Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit malaria sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan dengan
morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Malaria dapat ditemui hampir di
seluruh dunia, terutama Negara-negara beriklim tropis dan subtropics. Setiap
tahunnya ditemukan 300-500 juta kasus malaria yang mengakibatkan 1,5-2,7 juta
kematian terutama di negara-negara benua Afrika
Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang
merupakan golongan plasmodium yang hidup dan berkembang biak dalam sel darah
merah manusia. Penyakit ini secara alami ditularkan melalui gigitan nyamuk
anopheles. Malaria merupakan salah satu penyakit yang tersebar di beberapa wilayah
di dunia. Umumnya tempat-tempat yang rawan malaria terdapat pada Negara-negara
berkembang dimana tidak memiliki tempat penampungan atau pembuangan air yang
cukup, sehingga menyebabkan air menggenang dan dapat dijadikan sebagai tempat
ideal nyamuk untuk bertelur.
Malaria disebabkan oleh parasit dari genus plasmodium. Ada empat jenis
plasmodium yang dapat menyebabkan malaria, yaitu plasmodium falciparum dengan
masa inkubasi 9-14 hari, plasmodium vivax dengan masa inkubasi 12-17 hari,
plasmodium oval dengan masa inkubasi 16-18 hari, dan plasmodium malaria dengan
masa inkubasi 18-40 hari. Parasit-parasit tersebut ditularkan pada manusia melalui
gigitan seekor nyamuk dari genus anopheles.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Penyakit malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus
Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantaraan tusukan
(gigitan) nyamuk Anopheles spp. Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki endemisitas tinggi.1
Pada tahun 1890 Giovanni Batista Grassi dan Raimondo Feletti adalah dua
peneliti Italia yang pertama kali memberi nama dua parasit penyebab malaria
pada manusia, yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium malariae. Pada tahun
1897 seorang Amerika bernama William H. Welch memberi nama parasit
penyebab malaria tertiana sebagai Plasmodium falciparum dan pada 1922 John
William Watson Stephens menguraikan nama parasit malaria keempat, yaitu
Plasmodium ovale.1

B. Agen Penyakit Malaria


Agent penyakit malaria adalah genus plasmodia, family plasmodiidae, dan
order Coccidiidae. Ada empat jenis parasit malaria, yaitu :
1. Plasmodium falciparum : Menyebabkan malaria falciparum atau dikenal
dengan nama lain malaria tropika yang menyebabkan demam setiap hari.
2. P. Vivax : menyebabkan malaria vivax atau disebut juga malaria tertiana
benigna (jinak). Pada jenis malaria ini, demam terjadi setiap dua hari.
3. P. malariae : menyebabkan malaria kuartana atau malaria malariae. Pada
jenis malaria kuartana, demam berlangsung setiap tiga hari.
4. P. ovale : jenis ini jarang sekali dijumpai, umumnya banyak di Afrika dan
Pasifik Barat, menyebabkan malaria ovale. Pada jenis malaria yang
disebabkan oleh Plasmodium Ovale, demam yang timbul sama seperti tipe
demam pada malaria yang disebabkan Plasmodium Vivax yaitu demam akan
muncul setiap dua hari.
Seorang penderita dapat dihinggapi oleh lebih dari satu jenis plasmodium.
Infeksi demikian disebut infeksi campuran (mixed infection). Biasanya paling
banyak dua jenis parasit, yakni campuran antara P. falciparum dengan P. vivax
atau P. malariae. Kadang-kadang dijumpai tiga jenis parasit sekaligus, meskipun
hal ini jarang sekali terjadi. Infeksi campuran biasanya terdapat di daerah yang
tinggi angka penularannya.1,2
Tabel 1.Masa inkubasi malaria atau waktu antara gigitan nyamuk dan
munculnya gejala klinis.
Plasmodium Masa Inkubasi (rata-rata)
P. falciparum 9 14 hari (12)
P. vivax 12 17 hari (15)
P. ovale 16 18 hari (17)
P. malariae 18 40 hari (28)

Dikutip dari Pusat data dan Informasi Direktorat Pengendalian Penyakit bersumber binatang
.2011. Epidemiologi Malaaria di Indonesia. Buletin Jendela data dan Informasi keseharan ,
vol1 triwulan 1

Masa inkubasi ini dapat memanjang antara 8-10 bulan terutama pada beberapa
strain P. vivax di daerah tropis. Pada infeksi melalui transfusi darah, masa
inkubasi tergantung pada jumlah parasit yang masuk dan biasanya singkat tetapi
mungkin sampai 2 bulan. Dosis pengobatan yang tidak adekuat seperti pemberian
profilaksis yang tidak tepat dapat menyebabkan memanjangnya masa inkubasi.
P. falciparum, salah satu organisme penyebab malaria, merupakan jenis yang
paling berbahaya dibandingkan dengan jenis plasmodium lain yang menginfeksi
manusia, yaitu P. vivax, P. malariae, dan P. ovale. Saat ini, P. falciparum
merupakan salah satu spesies penyebab malaria yang paling banyak diteliti. Hal
tersebut karena spesies ini banyak menyebabkan angka kesakitan dan kematian
pada manusia.
C. EPIDEMIOLOGI
Perbedaan prevalensi menurut umur dan jenis kelamin lebih berkaitan
dengan perbedaan derajat kekebalan tubuh. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa perempuan mempunyai respon imun yang lebih kuat dibandingkan
dengan laki- laki, namun kehamilan dapat maningkatkan resiko malaria. Ada
beberapa faktor yang turut mempengaruhi seseorang terinfeksi malaria adalah : 1
1. Ras atau suku bangsa
Pada penduduk benua Afrika prevalensi Hemoglobin S (HbS)
cukup tinggi sehingga lebih tahan terhadap infeksi P. falciparum
karena HbS dapat menghambat perkembangbiakan P. falciparum.
2. Kekurangan enzim tertentu
Kekurangan terhadap enzim Glukosa 6 Phosphat Dehidrogenase
(G6PD) memberikan perlindungan terhadap infeksi P. falciparum yang
berat. Defisiensi terhadap enzim ini merupakan penyakit genetik dengan
manifestasi utama pada wanita.
3. Kekebalan pada malaria terjadi apabila tubuh mampu
mengancurkan Plasmodium yang masuk atau mampu menghalangi
perkembangannya.

