PENDAHULUAN
Glaukoma berasal dari kata Yunani glaukos yang berarti hijau kebiruan, yang
memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaukoma. Glaukoma ditandai oleh
meningkatnya tekanan intra okuler yang disertai oleh pencekungan diskus optikus dan
pengecilan lapangan pandang.
Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga ini
menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengidap glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer
adalah bentuk tersering, menyebabkan pengecilan lapangan pandang bilateral progresif
asimptomatik yang timbul perlahan dan sering tidak terdeteksi sampai terjadi pengecilan
lapangan pandang yang ekstensif. Glaukoma akut (sudut tertutup) merupakan 10-15% kasus
pada orang Kaukasus. Persentase ini lebih tinggi pada orang Asia, terutama pada orang
Burma dan Vietnam di Asia Tenggara.
Pada semua pasien glaukoma, perlu tidaknya terapi segera diberikan dan
efektivitasnya dinilai dengan melakukan pengukuran tekanan intraokuler (tonometri),
inspeksi diskus optikus, dan penurunan lapangan pandang secara teratur.
Penatalaksanaan glaukoma sebaiknya dilakukan oleh ahli oftalmologi, tetapi besar
masalah dan pentingnya deteksi kasus-kasus asimptomatik mengharuskan adanya kerjasama
dan bantuan dari semua petugas kesehatan. Oftalmoskopi dan tonometri harus merupakan
bagian dari pemeriksaan fisik rutin pada semua pasien yang cukup kooperatif dan tentu saja
semua pasien yang berusia lebih dari 30 tahun. Hal ini penting pada pasien yang mempunyai
riwayat glaukoma pada keluarganya. Untuk itu penting bagi kita sebagai dokter layanan
primer untuk dapat mendeteksi secara dini glaukoma pada masyarakat agar dapat
ditatalaksana sesegera mungkin.
1
1.2. TUJUAN PENULISAN
Penulisan clinical scientific session (CSS) ini bertujuan untuk memahami serta
menambah pengetahuan tentang glaukoma.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar 2 . iris dan sorpus ciliaris
4
Gambar 3. Proses pembentukan akuos humor oleh epitel siliaris
5
Gambar 4. Sirkulasi dan drainase Humor Akuos
Glaukoma akan terjadi apabila cairan mata di dalam bola mata alirannya tidak seimbang
antara produksi akuos dan aliran akuos keluar bola mata (outflow )
6
2.2. DEFENISI
Glaukoma adalah suatu kelainan mata berupa neuropati optik dengan karakteristik,
yang berhubungan dengan berkurangnya lapang pandang dengan faktor resiko utama
peningkatan tekanan intra okular.
2.3. KLASIFIKASI
7
a. Akut
b. Sub akut
c. Kronik
d. Iris plateau
B. Glaukoma kongenital
1. Glaukoma kongenital primer
2. Glaukoma berkaitan dengan kelainan perkembangan mata lain
a. Sindrom pembelahan kamera anterior
b. Aniridia
3. Glaukoma yang berkaitan dengan kelainan perkembangan ekstra okular
a. Sindrom Sturge-weber
b. Sindrom Marfan
c. Neurofibromatosis
d. Sindrom Lowe
e. Rubella kongenital
C. Glaukoma sekunder
1. Glaukoma pigmentasi
2. Sidrom eksfoliasi
3. Akibat kelainan lensa (fakogenik)
a. Dislokasi
b. Intumesensi
c. Fakolitik
4. Akibat kelainan traktus uvea
a. Uveitis
b. Sinekia posterior (seklusio pupilae)
c. Tumor
5. Sindrom iridokornea endotel (ICE)
6. Trauma
a. Hifema
b. Kontusio / resesi sudut
c. Sinekia anterior perifer
7. Pasca operasi
8
a. Glaukoma sumbatan siliaris (glaukoma maligna)
b. Sinekia anterior perifer
c. Pertumbuhan epitel kebawah
d. Pasca bedah tandur kornea
e. Pasca bedah pelepasan retina
8. Glaukoma neovaskular
a. Diabetes mellitus
b. Sumbatan vena retina sentralis
c. Tumor intra okuler
9. Peningkatan tekanan vena episklera
a. Fistula karotis-kavernosa
b. Sindrom Sturge Weber
10. Akibat steroid
D. Glaukoma absolut
Hasil akhir semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang keras, tidak dapat
melihat, dan sering nyeri.
2.4. EPIDEMIOLOGI
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di dunia, lebih kurang
sebanyak 6 juta orang mengalami kebutaan pada kedua matanya akibat glaukoma. Di
Amerika Serikat lebih dari 3 juta orang menderita glaukoma, dan lebih dari separuh mereka
tidak menyadari sedang menderita penyakit ini, yang disebabkan karena glaukoma sering
tidak memberikan gejala pada awal penyakit. Kurang dari 10% glaukoma di Amerika Serikat
adalah angle closure glaucoma (ACG). Di Asia ACG lebih sering terjadi daripada open angle
glaucoma.
Hampir 80.000 penduduk Amerika Serikat buta akibat glaukoma, sehingga ini
menjadi penyebab utama kebutaan yang dapat dicegah di Amerika Serikat. Di Amerika
Serikat diperkirakan terdapat 2 juta pengedap glaukoma. Glaukoma sudut terbuka primer
adalah bentuk glaukoma yang sering dijumpai. Sekitar 0,4-0,7% orang berusia lebih dari 40
tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70 tahun diperkirakan mengidap glaukoma sudut
terbuka primer. Penyakit ini 3 kali lebih sering dan umumnya lebih agresif pada orang yang
9
berkulit hitam. Jikan terdapat kecenderungan familial yang kuat dan kerabat dekat, pasien
dianjurkan menjalani pemeriksaan skrining secara teratur.
