Anda di halaman 1dari 13

1.

Perkembangan Teori Atom


Teori atom pada awalnya dikemukakan untuk menjelaskan reaksi kimia. Teori
atom ini dimulai dengan teori atom Dalton yang menjelaskan adanya hukum kekekalan
massa dan hukum perbandingan tetap, serta mampu meramalkan adanya hukum
kelipatan perbandingan atau hukum perbandingan berganda. Selanjutnya untuk dapat
menjelaskan sifat-sifat atom lainnya, seperti spektrum atom, sifat magnet dan listrik,
serta bagaimana cara atom berikatan membentuk senyawa kimia, berkembanglah
model-model atom menurut Thomson, Rutherford, Bohr dan melalui pedekatan
mekanika kuantum. Model-model tersebut terutama mengemukakan struktur atom
yang berkaitan dengan kebolehjadian menemukan posisi elektron di dalam volume
ruang atom.
1.1 Teori Atom Dalton
Istilah atom untuk menyatakan bagian terkecil zat yang tidak dapat dibagi lebih
lanjut sudah dikemukakan oleh filosof Yunani, Leucippus dan Democritus sejak 400
tahun sebelum Masehi. Berdasarkan pemikiran bahwa konsep atom Democritus sesuai
dengan Hukum Kekekalan Massa / Hukum Lavoisier (1789) berbunyi massa zat
sebelum dan sesudah reaksi sama dan Hukum Perbandingan Tetap / Hukum Proust
(1797) berbunyi perbandingan massa unsur-unsur dalam suatu senyawa adalah tetap
dan tertentu, maka John Dalton tahun 1803 merumuskan teori atom sebagai berikut :
a. Materi tersusun atas partikel-partikel terkecil yang disebut atom.
b. Atom-atom penyusun unsur bersifat identik (sama dan sejenis).
c. Atom suatu unsur tidak dapat diubah menjadi atom unsur lain.
d. Senyawa tersusun atas 2 jenis atom atau lebih dengan perbandingan tetap dan tertentu.
e. Pada reaksi kimia terjadi penataulangan atom-atom yang bereaksi. Reaksi kimia
terjadi karena pemisahan atom-atom dalam senyawa untuk kemudian bergabung
kembali membentuk senyawa baru.
Hal di atas juga dikemukakan oleh Walter J. Lehman dalam bukunya yang
berjudul Atomic and Molecular Structure, bahwa ...Dalton described the properties of
these particles as follows: they cannot be divided (because they are natures basic building
blocks) and they cannot be destroyed or created (because of the Law of Conservation of
Mass).
Dalam perkembangannya tidak semua teori atom Dalton benar, karena pada
tahun 1897 J.J.Thomson menemukan partikel bermuatan listrik negatif yang kemudian
disebut elektron. Tahun 1886 Eugene Goldstein menemukan partikel bermuatan listrik
positif yang kemudian disebut proton. Dan tahun 1932 James Chadwick berhasil
menemukan neutron.
Salah satu hipotesis Dalton adalah reaksi kimia dapat terjadi karena
penggabungan atom-atom atau pemisahan gabungan atom. Misalnya, logam natrium
bersifat netral dan reaktif dengan air dan dapat menimbulkan ledakan. Jika logam
natrium direaksikan dengan gas klorin yang bersifat racun dan berbau merangsang,
maka akan dihasilkan NaCl yang tidak reaktif terhadap air, tidak beracun, dan tidak
berbau merangsang seperti logam natrium dan gas klorin.
Karena ada banyak hal yang tidak dapat diterangkan oleh teori atom Dalton,
maka para ilmuwan terdorong untuk melakukan penyelidikan lebih lanjut tentang
rahasia atom.
1.2 Teori Atom Thomson
Tonggak sejarah perkembangan teori atom selanjutnya dimulai dari penemuan
hukum Faraday yang diperoleh melalui percobaan elektrolisis. Dari hukum tersebut
disimpulkan bahwa terdapat kaitan antara satuan muatan listrik dengan massa zat
yang dihasilakn pada kedua elektroda. Berdasarkan percobaan Faraday tersebut, G.
Johnstone Stoney (1891) mengusulkan bahwa muatan listrik terdapat dalam satuan
diskrit yang disebut elektron dan satuan ini berkaitan dengan atom.
Sifat alamiah elektron diperjelas lebih lanjut oleh Thomson melalui percobaan