D. PATOMEKANISME7
1. Siklus Hidup Plamodium
Parasit malaria memerlukan dua hospes untuk siklus hidupnya, yaitu
manusia dan nyamuk anopheles betina.

Silkus Pada Manusia


Pada waktu nyamuk anopheles infektif mengisap darah manusia,
sporozoit yang berada dalam kelenjar liur nyamuk akan masuk ke dsalam
peredaran darah selama kurang lebih 30 menit. Setelah itu sporozoit akan
masuk ke dalam sel hati dan menjadi tropozoit hati. Kemudian
berkembang menjadi skizon hati yang terdiri dari 10.000 sampai 30.000
merozoit hati. Siklus ini disebut siklus eksoeritrositer yang berlangsung
selama kurang lebih 2 minggu. Pada P. vivak dan P. ovale, sebagian
tropozoit hati tidak langsung berkembang menjadi skizon, tetapi ada
yang memjadi bentuk dorman yang disebut hipnozoit. Hipnozoit tersebut
dapat tinggal di dalam sel hati selama berbulan-bulan sampai bertahun-
tahun. Pada suatu saat bila imunitas tubuh menurun, akan menjadi aktif
sehingga dapat menimbulkan relaps (kambuh).
Merozoit yang berasal dari skizon hati yang pecah akan masuk ke
dalam peredaran darah dan menginfeksi sela darah merah. Di dalam sel
darah merah, parasit tersebut berkembang dari stadium tropozoit
sampai skizon (8-30 merozoit). Proses perkembangan aseksual ini
disebut skizogoni. Selanjutnya eritrosit yang terinfeksi skizon) pecah dan
merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah lainnya. Siklus
inilah yang disebut dengan siklus eritrositer. Setelah 2-3 siklus skizogoni
darah sebagian merozoit yang meninfeksi sel darah merah dan membentuk
stadium seksual yaitu gametosit jantan dan betina.

Siklus Pada Nyamuk Anopheles Betina


Apabila nyamuk Anopheles betina menghisap darah yang
mengandung gametosit, di dalam tubuh nyamuk, gamet jantan dan gamet
betina melakukan pembuahan menjadi zigot. Zigot ini akan berkembang
menjadi ookinet kemudian menembus dinding lambung nyamuk. Di luas
dinding lambung nyamuk ookinet akan menjadi ookista dan selanjutnya
menjadi sporozoit yang nantinya akan bersifat infektif dan siap ditularkan
ke manusia. Masa inkubasi atau rentang waktu yang diperlukan mulai
dari sporozoit masuk ke tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis
yang ditandai dengan demam bervariasi, tergantung dari spesies
Plasmodium. Sedangkan masa prepaten atau rentang waktu mulai dari
sporozoit masuk sampai parasit dapat dideteksi dalam darah dengan
pemeriksaan mikroskopik.

2. Patogenesis Malaria7
Patogenesis malaria akibat dari interaksi kompleks antara
parasit, inang dan lingkungan. Patogenesis lebih ditekankan pada
terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada koagulasi
intravaskuler. Oeleh karena skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit
maka akan terjadi anemia. Beratnya anemi tidak sebanding dengan
parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit selain yang
mengandung parasit. Hal ini diduga akibat adanya toksin malaria yang
menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian eritrosit pecah
melalui limpa sehingga parasit keluar. Faktor lain yang
menyebabkan terjadinya anemia mungkin karena terbentuknya
antibodi terhadap eritrosit. Limpa mengalami pembesaran dan
pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa
dijumpai banyak parasit dalam makrofag dan sering terjadi fagositosis
dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada malaria
kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag.
Pada malaria berat mekanisme patogenesisnya berkaitan dengan invasi
merozoit ke dalam eritrosit sehingga menyebabkan eritrosit yang
mengandung parasit mengalami perubahan struktur danmbiomolekular
sel untuk mempertahankan kehidupan parasit. Perubahan tersebut
meliputi mekanisme, diantaranya transport membran sel, sitoadherensi,
sekuestrasi dan resetting. Sitoadherensi merupakan peristiwa perlekatan
eritrosit yang telah terinfeksi P. falciparum pada reseptor di bagian
endotelium venule dan kapiler. Resetting adalah suatu fenomena
perlekatan antara eritrosit yang mengandung merozoit matang yang
diselubungi oleh sekitar 10 atau lebih eritrosit non parasit, sehingga
berbentuk seperti bunga. Salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya
resetting adalah golongan darah dimana terdapatnya antigen golongan
darah A dan B yang bertindak sebagai reseptor pada permukaan eritrosit
yang tidak terinfeksi.