Di Indonesia Angka kebutaan mencapai 1,5% ( suevey 1996 ) dan Glaukoma menjadi
penyebab kedua kebutaan setelah katarak.
Hasil Penelitian RS. Cipto Mangunkusomo,Jakarta tahun 1998-1999 di dapatkan data:
1. Glaukoma Primer Sudut terbuka ......................... 94 orang
2. Glaukoma Primer Sudut tertutup ......................... 121 orang
3. Glaukoma Juvenil dan Infantil ......................... 21 orang
4. Glaukoma Sekunder ......................... 81 orang
Diagnosis dan penanganan dini glaukoma yang tepat dan cepat dapat mencegah
terjadinya kerusakan penglihatan. Ras Asia dan Eskimo yang secara anatomi memiliki sudut
mata yang sempit mempunyai insiden ACG yang tinggi daripada ras kulit putih. Wanita kulit
putih menderita ACG 3 kali lebih banyak daripada pria kulit putih, sedangkan pada kulit
hitam insiden ACG sama banyak antara pria dan wanita. Pasien yang berumur lanjut
mengalami peningkatan terhadap insiden ACG primer disebabkan karena lensa membesar
serta kedalaman dan volume bilik mata depan menurun.
Etiologi
Etiologi dari glaucoma telah ditentukan sesuai dengan klasifikasi.
Faktor Resiko
Glaukoma akan lebih sering ditemukan pada:
- Setiap orang dengan usia lebih dari 40 tahun
Adapun beberapa faktor resiko yang dapat mengarah pada kerusakan glaukoma :
- Peredaran darah dan regulasinya, darah yang kurang akan menambah kerusakan
10
- Fenomena autoimun
2.6. PATOGENESIS
A. Glaukoma Primer
1. Glaukoma Sudut Terbuka Primer
11
Glaukoma sudut terbuka primer adalah bentuk glaukoma yang tersering dijumpai.
Sekitar 0,4-0,7% orang berusia lebih dari 40 tahun dan 2-3% orang berusia lebih dari 70
tahun diperkirakan mengidap glaukoma sudut terbuka primer.
Gambaran patologik utama pada glaukoma sudut terbuka primer adalah proses degeneratif di
jalinan trabekular, yermasuk pengendapan bahan ekstra sel di jalinan dan di bawah lapisan
endotel kanalis Schlemm. Hal ini berbeda dari proses penuaan normal. Akibatnya adalah
penurunan drainase humor akueus yang menyebabkan peningkatan tekan intra-okuler.
Peningkatan tekanan intra-okuler mendahului kelainan diskus optikus dan lapangan
pandang selama bertahun-tahun. walaupun terdapat hubungan yang jelas antara besarnya
tekanan intra-okuler dengan keparahan penurunan penglihatan, efek besar tekanan pada saraf
optikus sangat bervariasi antar individu. Sebagian orang dapat mentoleransikan peningkatan
tekanan intra-okuler tanpa mengalami kelainan diskus atau lapangan pandang (hipertensi
okuler); yang lain memperlihatkan kelainan-kelainan glaukomatosa pada tekanan intra-okuler
normal (glaukoma tekanan darah).
Mekanisme kerusakan neuron pada glaukoma sudut terbuka primer dan hubungannya
dengan tingginya tekanan intra-okuler masih diperdebatkan. Teori-teori utama
memperkirakan adanya perubahan-perubahan elememn penunjang struktural akibat tekanan
intra-okuler di saraf optikus setinggi lamina kibrosa atau si pembuluh yang memperdarahi
kepala/ujung saraf optikus.
Tekanan intra-okuler yang lebih tinggi saat pertama kali diperiksa berkaitan dengan
penurunan lapangan pandang yang lebih luas. Apabila pada pemeriksaan pertama dijumpai
penurunan lapangan pandang glaukomatosa, resiko perkembangan lebih lanjut manjadi jauh
lebih besar. Karena merupakan satu-satunya faktor resiko yang dapat diobati, tekanan intra-
okuler tetap menjadi fokus terapi. Terdapat bukti kuat bahwa kontrol tekanan intra-okuler
memperlambat kerusakan diskus optikus dan pengecilan lapangan pandang.
Gejala klinis :
Menahun, sukar untuk menemui gejala dini karena jalan penyakit yang sangat
pelan-pelan (a silent disease)
Hampir selalu penderita datang berobat dalam keadaan penyakit yang sudah berat.
Hampir selalu bilateral,sering satu mata terkena terlebih dahulu dan keadaannya
sering lebih berat dari mata yang satu lagi.
Injeksi siliar umumnya tidak terlihat.
12
Refleks pupil agak lamban.
Tekanan bola mata meninggi.
KOA mungkin normal dan pada golioskopi terdapat sudut terbuka.
Lapangan pandangan mengecil atau menghilang.
Atropi nervus optikus dan terdapat cupping.
Tes provokasi positif.
Facility of out flow menurun.
3. Hipertensi Okuler
Adalah peningkatan tekanan intra-okuler tanpa kelinan diskus optikus atau lapangan
pandang dan lebih sering dijumpai daripada glaukoma sudut terbuka primer. Timbulnya
perdarahan diskus pada pasien dengan hipertensi okuler juga mengindikasikan peningkatan
resiko terjadinya glaukoma.