tabung penbawa muatan listrik yang menghasilkan sinar katoda, yaitu bergerak
menurut garis lurus, memiliki massa yang lebih ringan dari atom, mengalami
pembelokan oleh medan magnet atau medan listrik, serta tidak bergantung pada jenis
gas pengisi tabung dan material logam katoda. Dari karakteristik tersebut, Thomson
menyimpulkan bahwa sinar katoda pada hakekatnya adalah berkas partikel
bermuatan negatif yang disebut elektron dan merupakan partikel penyusun atom
secara universal.
Setelah tahun 1897 Joseph John Thomson berhasil membuktikan dengan tabung
sinar katode bahwa sinar katode adalah berkas partikel yang bermuatan negatif
(berkas elektron) yang ada pada setiap materi maka tahun 1898 J.J.Thomson membuat
suatu teori atom. Menurut Thomson, atom berbentuk bulat di mana muatan listrik positif
yang tersebar merata dalam atom dinetralkan oleh elektron-elektron yang berada di antara
muatan positif. Elektron-elektron dalam atom diumpamakan seperti butiran kismis
dalam roti, maka Teori Atom Thomson juga sering dikenal Teori Atom Roti Kismis.
Namun, kelemahan teori ini adalah yaitu Thomson tidak dapat menjelaskan susunan
muatan positif dan negatif dalam bola atom tersebut.
Electron yang bermuatan negatif merupakan partikel dasar penyusun atom,
sedangkan zat pada dasarnya tidak bermuatan (netral), sehingga partikel lain
penyusun atom haruslah suatu partikel yang bermuatan positif. Adanya partikel
bermuatan positif dibuktikan dengan adanya percobaan tabung pembawa muatan
listrik dengan menggunakan katoda yang berlubang-lubang dan pada bagian belakang
katoda tersebut terdapat lapisan yang dapat berluminisensi. Dari percobaan ini dapat
diidentifikasi adanya arus partikel bermuatan positif yang bergerak berlawanan arah
dengan sinar katoda. Berkas partikel positif tersebut kemudian disebut sebagai sinar
anoda atau sinar terusan (canal rays). Besarnya angka banding muatan terhadap massa
sinar terusan, ternyata bervariasi bergantung pada jenis gas pengisi tabung pembawa
muatan listrik tersebut. Sifat-sifat-sinar terusan adalah :
a. Terdiri dari partikel bermuatan positif yang bermassa hampir sama dengan massa
atom relatif gas pengisi tabung pembawa muatan listrik.
b. Bergerak menurut garis lurus, dan dibelokkan oleh medan listrik maupun medan
magnet ke arah yang berlawanan dengan membelokkan sinar katoda.
c. Massa partikel bermuatan positif paling kecil terjadi jika sebagai pengisi tabung
pembawa muatan listrik adalah hidrogen. Dari hasil ini kemudian disimpulkan bahwa
partikel bermuatan positif yang bermassa hampir sama dengan massa atom hidrogen
disebut proton.
1.3 Teori Atom Rutherford
Pada tahun 1896, Henry Becquerel melalui sejumlah percobaan mengamati
bahwa garam-garam uranium memancarkan radiasi yang dapat menghitamkan film
fotografi. Garam-garam uranium tersebut tanpa diaktifkan terlebih dahulu dengan
cahaya (tidak seperti gejala luminisensi) memancarkan radiasi yang memiliki daya
tembus seperti sinar-X yang telah ditemukan Rontgen.
Marie Curie, pada tahun 1898, menunjukkan bahwa radiasi tersebut tidak
hanya berasal dari zat yang mengandung uranium, tetapi juga dari unsur-unsur baru
yang ditemukannya, yaitu polonium dan radium. Kemudian bersama dengan Piere
Curie, ia menyimpulkan bahwa radiasi yang dipancarkan tersebut adalah suatu gejala
atomik untuk suatu unsur, tidak berkaitan dengan keadaan fisika maupun
kimia. Gejala atomik tersebut kemudian diperkenalkannya sebagai gejala
keradioaktifan.
Pada tahun 1899, Rutherford dengan menggunakan alat elektrometer dan
lempengan tipis aluminium mendemonstrasikan bahwa radiasi yang dipancarkan
tersebut dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu radiasi alfa dan radiasi beta. Jenis