Gambar 1. Daur Hidup Parasit Plasmodium


dikutip dari: [CDC] Centers for Disease Control and Prevention. Malaria life cycle. 2010

Menurut pendapat ahli lain, patogenesis malaria adalah multifaktorial dan


berhubungan dengan hal-hal sebagai berikut:
a) Penghancuran eritrosit
Fagositosis tidak hanya pada eritrosit yang mengandung
parasit tetapi juga terhadap eritrosit yang tidak mengandung parasit
sehingga menimbulkan anemia dan hipoksemia jaringan. Pada
hemolisis intravascular yang berat dapat terjadi hemoglobinuria (black
white fever) dan dapat menyebabkan gagal ginjal.
b) Mediator endotoksin-makrofag
Pada saat skizogoni, eritrosit yang mengandung parasit
memicu makrofag yang sensitive endotoksin untuk melepaskan
berbagai mediator. Endotoksin mungkin berasal dari saluran cerna dan
parasit malaria sendiri dapat melepaskan faktor nekrosis tumor (TNF)
yang merupakan suatu monokin, ditemukan dalam peredaan darah
manusia dan hewan yang terinfeksi parasit malaria. TNF dan sitokin
dapat menimbulkan demam, hipoglikemia, dan sndrom
penyakit pernapasan pada orang dewasa.
c) Sekuestrasi eritrosit yang terluka
Eritrosit yang terinfeksi oleh Plasmodium dapat membentuk
tonjolan-tonjolan (knobs) pada permukaannya. Tonjolan tersebut
mengandung antigen dan bereaksi dengan antibodi malaria dan
berhubungan dengan afinitas eritrosit yang mengandung parasit
terhadap endothelium kapiler alat dalam, sehingga skizogoni berlangsung
di sirkulasi alat dalam. Eritrosit yang terinfeksi menempel pada
endothelium dan membentuk gumpalan yang mengandung kapiler yang
bocor dan menimbulkan anoksia dan edema jaringan.

E. MANIFESTASI KLINIS1,7
Malaria sebagai penyebab infeksi yang disebabkan oleh
Plasmodium mempunyai gejala utama yaitu demam. Demam yang terjadi
diduga berhubungan dengan proses skizogoni (pecahnya merozoit atau
skizon), pengaruh GPI (glycosyl phosphatidylinositol) atau terbentuknya
sitokin atau toksin lainnya. Pada beberapa penderita, demam tidak terjadi
(misalnya pada daerah hiperendemik) banyak orang dengan parasitemia
tanpa gejala. Gambaran karakteristik dari malaria ialah demam periodik,
anemia dan splenomegali. Manifestasi umum malaria adalah sebagai
berikut:
1. Masa Inkubasi
Masa inkubasi biasanya berlangsung 8-37 hari tergantung dari
spesies parasit (terpendek untuk P. falciparum dan terpanjanga untuk
P. malariae), beratnya infeksi dan pada pengobatan sebelumnya atau
pada derajat resistensi hospes. Selain itu juga cara infeksi yang
mungkin disebabkan gigitan nyamuk atau secara induksi (misalnya
transfuse darah yang mengandung stadium aseksual).
2. Keluhan-keluhan prodromal
Keluhan-keluhan prodromal dapat terjadi sebelum terjadinya
demam, berupa: malaise, lesu, sakit kepala, sakit tulang belakang, nyeri
pada tulang dan otot, anoreksia, perut tidak enak, diare ringan dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan prodromal
sering terjadi pada P. vivax dan P. ovale, sedangkan P. falciparum
dan P. malariae keluhan prodromal tidak jelas.
3. Gejala-gejala umum
Gejala-gejala klasik umum yaitu terjadinya trias malaria
(malaria proxym) secara berurutan:
a) Periode dingin
Dimulai dengan menggigil, kulit dingin, dan kering, penderita sering
membungkus dirinya dengan selimut atau sarung pada saat menggigil,
sering seluruh badan gemetar, pucat sampai sianosis seperti orang
kedinginan. Periode ini berlangsung antara 15 menit sampai 1
jam diikuti dengan meningkatnya temperatur.
b) Periode panas
Wajah penderita terlihat merah, kulit panas dan kering, nadi

cepat dan panas tubuh tetap tinggi, dapat sampai 40oC atau lebih,
penderita membuka selimutnya, respirasi meningkat, nyeri kepala,
nyeri retroorbital, muntah- muntah dan dapat terjadi syok. Periode ini
berlangsung lebih lama dari fase dingin dapat sampai 2 jam atau
lebih, diikuti dengan keadaan berkeringat.
c) Periode berkeringat
Penderita berkeringan mulai dari temporal, diikuti seluruh tubuh,
penderita merasa capek dan sering tertidur. Bila penderita bangun
akan merasa sehat dan dapat melakukan pekerjaan biasa.
Anemia merupakan gejala yang sering ditemui pada infeksi malaria, dan
lebih sering ditemukan pada daerah endemik. Kelainan pada limpa akan
terjadi setelah 3 hari dari serangan akut dimana limpa akan membengkak,
nyeri dan hiperemis.
Hampir semua kematian akibat malaria disebabkan oleh P. falciparum.
pada infeksi P. falciparum dapat meimbulkan malaria berat dengan
komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat yang menurut
WHO didefinisikan sebagai infeksi P. falciparum stadium aseksual dengan
satu atau lebih komplikasi sebagai berikut:1,2,7
1. Malaria serebral, derajat kesadaran berdasarkan GCS kurang dari 11.
2. Anemia berat (Hb<5 gr% atau hematokrit <15%) pada keadaan hitung
parasit >10.000/ l.
3. Gagal ginjal akut (urin kurang dari 400ml/24jam pada orang dewasa atau
<12 ml/kgBB pada anak-anak setelah dilakukan rehidrasi, diserta kelainan
kreatinin >3mg%.
4. Edema paru.
5. Hipoglikemia: gula darah <40 mg%.
6. Gagal sirkulasi/syok: tekanan sistolik <70 mmHg diserta keringat dingin

atau perbedaan temperature kulit-mukosa >1oC.


7. Perdarahan spontan dari hidung, gusi, saluran cerna dan atau disertai
kelainan laboratorik adanya gangguan koagulasi intravaskuler.
8. Kejang berulang lebih dari 2 kali/24jam setelah pendinginan pada
hipertermis.
9. Asidemia (Ph<7,25) atau asidosis (plasma bikarbonat <15mmol/L).
10. Makroskopik hemaglobinuri oleh karena infeksi malaria akut bukan
karena obat antimalaria pada kekurang an Glukosa 6 Phospat
Dehidrogenase.
11. Diagnosa post-mortem dengan ditemukannya parasit yang padat pada
pembuluh kapiler jaringan otak.

