Anda di halaman 1dari 38

AKADEMI KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BALI


2015/2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan
rahmatnya,kami dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus kelompok Keperawatan
Medikal Bedah dengan judul Asuhan Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio Caesarea ex
Chepalo Pelvik Disproportion.
Pada kesempatan kali ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
maupun rekan yang telah membantu, selama kami melaksanakan praktik Keperawatan
Medikal Bedah sampai selesainya pembuatan laporan ini.
Untuk itu kami mengucapkan terima kasih kepada Kedua orang tua yang telah membantu doa
dan materi sehingga laporan kasus ini dapat selesai dengan baik, Teman-teman seangkatan
yang telah ikut membantu selama kegiatan pembuatan video praktik Keperawatan Medikal
Bedah ini sampai selesai, Dan semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan
satu persatu.
Kami menyadari dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kekurangannya. Maka
dari itu kritik dan saran dari para pembaca sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan
selanjutnya.
Akhir kata semoga laporan kasus praktik Keperawatan Medikal Bedah ini dapat
memberi pencerahan serta manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 29 November 2015

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
I.I. Latar Belakang
I.2.Tujuan Pembuatan Makalah
BAB II KONSEP DASAR
2.I. Pengertian Sectio Caesarea
2.2. Etiologi
2.3. Patofisiologi
2.4. Pathway Keperawatan
2.5. Pemeriksaan Penunjang
2.6. Komplikasi
2.7. Pengkajian
2.8. Diagnosa Keperawatan
2.9. Fokus Intervensi, dan Rasional
2.10. Penatalaksanaan
BAB III TINJAUAN KASUS
3.I. Asuhan Keperawatan Pra Operatif di Kamar Bedah
3.2. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah
3.3. Asuhan Keerawatan Post Operatif di Kamar Bedah
BAB IV PEMBAHASAN
BAB V PENUTUP
4.1. Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Saat ini operasi Caesar menjadi trend karena berbagai alasan. Dalam 20 tahun
terakhir angka operasi Caesar meningkat pesat. Operasi ini kadang-kadang terlalu sering
dilakukan sehingga para kritikus menyebutnya sebagai Panacea (obat mujarab) praktek
kebidanan. Semakin modern alat penunjang kesehatan, semakin baik obat-obat terutama
antibiotik dan tingginya tuntutan terhadap dokter, menunjang meningkatnya angka operasi
Caesar di seluruh dunia (Seno Adjie, 2002). Di Indonesia angka persalinan caesar di 12
Rumah Sakit pendidikan antara 2,1 % 11,8 %. Angka ini masih di atas angka yang diusul
oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1985 yaitu 10 % dari seluruh persalinan
Caesar nasional (Rahwan,2004). Di Propinsi Gorontalo, khususnya di RS rujukan angka
kejadian SC pada tahun 2008 terdapat 35 % dan meningkat menjadi 38 % pada tahun 2009.
(Profil Dikes Propinsi, 2009).

Ada beberapa indikasi dari sectio caesarea, salah satunya adalah Chepalo Pelvik
Disproportion (CPD). Panggul sempit didefinisikan sebagai ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat
melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan
lahir secara alami.
Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun
Laporan Kasus Keperawatan Medikal Bedah dengan mengambil kasus berjudul Asuhan
Keperawatan pada Ny. A dengan Sectio Caesarea ex ChepaloPelvik Disproportion Di Ruang
IBS RSUD Bangli.

1.2.Tujuan
1. Tujuan umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan sectio
caesarea (Pre, Intra dan Post Operatif).
2. Tujuan khusus
a) Memahami definisi Sectio Caesarea.
b) Mengetahui Etiologi, Patofisiologi Sectio Caesarea.
c) Mengetahui Manifestasi klinik Sectio Caesarea.
d) Mengetahui penatalaksanaan dalam Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Sectio
Caesarea.
BAB II

KONSEP DASAR

2.1. Pengertian

Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka


dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomy untuk melahirkan janin
dari dalam rahim. Dalam operasi caesar ada tujuh lapisan yang diiris pisau bedah, yaitu
lapisan kulit, lapisan lemak, sarung otot, otot perut, lapisan dalam perut, lapisan luar rahim,
dan rahim. Setelah bayi dikeluarkan, lapisan itu kemudian dijahit lagi satu-persatu, sehingga
jahitannya berlapis-lapis.

Jenis-jenis operasi sectio caesarea :

1. Abdomen (Sectio caesar abdominalis)


a. Sectio caesarea Transperitonealis
SC klasik atau corporal (dengan insisi memanjang pada corpus uteri) dilakukan
dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Mengeluarkan janin dengan cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung kemih
tertarik, sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.
Kekurangan :
Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal, karena tidak ada reperitonealis yang baik,
untuk persalinan yang berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
SC Ismika atau profundal (Low servical dengan insisi pada segmen bawah rahim)
Dilakukan dengan melakukan sayatan melintang konkat pada segmen bawah rahim (low
servical transversal) kira-kira 10 cm.
Kelebihan :
Penjahitan luka lebih mudah
Penutupan luka dengan reperitonealisasi yang baik
Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan penyebaran isi
uterus ke rongga peritoneum
Pendarahan tidak begitu banyak
Kemungkinan rupture uteri spontan berkurang atau lebih kecil
Kekurangan :
Luka dapat melebar kekiri, kekanan, dan bawah, sehingga dapat menyebabkan
uteri pecah dan mengakibatkan banyak pendarahan
Keluhan pada kandung kemih post operasi tinggi
b. Sectio Ekstra Peritonealis yaitu tanpa membuka peritonium parietalis dengan demikian
tidak membuka cavum abdominal.

