporkan pada beberapa
adanya kekeringan mulut dan hal ini berlangsung sekitar 48 jam setelah
penggunaan ekstasi. Kekeringan mulut dan tenggorokan juga dilaporkan oleh 25%
sukarelawan sehat yang diteliti setelah mengkonsumsi 0,5mg MDMA/kg dan 88%
dengan dosis MDMA 1,5mg / kg. Hal ini menunjukkan semakin tinggi dosis
narkotika yang dikonsumsi maka lamanya xerostomia yang terjadi akan semakin
panjang.14
dan kelenjar lambung yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi terjadinya
xerostomia.10
(Gambar 11). Molendijk dkk (1995) melakukan penelitian terhadap tiga kelompok
daerah servikal pada satu atau lebih permukaan gigi sebanyak 76,5% , 82,4% , dan
88,2%.5 Selanjutnya, penelitian lain oleh Scheutz dkk (1984) menemukan bahwa
kondisi higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel rata-
rata cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi
makanan yang kaya akan gula ditambah dengan kondisi ekonomi yang tidak mampu
penggunaan jangka panjang dari sirup gula yang mengandung methadone juga
memiliki efek terhadap fungsi imun antara lain menurunkan jumlah total limfosit,
necrosis factor (TNF), dan penekanan terhadap aktivitas sel natural killer (NK).
seperti HIV, hepatitis dan endokarditis yang biasanya diakibatkan kebiasaan bertukar
jarum suntik, aktivitas seksual yang selalu berganti pasangan dan penurunan
spesifik dari pengguna narkoba, perubahan profil bakteri dipercaya terjadi pada
kecanduan terhadap opium secara klinis melihatkan adanya kandidiasis oral dan
displasia mukosa. Morfin juga diketahui memiliki efek inhibitor terhadap fagositosis
kandida oleh makrofag, dan bersama-sama dengan adanya hipofungsi kelenjar saliva
menjadi faktor predisposisi bagi terjadinya kandidiasis oral bagi pengguna narkoba.10
ekstasi dan hanya 11% pada bukan pengguna ekstasi.7 Keparahan atrisi serta
banyaknya gigi yang terlibat pada pengguna ekstasi adalah disebabkan oleh grinding
dan clenching yang merupakan efek samping dari penggunaan ekstasi. Penelitian ini
dari 30 orang sampel pengguna narkoba yang dibandingkan dengan 28 orang bukan
pengguna narkoba, kehilangan struktur gigi terbesar didapati pada pengguna narkoba
terutama di permukaan gigi posterior.8 Namun di sisi lain, penelitian oleh Nikson
dkk (2002) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dari derajat atrisi antara
pengguna narkoba dengan bukan pengguna narkoba walaupun keparahan atrisi pada
gigi molar pertama bawah ditemukan lebih besar pada kelompok pengguna narkoba.9
menjadi tidak terkontrol dan dipengaruhi oleh dosis dan banyaknya menggunakan
narkotika memperparah kondisi atrisi yang telah ada. Atrisi ditemukan lebih dominan
pada daerah premolar dan molar, khususnya molar pertama mandibula, namun tidak
bahwa pengguna narkoba mempunyai kondisi kesehatan periodontal yang lebih buruk
tingginya skor plak, perdarahan gingiva dan meningkatnya prevalensi gingivitis serta
periodontitis.
dan mulut yang cukup besar antara kelompok pengguna narkoba dan kelompok bukan
pada gigi pengguna narkoba yang diteliti mengalami kehilangan perlekatan gingiva
lebih dari 4 mm. Kehilangan perlekatan gingiva dan dekstruksi periodontal lanjut
jaringan dan retensi yang lama zat narkotika yang bersifat toksik di dalam sulkus
gingiva (Gambar 13).16 Selain itu, peneliti tersebut juga menemukan bahwa kondisi
higiena oral pengguna narkoba yang diukur dengan Indeks Plak Visibel rata-rata
cukup tinggi yaitu 77.4, demikian juga indeks perdarahan untuk menilai kondisi
Gambar13. Ulserasi mukosa parah dan resesi gingiva pada pengguna kokain.
(Rees TD. Drugs and oral disorders. Periodontology 2000 1998; 18:
21-36).
nekrosis akut juga pernah dilaporkan. Efek narkoba pada jaringan periodonsium
adalah berkaitan dengan tingginya tingkat akumulasi plak yang dihasilkan dari
buruknya higiena oral serta xerostomia yang diperparah dengan adanya penekanan
antara penggunaan ekstasi dengan periodontitis dan ulserasi mukosa. Dalam kasus ini
seorang anak laki-laki umur 15 tahun telah dirujuk ke unit Oral Maksilofasial dengan
keluhan demam dan sakit yang hebat disertai pembengkakan pada bibir atas bagian
depan. Tidak dijumpai riwayat trauma dan pasien memiliki higiena oral yang baik.
regio insisivus sentralis. Terdapat mobiliti derajat 2 pada insisivus sentralis dan kedua
gigi peka terhadap perkusi. Tidak didapati saku periodontal yang patologis,
kedalaman saku hanya berkisar 2-3mm (Gambar 14A). Pada pemeriksaan radiografis
tidak dijumpai kehilangan tulang (Gambar 14B). Pasien melaporkan bahwa dia telah
menggunakan ekstasi dan meletakkan obat tersebut di daerah labial gigi anterior atas
ekstasi.14,17
Goodchild dkk dalam laporan kasus yang lain menunjukkan kondisi oral dari
tersebut selama 4 tahun dan telah berhenti 18 bulan sebelumnya oleh karena diduga
menderita HIV. Pasien mengalami kekeringan mulut pada saat menggunakan ekstasi
dan mengkonsumsi makanan bergula serta minuman bersoda setiap harinya. Dari
gambaran klinis terlihat kerusakan gigi yang parah terutama pada daerah premolar
dan molar akibat kombinasi penggunaan narkoba dengan diet gula dan minuman
bersoda serta efek clenching dan grinding yang ditimbulkan akibat pemakaian ekstasi.
Gambar 15. A. Gambaran klinis kondisi atrisi dan kerusakan email pada pengguna ekstasi. B.
Gambaran radiografis pada pengguna yang sama.( Goodchild JH, Donaldson M.
Methampetamine abuse and dentistry : A review of the literature and presentation of
a clinical case. Quintessence Int 2007; 38 (7): 588).
narkoba (100%) memiliki kebiasaan merokok.2 Hal ini sesuai dengan pendapat yang
adiktif yang menjadi faktor resiko utama terhadap buruknya kondisi gigi dan mulut.
....000