13
Gejala klinis :
Kekaburan penglihatan mendadak dengan daerah halo
Nyeri hebat
Mual serta muntah
TIO meningkat secara mencolok
COA dangkal
Kornea berkabut
Pupil terfiksasi dan berdilatasi sedang
Injeksi siliaris
Gejala klinis :
Riwayat serangan nyeri unilateral berulang
Kekaburan penglihatan disertai daerah halo di sekitar cahaya
Serangan szering terjadi malam haridan sembuh dalam semalam
Pemeriksaan di antara serangan mungkin hanya menunjukkan penyempitan sudut
COA
Uji provokatif di kamar gelap dapat membantu mengidentifikasi pasien
penyempitan sudut mana yang berisiko mengalami glaukoma sudut tertutup
Pada kasus yang telah lanjut, akan terdapat sinekia anterior perifer berbercak dan
peningkatan TIO
14
sering dengan pengecilan ekstensif lapangan pandang. Kadang-kadang para pasien tersebut
mengalami serangan-serangan penutupan sudut subakut.
7. Iris Plateau
Adalah suatu kelainan yang jarang dijumpai. Kedalaman kamera anterior sentral normal,
tetpai sudut kamera anterior sangant sempit karena insersi iris secara kongenital terlalu tinggi.
Mata dengan kelinan ini jarang menglami sumbatan pupil, tetapi dilatasi akan menyebabkan
merapatnya iris perifer, sehingga menutup sudut (pendesakan sudut) sekalipun telah
dilakukan iridektomi perifer. Para pengidap kelinan ini datang dengan glaukoma sudut
tertutup akut pada usia muda dan kambuh setelah tindakan iridektomi perifer.
B. Glaukoma Kongenital
Pada kasus yang tidak diobati, kebutaan tibul dini. mata menglami peregangan hebat dan
bahkan dapat ruptur hanya akibat trauma ringan. Pencekungan diskus optikus khas glaukoma
timbul relatif cepat, yang menekankan perlunya terapi segera.
Gejala klinis :
Bermanifestasi sejak lahir
Epivora
Photophobia
Bleparospasmus
Kornea keruh dan udema
Kornea membesar
Cupping dari optik disk
Glaiukoma sudut terbuka
COA lebih dalam
15
2. Anomali Perkembangan Segmen Anterior
Penyakit ini mencerminkan suatu spektrum gangguan perkembangan segmen anterior,
yang mengenai sudut, iris korne, dan kadang-kadang lensa. Biasanya terdapat sedikit
hipoplasia stroma anterior iris, disertai adanya jembatan-jembatan filamen yang
menghubungkan stroma iris dengan kornea. Apabila jembatan filamen terbentuk di perifer
dan berhubungan dengan garis Schwalbe yang mencolok dan tergeser secara aksial
(embriotokson posterior), penyakit yang dikenal sebagai sindrom Axenfeld. Hal ini mirip
dengan trabekulodisgenesis pada galukoma kongenital primer. Apabila perlengketan
iridokorneanya lebih luas disertai disrupsi iris, dengan polikoria serta anomali tulang dan
gigi, timbul apa yang disebut dengan sindrom Rieger (suatu contoh disgenesis
iridotrabekula). Apabila perlengketannya adalah antara iris sentral dengan permukaan
posterior sentral kornea, penyakit yang tobul disebut anomali Peter (suatu contoh
trabekulodisgenesis iridokornea).
3. Aniridia
Iris tidak berkembang (vestigial). Kadang-kadang hanya ditemukan tidak lebih dari akar
iris atau suatu batang iris yang tipis. Dapat ditemukan suatu kelainan mata yang lain,
misalnya katarak kongenital, distrofi kornea dan hipoplasia fovea. Penglihatan biasanya
buruk. Sering timbul glaukoma sebelum masa remaja dan glaukoma tersebut biasanya
refrakter terhadap penatalaksanaan medis atau bedah.
C. Glaukoma Sekunder
Peningkatan tekanan intra-okuler yang terjadi sebagai salah satu manifestasi penyakit
mata lain disebut glaukoma sekunder.
1. Glaukoma Pigmentasi
Terutama disebabkan oleh degenerasi epitel pigmen iris dan korpus siliaris. Granula
pigmen teekelupasdan iris akibta friksi dengan serat-serat Zonular di bawahnya sehingga
terjadi transiluminasi iris. Pigmen mengendap di permukaan kornea posterior (Krukenbergs
spindle) dan tersangkut di jalinan trabekular, mengganggu aliran keluar humor akueus.
Sindrom ini terjadi paling sering terjadi pada pria miopik berusia antara 25-40 tahun yang
memiliki kamera anterior yang dalam dengan sudut kamera anterior yang lebar.
16
2. Sindrom Eksfoliasi (Sindrom Pseudo-Eksfoliasi)
Dijumpai endapan-endapan bahan berserat mirip serpihan di permukaan lensa anterior
(berbeda dengan eksfoliasi kapsul lensa sejati akibat pajanan terhadap radisi infra-merah,
yakni katarak glass bower), prosesus siliaris, zonula, permukaan posterior iris, longgar di
kamera anterior, dan di jalinan trabekula (disertai eningkatan pigmentasi)
b. Intumesensi lensa
Lensa dapat menyerap cukup banyak cairan sewaktu mengalami kelainan katarktosa
sehingga ukurannya membesar secara bermakna. Lensa ini kemudian dapat melanggar batas
kamera anterior yang menimbulkan sumbatan pupil dan pendesakan sudut serta menyebabkan
glaukoma sudut tertutup.
c. Glaukoma fakolitik
Sebagian katrak lanjut dapat mengalami kebocoran kapsul lensa anterior, sehingga
protein-protein lensa yang mencair masuk ke kamera anterior. Jalinan trabekular menjadi
edematosa dan tersumbat oleh protein-protein lensa dan menimbulkan peningkatan mendadak
tekanan intra-okuler.