yang pertama terserap sempurna oleh aluminium dengan ketebalan beberapa m,
sedangkan jenis kedua memiliki daya tembus terhadap aluminium kira-kira seratus
kali daya tembus radiasi jenis pertama. Pada tahun 1900, dilaporkan oleh P. Curie dan
Villard, adanya radiasi jenis ketiga yang dipancarkan dari gejala keradioaktifan yang
disebut sinar gamma, yang memiliki daya tembus jauh lebih besar dari sinar beta.
Mengenai gejala alamiah keradioaktifan ini, Rutherford dan Soddy pada tahun
1902 telah sampai pada pengertian yang mendalam dan menyimpulkan bahwa unsur-
unsur radioaktif mengalami transformasi spontan dari suatu bentuk atom menjadi
bentuk atom yang lain, disertai dengan perubahan-perubahan subatomik dan
pemancaran radiasi radioaktif. Pada tahun 1903 Philipp Lenard melalui percobaannya
membuktikan bahwa teori atom Thomson yang menyatakan bahwa elektron tersebar
merata dalam muatan positif atom adalah tidak benar. Hal ini mendorong Ernest
Rutherford (1911) tertarik melanjutkan eksperimen Lenard. Dengan bantuan kedua
muridnya Hans Geiger dan Ernest Marsden, Rutherford melakukan percobaan dengan
hamburan sinar pada lempeng tipis emas. Partikel bermuatan positif, bergerak
lurus, berdaya tembus besar sehingga bisa menembus lembaran tipis kertas.
Berdasarkan percobaan tersebut disimpulkan bahwa:
a. Sebagian besar ruang dalam atom adalah ruang hampa; partikel diteruskan.
b. Di dalam atom terdapat suatu bagian yang sangat kecil dan padat yang disebut inti
atom; partikel dipantulkan kembali oleh inti atom.
c. Muatan inti atom dan partikel sejenis yaitu positif; sebagian kecil partikel
dibelokkan.
Hasil percobaan tersebut menggugurkan teori atom Thomson. Kemudian
Rutherford mengajukan teori atom sebagai berikut: atom tersusun atas inti atom yang
bermuatan positif sebagai pusat massa dan dikelilingi elektron-elektron yang bermuatan
negatif. Massa atom berpusat pada inti dan sebagian besar volume atom merupakan
ruang hampa. Atom bersifat netral, karena itu jumlah muatan positif dalam atom
(proton) harus sama dengan jumlah elektron. Diameter inti atom berkisar 1015 m,
sedang diameter atom berkisar 1010 m.
Kelemahan teori atom Rutherford:
a. Tidak dapat menjelaskan bahwa atom bersifat stabil.
Teori atom Rutherford bertentangan dengan Hukum Fisika Maxwell. Jika partikel
bermuatan negatif (elektron) bergerak mengelilingi partikel bermuatan berlawanan
(inti atom bermuatan positif), maka akan mengalami percepatan dan memancarkan
energi berupa gelombang elektromagnetik. Akibatnya energi elektron semakin
berkurang. Jika demikian halnya maka lintasan elektron akan berupa spiral. Pada
suatu saat elektron tidak mampu mengimbangi gaya tarik inti dan akhirnya elektron
jatuh ke inti. Sehingga atom tidak stabil padahal kenyataannya atom stabil.
b. Tidak dapat menjelaskan bahwa spektrum atom hidrogen berupa spektrum garis
(diskrit/diskontinu).
Jika elektron berputar mengelilingi inti atom sambil memancarkan energi, maka
lintasannya berbentuk spiral. Ini berarti spektrum gelombang elektromagnetik yang
dipancarkan berupa spektrum pita (kontinu) padahal kenyataannya dengan
spektrometer atom hidrogen menunjukkan spektrum garis.
1.4 Teori Kuantum Planck
Max Planck, ahli fisika dari Jerman, pada tahun 1900 mengemukakan teori
kuantum. Planck menyimpulkan bahwa atom-atom dan molekul dapat memancarkan
atau menyerap energi hanya dalam jumlah tertentu. Jumlah atau paket energi terkecil
yang dapat dipancarkan atau diserap oleh atom atau molekul dalam bentuk radiasi
elektromagnetik disebut kuantum.
Planck menemukan bahwa energi foton (kuantum) berbanding lurus dengan
frekuensi cahaya.
E=h

