Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU TANAH

‘Sifat Fisika Tanah’

Disusun Oleh Kelompok 2 :

Eirene M. Sinubu 15 508 012

UNIVERSITAS NEGERI MANADO

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN IPA


2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA sehingga makalah
ini dapat tersusun hingga selesai .Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih
atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman
bagi para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Tondano, 06 Oktober 2017

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar .............................................................................................................. i


Daftar Isi ........................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 1
C. Tujuan ................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 2
A. Sifat Fisika Tanah ............................................................................................... 2
B. Koloid Tanah .................................................................................................... 11
C. pH Tanah ........................................................................................................... 12

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 14


A. Kesimpulan ....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah merupakan salah satu faktor yang terpenting bagi kehidupan manusia,
sebagaimana kita lihat segala kebutuhan hidup manusia dari produk yang bahan-bahannya
hampir seluruhnya tersedia di dalam tanah. Di seluruh permukaan bumi terdapat aneka
macam tanah dari yang paling gersang sampai yang paling subur, berwarna putih, merah,
coklat, kelabu, hitam dan berbagai ragam sifatnya.
Ilmu yang mempelajari tanah disebut pedologi. Tanah (soil) adalah lapisan tipis kulit
bumi yang terletak di permukaan bumi paling atas yang terbentuk dari hasil pelapukan dan
pengahancuran batuan induk (bahan anorganik/mineral) dan tumbuhan/hewan (bahan
organik) yang telah membusuk yang merupakan media bagi tumbuhnya tanaman.
Tanah yang digunakan dalam praktikum adalah bagian dari permukaan bumi yang
mengandung dan menopang kehidupan atau mampu sebagai media tumbuh tanaman .
Batas atas tanah adalah udara atau air yang dangkal. Batas bawah tanah sulit ditentukan atau
sampai batuan di bawahnya.
Tanah berbentuk lapisan-lapisan diatas batuan terkonsolidasi sebagai akibat interaksi
dari bahan induk, iklim, makhluk hidup, topografi, dan pada periode waktu
tertentu. Walaupun batas bawah dari tanah tidak bias didefinisikan, tetapi batas bawah
tersxebut dapat ditandai dengan batas aktivitas biologi seperti batas perakaran, dan kehidupan
mikroba tanah.
Fisika tanah adalah cabang dari ilmu tanah yang membahas sifat-sifat fisik tanah,
pengukuran dan prediksi serta kontrol (pengaturan) proses fisik yang terjadi dalam tanah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisika tanah?

2. Bagaimana koloid tanah?

3. Bagaimana cara menghitung pH tanah?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sifat fisika tanah

2. Untuk mengetahui koloid tanah

3. Untuk mengetahui cara menghitung pH tanah

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sifat Fisika Tanah

Fisika tanah adalah cabang dari ilmu tanah yang membahas sifat-sifat fisik tanah,
pengukuran dan prediksi serta kontrol (pengaturan) proses fisik yang terjadi dalam tanah.

Beberapa sifat fisika tanah yang utama adalah:

1) Tekstur tanah,

2) Struktur tanah,

3) Bobot isi tanah,

4) Warna tanah,

5) Konsistensi tanah, dan

6) Kadar air tanah.

(Abdul Madjid, 2007)

1) Tekstur Tanah

Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang
berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu.
Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan halus
tanah dibedakan menjadi:

1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.

2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm.

3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm.

Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur
tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah
dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas klas tekstur dibedakan berdasarkan
prosentase kandungan pasir, debu dan liat.

Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah
basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang
meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:

2
(1) Apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan
gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir. (Abdul Madjid, 2007)

(2) Apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi mudah
sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir Berlempung. (Abdul Madjid,
2007)

(3) Apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur,
maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berpasir. (Abdul Madjid, 2007)

(4) Apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh,
dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Lempung. (Abdul Madjid, 2007)

(5) Apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan dengan
permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berdebu.
(Abdul Madjid, 2007)

(6) Apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung
dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Debu. (Abdul
Madjid, 2007)

(7) Apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat
dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur
Lempung Berliat. (Abdul Madjid, 2007)

(8) Apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk bola
agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Lempung Liat Berpasir. (Abdul Madjid, 2007)

(9) Apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta dapat
dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur
Lempung Liat Berdebu. (Abdul Madjid, 2007)

(10) Apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berpasir. (Abdul
Madjid, 2007)

(11) Apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan mudah
dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu. (Abdul Madjid,
2007)

(12) Apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan mudah
dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat. (Abdul Madjid, 2007)

3
2) Struktur Tanah

Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur tanah
ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat
seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil (struktur
tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang berbeda-
beda.(Faisal,2015)

Struktur tanah dikelompokkan dalam 6 bentuk. Keenam bentuk tersebut adalah:

(1) Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini
terdapat pada horison A. (Faisal,2015)

(2) Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal
bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal
membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara
dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
(Faisal,2015)

(3) Prisma (prismatic), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada
sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada
tanah iklim kering. (Faisal,2015)

(4) Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada sumbu
horizontal dengan bagian atasnya membuloat, struktur ini terdapat pada horison B pada
tanah iklim kering. (Faisal,2015)