18
7. Glaukoma Neovaskuler
Neovaskularisasi iris (rubeosis iridis) dan sudut kamera anterior paling sering disebabkan
oleh iskemia retina yang luas seperti yang terjadi pada sumbatan vena retina stadium lanjut
pada diabetes. Glaukoma timbul mula-mula disebabkan oleh sumbatan sudut oleh membran
fibrovaskuler tetapi kontraksi membran berikutnya menyebabkan penutupan sudut.
D. Glaukoma Absolut
Hasil akhir dari semua glaukoma yang tidak terkontrol adalah mata yang keras, tidak
dapat melihat dan sering nyeri.
2. Tonometri
Tujuan pemeriksaan dengan tonometri adalah untuk mengetahui tekanan bola mata
seseorang. Tonometer yang ditaruh pada permukaan kornea akan menekan bola mata
19
kedalam. Tekanan kedalam ini akan mendapatkan perlawanan tekanan dari bola mata
melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung dari beban yang digunakan untuk
menekan permukaan kornea. Dikenal empat bentuk tonometri atau pengukur tekanan bola
mata:
a. Digital (palpasi)
Dasar:
Merupakan pengukuran tekanan bola mata dengan jari pemeriksa.
Alat:
Jari telunjuk kedua tangan
Teknik:
Mata ditutup
Pandangan kedua mata menghadap kebawah
Jari-jari lainnya bersandar pada dahi dan pipi pasien
Kedua jari telunjuk menekan bola mata pada bagian belakang kornea bergantian
Satu telunjuk menyeimbangi tekanan saat telunjuk lainnya menekan bola mata
Nilai:
Didapat kesan berapa ringannya bola mata dapat ditekan. Penilaian dilakukan
dengan pengalaman sebelumnya yang dapat dicatat, N : normal, N+1 : agak tinggi, N+2
: untuk tekanan lebih tinggi, N+3 : untuk tekanan yang sangat tinggi, N-1 : tekanan
lebih rendah dari normal, N-2 : lebih rendah lagi dan seterusnya.
Sangat baik bila tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai, seperti pada sikatrik
kornea, kornea ireguler dan infeksi kornea. Tetapi pemeriksaan ini memerlukan
pengalaman pemeriksa karena terdapat faktor subjektif.
b. Tonometri Schiotz
Dasar:
Tonometer Schiotz merupakan tonometer indentasi atau menekan permukaan
kornea dengan beban yang dapat bergerak bebas pada sumbunya. Benda yang ditaruh
pada kornea akan menekan bola mata kedalam dan mendapat perlawanan tekanan dari
dalam melalui kornea. Keseimbangan tekanan tergantung pada beban tonometer.
Tujuan:
Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan tonometer.
20
Alat:
Obat tetes anestesi lokal (tetrakain atau pantokain)
Tonometer Schiotz
c. Tonometri Aplanasi
Tujuan:
21
Pemeriksaan ini untuk mendapatkan tekanan intra okuler dengan menghilangkan
pengaruh kekakuan sklera dengan mendatarkan permukaan kornea.
Dasar:
Tekanan sama besar dengan tenaga dibagi dengan luas yang ditekan (P=F/A). Untuk
mengukur tekanan mata harus diketahui luas penampang yang ditekan alat sampai
kornea rata dan jumlah tenaga yang diberikan. Pada tonometer aplanasi Goldmann
jumlah tekanan dibagi penampang dikali sepuluh dikonfirmasi langsung kedalam
mmHg tekanan bola mata.
Alat:
2. Tonometer aplanasi
3. Flouresein strip/tetes
Teknik:
Pada mata tersebut ditempelkan kertas fluoresein. Sinar oblik warna biru dari
slitlamp disinarkan pada dasar telapak prisma tonometer aplanasi Goldmann
22
Pasien diminta duduk dan meletakkan dagunya pada slitlamp dan dahi tepat
pada penyangganya.
Tekanan ditambah sehingga gambar kedua setengah lingkaran pada kornea yang
sudah diberi fluoresein terlihat berimpit antara bagian luar dengan bagian dalam.
Nilai:
Dengan tonometer aplanasi tekanan bola mata lebih dari 20 mmHg dianggap
menderita glaukoma.
23
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat gangguan lapangan pandangan pasien.
Dasar
Membandingkan lapangan pandangan pasien dengan pemeriksa.
Teknik
Pasien dan pemeriksa duduk dengan berhadapan muka dengan jarak kira-kira 1
meter
Mata kiri pemeriksa ditutup dan mata kanan pemeriksa ditutup
Mata kanan pemeriksa dan mata kiri pasien saling berpandangan, sebuah benda
diletakkan antara pasien dengan pemeriksa pada jarak yang sama
Benda mulai digerakkan dari perifer ke arah sentral sehingga mulai terlihat oleh
pemeriksa.
Bila pemeriksa sudah melihat benda maka ditanya apakah benda sudah terlihat
oleh pasien, hal ini dilakukan untuk semua arah.
Percobaan dilakukan pada mata yang satunya baik pada pemeriksa maupun pada
pasien.
Nilai
Jika benda yang dilihat pemeriksa sama dengan pasien berarti lapangan pandangan
sama. Bila pasien melihat terlambat, berarti lapangan pandang pasien lebih sempit
daripada pemeriksa.
b. Perimetri Goldman
Tujuan
Perimetri dilakukan untuk mencari batas luar persepsi sinar perifer dan melihat
kemampuan penglihatan daerah yang sama dan dengan demikian dapat dilakukan
pemeriksaan defek lapangan pandangan.