2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)


Menurut sayatan pada rahim, sectio caesarea dapat dilakukam sebagai berikut :
a. Sayatan memanjang (Longitudinal)
b. Sayatan Melintang (Transversal)
c. Sayatan huru T (T insicion)
Ada dua jenis sayatan operasi yang dikenal yaitu :
Sayatan Melintang
Sayatan pembedahan dilakukan dibagian bawah rahim. Sayatan melintang dimulai dari
ujung atau pinggir selangkangan (shymphisisis) di atas batas rambut kemaluan sepanjang
sekitar 10-14 cm. Keuntungannya adalah parut pada rahim kuat sehingga cukup kecil
resiko menderita rupture uteri (robek rahim) di kemudian hari. Hal ini karena pada masa
nifas, segmen bawah rahim tidak banyak mengalami kontraksi sehingga luka operasi
dapat sembuh lebih sempurna (Kasdu, 2003, hal. 45)
Sayatan Memanjang (SC klasik)
Meliputi sebuah pengirisan memanjang dibagian tengah yang memberikan suatu ruang
yang lebih besar untuk mengeluarkan bayi, namun jenis ini kini jarang dilakukan karena
jenis ini labil, rentan terhadap komplikasi (Dewi Y. 2007. Hal 4)

2.2. Etiologi
1. Indikasi section caesarea

Indikasi sectio caesarea (Cuningham, F Garry, 2005: 595)

a. Riwayat sectio caesarea


Uterus yang memiliki jaringan parut dianggap sebagai kontraindikasi untuk
melahirkan karena dikhawatirkan akan terjadi rupture uteri. Resiko ruptur uteri
meningkat seiring dengan jumlah insisi sebelumnya, klien dengan jaringan perut
melintang yang terbatas disegmen uterus bawah , kemungknan mengalami robekan
jaringan parut simtomatik pada kehamilan berikutnya
b. Distosia persalinan
Distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu lambatnya kemajuan
persalinan, persalinan abnormal sering terjadi terdapat disproporsi antara bagian
presentasi janin dan jalan lahir, kelainan persalinan terdiri dari :

1) Ekspulsi (kelainan gaya dorong)


Oleh karena gaya uterus yang kurang kuat, dilatasi servik (disfungsi uterus) dan
kurangnya upaya utot volunter selama persalinan kala dua.
2) Panggul sempit
3) Kelainan presentasi, posisi janin
4) Kelainan jaringan lemak saluran reproduksi yang menghalangi turunnya janin
5) Gawat janin

c. Letak sungsang

Janin dengan presetasi bokong mengalami peningkatan resiko prolaps tali pusat dan
terperangkapnya kepala apabila dilahirka pervaginam dibandingkan dengan janin
presentasi kepala.

2.3. Patofisiologi

Amnion terdapat pada plasenta dan berisi cairan yang didalamnya adalah sifat dari
kantung amnion adalah bakteriostatik yaitu untuk mencegah karioamnionistis dan infeksi pada
janin. Atau disebut juga sawar mekanik terhadap infeksi. Setelah amnion terinfeksi oleh
bakteri dan disebut kolonisasi bakteri maka janin akan berpotensi untuk terinfeksi juga pada
25% klien cukup bulan yang terkena infeksi amnion, persalinan kurang bulan terkena indikasi
ketuban pecah dini daripada 10% klien persalinan cukup bulan indikasi ketuban pecah dini
akan menjadi tahap karioamnionitis (sepsis, infeksi menyeluruh). Keadaan cerviks yang baik
pada kontraksi uterus yang baik, maka persalinan per vagina dianjurkan, tetapi apabila terjadi
gagal induksi cerviks atau induksi cerviks tidak baik, maka tindakan sectio caesarea tepat
dilakukan secepat mungkin untuk menghindari kecacatan atau terinfeksinya janin lebih parah.

2.4. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mengetahui panggul sempit dapat dilakukan pemeriksaan, diantaranya


(Smeltzer 2001 : 339) :

1. Darah rutin (mis Hb)


2. Urinalisis : menentukan kadar albumin/glukosa
3. Pelvimetri : menentukan CPD
4. USG abdomen
5. Gula darah sewaktu

2.6. Komplikasi

Komplikasi sectio caesarea mencakup periode masa nifas yang normal dan komplikasi
setiap prosedur pembedahan utama. Kompikasi sectio caesarea (Hecker, 2001 ; 341)

a. Perdarahan

Perdarahan primer kemungkinan terjadi akibat kegagalan mencapai hemostasis


ditempat insisi rahim atau akibat atonia uteri, yang dapat terjadi setelah pemanjangan
masa persalinan.

b. Sepsis sesudah pembedahan

Frekuensi dan komplikasi ini jauh lebih besar bila sectio caesarea dilakukan selama
persalinan atau bila terdapat infeksi dalam rahim. Antibiotik profilaksis selama 24 jam
diberikan untuk mengurangi sepsis.

c. Cedera pada sekeliling stuktur

Beberapa organ didalam abdomen seperti usus besar, kandung kemih, pembuluh
didalam ligamen yang lebar, dan ureter, terutama cenderung terjadi cedera. Hematuria
yang singkat dapat terjadi akibatterlalu antusias dalam menggunakan retraktor
didaerah dinding kandung kemih.
d. Komplikasi Pada anak
Seperti halnya dengan ibunya, nasib anak yang dilahirkan dengan sectio caesarea
banyak tergantung dari keadaan yang menjadi alasan untuk melakukan sectio caesaria.
Menurut statistik di negara negara dengan pengawasan antenatal dan intra natal yang
baik, kematian perinatal pasca sectio caesaria berkisar antara 4 dan 7 %. (Sarwono,
1999).

2.7. Penatalaksanaan Medis

Penatalaksanaan medis dan perawatan setelah dilakukan sectio caesarea (Cuningham,


F Garry, 2005 : 614)

1. Perdarahan dari vagina harus dipantau dengan cermat

2. Fundus uteri harus sering dipalpasi untuk memastikan bahwa uterus tetap
berkontraksi dengan kuat

3. Analgesia meperidin 75-100 mg atau morfin 10-15 mg diberikan, pemberian


narkotik biasanya disertai anti emetik, misalnya prometazin 25 mg

4. Periksa aliran darah uterus palingsedikit 30 ml/jam

5. Pemberian cairan intra vaskuler, 3 liter cairan biasanya memadai untuk 24 jam
pertama setelah pembedahan

6. Ambulasi, satu hari setelah pembedahan klien dapat turun sebertar dari tempat tidur
dengan bantuan orang lain

7. Perawatan luka, insisi diperiksa setiap hari, jahitan kulit (klip) diangkat pada hari
keempat setelah pembedahan

8. Pemeriksaan laboratorium, hematokrit diukur pagi hari setelah pembedahan untuk


memastikan perdarahan pasca operasi atau mengisyaratkan hipovolemia

9. Mencegah infeksi pasca operasi, ampisilin 29 dosis tunggal, sefalosporin, atau


penisilin spekrum luas setelahjanin lahir

2.8. Pengkajian Fokus

Pengkajian keperawatan Pra bedah di ruangan :