dengan:
E = energi (J)
h = konstanta Planck 6,626 1034 J. s
= frekuensi radiasi (s1)
Salah satu fakta yang mendukung kebenaran dari teori kuantum Max Planck
adalah efek fotolistrik, yang dikemukakan oleh Albert Einstein pada tahun 1905. Efek
fotolistrik adalah keadaan di mana cahaya mampu mengeluarkan
elektron dari permukaan beberapa logam (yang paling terlihat adalah logam alkali).
Einstein menerangkan bahwa cahaya terdiri dari partikel-partikel foton yang
energinya sebanding dengan frekuensi cahaya. Jika frekuensinya rendah, setiap foton
mempunyai jumlah energi yang sangat sedikit dan tidak mampu memukul elektron
agar dapat keluar dari permukaan logam. Jika frekuensi (dan energi) bertambah,
maka foton memperoleh energi yang cukup untuk melepaskan elektron. Hal ini
menyebabkan kuat arus juga akan meningkat. Energi foton bergantung pada
frekuensinya.
E=h.=h.
dengan :
E = energi (J)
h = konstanta Planck 6,626 1034 J. s
= frekuensi radiasi (s1)
c = kecepatan cahaya 3 x 108 m/s
= panjang gelombang
1.5 Teori Atom Bohr
Diawali dari pengamatan Niels Bohr terhadap spektrum atom, adanya spektrum
garis menunjukkan bahwa elektron hanya beredar pada lintasan-lintasan dengan
energi tertentu. Model atom yang dikemukakan oleh Bohr mampu menjelaskan
terjadinya garis-garis spektrum pada atom hidrogen, tetapi gagal untuk meramalkan
terjadinya spektrum yang dipancarkan atom-atom unsur lain.
Bohr (1913) menyatakan bahwa elektron-elektron beredar mengelilingi inti pada
lintasan-lintasan tertentu. Masing-masing lintasan mempunyai tingkatan energi yang
berbeda-beda. Jika lintasan energi semakin jauh, maka semakin tinggi energinya.
Elektron-elektron dapat pindah dari lintasan tingkat energi satu ke lintasan energi lain
dengan cara menyerap atau melepaskan energi. Jika elektron pindah dari lintasan
energi yang tinggi ke lintasan energi yang lebih rendah, maka akan melepaskan energi,
sebaliknya elektron memerlukan energi untuk dapat pindah dari lintasan dengan
energi rendah ke lintasan dengan tingkat energi lebih tinggi.
Masih ingatkah kalian mengapa jika suatu senyawa tertentu memiliki warna
yang berbeda-beda jika dibakar dalam nyala api? Perbedaan nyala yang dihasilkan
oleh senyawa atau unsur tertentu dikarenakan terjadinya loncatan elektron dari
lintasan energi yang lebih tinggi menuju lintasan energi yang lebih rendah. Model atom
Bohr telah berhasil menerangkan terjadinya spektrum yang terjadi pada suatu unsur
atau senyawa. Namun demikian model atom Bohr menjadi lemah karena munculnya
teori ahli fisika lain.
Kelemahan teori atom Bohr:
a. Hanya mampu menjelaskan spektrum atom hidrogen tetapi tidak mampu menjelaskan
spektrum atom yang lebih kompleks (dengan jumlah elektron
yang lebih banyak).
b. Orbit/kulit elektron mengelilingi inti atom bukan berbentuk lingkaran melainkan
berbentuk elips.
c. Bohr menganggap elektron hanya sebagai partikel bukan sebagai partikel dan
gelombang, sehingga kedudukan elektron dalam atom merupakan kebolehjadian.
1.6 Hipotesis de Broglie
Pada tahun 1924, Louis de Broglie, menjelaskan bahwa cahaya dapat berbentuk
partikel pada suatu waktu, yang memperlihatkan sifat-sifat seperti gelombang. Beliau
mengemukakan bahwa elektron yang bergerak mempunyai sifat-sifat gelombang. Ia
menggambarkan persamaan Einstein (energi suatu partikel bermassa m).
E=mc2......................................................................... (1
dengan persamaan Planck (energi suatu gelombang berfrekuensi )
E=h ........................................................................ (2
Persamaan (1 = persamaan (2
mc2 = h =
m = ........................................................................ (3
De Broglie berpendapat jika sesuatu merupakan gelombang sebagaimana sinar
dipertimbangkan sebagai aliran suatu partikel maka ia mengusulkan bahwa sinar
partikel seperti elektron dapat dipikirkan sebagai gelombang. Tidak seperti sinar yang
berjalan dengan kecepatan tetap, elektron berjalan dengan kecepatan tidak tetap
(bervariasi). Maka, disubstitusikanlah kecepatan cahaya (c) pada persamaan (3 dengan
kecepatan elektron (), menghasilkan :
m = atau =
dengan :
= panjang gelombang (m)
h = tetapan Planck (6,626 1034 J. s atau 6,63 1034 kg m2 s-1)
m = massa elektron (kg)
= kecepatan atau frekuensi elektron (m/s)
1.7 Teori Mekanika Kuantum
Dalam fisika klasik, partikel memiliki posisi dan momentum yang jelas dan
mengikuti lintasan yang pasti. Akan tetapi, pada skala atomik, posisi dan momentum
atom tidak dapat ditentukan secara pasti. Hal ini dikemukakan olehWerner
Heisenberg pada tahun 1927 dengan Prinsip Ketidakpastian (uncertainty principle).
Menurut Heisenberg, metode eksperimen apa saja yang digunakan untuk
menentukan posisi atau momentum suatu partikel kecil dapat menyebabkan
perubahan, baik pada posisi, momentum, atau keduanya. Jika suatu percobaan
dirancang untuk memastikan posisi elektron, maka momentumnya menjadi tidak pasti,
sebaliknya jika percobaan dirancang untuk memastikan momentum atau kecepatan
elektron, maka posisinya menjadi tidak pasti.
Untuk mengetahui posisi dan momentum suatu elektron yang memiliki sifat
gelombang, maka pada tahun 1927, Erwin Schrodinger, mendeskripsikan pada sisi
elektron tersebut dengan fungsi gelombang (wave function) yang memiliki satu nilai
pada setiap posisi di dalam ruang. Fungsi gelombang ini dikembangkan dengan
notasi (psi), yang menunjukkan bentuk dan energi gelombang elektron.
Teori mekanika kuantum menjelaskan bahwa elektron yang bersifat sebagai
gelombang tidak mungkin berada dalam suatu lintasan sebagaimana teori atom Bohr.
Jika elektron berada dalam suatu daerah atom, maka posisi atau lokasi elektron tidak
dapat ditentukan secara pasti. Keberadaan elektron hanya dapat dikatakan di daerah
yang kebolehjadiannya paling besar. Daerah yang mempunyai kebolehjadian
terdapatnya elektron dikenal dengan istilah orbital. Orbital didefinisikan sebagai
daerah atau ruang di sekitar inti yang kemungkinan ditemukannya elektron terbesar.
Beberapa orbital bergabung membentuk kelompok yang disebut subkulit. Jika orbital
kita analogikan sebagai kamar elektron, maka subkulit dapat dipandang sebagai
rumah elektron. Beberapa subkulit yang bergabung akan membentuk kulit atau
desa elektron.
Subkulit Orbital Elektron Maksimum

