Hipertensi
1. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah 140/90 mm Hg atau lebih
tinggi. Definisi konservatif ini telah dipertanyakan karena data epidemiologi
menunjukkan hubungan posistif antara risiko kematian dari penyakit arteri
koroner dan stroke dengan tekanan darah sistolik atau diastolik minimum 115/75
mm Hg (Victor,2012). Secara klinis, hipertensi dapat didefinisikan sebagai tingkat
tekanan darah di mana dilakukan terapi mengurangi tekanan darah terkait
morbiditas dan mortalitas (Kotchen,2015).
2. Epidemiologi
Peningkatan tekanan darah berkaitan dengan dengan usia, prevelensi
hipertensi bervariasi antar negara dan antar sub populasi dalam suatu negara.
Hipertensi terdapat di semua populasi kecuali sejumlah kecil individu yang hidup
di negara berkembang. Dalam masyarakat industri meningkat terus-menerus
selama dua dekade pertama kehidupan (Kotchen,2015). Beberapa studi
menunjukkan bahwa hipertensi lebih menonjol pada laki-laki dibandingkan pada
perempuan. Dalam penelitian lain, prevelensi hipertensi lebih tinggi pada
perempuan dibandingkan pada laki-laki. Sedangkan dalam beberapa penelitian
tidak terdapat perbedaan. Dalam penelitian Vera et al., (2012)tidak menemukan
perbedaan perbedaan prevelensi hipertensi antara laki-laki dan perempuan.
Hampir satu dari empat orang dewasa berusia 35 dan 45 tahun di Serbia menderita
hipertensi. Lebih dari 75% orang dewasa berusia 65 atau lebih menderita
hipertensi. Peningkatan hipertensi terkait usia telah ditemukan di seluruh dunia.
3. Etiologi
Baik faktor lingkungan dan genetik dapat berkontribusi dalam
perkembangan hipertensi. Obesitas dan peningkatan berat badan merupakam
faktor risiko independen penyakit hipertensi. Prevelensi hipertensi berhubungan
dengan asupan Na Cl, dan peningkatan tekanan darah terkait usia ditambah
dengan saupan Na Cl tinggi dan konsumsi makanan rendah kalsium dan kalium
berkontribusi untuk meningkatkan risiko hipertensi. Urin rasio narium-kalium
(indeks dari intake natrium dan kalium) adalah korelasi kuat tekanan darah
daripada natrium atau kalium saja. Konsumsi alkohol, stres psikososial, dan
rendahnya aktivitas fisik dapat menyebabkan hipertensi (Kotchen,2015).
4. Faktor Risiko
a. Faktor risiko tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia.
Seseorang rentan mengalami hipertensi pada usia antara 30-55 tahun. Usia
menyebabkan arteri kehilangan elastisitas atau kelenturan sehingga
pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku,
selain itu, pada usia lanjut sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks
baroreseptor mulai berkurang. Hal ini mengakibatkan tekanan darah
meningkat seiring dengan bertambahnya usia (Syukraini, 2009).
2) Jenis kelamin
Prevalensi hipertensi antara wanita dan pria sebenarnya sama saja, namun
sebelum memasuki usia lanjut, satu diantara lima orang pria dewasa
memiliki peluang untuk hipertensi. Hal ini lebih tinggi dibandingkan
dengan wanita. Wanita terlindungi dari penyakit kardiovaskular sebelum
menopause karena adanya peran hormon esterogen yang mampu
melindungi kerusakan pada endotel pembuluh darah, selain itu juga
esterogen dapat meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL).
Saat menginjak masa premenopause wanita akan kehilangan hormon
esterogennya sehingga hipertensi mudah saja untuk terjadi pada wanita
sesuai dengan faktor resiko yang lain (Syukraini, 2009).
3) Riwayat keluarga hipertensi
Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, sebagian gennya akan
berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan yang akan meningkatkan
tekanan darah. Riwayat keluarga dekat yang mempunyai hipertensi akan
meningkatkan risiko hipertensi sebesar 4 kali lipat melaporkan bahwa
seseorang yang normal dengan riwayat hipertensi pada keluarga terjadi
penurunan aktivitas saraf parasimpatis yang signifikan. perubahan saraf
otonom ini diturunkan melalui genetik yang berperan dalam kejadian
hipertensi.
b. Faktor risiko dapat dimodifikasi
1) Stres
Stres telah lama diketahui mampu merangsang peningkatan
tekanan darah. Rasa stres seperti tertekan, murung, rasa marah,
dendam, rasa takut, rasa bersalah) dapat merangsang pelepasan
hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta
lebih kuat, sehingga tekanan darah akan meningkat. Jika stres
berlangsung cukup lama, tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan
patologis yang mungkin menetap, selain itu peristiwa yang
menyebabkan stres mendadak dapat belum dapat dipastikan untuk
mampu meningkatkan tekanan darah (Nurkhalida, 2003).