A. Data Subyektif
1. Pengetahuan dan Pengalaman Terdahulu.
a) Pengertian tentang bedah yang dianjurkan
o Tempat
o Bentuk operasi yang harus dilakukan
o Informasi dari ahli bedah lamanya dirawat dirumah sakit, keterbatasan setelah di
bedah.
o Kegiatan rutin sebelum operasi.
o Kegiatan rutin sesudah operasi.
o Pemeriksaan-pemeriksaan sebelum operasi.

b) Pengalaman Bedah Terdahulu


o Bentuk, sifat, rontgen
o Jangka waktu

2. Kesiapan Psikologis Menghadapi Bedah

a) Penghayatan-penghayatan dan ketakutan-ketakutan menghadapi bedah yang


dianjurkan.
b) Metode-metode penyesuaian yang lazim
c) Agama dan artinya bagi pasien.
d) Kepercayaan dan praktek budaya terhadap bedah.

e). Keluarga dan sahabat dekat


o Dapat dijangkau (jarak)
o Persepsi keluarga dan sahabat sebagai sumber yang memberi bantuan.
3. Status Fisiologis

a. Obat-obat yang dapat mempengaruhi anaesthesi atau yang mendorong komplikasi-


komplikasi pascabedah.
b. Berbagai alergi medikasi, sabun, plester.
c. Penginderaan : kesukaran visi dan pendengaran.
d. Nutrisi : intake gizi yang sempurna (makanan, cairan) mual, anoreksia.
e. Motor : kesukaran ambulatori, gerakan tangan dan kaki, arthritis, bedah orthopedi
yang terdahulu (penggantian sendi, fusi spinal).
f. Alat prothesa : gigi, mata palsu, dan ekstremitas.
g. Kesantaian : bisa tidur, terdapat nyeri atau tidak nyaman, harapan mengenai terbebas
dari nyeri setelah operasi.

B. Data Obyektif

1. Pola berbicara : mengulang-ulang tema, perubahan topik tentang perasaan (cemas),


kemampuan berbahasa Inggris.
2. Tingkat interaksi dengan orang lain.
3. Perilaku : gerakan tangan yang hebat, gelisah, mundur dari aktifitas yang sibuk
(cemas).
4. Tinggi dan berat badan.
5. Gejala vital.
6. Penginderaan : kemampuan penglihatan dan pendengaran.
7. Kulit : turgor, terdapat lesi, merah atau bintik-bintik.
8. Mulut : gigi palsu, kondisi gigi dan selaput lendir.
9. Thorak : bunyi nafas (terdapat, sisanya) pemekaran dada, kemampuan bernafas dengan
diafragma, bunyi jantung (garis dasar untuk perbandingan pada pasca bedah).
10. Ekstremitas : kekuatan otot (terutama) kaki, karakteristik nadi perifer sebelum bedah
vaskuler atau tubuh.
11. Kemampuan motor : adalah keterbatasan berjalan, duduk, atau bergerak di tempat
duduk, koordinasi waktu berjalan.

Pengkajian pra bedah di kamar bedah :


a. Pengkajian Psikososial
- Perasaan takut/cemas
- Keadaan emosional pasien
b. Pengkajian Fisik
- TTV
- Sistem integumentum : pucat, sianosis, adakah penyakit kulit di area badan
- Sistem kardiovaskuler
Apakah ada gangguan pada sisitem cardio ?
Validasi apakah pasien menderita penyakit jantung ?
Kebiasaan minum obat jantung sebelum operasi.
Kebiasaan merokok, minum alcohol
Oedema
Irama dan frekuensi jantung.
Pucat

- Sistem pernafasan
Apakah pasien bernafas teratur ?
Batuk secara tiba-tiba di kamar operasi.
- Sistem gastrointestinal : apakah pasien diare ?
- Sistem reproduksi : Apakah pasien mengalami menstruasi?
- Sistem saraf : kesadaran
- Validasi persiapan fisik pasien
Apakah pasien puasa ?
Lavement ?
Kapter ?
Perhiasan ?
Make up ?
Scheren / cukur bulu pubis ?
Pakaian pasien / perlengkapan operasi ?
Validasi apakah pasien alaergi terhadap obat ?

Pengkajian intra bedah di kamar bedah :


Hal-hal yang dikaji selama dilaksanakannya operasi bagi pasien yang diberi anaesthesi
total adalah yang bersifat fisik saja, sedangkan pada pasien yang diberi anaesthesi lokal
ditambah dengan pengkajian psikososial.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikaji adalah :
a. Pengkajian mental
Bila pasien diberi anaesthesi lokal dan pasien masih sadar / terjaga maka sebaiknya
perawat menjelaskan prosedur yang sedang dilakukan terhadapnya dan memberi dukungan
agar pasien tidak cemas/takut menghadapi prosedur tersebut.
b. Pengkajian fisik
- Tanda-tanda vital
(Bila terjadi ketidaknormalan tanda-tanda vital dari pasien maka perawat harus
memberitahukan ketidaknormalan tersebut kepada ahli bedah).
- Transfusi
(Monitor flabot transfusi sudah habis apa belum. Bila hampir habis segera diganti dan
juga dilakukan observasi jalannya aliran transfusi).
- Infus
(Monitor flabot infuse sudah habis apa belum. Bila hampir habis harus segera diganti
dan juga dilakukan observasi jalannya aliran infuse).
- Pengeluaran urin
Normalnya pasien akan mengeluarkan urin sebanyak 1 cc/kg BB/jam.

2.9. Diagnosa Keperawatan

A. Diagnosa Umum (Doengoes, 2000)


a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek samping dari anaesthesi.
b. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post operasi.
c. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan.
d. Resiko injury berhubungan dengan kelemahan fisik, efek anaesthesi, obat-obatan
(penenang, analgesik) dan imobil terlalu lama.
e. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien (Brunnert dan suddart)

B. Diagnosa Tambahan (Doengoes, 2000).


Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi sekret.
Resiko retensi urine berhubungan dengan anaesthesi, bedah pelvis, dan kurang
gerak.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan salah memahami informasi.
Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang prosedur
pembedahan.
Nausea berhubungan dengan efek anaesthesi, narkotika, ketidaseimbangan
elektrolit.
Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksoia,
lemah, nyeri, mual.
Konstipasi berhubungan dengan efek anaesthesi.