Dasar
Saraf yang mempunyai fungsi sama akan mempunyai kemampuan melihat yang
sama. Bila ada rangsangan sinar pada retina maka retina akan melihat rangsangan
tersebut.
Teknik
24
Pemeriksa menerangkan terlebih dahulu tentang perlunya kerjasama pada
pemeriksaan, perlunya fiksasi terus menerus dan diminta untuk bereaksi cepat
bila sudah melihat sinar yang datang dari perifer.
Pasien dimintaduduk didepan perimetri Goldman dengan dagu terletak pada
bantalan dagu.
Sebelah mata ditutup.
Mata yang tidak ditutup diberi koreksi untuk jauh disertai kacamata adisi dan
diminta fiksasi pada target yang terletak 33 cm didepanmata pasien.
Objek bercahaya digeser dari perifer (tak terlihat) kearah sentral ( daerah
terlihat) daerah fiksasi
Pasien harus segera memberitahu bila melihat cahaya, yang dicatat pada kartu
kampus. Bila ditemukan defek lapang pandangan maka pemeriksaan diulang
paling sedikit dua kali.
Hal ini dilakukan pada 18-20 meridian.
Selama pemeriksaan pemeriksa dapat melihat kemampuan fiksasi melalui
lobang pengintip.
Nilai
Dilihat defek lapang pandangan yang tergambar pada kartu kampus, dan
berdasarkan susunan anatomik diketahui letak gangguan serat saraf.
Dapat ditemukan kelainan retina, saraf, glaukoma, dan saraf optik.
Makin kecil objek, makin besar kemungkinan ditemukannya skotoma, karena makin
cepat pasien sukar melihat sehinggga akan memberikan reaksi yang lebih cepat untuk
menyatakan benda yang tidak terlihat.
25
Diagram Perimetri dan Computerized Perimetry
4. Funduskopi
a. Pemeriksaan ophtalmoskop langsung
Tujuan
Untuk menilai kelainan dan keadaan pada fundus okuli.
Dasar
Cahaya yang dimasukkan kedalam fundus akan menghasilkan reflek fundus.
Gambaran fundus mata akan terlihat bila fundus diberi sinar . Funduskopi dilihat
dikamar gelap.
Nilai
Pada papil saraf optik dapat terlihat apakah ada papil edema, hilangnya pulsasi
vena, saraf optik, ekskavasi papil pada glaukoma dan atrofi saraf optik. Pada retina
dapat dinilai kelainan seperti perdarahan subhialoid, perdarahan intraretina, lidah api,
dots, blots, edema retina dan edema makula. Pembuluh darah retina dapat dilihat
perbandingan atau ratio arteri vena, perdarahan arteri dan vena dan adanya
mikroaneurisma dari vena.
26
- kelainan papil saraf optik (papil glaukomatous) pembesaran cup yang
konsententrik, saraf optik pucat atau atropi, saraf optik tergaung
- kelainan serabut retina, serat yang pucat atau atropi akan berwarna hijau
- tanda lainnya seperti perdarahan peripapilar
Dasar
Dengan sistem prisma dan penerangan yang cukup sudut bilik mata dapat dilihat
27
Pemeriksaan Gonioskopy10
Teknik
Pemeriksaan dilakukan di kamar gelap
Mata yang akan diperiksa diberikan tetes anastesi topikal
Pasien duduk menaruh dagu didepan slitlamp
Goniolens diletakkan di permukaan kornea
Disatukan sinar pada prisma goniolens degan pandangan
Yang dilihat pada prisma goniolens:
o Garis Schwalbe
o Trabekulum
o Saluran Schlemm
o Skleral spur
o Badan siliar
Nilai
Derajat 0, bila terlihat struktur sudut dan terdapat kontak kornea dengan iris
(sudut tertutup)
Derajat 1, bila tidak terlihat bagian jalinan trabekulum sebelah belakang dan
garis Schwalbe terlihat disebut sudut sangat sempit
Derajat 2, bila sebagian kanal Schlem terlihat
Derajat 3, belakang kanal Schlemm dan skleral spur masih terlihat
Derajat 4, badan siliar terlihat (sudut terbuka)
6. Pachymetry
28
Tujuan:
Untuk melihat ketebalan dari kornea yang merupakan faktor risiko dari glaukoma.
Pachymetry dapat juga digunakan untuk membaca tekanan intra okuler yang tinggi.
Dasar:
Tebal suatu benda dapat diukur dengan melihat bayangan benda tersebut pada suatu
sistem pemisahan sinar pada kaca. Pachymetry merupakan alat ultrasounography yang
mengukur tebal kornea pada daerah tertentu
Teknik:
Alat pechymetry ditempel pada slitlamp.
Cahaya kecil disinar tegak lurus pada kornea dan kemudian kaca digeser sampai
dataran belakang kornea berimpit dengan dataran depannya pada kedua kaca yang
digeser
Baca pada skala pergeseran kaca
Alat Pachymeter10
Nilai:
Tebal kornea dapat ditentukan, berdasarkan konversi pergeseran sinar. Dengan
pachymetry dapat juga ditentukan tebal lensa dan dalamnya bilik mata depan.
2.8. DIAGNOSIS
29
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis mendalam, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang yang diperlukan.