F. DIAGNOSIS
Diagnosis malaria ditegakkan seperti diagnosis penyakit lainnya
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti infeksi malaria ditegakkan dengan pemeriksaan sediaan
darah secara mikroskopik atau tes diagnostic cepat.1,7,8
1. Anamnesis
a) Keluhan utama, yaitu demam, menggigil, berkeringat dan
dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare, nyeri otot dan pegal-
pegal.
b) Riwayat berkunjung dan bermalam lebih kurang 1-4 minggu yang
lalu ke daerah endemik malaria.
c) Riwayat tinggal di daerah endemik malaria.
d) Riwayat sakit malaria.
e) Riwayat minum obat malaria satu bulan terakhir.
f) Riwayat mendapat transfusi darah.
Selain hal-hal tersebut di atas, pada tersangka penderita malaria berat,
dapat ditemukan keadaan di bawah ini Gangguan kesadaran dalam berbagai
derajat, keadaan umum yang lemah, kejang-kejang, panas sangat tinggi,
mata dan tubuh kuning, perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, nafas
cepat (sesak napas), muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum,
warna air seni seperti teh pekat dan dapat sampai kehitaman, jumlah air seni
kurang bahkan sampai tidak ada, telapak tangan sangat pucat.
2. Pemeriksaan Fisis

a) Demam (37,5oC)
b) Kunjunctiva atau telapak tangan pucat
c) Pembesaran limpa
d) Pembesaran hati

Pada penderita tersangaka malaria berat ditemukan tanda-tanda klinis


sebagai berikut:

a) Temperature rectal 40oC.


b) Nadi capat dan lemah.
c) Tekanan darah sistolik <70 mmHg pada orang dewasa dan <50
mmHg pada anak-anak.
d) Frekuensi napas >35 kali permenit pada orang dewasa atau >40
kali permenit pada balita, dan >50 kali permenit pada anak
dibawah 1 tahun.
e) Penurunan kesadaran.
f) Manifestasi perdarahan: petekie, purpura, hematom.
g) Tanda-tanda dehidrasi.
h) Tanda-tanda anemia berat.
i) Sklera mata kuning.
j) Pembesaran limpa dan atau hepar.
k) Gagal ginjal ditandai dengan oligouria sampai anuria.
l) Gejala neurologik: kaku kuduk, refleks patologis positif.
3. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan dengan mikroskopik
Sebagai standar emas pemeriksaan laboratoris demam malaria pada
penderita adalah mikroskopik untuk menemukan parasit di dalam
darah tepi. Pemeriksaan darah tebal dan tipis untuk menentukan
ada/tidaknya parasit malaria, spesies dan stadium Plasmodium dan
kepadatan parasit.
Semi kuantitatif:
(-) : tidak ditemukan parasit dalam LPB
(+) : ditemukan 1-10 parasit dalam 100 LPB
(++) : ditemukan 11-100 parasit dalam 100 LPB
(+++) : ditemukan 1-10 parasit dalam 1 LPB
(++++) : ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung permikroliter darah pada sediaan
darah tebal atau sediaan darah tipis.
b) Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test)
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit
malaria, dengan menggunakan metoda immunokromatografi dalam
bentuk dipstik.
c) Tes Serologi
Tes ini berguna untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik
terhadap malaria atau pada keadaan dimana parasit sangat minimal.
Tes ini kurang bermanfaat sebagai alat diagnostic sebab antibodi baru
terbentuk setelah beberapa hari parasitemia. Titer >1:200 dianggap
sebagai infeksi baru, dan tes >1:20 dinyatakan positif.

G. PENATALAKSANAAN
Pengobatan yang diberikan adalah pengobatan radikal malaria dengan
membunuh semua stadium parasit yang ada di dalam tubuh manusia, termasuk
stadium gametosit. Adapun tujuan pengobatan radikal untuk mendapat
kesembuhan klinis dan parasitologik serta memutuskan rantai penularan.9
Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong
karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih
dahulu setiap akan minum obat anti malaria. Dosis pemberian obat sebaiknya
berdasarkan berat badan.
Pengobatan malaria di Indonesia menggunakan Obat Anti Malaria (OAM)
kombinasi. Yang dimaksud dengan pengobatan kombinasi malaria adalah
penggunaan dua atau lebih obat anti malaria yang farmakodinamik dan
farmakokinetiknya sesuai, bersinergi dan berbeda cara terjadinya resistensi.

1. Pengobatan Malaria Falciparum10


Berdasarkan data dari WHO, ACT (Artesunat Combined therapy) merupakan
pengobatan yang dianjurkan pada malaria palcifarum. WHO merekomendasikan 5
ACT, yaitu:
a) Artemeter + lumefantrine
b) Artemeter + amodiaquine
c) Artemeter + mefloquine
d) Artemeter + Sulfadoksin Primetamin (SP)
e) Dihydroartemisinin + piperaquin
Di Indonesia, pengobatan lini pertama pada malaria falsiparum adalah kombinasi
artesunat, amodiaquin, dan piperaquin. Pemakaian artesunat dan amodiakuin
bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual, sedangkan primakuin bertujuan
membunuh gametosit yang berada di dalam darah. Obat kombinasi diberikan per oral
selama tiga hari dengan dosis tunggal harian. Primakuin (basa) diberikan per oral
dengan dosis tunggal 0,75 mg/kg bb yang diberikan pada hari pertama. Primakuin
tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun dan penderita defisiensi G6-
PD. Apabila pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan
penderita, pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti tertera
pada tabel 2. Dosis dewasa maksimal artesunat dan amodiakuin masing-masing 4
tablet, primakuin 3 tablet. Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28
setelah pemberian obat, ditemukan keadaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari
ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak
efektif apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat, gejala klinis memburuk dan
parasit aseksual positif atau gejala klinis memburuk tetapi parasit aseksual tidak
berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).