s 1 2
p 3 6
d 5 10
f 7 14
g 9 18
h 11 22
i 13 26
Orbital-orbital dalam satu subkulit mempunyai tingkat energi yang sama,
sedangkan orbital-orbital dari subkulit berbeda, tetapi dari kulit yang sama
mempunyai tingkat energi yang bermiripan.
2. Bilangan Kuantum
Untuk menggambarkan letak elektron-elektron dalam atom dikenalkan istilah
bilangan kuantum. Dalam teori mekanika kuantum, dikenal empat macam
bilangan kuantum, yaitu bilangan kuantum utama(n), bilangan kuantum azimuth(l),
bilangan kuantum magnetik(m), dan bilangan kuantum spin(s).
2.1 Bilangan Kuantum Utama (n)
Bilangan kuantum utama (n) menyatakan kulit tempat orbital berada. Bilangan
kuantum utama (n) diberi nomor dari n = 1 sampai dengan n = ~ . Kulit-kulit tersebut
disimbolkan dengan huruf, dimulai huruf K, L, M, N, dan seterusnya.
Bilangan kuantum utama (n) terkait dengan jarak rata-rata lautan elektron dari
inti (jari-jari = r). Jika nilai n semakin besar, maka jaraknya dengan inti semakin besar
pula. Bilangan kuantum utama terdiri atas orbital-orbital yang diberi simbol s, p, d, f,
g, h, i, dan seterusnya, yang kemudian dikenal dengan bilangan kuantum azimut.
2.2 Bilangan Kuantum Azimut (l)
Bilangan kuantum azimuth (l) membagi kulit menjadi orbital-orbital yang lebih
kecil (subkulit). Untuk setiap kulit n, memiliki bilangan kuantum azimuth (l) mulai l = 0
sampai l = (n 1). Biasanya subkulit dengan l = 1, 2, 3, , (n 1) diberi simbol s, p, d, f,
dan seterusnya. Bilangan kuantum azimuth (l) menggambarkan bentuk orbital. Selain
itu, pada atom yang memiliki dua elektron atau lebih bilangan kuantum azimuth(l)
juga menyatakan tingkat energi. Untuk kulit yang sama, energi subkulit akan
meningkat dengan bertambahnya nilai l. Jadi, subkulit s memiliki tingkat energi yang
terendah, diikuti subkulit p, d, f, dan seterusnya.
Kulit Ke Orbital Bilangan Kuantum Azimut
(l)
1 (K) 1s 0
2 (L) 2s, 2s 0, 1
3 (M) 3s, 3p, 3d 0, 1, 2
4 (N) 4s, 4p, 4d, 4f 0, 1, 2, 3
Dst Dst Dst
2.3 Bilangan Kuantum Magnetik (m)
Bilangan kuantum magnetik (m) membagi bilangan kuantum azimut menjadi
orbital-orbital. Jumlah bilangan kuantum magnetik (m) untuk setiap bilangan
kuantum azimut (l) dimulai dari m = l sampai m = +l .
Berikut adalah hubungan antara bilangan kuantum utama, bilangan kuantum
azimut dan bilangan kuantum magnetik.
Bilangan Bilangan Kuantum Bilangan Kuantum Jumlah
Kuantum Utama Azimut (l) Magnetik (m) Orbital
(n)
1 (K) 0 1s 0 1
0 2s 0 1
2 (L)
1 2p -1 , 0 , +1 3
0 3s 0 1
3 (M) 1 3p -1 , 0 , +1 3
2 3d -2 , -1 , 0 , +1 , +2 5
0 4s 0 1
1 4p -1 , 0 , +1 3
4 (N)
2 4d -2 , -1 , 0 , +1 , +2 5
3 4f -3,-2,-1,0,+1,+2,+3 7
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa, untuk subkulit s berjumlah orbital
1, subkulit p jumlah orbitalnya 3, subkulit d orbitalny sebanyak 5, dan subkulit f
memiliki 7 orbital.
2.4 Bilangan Kuantum Spin (s)
Bilangan kuantum spin (s) menunjukkan arah putaran atau spin atau rotasi
sebuah elektron pada sumbunya. Arah rotasi elektron bisa searah jarum jam
(clockwise) atau berlawanan arah dengan jarum jam (anticlockwise). Oleh karena itu
diberi nilai . Arah rotasi yang searah jarum jam diberi notasi + atau simbol .
Sedangkan yang berlawanan arah dengan jarum jam diberi notasi atau . Bilangan
kuantum spin merupakan dasar pengisian elektron dalam orbital.
Elektron-elektron yang ada dalam atom tidak mungkin berada dalam keadaan
yang sama persis antara satu atom dengan atom lain. Keberadaan elektron dalam atom
bersifat khas. Prinsip ini dikemukakan oleh Wolfgang Pauli, 1925 (dikenal Pauli). Pauli
mengusulkan postulat bahwa sebuah elektron dapat berada dalam dua kemungkinan
keadaan yang ditandai dengan bilangan kuantum spin + atau , atau dengan kata
lain setiap orbital hanya dapat ditempati oleh maksimal dua elektron dengan spin yang
berbeda.