2.10. Fokus Intervensi dan Rasional


a. Gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien
Tujuan : pola nafas klien normal
Intervensi :
- Kaji pola nafas klien (rasionalnya : mengetahui supali oksigen)
- Monitor TTV (apakah mengalami kenaikan)
- Beri posisi kepala lebih tinggi dari kaki, semi fowler (posisi nyaman, membantu
pola nafas efektif)
- Beri tarapi oksigen (membantu dalam suplai oksigen)
b. Kurang volume cairan berhubungan dengan perdarahan (Doenges, 2000)
Tujuan : memenuhi kebutuhan cairan sesuai kebutuhan tubuh
Kriteria Hasil : intake dan out put seimbang
Intervensi :
1) Observasi perdarahan (mengetahui jumlah darah yang keluar)
2) Monitor intake dan out put cairan
3) Monitor tanda-tanda vital (apakah mengalami kenaikan)
4) Kolaborasi pemberian cairan elektrolit sesuai program (memenuhi kebutuhan
tubuh akan cairan elektrolit yang seimbang)
c. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (kulit tak utuh) (Nanda
Nic Noc, 2005)
Tujuan : tidak ada tanda-tanda infeksi (rubor, kalor, dolor, fungiolesa), jumlah leukosit dalam
batas normal
Intervensi :
- Kaji lebar luka, kedalaman, panjang, warna, panas/tidak, merah atau hitam
(mengetahui seberapa besar resiko infeksi)
- Inspeksi lebar luka/insisi bedah
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan efek anestesi
Tujuan : mengatasi masalah gangguan pertukaran gas
Intervensi :
1. Kaji status pernapasan secaraperiodik, catat adanya perubahan pada usaha
tingkatan hipoksia
2. Auskultasi bunyi paru secara periodic, catat kualitas bunyi napas, wheezing,
ekspirasi memanjang dan observasi kesimetrisan gerakan dada
3. Kaji adanya sianosis
- Auskultasi irama dan bunyi jantung
- Bantu klien untuk beristirahat dengan menjaga ketenangan lingkungan
- Posisikan klien dalam posisi nyaman (fowler atau semi fowler)
- Ajarkan dan motivasi klien untuk melakukan pernapasanmulut/ bibir (pursed
lip)
- Monitor keseimbangan intake dan output cairan
- Monitor saturasi oksigen (bila Pulse Oximetri ada)
e. Nyeri akut berhubungan dengan proses pembedahan
Tujuan : nyeri berkurang, pasien terlihat rileks
Intervensi :
- Kaji tingkat, skala nyeri
- Beri posisi nyaman (mengurangi nyeri)
- Ajarkan teknik relaksasi (mengurangi nyeri)
- Beri kompres dingin (mengurangi nyeri dan menghentikan pendarahan)
- Kolaborasi pemberian obat analgetik (mengurangi nyeri)
BAB III
TINJAUAN KASUS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. A DENGAN SECTIO CAESAREA
EX CPD DI IBS RS BANGLI

I. Asuhan Keperawatan Pre Operatif di Kamar Bedah


Timbang terima pasien dengan petugas pengantar pasien :
Pada tanggal 31 januari 2012, pukul 9.20 di IBS RS Bangli.
1. Biodata Pasien
a. Nama : Ny. A
b. Umur : 32 tahun
c. No. CM : 27. 63. 07
d. Bangsal : Bedah
e. Dx. Medis : CPD
f. Tindakan Operasi : SC
g. Jenis Anestesi : Spinal Anestesi
h. Kamar Operasi/Tgl : OK 1/1 DESEMBER 2015
i. Ceck list Pre Operatif tentang :
Gelang identitas : Ada
Informent Consent : Ada
Pasien Puasa : 6 8 jam
Mandi keramas, Oral hygiene, kuku bersih
Acsesoris (gelang, kalung, gigi palsu, soft lens) : Tidak ada
Penyakit kronis menahun : Tidak ada
Catatan Alergi thd : tidak ada
2. Definisi dan Pathways
Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta
berat janin diatas 500 gram (Sarwono, 2005, hal. 133).

3. Pengkajian
a. Status Fisiologis : Baik
b. Tingkat Kesadaran : Composmentis
c. Status Psikososial :

Subyektif :
Pasien / keluarga sering bertanya tentang operasi (lamanya operasi, dokternya
siapa)
Pasien mengatakan takut menghadapi operasi
Obyektif :
Pasien kelihatan tegang
Kulit teraba dingin
Tremor atau gemetar
TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36 C
Data lain :
Hasil USG dan pelvimetri = CPD (pinggul sempit)
Hb : 15.5 g/dl
Gol darah : O
Gula darah sewaktu : 92
INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia :32 thn
Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN
No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Takut, Cemas Setelah dilakukan 1. Kaji tingkat - Untuk
b/d kurangnya tindakan keperawatan kecemasan Ps. mengetahui tingkat
pengetahuan, selama 1 x 10 menit (berat, sedang, kecemasan dan
ancaman diharapkan ringan) tepat cara
kegagalan takut,cemas ps. 2. Kaji TTV memberikan
operasi Berkurang atau 3. Beri dukungan asuhan
DS : hilang dengan KH : emosional keperawatan
- Ps. - Ps. Terlihat rileks - Untuk
Mengatakan - Ps. Mengungkapkan 4. Ajarkan teknik mengetahui
takut cemas relaksasi (tarik seberapa tingkat
menghadapi berkurang/hilang nafas dalam, kecemasan ps.
operasi - TTV dalam batas imajinasi dll) - membantu
- Ps/keluarga normal 5.Beri mengurangi
sering bertanya TD : < 140/90 mmHg pengetahuan kecemasan
tentang operasi N : 60-90 x/mnt tentang jalannya - Membantu
DO : S : 36-37 C operasi sectio mengurangi
- Ps. Kelihatan RR : 16-24 x/mnt kecemasan
tegang - Agar ps.
- Kulit teraba Mengetahui
dingin tentang jalannya
- Tremor atau operasi dan
gemetar kecemasan pasien
- TD : 123/89 berkurang
mmHg
- N : 92 x/mnt
- RR : 22 x/mnt
- S : 36 C