2.9. PENATALAKSANAAN
A. Medikamentosa
Pengobatan dengan obat-obatan ditujukan untuk menurunkan tekanan intraokular dengan
cepat, untuk mencegah kerusakan nervus optikus, untuk menjernihkan kornea, menurunkan
inflamasi intraokular, miosis, serta mencegah terbentuknya sinekia anterior perifer dan
posterior. Obat-obat yang bisa diberikan pada penderita glaukoma sebagai berikut:
1. Prostaglandin analog
a. Latanaprost (Xalatan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari. Obat ini
mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan dapat menurunkan
TIO sebesar 25-32%. Efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
meningkatkan pigmentasi iris, hipertrikosis, penglihatan kabur, keratitis,
uveitis anterior, konjungtiva hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan
efek samping sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit
kepala.
b. Travoprost (travatan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,004% dengan dosis
pemakaian 4 kali sehari dan efeknya sama dengan latanoprost yaitu
meningkatkan aliran uveoskleral dan menurunkan TIO sebesar 25-32%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah meningkatkan
pigmentasi iris, hipertrikosis, penglihatan kabur, keratitis, uveitis anterior,
konjungtiva hiperemis, reaktivasi keratitis herpes, sedangkan efek samping
sistemik adalah gejala seperti flu, nyeri sendi dan otot, sakit kepala.
c. Bimanoprost (lumigan) : konsentrasi 0,005% dan dosis 4 kali sehari. Obat ini
mempunyai efek untuk menurunkan aliran uveoskleral dan trabekular serta
dapat menurunkan TIO sebesar 27-33%. Efek samping sama dengan
latanaprost.
d. Unoprostone (rescula) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,15% dan dosis
pemakaian 2 kali sehari. Obat ini mempunyai efek untuk meningkatkan aliran
trabekular serta dapat menurunkan TIO sebesar 13-18%. Efek samping sama
dengan latanoprost.
30
2. -Adrenergic antagonist ( -bloker )
a. Nonselektif
i. Timolol maleate (timoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5%
dan dosis pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos dan menurunkan TIO 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
ii. Timolol-LA (istalol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5% dan dosis
pemakaian 4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan
menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan
pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate,
alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok jantung,
bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
iii. Timolol hemihydrate (betimol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
iv. Levobunolol (betagan) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5% dan
dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi
akuos dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
v. Metipranolol (optipranolol) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,3% dan
dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos
dan menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang
ditimbulkan pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis
punctate, alergi sedangkan efek samping sistemik adalah bradikardi, blok
jantung, bronkospasme, hipotensi, depresi SSP.
31
vi. Carteolol hydrochloride (ocupress) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,1%
dan dosis pemakaian 2-4 kali sehari. Efek samping sistemik adalah
intrinsik simapatomimetik.
b. Selektif
Betaxolol (betoptic) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25% dan dosis
pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos dan
menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan
pada mata adalah kekaburan, iritasi, anestesi kornea, keratitis punctate, alergi
sedangkan efek samping sistemik adalah komplikasi paru-paru.
3. Adrenergic agonist
i. Epinefrin (epifrin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,25%, 0,5%, 1%, 2% dan
dosis pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran akuos dan
menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada
mata adalah iritasi, konjungtiva hiperemis, retraksi kelopak mata, midriasis dan
lain-lain sedangkan efek samping sistemik adalah hipertemsi, sakit kepala,
ekstrasistole.
ii. Dipivefrin HCl (propin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,1% dan dosis
pemakaian 2 kali sehari. Efeknya yaitu meningkatkan aliran akuos dan
menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada
mata adalah iritasi, konjungtiva hiperemis, retraksi kelopak mata, midriasis dan
lain-lain.
4. 2-Adrenergik agonist
a. Selektif.
Apraclonidin HCl (iopidin) : obat ini mempunyai konsentrasi 0,5%, 1% dan
dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan produksi akuos,
menurunkan tekanan vena episkleral dan menurunkan TIO sebesar 20-30%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah iritasi, iskemia,
alergi, retraksi kelopak mata, konjungtivitis folikularis dan lain-lain sedangkan
efek samping sistemik adalah hipotensi, kelelahan, hidung dan mulut kering,
vasovagal attack.
b. Sangat selektif
32
i. Brimonidine tartrate 0,2% (alphagan) : obat ini mempunyai konsentrasi
0,2% dan dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu menurunkan
produksi akuos, meningkatkan alairan uveoskleral dan menurunkan TIO
sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah
kekaburan, edem kelopak mata, kekeringan, sensasi benda asing,
sedangkan efek samping sistemik adalah sakit kepala, hipotensi, kelelahan,
insomnia dan lain-lain.
ii. Brimonidine tartrate in purite 0,15% (alphagan P) : obat ini mempunyai
konsentrasi 0,15% dan dosis pemakaian 2-3 kali sehari. Efeknya yaitu
menurunkan produksi akuos, meningkatkan aliran uveoskleral dan
menurunkan TIO sebesar 20-30%. Adapun efek samping yang ditimbulkan
pada mata adalah kekaburan, edem kelopak mata, kekeringan, sensasi
benda asing, sedangkan efek samping sistemik adalah sakit kepala,
hipotensi, kelelahan, insomnia dan lain-lain, kecuali pada pasien yang
alergi pada alphagan.
b. Topikal
Dorzolamide (trusopt) : obat ini mempunyai konsentrasi 2% dan dosis
pemakaian 2-3 kali sehari. Dorzolamide merupakan inhibitor aktif carbonic
anhidrase (CA-2) yang diberikan topikal. Dorzolamide dapat digunakan
tersendiri pada pasien dengan kontraindikasi beta bloker. Efeknya yaitu
osmotic gradient dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar 15-20%.
Adapun efek samping yang ditimbulkan pada mata adalah miopia, penglihatan
kabur, keratitis, konjungtuvitis.