3. Bentuk dan Orientasi Orbital


3.1 Orbital s
Orbital yang paling sederhana untuk dipaparkan adalah orbital s. Bentuk
orbital s memiliki satu orbital dengan bentuk seperti bola, sehingga tidak tergantung
pada sudut manapun. Orbital s hanya terdapat 1 nilai m, sehingga hanya terdapat 1
orientasi, yaitu sama ke segala arah.
3.2 Orbital p
Orbital p berbentuk cuping-dumbbell (bagai balon terpilin). Subkulit p memiliki
tiga orbital. Pada subkulit ini terdapat 3 nilai m (1, 0, +1) sehingga terdapat 3 orientasi
yang satu dan lainnya membentuk sudut 90o.
3.3 Orbital d
Orbital d memiliki 5 orbital dengan bentuk yang kompleks dan orientasi yang
berbeda. Empat orbital pertama memiliki bentuk yang sama, sedangkan satu orbital
memiliki bentuk yang berbeda. Kelima orbital itu adalah dxy, dxz, dyz, x2y2d , dan 2 z
d . Untuk lebih jelas, perhatikan gambaran orbital subkulit d di bawah ini :
3.4 Orbital f
Orbital f (mempunyai 7 orbital) dan dikelompokan menjadi tiga kelompok, yaitu
1. kelompok pertama : fxyz
2. kelompok kedua : fx(z2 - y2) , fy(z2 - x2) , fz(x2 - y2)
3. kelompok ketiga : fx3 , fy3 , fz3

4. Konfigurasi Elektron
Suatu cara penulisan yang menunjukkan distribusi elektron dalam orbital-
orbital pada kulit utama dan subkulit disebut konfigurasi elektron. Pada penulisan
konfigurasi elektron perlu dipertimbangkan tiga aturan (asas), yaitu prinsip Aufbau,
asas larangan Pauli, dan kaidah Hund.
4.1 Prinsip Aufbau
Elektron-elektron dalam suatu atom berusaha untuk menempati subkulit-
subkulit yang berenergi rendah, kemudian baru ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Dengan demikian, atom berada pada tingkat energi minimum. Inilah yang
disebut prinsip Aufbau.
Jadi, pengisian orbital dimulai dari orbital 1s, 2s, 2p, dan seterusnya. Pada
gambar dapat dilihat bahwa subkulit 3d mempunyai energi lebih tinggi daripada
subkulit 4s. Oleh karena itu, setelah 3p terisi penuh maka elektron berikutnya akan
mengisi subkulit 4s, baru kemudian akan mengisi subkulit 3d.
4.2 Kaidah Hund
Untuk menyatakan distribusi elektron-elektron pada orbital-orbital dalam suatu
subkulit, konfigurasi elektron dapat dituliskan dalam bentuk diagram orbital. Suatu
orbital dilambangkan dengan strip, sedangkan dua elektron yang menghuni satu
orbital dilambangkan dengan dua anak panah yang berlawanan arah. Jika orbital
hanya mengandung satu elektron, anak panah dituliskan mengarah ke atas.
Dalam kaidah Hund, dikemukakan oleh Friedrich Hund (1894 1968) pada
tahun 1930, disebutkan bahwa elektron-elektron dalam orbital-orbital suatu subkulit
cenderung untuk tidak berpasangan. Elektron-elektron baru berpasangan apabila pada
subkulit itu sudah tidak ada lagi orbital kosong.