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No
Tanggal/ jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1 31 jan 2012 - Mengkaji tingkat S : - ps. Mengatakan cemas
09.20 kecemasan ps., Memberi menghadapi operasi berkurang
ps. Dukungan emosional, - Ps. Kooperatif
Mengajarkan ps. Teknik - Ps. Bertanya tentang lama nya
relaksasi (tarik nafas operasi, dokternya siapa
dalam), Memberi O : - Ps. Terlihat aktif bertanya
pengetahuan ke ps. - Ps. Terlihat melakukan teknik
Tentang jalannya operasi relaksasi nfas dalam
section - Ps. Tidak terlihat tremor
- Kulit masih teraba dingin
- TD : 123/89 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S : 36 C
- RR : 22 x/mnt
EVALUASI

Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn
No Tanggal/jam Evaluasi (SOAP) TT
1 31 jan 2012 S : - ps. Mengatakan cemas menghadapi operasi
09.30 berkurang
- Ps. Kooperatif
- Ps. Bertanya tentang lama nya operasi, dokternya siapa
O : - Ps. Terlihat aktif bertanya
- Ps. Terlihat melakukan teknik relaksasi nfas dalam
- Ps. Tidak terlihat tremor
- Kulit masih teraba dingin
- TD : 123/89 mmHg
- N : 92 x/mnt
- S : 36 C
- RR : 22 x/mnt
A :Masalah cemas, takut belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi Beri dukungan emosional, kaji
TTV

II. Asuhan Keperawatan Intra Operatif di Kamar Bedah

A. Pengkajian
1. Subyektif : -
2. Obyektif
Pasien sadar dengan spinal anestesi :
Tidak ada batuk
Posisi pasien : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala
TD : 115/57 mmHg
RR : 24 x/menit
Nadi : 81 x/menit, S: 36 C
Lebar luka : 15 cm, Horizontal
Lama Pembedahan : 15 menit
Jumlah pendarahan : 500 cc
Data lain : pasien terlihat menangis, gemetar.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn

Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN


No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Resiko Setelah dilakukan - Kaji pola nafas ps. - Untuk
gangguan tindakan (dalam, dangkal) mengetahui suplai
pola nafas keperawatan - Monitor TTV oksigen sesuai
b/d posisi selama 1 x 15 - Beri ps. Posisi kaki kebutuhan
klien menit diharapkan lebih rendah dari - Untuk
DS :- resiko gangguan kepala mengetahui adanya
DO : pola nafas dapat - Beri terapi O2 tanda-tanda
- Tidak ada dihindari dengan kegawatan
batuk KH : - Agar obat
- posisi ps. - Pola nafas pasien anestesi tidak
Supinasi, kaki normal (16-24 mengalir ke otak,
lebih rendah x/mnt) jantung, paru-paru
dari kepala - TTV dalam batas - Memenuhi
- TD :115/57 normal kebutuhan ps. akan
mmHg TD : < 140/90 O2
- N : 81 x/mnt mmHg
- S : 36 C S : 36 37,5 C
- RR : 24 N : 60-90 x/mnt
x/mnt RR : 16-24 x/mnt
2. Resiko defisit Setelah dilakukan -Observasi - Untuk
volume cairan tindakan pendarahan mengetahui banyak
tubuh b/d keperawatan - Monitor intake dan cairan yang keluar
Pendarahan selama 1 x 15 Output dan memberi
DS :- menit diharapkan - Monitor TTV cairan masuk
DO : intake dan output - Kolaborasi sesuai/seimbang
- Lebar luka cairan seimbang pemberian cairan dengan cairan yang
15 cm, dengan KH : elektrolit (RL, NaCl) keluar
horizontal - Output (500cc) = - Agar tidak terjadi
- Jumlah Intake > 500cc defisit volume
darah : 500 cc - TTV dalam batas cairan
normal TD : 90- - Untuk
140 mmHg, S : 36- mengetahui tanda
37 C kegawatan
N : 60-90 x/mnt - Menyeimbangkan
RR : 16-24 x/mnt cairan/darah yang
keluar dengan
cairan infuse RL
dan NaCl
3 Resiko infeksi Setelah dilakukan - Kaji lebar luka, - Mengetahui
b/d tindakan letak luka besar/kecilnya
pertahanan keperawatan - Lakukan tindakan resiko infeksi
primer tidak selama 1 x 15 steril (desinfektan, - Mencegah infeksi
adekuat (kulit menit diharapkan memakai alat, baju di daerah sekitar
tak utuh, resiko infeksi dapat steril) sayatan
trauma dicegah dengan
jaringan, KH :
insisi bedah) - Tidak ada tanda-
DS : - tanda infeksi
DO : terdapat (rubor, dolor,
luka bedah colour, kalor,
lebar 15 cm, fungiolesa)
horizontal

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A
No CM : 27.63.07
Usia : 32 thn

No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1, 2, 31 jan 2012 - Mengkaji Pola nafas S : -
3 09.30 klien O : - TD :115/57 mmHg, RR :24
- Memberi posisi supinasi x/mnt, S : 36 C, N ; 81 x/mnt
(kaki lebih rendah dari - ps. terlihat terbaring dengan
09.32 kepala) posisi supinasi, kaki lebih
- Memberi obat anestesi rendah dari kepala
(antara lumbal 3 dan 4) - terpasang O2 dengan nassal
09.34 - Memasang manset kanul 3 lt/mnt
tensimeter di ekstremitas - jumlah pendarahan ; 500cc
atas (sinistra) - terpasang infus NaCl 500cc
- Memasang alat pemantau - terpasang inf. RL (guyur
HR dan saturasi O2 di 200cc)
ekstremitas atas (dekstra) - Oxytocin 1 A (drip)
- Memasang kannula nasal - Bledstop 1 A (Bolus)
O2 3lt/mnt - Efedrin 1 A (10 mg) +
- Dokter, perawat mencuci Aquabides 4 cc (IV)
tangan - Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
09.36 - Dokter, perawat - Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
mengenakan pakaian - Lebar luka 15 cm,horizontal
operasi steril (dijahit)
- Melakukan desinfektan
09.40 di daerah abdomen (yang
akan dioperasi dengan
iodyne)
- Menyiram daerah
desinfektan (yang telah
diberi iodyne ) dengan
NaCl
- Memasang duk streril
(mengelilingi) abdomen
yang akan di sayat
- Menyayat abdomen
sampai 7 lapisan (lebar
luka 15 cm, horizontal)
- Mengeluarkan bayi
- Mensuction darah yang
sebelumnya diguyur NaCl
09.47 500 cc
- Memberi cairan elektrolit
NaCl (guyur)
- Mengobservasi
pendarahan
- Memantau TTV
- Memberi cairan elektrolit
RL (guyur 200cc) dan obat
sesuai kolaborasi :
*Oxytocin 1 A (drip)
*Bledstop 1 A(bolus)
*Efedrin 1 A (10 mg) +
Aquabides 4 cc (IV)
*Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
*Tramadol 3 x 100 mg
(IV)
- penutupan luka dengan
dijahit
- Menutup jahitan luka
dengan kassa steril
sebelumnya diberi iodine