7. Hiperosmotic agents
a. Mannitol parenteral (osmitrol) : obat ini mempunyai konsentrasi 20% soln dan
50% soln dan dosis pemakaian 2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient
dehydrates vitreous dan menurunkan TIO sebesar 15-20%. Adapun efek
samping yang ditimbulkan pada mata adalah TIO rebound sedangkan efek
34
samping sistemik adalah retensi urin, sakit kepala, gagal jantung kongestif dan
lain-lain.
b. Gliserin (oral) : obat ini mempunyai konsentrasi 50% dan dosis pemakaian
2gr/kgBB. Efeknya yaitu osmotic gradient dehydrates vitreous. Adapun efek
samping pada mata adalah TIO rebound sedangkan efek samping sistemik
adalah retensi urin, sakit kepala, gagal jantung kongestif dan lain-lain.
35
isopropyl n aliran
trabekular
-adrenergic antagonist (-bloker)
Non selektif
Timolol 0.25- 4x Menurunka 20-30% Kekaburan, Bradikard
maleate 0.5% n produksi iritasi, i, blok
akuos anestesi jantung,
kornea, bronkospa
keratitis sme,
punctate, hipotensi,
alergi depresi
SSP
Timolol-LA 0.5% 4x s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
Timolol 0.5% 4x, s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
hemihydrate 2x
Levobunolol 0.25- 4x, s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
0.5% 2x
Metipranolol 0.3% 2x s.d.a 20-30% s.d.a s.d.a
Carteolol 1.0% 4x, Simpatom
hydrochloride 2x imetik
intrinsik
Selektif
Betaxolol 0.25% 2x s.d.a 15-20% s.d.a Komplika
si paru-
paru
Adrenergic agonist
Non selektif
Epinefrin 0.25, 0.5, 2x Meningkatk 15-20% Iritasi, Hipertensi
1.0, 2.0% an aliran konjungtiva , sakit
akuos hiperemis, kepala,
retraksi ekstrasisto
kelopak le
mata,
midriasis,
dll
2-Adrenergic agonist
Selektif
Apraclonidin 0.5-1.0% 2x, Menurunka 20-30% Iritasi, Hipotensi,
36
HCL 3x n produksi iskemia, kelelahan,
akuos, alergi, hidung
menurunka retraksi dan mulut
n tekanan kelopak kering,
vena mata, vasovagal
episkleral konjungtivit attack
is
folikularis,
dll
Sangat selektif
37
100 mg 3x
Topikal
Dorzolamide 2.0% 2x, s.d.a s.d.a Miopia, Kurang
3x penglihatan menyebab
kabur, kanefek
keratitis, sistemik
konjungtivit
is, dll
Hiperosmotik agents
Mannitol 20% 2g/ Osmotic TIO Retensi
(parenteral) Kg gradient rebound urin, sakit
BB dehydrates kepala,
vitreous gagal
jantung
kongestif,
dll
Gliserin (oral) 50% s.d.a a.d.a s.d.a
Cara pemberian obat tetes mata yang baik pada pasien glaukoma
Kegagalan hasil pengobatan dapat disebabkan oleh kesalahan dalam teknik dalam
pemakaian obat, walaupun pasien memakai semua obat sesuai resep. Masalah yang nyata
adalah waktu pemberian obat yang bermacam-macam disertai dengan menutup saluran
keluar yang mengalirkan obat ke rongga hidung (kanal nasolakrimalis).
Penutup saluran nasolakrimal berguna karena bila obat diteteskan pada mata, obat
akan masuk ke rongga hidung dan masuk ke dalam peredaran darah dan bagian tubuh
yang lain sehingga akan memberikan efek samping. Untuk mencegah hal ini maka pada
saat meneteskan obat ke mata maka tempat pengaliran obat masuk ke hidung (punctum
lakrimal) ditutup dengan jari selama 1-2 menit. Biasanya 50% dari obat akan masuk ke
dalam mata yang efeknya akan sangat baik dan waktu kerjanya akan lebih lama.
Aturan pemakaian obat diperlukan pada pemakaian berbagai macam obat tetes yang
diberikan. Sebaiknya antara pemakaian 2 jenis obat dalam batas 10-15 menit. Obat yang
38
diteteskan dalam waktu yang dekat tidak efisien karena obat yang pertama diteteskan
akan dibilas oleh obat tetes yang berikutnya.
B. Non Medikamentosa
Glaukoma bukan merupakan penyakit yang dapat diobati dengan operasi saja. Keputusan
untuk melakukan operasi glaukoma biasanya langsung pada keadaan yang memang memiliki
indikasi untuk dilakukannya operasi, yaitu:
1. Target penurunan tekanan intraokular tidak tercapai.
2. Kerusakan jaringan saraf dan penurunan fungsi penglihatan yang progresif meski
telah diberi dosis maksimal obat yang bisa ditoleransi ataupun telah dilakukan laser
terapi ataupun tindakan pembedahan lainnya.
3. Adanya variasi tekanan diurnal yang signifikan pada pasien dengan keruksakan diskus
yang berat.
Operasi biasanya merupakan pendekatan primer baik untuk glukoma kongenital maupun
glaukoma blok papil. Pengawasan terhadap pasien sangat penting mengingat efek yang
kuramng baik dari operasi seperti masalah yang berkaitan dengan bleb, resiko katarak di
kemudian hari dan infeksi.
Operasi glaukoma dapat dilakukan dengan laser maupun teknik bedah insisi dengan
banyak prosedur yang bertujuan menurunkan TIO, diantaranya trabekulektomi dengan
berbagai variasinya, prosedur non-penetrasi TIO, implantasi jalan pintas akuos, operasi sudut
untuk glaukoma kongenital dan glaukoma sudut tertutup dan ablasi badan siliar. Prosedur lain
seperti iridektomi dan gonioplasti diperuntukkan untuk gangguan sudut dan draenase cairan.