Pengobatan lini kedua malaria falsiparum diberikan, jika pengobatan lini pertama
tidak efektif di mana ditemukan: gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual
tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi). Pengobatan lini
kedua adalah kombinasi kina, doksisiklin/tetrasiklin dan primakuin. Kina diberikan
per oral, 3 kali sehari dengan dosis sekali minum 10 mg/kgbb selama 7 hari.
Doksisiklin diberikan 2 kali per hari selama 7 hari, dengan dosis dewasa adalah 4
mg/kg bb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2 mg/kg bb/hari. Bila
tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin yang diberikan 4 kali sehari selama
7 hari, dengan dosis 4-5 mg/kg bb. Doksisiklin maupun tetrasiklin tidak boleh
diberikan pada anak dengan umur di bawah 8 tahun dan ibu hamil. Primakuin
diberikan dengan dosis seperti pada pengobatan lini pertama.
Jika pemberian dosis obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan,
pemberian obat dapat diberikan berdasarkan golongan umur seperti pada tabel 3.

Table 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria Falsiparum Berdasarkan


Kelompok Umur
Jumlah Tablet Perhari Berdasarkan Kelompok Umur

Hari Jenis Obat


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun

Artesunat 1 2 3 4

1 Amodiaquin 1 2 3 4

primakuin - - 1 2 2-3

Artesunat 1 2 3 4
2
Amodiaquin 1 2 3 4

Artesunat 1 2 3 4
3
amodiaquin 1 2 3 4

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

Table 3. pengobatan lini kedua malaria falsiparum


Jumlah tablet berdasarkan kelompok usia

Hari Jenis obat


10-14 15
0-11 bulan 1-4 tahun 5-9 tahun
tahun tahun

Kina Dosisi/KgBB 3X 3X1 3X1 3 X (2-3)

2 X 50 2 X 100
Dosisiklin, - - -
mg mg
atau
H-1
4 X 125 4 X 250
Tetrasiklin - - -
mg mg

Primakuin - 1 2 2-3

Kina Dosis/KgBB 3X 3X1 3X1 3 X (2-3)

2-7
2 X 50 2 X 100
dosisiklin - - -
mg mg

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

Parenteral: Jika pasien sakit berat, kina harus diberikan secara infus
intravena Regimen dosis pada dewasa untuk infus kina:dosis muatan 20 mg/kg bb
(sebagai garam kina) (maks. 1,4 g) diberikan selama 4 jam. Setelah 8 jam dilanjutkan
dengan dosis pemeliharaan 10 mg/kg bb (maksimal 700 mg) sebagai garam kina,
infus selama 4 jam dan diulangi tiap 8 jam (sampai pasien dapat menelan tablet untuk
melengkapi pengobatan selama 7 hari), diikuti dengan sulfadoksin + pirimetamin atau
doksisiklin seperti keterangan diatas. Dosis kina secara infus intravena untuk anak
dihitung berdasarkan berat badan dewasa. KEHAMILAN. Malaria falsiparum
malignan sangat berbahaya untuk wanita hamil, terutama pada trimester terakhir.
Pada keadaan ini kina oral atau intravena dengan dosis dewasa dapat diberikan
(termasuk dosis muatan). Doksisiklin sebaiknya dihindari pada wanita hamil
(mempengaruhi perkembangan gigi dan skelet). Sulfadoksin + pirimetamin sebaiknya
juga dihindari sampai adanya data yang lebih lengkap

2. Pengobatan Malaria vivaks, ovale, dan malariae10


Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium vivax dan lebih jarang
oleh Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae umumnya termasuk kategori
malaria ringan.

Di Indonesia, lini pertama pengobatan malaria vivaks dan malaria ovalea


adalah kombinasi klorokuin dan primakuin. Pemakaian klorokuin bertujuan untuk
membunuh parasit stadium aseksual dan seksual, sedangkan primakuin bertujuan
untuk membunuh hipnozoit di sel hati, juga dapat membunuh parasit aseksual di
eritrosit.

Dosis: oral, DEWASA, Klorokuin tablet yang beredar di Indonesia


mengandung 250 mg garam difosfat yang setara dengan 150 mg basa. Klorokuin
diberikan sekali sehari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/ kg bb. Dosis
primakuin adalah 0,25 mg/kg bb per hari yang diberikan selama 14 hari dan
diberikan bersama klorokuin. ANAK dan KEHAMILAN. Seperti pada
pengobatan malaria falsiparum, primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu
hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi G-6-PD. Apabila pemberian dosis
obat tidak memungkinkan berdasarkan berat badan pasien, pemberian obat dapat
diberikan berdasarkan golongan umur seperti pada table 4.
Pengobatan efektif apabila sampai dengan hari ke-28 setelah pemberian obat,
ditemukan keadaaan sebagai berikut: klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak
ditemukan parasit stadium aseksual sejak hari ke-7. Pengobatan tidak efektif
apabila dalam 28 hari setelah pemberian obat:
a) Gejala klinis memburuk dan parasit aseksual positif

b) Gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang


(persisten) atau timbul kembali sebelum hari ke 14 (kemungkinan resisten)

c) Gejala klinis membaik tetapi parasit aseksual timbul kembali antara hari ke 15
sampai hari ke-28 (kemungkinan resisten, relaps atau infeksi baru).