Orbital kosong (tidak mengandung elektron)

Orbital setengah penuh (mengandung elektron yang tidak berpasangan)

Orbital penuh (mengandung elektron berpasangan)


4.3 Larangan Pauli
Pada tahun 1928, Wolfgang Pauli (1900 1958) mengemukakan bahwa tidak
ada dua elektron dalam satu atom yang boleh mempunyai keempat bilangan kuantum
yang sama. Dua elektron yang mempunyai bilangan kuantum utama, azimuth, dan
magnetik yang sama dalam satu orbital, harus mempunyai spin yang berbeda. Kedua
elektron tersebut berpasangan.
Setiap orbital mampu menampung maksimum dua elektron. Untuk mengimbangi
gaya tolak-menolak di antara elektron-elektron tersebut, dua elektron dalam satu
orbital selalu berotasi dalam arah yang berlawanan.
Subkulit s (1 orbital) maksimum 2 elektron
Subkulit p (3 orbital) maksimum 6 elektron
Subkulit d (5 orbital) maksimum 10 elektron
Subkulit f (7 orbital) maksimum 14 elektron
4.4 Penyimpangan Konfigurasi Elektron
Berdasarkan eksperimen, terdapat penyimpangan konfigurasi elektron dalam
pengisian elektron. Penyimpangan pengisian elektron ditemui pada elektron yang
terdapat pada orbital subkulit d dan f.
Penyimpangan pada orbital subkulit d dikarenakan orbital yang setengah penuh
(d ) atau penuh (d10) bersifat lebih stabil dibandingkan dengan orbital yang hampir
5

setengah penuh (d4) atau hampir penuh (d8 atau d9). Dengan demikian, jika elektron
terluar berakhir pada d4, d8 atau d9 tersebut, maka satu atau semua elektron pada
orbital s (yang berada pada tingkat energi yang lebih rendah dari d) pindah ke orbital
subkulit d.
Unsur Teoritis Kenyataan Eksperimen
2 4
24Cr [Ar] 4s 3d [Ar] 4s1 3d5
29Cu [Ar] 4s2 3d9 [Ar] 4s1 3d10

4.5 Penulisan Konfigurasi Elektron Pada Ion


Konfigurasi ion positif dan negatif bergantung pada jumlah elektron yang
dimiliki ion tersebut. Atom-atom atau ion-ion yang memiliki jumlah elektron yang
sama disebut dengan isoelektronis dan konfigurasi elektronnya sama.
Penulisan konfigurasi elektron berlaku pada atom netral. Penulisan konfigurasi
elektron pada ion yang bermuatan pada dasarnya sama dengan penulisan konfigurasi
elektron pada atom netral.
Atom bermuatan positif (misalnya x+) terbentuk karena atom netral melepaskan
elektron pada kulit terluarnya sebanyak x, sedangkan ion negatif (misalnya y)
terbentuk karena menarik elektron sebanyak y. Sebagai contoh, konfigurasi ion
Na+ dengan F-. Ion Na+ dapat terbentuk jika atom Na melepaskan satu elektronnya
(pada 3s1), sedangkan ion F- dapat terbentuk jika atom F menerima satu elektron.
Konfigurasi kedua ion itulah yang disebut denganisoelektronis.
Penulisan konfigurasi elektronnya hanya menambah atau mengurangi elektron
yang dilepas atau ditambah sesuai dengan aturan penulisan konfigurasi elektron. Ini
berlaku untuk semua unsur yang membentuk ion, termasuk unsur transisi.