3. Trabekulektomi
Trabekulektomi merupakan suatu cara yang konservatif dalam penanganan
glaukoma. Trabekulektomi merupakan teknik bedah utnuk mengalirkan cairan melalui
saluran yang ada dan sering dilakukan pada glaukoma sudut terbuak. Pada
trabekulektomi ini cairan mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran
keluarnya dipercepat atau salurannya diperluas. Tujuannnya agar cairan mata bisa
melewati anyaman trabekula menuju ruang subkonjungtiva dimana pada saat
bersamaan tekanan intraokuler optimal tetap dipertahankan (tidak terlalu tinggi dan
tidak terlalu rendah) sebagaimana mempertahankan bentuk bulat mata (mencegah
pendangkalan bilik mata depan).
Teknik ini dimulai dengan melakukan beberapa tahapan, yaitu : eksposure,
robekan konjungtiva, flap sklera, parasentesis, sklerostomi, iridektomi, penutupan flap
sklera, pengaturan aliran dan penutupan konjungtiva.
40
b. Operasi untuk glaukoma sudut tertutup.
1. Laser iridektomi
Teknik bedah ini pertama kali dipublikasikan oleh seorang ahli ogtalmologi
Jerman bernama Albrecht von Graefe tahun 1857 pada pasien glaukoma akut.
Iridektomi merupakan prosedur operasi yang aman dan memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi sekitar 80% penderita glaukoma sudut tertutup primer. Tujuan yang ingin
dicapai adalah terbukanya draenase cairan mata dari bilik mata belakang ke bilik mata
depan dan mengurangi tekanan yang tinggi di bilik mata belakang akibat blok pupil
yang relatif, dengan demikian memungkinkan pupil untuk bergerak mundur ke
belakang sehingga membuka sudut glaukoma.
Indikasi iridektomi yaitu adanya blok pupil dan kebutuhan untuk menentukan
adanya blok pupil. Laser iridektomi juga diindikasikan untuk mencegah blok pupil
pada mata yang beresiko tinggi pada pemeriksaan gonioskopi karena serangan
glaukoma sudut tertutup pada mata yang disebelahnya. Sementara itu, kontraindikasi
laser iridektomi adalah adanya rubeosis iridis yang aktif dan pemakaian antikoagulan
sistemik termasuk aspirin.
Pada glaukoma sudut tertutup akut suliut untuk dilakukan laser iridektomi
karena kondisi kornea yang keruh, ruang yang dangkal dan iris tenggelam. Dokter
harus menangani dulu serangan ini secara medis, kemudian baru dilanjutkan terapi
bedah.
3. Pembedahan insisi
Diantaranya adalah iridektomi perifer, ekstraksi katarak, pendalamam COA,
dan goniosinekialisis. Dilakukan apabila bedah laser tidak memberikan hasil.
41
Untuk kasus-kasus glaukoma yang terjadi selama tahun-tahun pertama kehidupan
terapi pembedahan adalah terapi yang secara umum efektif dibanding terapi farmakologis.
Goniotomi dan trabekulektomi merupakan prosedur pilihan dalam glaukoma primer
kongenital ini. Goniotomi hanya dapat dilakukan pada mata dengan kornea yang relatif
jernih, sedangkan trabekulektomi dapat dilakukan meskipun kornea jernih atau keruh.
Apabila dua pilihan terapi diatas gagal, maka perlu dipikirkan untuk terapi pembedahan
gabungan dengan pembedahan trabekulektomi dan tubes shunt.
Prinsip kerja goniotomi adalah menginsisi anyaman trabekula dari dalam bola mata.
Sementara itu trabekulekomi adalah mengkanalisasi kanal Schlemm dari permukaan luar bola
mata dan memotong anyaman trabekula dari kanal tersebut menuju bilik depan mata.
Keuntungan dari goniotomi adalah :
1. Tingkat efektivitas yang tinggi
2. Sedikit tindakan invasif sehingga jarang menyebabkan trauma.
3. Resiko komplikasi yang rendah.
4. Meningkatkan aliran cairan mata lebih baik daripada prosedur lain.
5. Mencadangkan konjungtiva untuk operasi filtrasi.
2.11. PROGNOSIS
42
b. Glaukoma Sudut Tertutup
Diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat dan cepat adalah kunci utama untuk
mempertahankan penglihatan. Apabila ditemukan gejala klinik dari galukoma sudut tertutup
maka perlu penanganan sesegera mungkin.
c. Glaukoma Kongenital
Diagnosis dan penatalaksanaan dini sangat penting. Apabila tindakan operatif dapat
dilakukan secara tepat maka prognosis akan lebih baik.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu kelainan mata berupa neuropati optik dengan karakteristik,
yang berhubungan dengan berkurangnya lapang pandang dengan faktor resiko utama
peningkatan tekanan intra okular. Glaukoma diklasifikasikan berdasarkan etiologi
menjadi glakoma primer, sekunder, kongenital dan absolut. Glaukoma merupakan
penyebab kebutaan yang paling sering di dunia, lebih kurang sebanyak 6 juta orang
mengalami kebutaan pada kedua matanya akibat glaukoma. Di Indonesia Angka kebutaan
mencapai 1,5% ( suevey 1996 ) dan glaukoma menjadi penyebab kedua kebutaan setelah
katarak. Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang tepat dapat
membantu menegakkan diagnosis glaukoma sehingga terapi dapat segera diberikan.
43
B. Saran
Diagnosis dan penanganan dini glaukoma kebutaan.yang tepat dan cepat dapat
mencegah terjadinya kerusakan penglihatan. Hal ini bermanfaat dalam prognosis pasien
sehingga dapat mencegah peningkatan angka
44