Table 4. pengobatan malaria vivaks & ovale berdasarkan umur

Jumlah tablet berdasarkan umur

Hari Jenis obat


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun

Klorokuin 1 2 3 3-4
H1
Primakuin - - 1

Klorokuin 1 2 3 3-4
H2
Primakuin - - 1

Klorokuin 1/8 1 1 2
H3
Primakuin - - 1

H4-14 Primakuin - - 1

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria


Untuk pengobatan malaria vivaks yang resisten terhadap klorokuin, pilihan
terapi yang dipakai di Indonesia adalah kombinasi kina dan primakuin. Tablet
kina yang beredar di Indonesia adalah tablet yang mengandung 200 mg kina
fosfat atau sulfat. Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kg
bb/kali selama 7 hari. Dosis primakuin adalah 0,25 mg/kg bb per hari yang
diberikan selama 14 hari. Seperti pengobatan malaria pada umumnya, primakuin
tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi < 1 tahun, dan penderita defisiensi
G-6-PD. Dosis obat juga dapat diberikan berdasarkan tabel dosis berdasarkan
golongan umur, seperti pada tabel 5.

Sedangkan untuk pengobatan malaria vivaks yang mengalami kekambuhan.


Pengobatan yang diberikan sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis
primakuin ditingkatkan. Klorokuin diberikan sekali sehari selama 3 hari, dengan
dosis total 25 mg basa/kg bb dan primakuin diberikan selama 14 hari dengan
dosis 0,5 mg/kg bb/ hari. Dosis obat juga dapat diberikan dengan menggunakan
tabel dosis berdasarkan golongan umur pada tabel 6.
Table 5. pengobatan malaria vivaks resisten klorokuin

Jumlah tablet berdasarkan usia

Hari Jenis obat


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun

H 1-7 Kina - - 3x 3x1 3x1 3x3

H 1-14 Primakuin - - 1

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria


Table 6. pengobatan malaria vivaks yang relaps

Jumlah tablet berdasarkan umur

Hari Jenis obat


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun

Klorokuin 1 2 3 3-4
H1
Primakuin - - 1 1 2

Klorokuin 1 2 3 3-4
H2
Primakuin - - 1 1 2

Klorokuin 1/8 1 1 2
H3
Primakuin - - 1 1 2

H4-14 Primakuin - - 1 1 2

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

Khusus untuk penderita defisiensi enzim G6PD yang dapat diketahui melalui
anamnesis ada keluhan atau riwayat warna urin coklat kehitaman setelah minum
obat (golongan sulfa, primakuin, kina, klorokuin dan lain-lain), pengobatan
diberikan secara mingguan.

Klorokuin diberikan sekali seminggu selama 8-12 minggu, dengan dosis 10


mg basa/kg bb/kali. Primakuin juga diberikan bersamaan dengan klorokuin setiap
minggu dengan dosis 0,75 mg/kg bb/kali. Pengobatan juga dapat diberikan
berdasarkan golongan umur penderita seperti dapat dilihat pada tabel 7.
Tabel 7. Table malaria vivaks penderita defisiensi G6PD

Jumlah tablet berdasarkan usia


Lama
Jenis obat
minggu 0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun

8 -12 Korokuin 1 2 3 3-4

8 12 Primakuin - - 1 2 3

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

Untuk pengobatan pada kasus malaria malariae, cukup diberikan dengan


klorokuin sekali sehari selama 3 hari, dengan dosis total 25 mg basa/kg bb.
Klorokuin dapat membunuh Plasmodium malariae bentuk aseksual dan seksual.
Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur penderita yang
dapat dilihat di tabel 8.
Table 8. pengobatan malaria malariae berdasarkan umur
Jumlah tablet berdasarkan usia

Hari Jenis obat


0-1 2-11 1-4 5-9 10-14 15
bulan bulan tahun tahun tahun tahun

H-1 Korokuin 1 2 3 3-4

H-2 Korokuin 1 2 3 3-4

H-3 Korokuin 1/8 1 1 2

Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

3. Pengobatan Malaria Falsiparum di Sarana Kesehatan yang Tidak Tersedia


Obat Artesunat-Amodiakuin10
Di fasilitas pelayanan kesehatan dengan sarana diagnostik malaria dan belum
tesedia obat kombinasi artesunat dan amodiakuin, infeksi Plasmodium
falciparum diobati dengan sulfadoksin-pirimetamin (SP) untuk membunuh parasit
stadium aseksual. Obat ini diberikan dengan dosis tunggal sulfadoksin 25
mg/kgbb atau berdasarkan dosis pirimetamin 1,25 mg/kg bb. Primakuin juga
diberikan untuk membunuh parasit stadium seksual dengan dosis tunggal 0,75
mg/kg bb. Pengobatan juga dapat diberikan berdasarkan golongan umur, seperti
pada tabel 9.
Table 9. pengobatan malaria Falsiparum di sarana kesehatan yang tidak
tersedia artesunat-amodiakuin
Jenis obat berdasarkan usia
Hari Jenis obat <1 tahun 1-4 tahun 5-9 tahun 10-14 15
tahun tahun
SP - 1 2 3
H-1
Primakuin - 1 2 2-3
Dikutip dari: http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

4. Pengobatan Malaria Falsiparum Gagal atau Alergi Sulfadoksin Primetamin


(SP) 10
Jika pengobatan dengan SP tidak efektif (gejala klinis tidak
memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang atau timbul kembali) atau
penderita mempunyai riwayat alergi terhadap SP atau golongan sulfa lainnya
penderita diberi regimen kombinasi kina, doksisiklin/tetrasiklin dan primakuin.
Kina diberikan per-oral, 3 kali sehari dengan dosis 10mg/kg bb/kali selama 7
hari. Doksisiklin diberikan 2 kali per-hari selama 7 hari dengan dosis orang
dewasa adalah 4 mg/kg bb/hari, sedangkan untuk anak usia 8-14 tahun adalah 2
mg/kg bb/hari. Dosis maksimal dewasa yang diberikan untuk kina adalah 9 tablet.
Doksisiklin tidak diberikan pada ibu hamil dan anak usia < 8 tahun. Bila
tidak ada doksisiklin, dapat digunakan tetrasiklin. Tetrasiklin diberikan 4 kali per
hari selama 7 hari, dengan dosis 4-5 mg/kg bb/kali. Seperti halnya doksisiklin,
tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak dengan umur di bawah 8
tahun dan ibu hamil.
Pengobatan dengan primakuin diberikan seperti pada lini pertama. Dosis
maksimal dewasa untuk primakuin adalah 3 tablet. Apabila pemberian dosis obat
tidak memungkinkan berdasarkan berat badan penderita, pemberian obat dapat
diberikan berdasarkan golongan umur, sebagaimana telah tercantum pada tabel 3
yaitu tabel pengobatan lini kedua untuk malaria falsiparum berdasarkan kelompok
umur.