5. Lambang Unsur
5.1 Nomor Atom
Nomor atom menunjukkan jumlah muatan positif dalam inti atom (jumlah
proton). Menurut Henry Moseley (18871915) jumlah muatan positif setiap unsur
bersifat karakteristik, jadi unsur yang berbeda akan mempunyai nomor atom yang
berbeda. Untuk jumlah muatan positif (nomor atom) diberi lambang Z.
Jika atom bersifat netral, maka jumlah muatan positif (proton) dalam atom
harus sama dengan jumlah muatan negatif (elektron). Jadi, nomor atom = jumlah
proton = jumlah elektron.
Z = np = ne
n = jumlah
5.2 Nomor Massa
Berdasarkan percobaan tetes minyak Millikan ditemukan bahwa massa elektron
= 9,109 x 1028 gram. Jika 1 satuan massa atom atau satu sma = massa 1 atom hidrogen
= 1,6603 x 1024 gram, maka:
massa 1 elektron = (9,109 x 1028 ) / (1,6603 x 1024) sma
= 5,49 x 104 sma
massa 1 elektron = sma
Berikut adalah tabel mengenai muatan dan massa partikel proton, neutron, dan elektron.
Perbandingan Muatan
Partikel Lambang Massa (g) dengan
Satuan Coloumb
massa proton
proton p 1,673x1024 1 +1 1,6x1019
neutron n 1,675x1024 1 0 0
28
elektron e 9,109x10 -1 1,6x1019
Atom terdiri atas proton, neutron, dan elektron. Jadi, Massa atom = (massa p+
massa n) + massa e. Massa elektron jauh lebih kecil dari pada massa proton dan massa
neutron, maka massa elektron dapat diabaikan. Dengan demikian:
Massa atom = massa p + massa n
Massa atom dinyatakan sebagai nomor massa dan diberi lambang A. Jadi:
Nomor massa = jumlah proton + jumlah neutron
Untuk mendapatkan jumlah n dalam inti atom dengan cara:
n=AZ
Jika X adalah lambang unsur, Z (nomor atom), dan A (nomor massa), maka unsur X
dapat dinotasikan:
Notasi Unsur Z A p e n
Hidrogen 1 1 1 1 1-1=0
Lithium 3 7 3 3 7-3=4

6. Isotop, Isobar, dan Isoton Suatu Unsur


Setelah penulisan lambang atom unsur dan penemuan partikel penyusun atom,
ternyata ditemukan adanya unsur-unsur yang memiliki jumlah proton yang sama
tetapi memiliki massa atom yang berbeda. Ada pula unsur-unsur yang memiliki massa
atom yang sama tetapi nomor atom berbeda. Oleh karena itu, dikenal istilah isotop,
isoton, dan isobar.
6.1 Isotop
Isotop adalah atom yang mempunyai nomor atom sama tetapi memiliki nomor
massa berbeda. Misalnya, dan . Setiap isotop satu unsur memiliki sifat kimia yang
sama karena jumlah elektron valensinya sama.
Isotop-isotop unsur ini dapat digunakan untuk menentukan massa atom relatif
(Ar) atom tersebut berdasarkan kelimpahan isotop dan massa atom semua isotop.
Berikut adalah contoh-contoh penggunaan isotop.
Radioisotop Kegunaan
O-18 Mengetahui mekanisme reaksi esterifikasi
Mempelajari peredaran darah manusia dan mendeteksi
Na-24
kebocoran pipa dalam tanah
I-131 Mempelajari kelainan pada kelenjar tiroid
Fe-59 Mengukur laju pembentukan sel darah merah dalam tubuh
Co-60 Pengobatan kanker
P-32 Mempelajari pemakaian pupuk pada tanaman
Menentukan umur fosil dan mengetahui kecepatan terjadinya
C-14
senyawa pada fotosintesis
6.2 Isobar
Isobar adalah unsur-unsur yang memiliki nomor atom berbeda tetapi nomor
massa sama. Sehingga antara dan adalah isobar.
6.3 Isoton
Atom-atom unsur berbeda (nomor atom berbeda) yang mempunyai jumlah
neutron sama disebut isoton. Contohnya dan yang sama-sama berneutron 7.

A. Kesimpulan
Dari subbab pembahasan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
atom telah banyak menghasilkan berbagai perspektif definisinya dari beberapa
ilmuwan dan telah banyak mengalami perkembangan dari masa ke masa karena
adanya penelitian yang lebih lanjut, mulai dari tahun 1803 oleh John Dalton, 1897 oleh
Joseph John Thomson, 1911 oleh Ernest Rutherford, 1900 oleh Max Planck, 1913 oleh
Niels Bohr, 1924 oleh Louis de Broglie, dan 1927 oleh Werner Heisenberg. Selain itu,
atom tersusun atas proton, elektron dan neutron serta memiliki nomor atom dan nomor
massa atom. Unsur atom juga memiliki harga bilangan kuantum yang terdiri atas
bilangan kuantum utama, bilangan kuantum azimuth, bilangan kuantum magnetik dan
bilangan kuantum spin. Elektron pada atom memiliki konfigurasi dan cara penulisan
konfigurasi elektron tersebut harus sesuai dengan Prinsip Aufbau, Kaidah Hund dan
Larangan Pauli.

Anda mungkin juga menyukai