09.52

EVALUASI

Nama : Ny. A
Usia : 32 thn
No CM : 67.23.07

No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT


1. 31 jan 2012 S:-
09.55 O :- - TD :115/57 mmHg, RR :24 x/mnt, S : 36 C, N ;
81 x/mnt
- ps. terlihat terbaring dengan posisi supinasi, kaki
lebih rendah dari kepala
- terpasang O2 dengan nassal kanul 2 lt/mnt
A : Masalah resiko gangguan pola nafas teratasi
sebagian
P : Lanjutkan intervensi Beri terapi O2, Monitor TTV,
dan posisi supinasi kaki lebih rendah dari kepala
2. 09.55 S:-
O : - jumlah pendarahan ; 500cc
- terpasang infus NaCl 500cc
- terpasang inf. RL (guyur 200cc)
- Oxytocin 1 A (drip)
- Bledstop 1 A (Bolus)
- Efedrin 1 A (10 mg) + Aquabides 4 cc (IV)
- Ketorolac 3 x 30 mg (IV)
- Tramadol 3 x 100 mg ( IV)
A : Masalah resiko defisit volume cairan teratasi
P : Lanjutkan intervensi Monitor intake dan output,
dan kolaborasi pemberian cairan elektrolit
3. 09.55 S:-
O : - Lebar luka 15 cm, horizontal (dijahit)
A : Masalah resiko infeksi teratasi
P : Lanjutkan intervensi lakukan tindakan steril
(desinfektan dalam mengganti balut)

III. Asuhan Keperawatan Post Operatif di Kamar Bedah


A. Pengkajian
1. Subyektif : Ny. A mengatakan lega operasi sectio telah selesai
2. Obyektif

TD : 121/68 mmHg
RR : 22 x/menit,
N : 76 x/menit, S : 36 C
Lebar luka : 15 cm, horizontal
Lama operasi : 15 menit
Jumlah pendarahan : 500 cc
Posisi ps. : supinasi, kaki lebih rendah dari kepala

3. Standar score
BROMAGE SCORE

No KRITERIA Score Score


1 Dapat mengangkat tungkai bawah 0
Tidak dapat menekukan lutut tetapi dapat
2 1
mengangkat kaki
Tidak dapat mengangkat tungkai bawah tetapi
3 2
masih dapat menekuk lutut
4 Tidak dapat mengangkat kaki sama sekali 3
Keterangan : Jika score <2 maka ps. dapat dipindahkan ke ruangan
Kesimpulan : Ny. A tidak dapat menekkukan kedua lututnya, tetapi mampu mengangkat
kaki keduanya jadi score nya 1 dan bisa di bawa ke ruangan.

INTERVENSI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A
Usia : 32 thn
No CM : 27.63.07

Dx. INTERVENSI KEPERAWATAN


No TT
Keperawatan Tujuan dan KH Intervensi Rasional
1. Resiko injury Setelah dilakukan - Anjurkan ps. - Memperlancar
b/d efek tindakan untuk menggerak- peredaran darah,
anestesi, keperawatan selama gerakkan mempercepat
immobilisasi, 1 x 10 menit ekstremitas bawah mobilisasi
Kelemahan diharapkan resiko - mencegah
fisik injury dapat - memasang resiko cidera
DS : - dihindari dengan penghalang (jatuh dari bed)
DO :- ps. KH : samping bed
dengan posisi - Fisik kembali
supinasi, kaki normal
lebih rendah - Ekstremitas bawah
dari kepala dapat mobilisasi
- ps. terlihat kembali ( dengan
terbaring score < 2)
dengan spinal
anestesi (ps.
sadar,
ekstremitas
bawah tidak
bisa bergerak)

IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Nama : Ny. A Usia : 32 thn


No CM : 27.63.07

No
Tanggal/jam Tindakan Keperawatan Respon Pasien TT
Dx
1, 2 31 jan 2012 Di Recovery Room S :
10.00 dilakukan tindakan sebagai O : -- TD :121/68 mmHg,
berikut : RR :22 x/mnt, S : 36 C, N ;
- Memonitoring TTV 76 x/mnt
- Memasang nassal kanul - ps. terlihat terbaring
O2 2 lt/mnt dengan posisi supinasi, kaki
- Memberi ps. posisi kaki lebih rendah dari kepala
lebih rendah dari kepala - terpasang O2 dengan
(supinasi) nassal kanul 2 lt/mnt
- Memasang pengaman - terlihat ps. terbaring di
samping bed bed dengan penghalang di
- Menganjurkan ps. untuk samping kanan kiri
mengangkat - ps. terlihat mencoba
kaki/menekkukan lutut mengangkat kaki, dan bisa
- Mengkaji gerakan mengangkat kaki setelah 3
ekstremitas dengan menit menggerak-gerakan
Bromage Score ekstremitas bawah, namun
belum dapat menekkukan
lutut (score 1)

EVALUASI

Nama : Ny. A Usia : 32 thn


No CM : 27.63.07

No Dx Tanggal/jam EVALUASI (SOAP) TT


3. 10.10 S : Ps. Kooperatif
O : ps. terlihat mencoba mengangkat kaki, dan bisa
mengangkat kaki setelah 3 menit menggerak-
gerakan ekstremitas bawah, namun belum dapat
menekkukan lutut (score 1)
A : Masalah resiko injury teratasi (ps. dipindahkan ke
ruangan)
P : Lanjutkan intervensi (operkan kepada perawat
ruangan) : untuk menggerak-gerakkan kaki, memasang
penghalang bed
BAB IV

PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan
Keperawatan pada ny. A dengan sectio caesarea (pre,intra,post) ex CPD (Chepalo Pelvik
Disproportion/panggul sempit) di IBS RSUD Bangli.
Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan
pendekatan konsep dasar yang mendukung. Kami akan menguraikan tentang kesenjangan
yang muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola. Kami
akan membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta dukungan dan
hambatan dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada ny. A selama 35 menit.
a. Diagnosa yang muncul
1. Cemas,ancaman pada konsep diri, kurangnya pengetahuan
Kecemasan kami ambil sebagai diagnosa pertama kali sebelum menjalani operasi
karena tindakan operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan
hormon pemicu stress (Ibrahim, 2006). Cemas merupakan reaksi normal pasien terhadap
ancaman pembedahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan yaitu
faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain jenis kelamin, usia, pekerjaan,
tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian sedangkan faktor
eksternalnya antara lain ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap
konsep diri (Stuart and Sundeen, 1998).
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pre operasi didapatkan data subyektif
yaitu pasien sering bertanya tentang jalannnya operasi, dokter yang mengoperasi dan
lamanya operasi. Dan data obyektif yaitu pasien terlihat tremor atau bergetar, kulit teraba
dingin, pasien terlihat tegang, TD : 123/89 mmHg, N : 92 x/mnt, RR : 22 x/mnt, S : 36 C.
Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan pasien maka dilakukan
intervensi dan implementasi yang tepat dan sesuai. Implementasi yang kami lakukan
adalah mengkaji tingkat kecemasan pasien, apakah sedang, berat, ringan, lalu kami
memberi pasien dukungan emosional, mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam
dan memberi pengetahuan tentang jalannya operasi.
Dengan implementasi tersebut kami mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil
masalah cemas teratasi sebagian ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat tremor, pasien
melakukan teknik relaksasi dengan tarik nafas dalam, pasien juga mengungkapkan cemas
berkurang. Tetapi kami tetap melanjutkan intervensi untuk tetap memberi dukungan
emosional serta mengkaji tanda tanda vital pasien.
2. Resiko gangguan pola nafas b/d posisi klien.
Kami mengambil dan menjadikan diagnosa ini sebagai diagnosa pertama pada intra
operatif di kamar bedah karena, menurut abraham maslow, kebutuhan dasar utama yang
harus di penuhi adalah pola pernafasan. Gangguan pola nafas adalah keadaan vital yang
bila tidak segera di tangani akan sangat beresiko besar bagi pasien.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pasien di dapatkan data obyektif
sebagai berikut yaitu diketahui bahwa dilakukan spinal anestesi pada pasien, dimana yang
teranestesi adalah daerah sekitar abdomen ke ekstremitas bawah. Posisi pasien disini
sangat diperlukan sebab, bila posisi pasien tidak dipertahankan yang terjadi adalah obat
anestesi bisa naik ke atas daerah sekitar jantung, paru-paru dan otak yang akan
mengganggu pola nafas pasien. Bila pola nafas pasien terganggu maka pasien tidak
mendapatkan suplai oksigen yang cukup sesuai kebutuhan, dan saraf-saraf juga tidak
mendapat oksigen, keadaan seperti ini bisa menyebabkan kelumpuhan sistem saraf atau
stroke.
Untuk menangani resiko gangguan pola nafas maka implementasi yang kami lakukan
adalah mengkaji pola napas klien, memberi klien posisi yang lebih tinggi dari kaki,
memonitor TTV, dan memberi terapi oksigen.
Dengan implementasi tersebut, hasilnya dapat diketahui masalah berhubungan dengan
resiko gangguan pola nafas pasien teratasi namun tetap melanjutkan intervensi untuk beri
terapi oksigen, jaga posisi pasien (kaki lebih rendah dari kepala), monitor TTV.
3. Resiko defisit volume cairan b/d pendarahan
Resiko defisit volume cairan penulis angkat sebagai diagnosa prioritas kedua karena
selama proses pembedahan pasien banyak mengeluarkan darah, keadaan itu akan
mempengaruhi keseimbangan asam basa dalam tubuh (stewart). Cairan elektrolit di dalam
tubuh berfungsi sebagai proses metabolik dan mempercepat proses penyembuhan.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan selama intra operasi yaitu pendarahan pasien
sebanyak 500 cc, maka perlu dikolaborasikan untuk pemberian cairan elektrolit tambahan
melalui IV (intra vena) seperti cairan NaCl 0,9%, dan Ringer Laktat (RL).
Untuk mengurangi resiko defisit volume cairan intervensi dan implementasi yang
kami lakukan antara lain memonitor jumlah pendarahan, memonitor TTV,
mengkolaborasi cairan elektrolit seperti infuse NaCl 0,9 % (500cc), infuse ringer laktat
(guyur 200cc), oxytocin 1 A (drip), Bledstop 1 A (Bolus) untuk mengatasi pendarahan
selama kelahiran, Efedrin 1 A (10 mg) + aquabides 4 cc (IV) sebagai bronkodilator,
Ketorolac 3 x 30 mg (IV) sebagai anti inflamasi.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko defisit
volume cairan dapat teratasi, dan perlu adanya intervensi lanjut yaitu monitor jumlah
pendarahan, monitor TTV.
4. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah,
kulit tak utuh, trauma jaringan)
Dalam melakukan operasi, teknik steril sangat diperlukan untuk menghindari
kemungkinan infeksi pada pasien karena terdapat jaringan terbuka akibat insisi bedah.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka 15 cm,
horizontal. Untuk mengurangi resiko infeksi yang mungkin terjadi maka kami melakukan
implementasi antara lain mengkaji luka apakah terdapat tanda-tanda infeksi,
menggunakan larutan desinfektan sebelum melakukan insisi, menutup luka dengan
jahitan agar kuman patogen dan non patogen tidak masuk selama jaringan kulit terbuka,
dan menutup jahitan dengan balut (kassa steril) yang sebelumnya di beri larutan
desinfektan (iodyne)
Dengan implementasi yang kami lakukan dapat diketahui hasilnya yaitu masalah
resiko infeksi teratasi, tetap lanjutkan intervensi melakukan teknik steril (memberi
desinfektan saat ganti balut).
5. Resiko cidera b/d efek anestesi, immobilisasi, dan kelemahan fisik
Sikap perawat dalam mendukung safety patient sangat diperlukan untuk menjamin
keselamatan pasien yang dirawat. Asuhan keperawatan ini bertujuan mencegah terjadinya
kondisi memburuk dan komplikasi melalui observasi.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain posisi pasien
supinasi (kaki lebih rendah dari kepala), pasien terlihat terbaring dengan spinal anestesi
(pasien sadar, ekstremitas bawah tidak bisa bergerak).
Untuk mengurangi resiko cidera pada pasien maka kami melakukan intervensi dan
implementasi antara lain memberi penghalang samping bed (kanan, kiri) pasien,
menganjurkan pasien untuk menggerak-gerakkan ekstremitas bawah.
Dengan implementasi tersebut dapat diketahui hasilnya yaitu masalah resiko cidera
teratasi pasien dapat dipindah ke ruangan ditandai dengan pasien dapat mengangkat kaki
tetapi belum dapat menekkukan lutut dan dikaji dengan bromage score yaitu scorenya 1.
Delegasikan keperawat ruangan untuk tetap melanjutkan intervensi memberi penghalang
bed samping.