2. Pengobatan Malaria Dengan Komplikasi10


Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi tindakan
umum, pengobatan simptomatik, pemberian obat antimalaria dan penanganan
komplikasi.
Derivat artemisinin parenteral yaitu artesunat intravena/intramuskular atau
artemeter intramuskular merupakan pilihan utama obat antimalaria untuk
pengobatan kasus malaria berat. Artesunat parenteral direkomendasikan untuk
digunakan di rumah sakit atau puskesmas perawatan, sedangkan artemeter
intramuskular direkomendasikan untuk di lapangan atau puskesmas tanpa fasilitas
perawatan. Obat ini tidak boleh diberikan pada ibu hamil trimester pertama yang
menderita malaria berat.
Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering
asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi 0,6 mL natrium bikarbonat
5%. Untuk membuat larutan artesunat dengan mencampur 60 mg serbuk kering
artesunik dengan larutan 0,6 mL natrium bikarbonat 5%. Kemudian ditambah
larutan dekstrose 5% sebanyak 3-5 mL. Artensunat intravena diberikan dengan
dosis muatan secara bolus: 2,4 mg/kg bb selama 2 menit dan diulang setelah 12
jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kg bb secara
intravena satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat
ini juga bisa diberikan secara intramuskular pada dosis yang sama. Bila pasien
sudah dapat minum obat, pengobatan dilanjutkan dengan regimen kombinasi
artesunat, amodiakuin dan primakuin (lihat pengobatan malaria falsiparum tanpa
komplikasi).
Artemeter intramuskular tersedia dalam ampul yang berisi 80 mg
artemeter dalam larutan minyak. Artemeter diberikan dengan dosis muatan 3,2
mg/kg bb intramuskular. Selanjutnya artemeter diberikan 1,6 mg/kg bb secara
intramuskular satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila
penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan regimen
kombinasi artesunat, amodiakuin dan primakuin (lihat pengobatan malaria
falsiparum tanpa komplikasi).
Alternatif pengobatan malaria berat adalah kina dihidroklorida parenteral,
jika tidak tersedia derivat artemisinin parenteral dan pengobatan pada ibu hamil
trimester pertama. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida
25%. Satu ampul berisi 500 mg/2 mL. Pada orang dewasa termasuk untuk ibu
hamil, kina diberikan dengan dosis muatan 20 mg garam/kg bb dilarutkan dalam
500 mL dekstrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama.
Selanjutnya selama 4 jam kedua, hanya diberikan cairan dekstrose 5% atau NaCl
0,9%. Setelah itu, diberikan kina dengan dosis pemeliharaan 10 mg/kg bb dalam
larutan 500 mL dekstrose 5% atau NaCl selama 4 jam. Empat jam selanjutnya,
hanya diberikan lagi cairan dekstrose 5% atau NaCl 0,9%. Setelah itu diberikan
lagi dosis pemeliharaan seperti di atas sampai penderita dapat minum kina per
oral. Bila pasien sudah sadar atau dapat minum obat, pemberian kina intravena
diganti dengan kina tablet per oral dengan dosis 10 mg/kg bb/kali, pemberian 3
kali sehari (dengan total dosis 7 hari dihitung sejak pemberian infus kina yang
pertama). Jika tidak memungkinkan pemberian infus kina, maka dapat diberikan
kina dihidroklorida 10 mg/kg bb secara intramuskular dengan masing-masing
setengah dosis pada paha depan kiri-kanan (jangan diberikan pada pantat). Untuk
pemakaian intramuskular, kina diencerkan dengan 5-8 mL NaCl 0,9% untuk
mendapatkan kadar 60-100 mg/mL.
Pada anak, infus kina HCl 25% diberikan dengan dosis 10 mg/kg bb (bila
umur < 2 bulan: 6-8 mg/kg bb) diencerkan dengan dekstrosa 5% atau NaCl 0,9%
sebanyak 5-10 mL/kg bb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai
penderita sadar dan dapat minum obat.
Untuk Catatan, Kina tidak boleh diberikan secara bolus intravena karena
toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian. Pada penderita gagal
ginjal, dosis muatan tidak diberikan dan dosis pemeliharaan diturunkan hingga
setengahnya Pada hari pertama pemberian kina oral, berikan primakuin denga
dosis 0,75 mg/kg bb. Dosis maksimum kina pada orang dewasa adalah 2000
mg/hari.