2) Asupan Garam
Asupan nutrisi yang mampu mempengaruhi kejadian hipertensi
salah satunya adalah natrium atau garam. Garam merupakan faktor
yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Asupan garam
kurang dari tiga gram setiap hari memiliki prevalensi hipertensi yang
rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per hari
menyebabkan prevalensi hipertensi meningkat antara 15-20%, oleh
karena itu WHO menganjurkan untuk pembatasan konsumsi garam
dapur hingga 6 gram sehari atau setara dengan 2400 mg natrium
(Syukraini, 2009).
Pada dasarnya konsumsi natrium bersama klorida yang
terdapat dalam garam dapur dengan jumlah normal dapat membantu
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan
darah, namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air
(retensi), sehingga meningkatkan volume darah, akibatnya jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompanya dan tekanan darah
menjadi tinggi. Beberapa peneliti membuktikan bahwa mereka yang
memiliki kecsenderungan menderita hipertensi secara keturunan
memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk mengeluarkan garam
dari tubuhnya (Syukraini, 2009).
3) Merokok
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya
tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Zat nikotin yang
terdapat dalam rokok dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya plak dan penyempitan
lumen, selain itu nikotin juga mampu meningkatkan pelepasan
epinefrin yang dapat mengakibatkan terjadinya penyempitan dinding
arteri. Nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di
dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah dan mencapai otak.
Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini
akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Zat lain dalam
rokok adalah Karbon monoksida (CO) yang juga mengakibatkan
jantung akan bekerja lebih berat untuk memberi cukup oksigen ke sel-
sel tubuh (Mannan et al., 2012).
4) Aktivitas fisik
Aktifitas fisik yang teratur seperti olahraga sering dihubungkan
dengan pengelolaan hipertensi. Hal ini dikarenakan olahraga isotonik
yang teratur mampu menurunkan tahanan perifer yang dapat menurun
juga tekanan darah. Sebagian besar ahli berpendapat bahwa seseorang
yang tidak melakukan olahraga teratur meningkatkan resiko
hipertensi sebesar 2 kali dibandingkan orang yang berolahraga teratur,
bahkan seseorang yang tidak pernah melakukan aktivitas fisik secara
aktif cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih
tinggi, sehingga otot jantung harus bekerja lebih keras setiap
kontraksinya (Syukraini, 2009).
5) Obesitas
Obesitas atau kegemukan ditentukan dengan membandingkan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadart dalam meter,
sehingga menghasilkan Indeks Masa Tubuh (IMT). Obesitas dapat
terjadi ketika seseorang lebih banyak mengkonsumsi lemak dan
protein tanpa memperhatikan serat. Semakin besar masa tubuh, makin
banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan
ke jaringan tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga
memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat
badan juga meningkatkan frekuensi denyut jantung. (Syukraini,
2009).
7. Patofisiologi
Pada gambar 2.3curah jantung dan resistensi perifer adalah dua penentu
tekanan arteri. Curah jantung ditentukan oleh stroke volume dan denyut jantung,
stroke volume terkait dengan kontraktilitas miokard dan ukuran kompartemen
vaskuler. Resistensi perifer perubahan anatomi dan fungsional arteri kecil dan
arteriol (Kotchen,2015). Pada tingkat sistem-organ, hipertensi menyebabkan
fungsi jalur yang memicu vasokonstriksi dan retensi natrium atau hilangnya fungsi
yang memicu vasodilatasi dan ekskresi natrium. Saraf, hormon, ginjal, dan
vaskuler terlibat dalam mekanisme ini. Terdapat bukti peningkatan aktivasi
neurohormonal berkontribusi pada patofisiologi awal karena penurunan fungsi
dan struktur vaskuler (Victor,2012).
Stroke Volume
Curah Jantung
Denyut Jantung
Tekanan Arteri
Struktur Vaskuler
Resisten Perifer
Fungsi Vaskuler
Gambar 2.3. Faktor Penentu Tekanan Arteri
(Kotchen,2015)
9. Komplikasi
Hipertensi menggandakan risiko penyakit kardiovaskuler, termasuk
penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung (CHF), stroke hemoragik dan
iskemik, gagal ginjal, dan penyakit arteri perifer (Kotchen,2015).