b. Dx yang tidak muncul


1. Nyeri akut
2. Gangguan eliminasi BAB
3. Resiko kurang perawatan diri
4. Gangguan pola tidur
5. Resiko retensi urine
6. Nausea
7. Ketidakseimbangan nutri kurang dari kebutuhan
8. Kerusakan mobilitas
9. Bersihan jalan nafas tidak efektif
Semua itu tidak kami angkat sebagai diagnosa prioritas karena dalam pengkajian data
yang kami lakukan tidak ada batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa
tersebut. Diagnosa tambahan tersebut akan muncul saat pasien berada di ruangan atau
pasien dengan general anestesi. Dan pasien yang kami kelola menggunakan spinal
anestesi, jadi diagnosa yang kami prioritaskan adalah cemas berhubungan dengan
kurangnya pengetahuan, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan posisi klien,
resiko defisit volume cairan berhubungan dengan pendarahan, resiko infeksi berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat (insisi bedah, kulit tak utuh, trauma jaringan) dan
resiko cidera berhubungan dengan immobilisasi, efek anestesi.
c. Dukungan dan hambatan
Keberhasilan kami dalam mencapai tujuan keperawatan tidak lepas dari faktor pendukung
yang ada selama melakukan asuhan keperawatan dalam waktu 35 menit, diantaranya
adalah :
1. Kepercayaan yang diberikan oleh perawat klinik kepada penyusun untuk
melakukan perawatan pada pasien selama 35 menit.
2. Kepercayaan pasien terhadap kemampuan perawat dan sikap kooperatif dari pasien
selama tindakan keperawatan.
3. Bimbingan oleh perawat dan penguji yang sangat membantu dalam keefektifan
prosedur pelaksanaan tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan yang dihadapi
penyusun adalah :
1. Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penyusun tentang penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien
2. Kurang teliti dalam melakukan pegkajian dan menganalisa data untuk memastikan
intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Kurang mendalami dalam melakukan pengkjian terhadap pasien mengenai psikologis
dan tingkat pengetahuan pasien tentang operasi
4. Keterbatasan pengtahuan tentang cara pendokumentasian tindakan keperawatan yang
benar dan tepat
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Ny. A
dengan Sectio Caesarea ex Chepalo Pelvik Disproportion di Ruang IBS RSUD Bangli dapat
disimpulkan bahwa diagnosa yang muncul adalah cemas berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan, situasi dan kegagalan operasi, resiko gangguan pola nafas berhubungan dengan
posisi pasien, resiko defisit cairan berhubungan dengan perdarahan, resiko infeksi
berhubungan dengan lebar luka pembedahan, resiko cidera berhubungan dengan tempat (bed),
dan resiko injury berhubungan dengan efek anestesi dan immobilisasi. Pada tahap ini penulis
menarik kesimpulan :
Hal-hal yang harus diperhatikan perawat dalam penatalaksanaan pasien pre, intra, post
operasi yaitu :
- Sebelum operasi dilakukan perawat harus melakukan pengkajian pre operatif awal,
rencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, perawat sebisa
mungkin melakukan wawancara terhadap keluarga pasien dan pastikan kelengkapan
pemeriksaan pre operatif dan tentukan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai.
Sebelum operasi kasus yang banyak terjadi adalah pasien mengalami kecemasan untuk
itu sebagai perawat harus bisa memberi dukungan emosional kepada pasien, dan
mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim-tim bedah.
- Saat pelaksanaan operasi perawat harus memperhatikan status emosional pasien dan
memenuhi kebutuhan pasien akan suplai oksigen, volume cairan tubuh, dan
kemungkinan infeksi. Perawat harus bisa bertindak cepat, tepat dan sesuai dengan
kebutuhan pasien.
- Setelah dilakukan operasi, efek anestesi dapat mempengaruhi sistem pernafasan dan
sistem motorik pasien. Maka dari itu pemantauan secara terus menerus diperlukan guna
mengurangi resiko akan cidera yang akan dialami pasien karena efek anestesi.
B. Saran
Saran yang dapat kami berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre,
intra dan post sectio caesarea di kamar bedah adalah :
1. Bagi Perawat
Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedure asuhan
keperawatan penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai
dengan yang dibutuhkan klien maka dari itu perawat klinik di IBS perlu mengikuti
sejumlah pelatihan-pelatihan IBS.
2. Bagi Akademik
Pengetahuan dalam tindakan asuhan keperawatan di ruang bedah sangat diperlukan maka
untuk akademik bisa menambah jam-jam kuliah sperti kunjungan IBS sesering mungkin,
agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa
terjun ke lapangan mahasiswa sudah memiliki bekal dan siap mengaplikasikannya.
DAFTAR PUSTAKA

Wilkinson M. Judith. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan dengan Intervensi NIC
dan Kriteria Hasil NOC, Edisi 7. Jakarta:EGC
Nurjannah Intansari. 2010. Proses Keperawatan NANDA, NOC &NIC. Yogyakarta :
mocaMedia
Mochtar, Rustam. 1998. Synopsis Obstetric dan Ginekologi. EGC. Jakarta
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis obstetric. Jakarta: EGC.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.
http//:www.SC/sectio-caesarea.html

Anda mungkin juga menyukai