3. Terapi Profilaksis Terhadap Malaria10


a) Perlindungan Terhadap Gigitan Nyamuk
Hal yang terpenting untuk diingat adalah profilaksis bersifat relatif dan
tidak mutlak dan infeksi baru dapat saja terjadi walaupun sudah menggunakan
obat-obat yang direkomendasikan. Perlindungan pribadi terhadap gigitan
nyamuk sangat penting. Kelambu yang telah diimpregnasi dengan permetrin
dapat mencegah berbagai gigitan nyamuk. Selain itu, dapat juga digunakan
antinyamuk bakar, antinyamuk listrik dan antinyamuk semprot. Formula
Dietiltoluamid (DEET) dalam lotion, obat semprot atau roll on sangat efektif
dan tidak berbahaya jika digunakan pada kulit, tetapi efek perlindungannya
hanya beberapa jam. Gunakan baju lengan panjang dan celana panjang setelah
senja untuk melindungi terhadap gigitan nyamuk.
b) Lamanya Profilaksis
Profilaksis sebaiknya diberikan satu minggu (sebaiknya dua setengah
minggu bila menggunakan meflokuin) sebelum berkunjung ke daerah
endemis. Bila tidak memungkinkan, maka diberikan sesegera mungkin 1 atau
2 hari sebelum masuk daerah endemis. Pemberian profilaksis dilanjutkan
sampai 4 minggu setelah keluar dari daerah endemis. Oleh
karena Plasmodium falciparum merupakan spesies yang virulensinya tinggi
maka profilaksis terutama ditujukan pada infeksi spesies ini.
Sehubungan dengan laporan tingginya tingkat resistensi Plasmodium
falciparum terhadap klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk
kemoprofilaksis. Doksisiklin diberikan setiap hari dengan dosis 2 mg/kg bb
selama tidak lebih dari 4-6 minggu. Doksisiklin tidak boleh diberikan kepada
anak umur < 8 tahun dan ibu hamil.
Profilaksis untuk Plasmodium vivax dapat diberikan klorokuin dengan
dosis 5 mg/kg bb setiap minggu. Obat tersebut diminum satu minggu sebelum
masuk ke daerah endemis sampai 4 minggu setelah kembali. Dianjurkan tidak
menggunakan klorokuin tidak lebih dari 3-6 bulan. Namun, pada mereka yang
memerlukan profilaksis jangka panjang, klorokuin dapat digunakan selama 5
tahun. Meflokuin dapat digunakan sampai 1 tahun. Doksisiklin dapat
digunakan sampai 2 tahun. Pertimbangan spesialis sebaiknya diperhatikan
pada profilaksis jangka panjang.
c) Kembali Dari Daerah Malaria
Penyakit yang timbul dalam satu tahun, terutama dalam 3 bulan setelah
kembali dari daerah malaria, sangat mungkin merupakan malaria walaupun
semua cara pencegahan telah dilaksanakan. Orang tersebut sebaiknya
diingatkan terutama bila sakit dalam tiga bulan setelah perjalanan, agar segera
mengunjungi dokter dan melaporkan kemungkinan paparan dengan malaria.

4. Obat-obatan pada program pemberantasan Malaria10


Obat malaria dan antibiotik yang dipakai dalam program pemberantasan
malaria adalah
a) Amodiakuin. Tablet amodiakuin 200 mg dari basa setara hidroklorid atau
153,1 mg dari basa setara klorohidrat.
b) Artesunat. Tablet natrium artesunat 50 mg atau injeksi
intramuskular/intravena 60 mg natrium artesunat dalam 1 mL larutan injeksi.
c) Primakuin. Tablet 15 mg primakuin basa.
d) Klorokuin. Tablet 150 mg klorokuin basa setara fosfat atau sulfat.
e) Kina. Tablet 200 mg kina basa setara 20 mg bentuk garam atau injeksi kina
HCl 25% berisi 500 mg basa dalam ampul 2 mL (250 mg basa/mL).
f) Doksisiklin. Kapsul dan tablet mengandung 100 m g doksisiklin garam setara
hidroklorid.
g) Tetrasiklin. Kapsul dan tablet 250 mg tetrahidroklorid setara dengan 231 mg
tetrasiklin basa.

H. PROGNOSIS
1. Prognosis malaria berat tergantung pada kecepatan dan ketepatan
diagnosis serta pengobatan
2. Pada malaria berat yang tidak ditanggulangi, maka mortalitas yang
dilaporkan pada anak-anak 15%, dewasa 20% dan pada kehamilan
meningkat sampai 50%.
3. Prognosis malaria berat dengan gangguan satu fungsi organ lebih
baik daripada gangguan 2 atau lebih fungsi organ.
a) Mortalitas dengan gangguan 3 fungsi organ adalah 50%.
b) Mortalitas dengan gangguan 4 atau lebih fungsi organ adalah
75%.
c) Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:
Kepadatan parasit <100.000/ L, maka mortalitas <1%.
Kepadatan parasit >100.000/ L, maka mortalitas >1%
Kepadatan parasit >500.000/ L, maka mortalitas >5%.
DAFTAR PUSTAKA

1. Harijanto PN. Malaria. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III, edisi V.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; Hal: 2183.
2. Munthe CE. Malaria serebral. Cermin dunia kedokteran 2001; 131: 5-6
3. WHO. Guidelines fot the treatment of malaria. 2008.
4. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2001 UNICEF Indonesia, 2000,
Multiple Indicator Cluster Survey Report on the Education and Health of
Mothers and Children
5. Gandahusada, Srisasi dkk. Parasitologi Kedokteran, Edisi 3. FKUI Jakarta,
1998; 171-209
6. Nafsiah. KEPMENKES Tentang Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria.
2012. Jakarta :Menkes
7. Gunawan S. Epidemiologi Malaria. Dalam: Harijanto PN (editor). Malaria,
Epidemiologi, Patogenesis, Manifestasi Klinis dan Penanganan. Jakarta: EGC,
2000; Hal: 1-15.
8. Taylor TE, Strickland GT. Malaria. In : Strickland GT (Ed). Hunters.
Tropical Medicine and Emerging Infectious Diseases, 8th ed. W.B
9. Rani AA, Soegondo S, Wijaya IP. Panduan Pelayanan Medik PAPDI. Editors.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta ; 2006 : 148-51
10. http://pionas.pom.go.id/ioni/bab-5-infeksi/55-infeksi-protozoa/551-antimalaria

Anda mungkin juga menyukai