(5) Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada sumbu
horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.(6) Remah
(single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur ini
terdapat pada horizon A. (Faisal,2015)

3) Bobot Isi Tanah

Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per satuan
volume yang dinyatakan dalam dua batasan berikut ini:

(1) Kerapatan partikel (bobot partikel = BP) adalah bobot massa partikel padat per satuan
volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan partikel 2,6 gram cm-3 (Abdul
Madjid, 2007)

(2) Kerapatan massa (bobot isi = BI) adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang
dikering-ovenkan per satuan volume.Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus
dengan tingkat kekasaran partikel-partikel tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah
lapisan atas yang bertekstur liat dan berstruktur granuler mempunyai bobot isi (BI) antara
1,0 gram cm-3 sampai dengan 1,3 gram cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki
bobot isi antara 1,3 gram cm-3 sampai dengan 1,8 gram cm-3. Sebagai contoh
pembanding adalah bobot isi air = 1 gram cm-3 = 1 ton gram cm-3 . (Abdul Madjid, 2007)

4
Contoh perhitungan dalam menentukan bobot tanah dengan menggunakan bobot isi adalah
sebagai berikut: 1 hekar tanah yang diasumsikan mempunyai bobot isi (BI) = 1,0 gram cm-3
dengan kedalaman 20 cm, akan mempunyai bobot tanah sebesar:

= {(volume 1 hektar tanah dengan kedalaman 20 cm) x (BI)}

= {(100 m x 100 m x 0,2 m) x (1,0 gram cm-3 )}

= {(2.000 m-3) x (1 ton m-3)}

= 2.000 ton m-3

Apabila tanah tersebut mengandung 1% bahan organik, ini berarti terdapat 20 ton m-3 bahan
organik per hektar. (Abdul Madjid, 2007)

4) Warna Tanah

Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna tanah
berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang dipantulkan
permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik yang dikali
dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas permukaan spesifik
menyebabkan makin dominan menentukan warna tanah, sehingga warna butir koloid tanah
(koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas permukaan spesifik yang sangat
luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna humus, besi oksida dan besi
hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna merah, agak kecoklatan atau
kuning yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi berwarna biru hijau. Kuarsa
umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu, dan ada kala berwarna olive-
hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih, bahkan merah, ini tergantung
proporsi tipe mantel besinya.Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna karatan
(mottling) dalam bentuk spot-spot. Karatan merupakan warna hasil pelarutan dan pergerakan
beberapa komponen tanah, terutama besi dan mangan, yang terjadi selama musim hujan,
yang kemudian mengalami presipitasi (pengendapan) dan deposisi (perubahan posisi) ketika
tanah mengalami pengeringan. Hal ini terutama dipicu oleh terjadinya: (a) reduksi besi dan
mangan ke bentuk larutan, dan (b) oksidasi yang menyebabkan terjadinya presipitasi. Karatan
berwarna terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang rendah kadar besi dan mangannya,
sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk apabila besi dan mangan tersebut mengalami
presipitasi. Karatan-karatan yang terbentuk ini tidak segera berubah meskipun telah
dilakukan perbaikan drainase. (Abdul Madjid, 2007)

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat
tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah
tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh perbedaan
kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah makin gelap.
Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya rendah, warna
tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam tanah. Di daerah
berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah berwarna abu-abu
karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah yang berdrainase baik,

5
yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam keadaan oksidasi (Fe 3+)
misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah, atau Fe2O3. 3 H2O
(limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang kadang-kadang basah
dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah yang tereduksi) didapat
pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-tempat dimana udara dapat
masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut. Keberadaan jenis mineral kwarsa
dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang. (Abdul Madjid, 2007)

Menurut Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan: (1) sebagai
indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang, (2) indikator kondisi iklim
untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan (3) indikator kesuburan tanah atau kapasitas
produktivitas lahan. Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti makin tinggi
produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan sebagai berikut:
putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan, coklat, dan hitam.
Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh: (1) kandungan bahan organik yang berwarna
gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka tanah tersebut akan berwarna
makin gelap, (2) intensitas pelindihan (pencucian dari horison bagian atas ke horison bagian
bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah tersebut, makin intensif proses pelindihan
menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang, seperti pada horison eluviasi, dan (3)
kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah berwarna lebih terang.(Abdul Madjid,
2007)

Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna
standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel,
yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai
dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan
banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari
warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat
pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
(Abdul Madjid, 2007)

Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3)
R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B
(brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow).
Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2)
hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya
ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10. (Abdul Madjid, 2007)

Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5
R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mulai
dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y),
selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11)
5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral). (Abdul Madjid, 2007)

6
Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value menunjukkan warna makin
terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Nilai Value pada lembar buku Munsell Soil
Color Chart terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7;
dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang. (Abdul Madjid, 2007)

Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku
Munsell Soil Color Chart dengan rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai
chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling
murni. (Abdul Madjid, 2007)

Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil Color Chart, sebagai
contoh:

(1) Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai
hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat.

(2) Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut mempunyai
nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut berwarna merah.

Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka semua warna harus
disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang dominannya. Warna tanah akan
berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering, sehingga dalam menentukan warna tanah perlu
dicatat apakah tanah tersebut dalam keadaan basah, lembab, atau kering. (Abdul Madjid,
2007)

5) Konsisten Tanah

Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari
daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan mengubah
bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. (Abdul Madjid, 2007)

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik


umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah.Penetapan konsistensi
tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan kering. Konsistensi basah
merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah di atas kapasitas lapang
(field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi
kadar air tanah sekitar kapasitas lapang. Konsistensi kering merupakan penetapan konsistensi
tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara.

Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat
kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan sangat plastis, plastis, agak plastis,
dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat, lekat,
dan sangat lekat. (Abdul Madjid, 2007)

7
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai
dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur,
gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah
tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit
dicangkul. (Abdul Madjid, 2007)

Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah.
Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak,
agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras. (Abdul Madjid, 2007)

Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan meremas
segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah dinyatakan
berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi kering. Apabila
gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan
berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering. (Abdul Madjid,
2007)

Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori: melekat
atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya membentuk bulatan,
yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan; dan kemampuannya
mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara lebih terinci cara
penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:

(I) Konsistensi Basah

1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya adhesi antara butir-butir
tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:

(1) Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.

(2) Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.

(3) Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.

(4) Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.

(Abdul Madjid, 2007)

1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan, ini
dibagi 4 kategori berikut:

(1) Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.

(2) Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah kurang dari 1
cm.

(3) Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan
diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.

8
(4) Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm
dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.

(Abdul Madjid, 2007)

(II) Konsistensi Lembab

Pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang, konsistensi dibagi 6 kategori sebagai
berikut:

(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah
mudah terpisah (contoh: tanah bertekstur pasir).

(2) Sangat Gembur (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah sekali hancur bila
diremas.

(3) Gembur (Nilai 2): yaitu dicirikan dengan hanya sedikit tekanan saat meremas dapat
menghancurkan gumpalan tanah.

(4) Teguh / Kokoh (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan agak kuat saat
meremas tanah tersebut agar dapat menghancurkan gumpalan tanah.

(5) Sangat Teguh / Sangat Kokoh (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan
berkali-kali saat meremas tanah agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.

(6) Sangat Teguh Sekali / Luar Biasa Kokoh (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan tidak hancurnya
gumpalan tanah meskipun sudah ditekan berkali-kali saat meremas tanah dan bahkan
diperlukan alat bantu agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.

(Abdul Madjid, 2007)

(III) Konsistensi Kering

Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara, ini dibagi 6 kategori
sebagai berikut:

(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak
melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).

(2) Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah
berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.

(3) Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi tekanan
pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu
menghancurkan gumpalan tanah.

(4) Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah dan
makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih kuat
untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.

9
(5) Sangat Keras (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan yang lebih kuat lagi
untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit ditekan
dan sangat sulit untuk hancur.

(6) Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya
tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan
tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).

(Abdul Madjid, 2007)

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) sifat
dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah, (3) sruktur tanah, dan (4) kadar air tanah.
(Abdul Madjid, 2007)

6) Kadar Air Tanah

Menurut Hanafiah (2005) bahwa air merupakan komponen penting dalam tanah yang dapat
menguntungkan dan sering pula merugikan. Beberapa peranan yang menguntungkan dari air
dalam tanah adalah:

(1) sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman.

(2) sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, dan differensi horison.

(3) sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, yaitu dari hara tidak
tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman.

(4) sebagai penopang aktivitas mikrobia dalam merombak unsur hara yang semula tidak
tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman.

(5) sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah.

(6) sebagai stabilisator temperatur tanah.

(7) mempermudah dalam pengolahan tanah.

Selain beberapa peranan yang menguntungkan diatas, air tanah juga menyebabkan beberapa
hal yang merugikan, yaitu:

(1) mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian (perlin-
dian/leaching) yang terjadi secara intensif. (Abdul Madjid, 2007)

(2) mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi dari
lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah. (Abdul Madjid, 2007)

(3) kondisi jenuh air menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga
menghambat aliran udara ke dalam tanah, sehingga mengganggu respirasi dan serapan
hara oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari reaksi aerob
menjadi reaksi anaerob. (Abdul Madjid, 2007)

10
B. Koloid Tanah

Koloid Tanah adalah bahan mineral dan bahan organik tanah yang sangat halus sehingga
mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat (massa). (Rahman
Arinong,2013)

Koloid berasal dari kata Yunani yang berarti seperti lem (glue like). Termasuk koloid
tanah adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik). (Rahman Arinong,2013)

Koloid berukuran kurang dari 1 μ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2 μ)
termasuk koloid. Koloid tanah merupakan bagian tanah yang sangat aktif dalam reaksi-reaksi
fisikokimia di dalam tanah. (Rahman Arinong,2013)

Partikel-partikel koloid yang sangat halus yang disebut micell (mikro cell) umumnya
bermuatan negatif. Karena itu ion-ion bermuatan positif (kation) tertarik pada koloid tersebut
sehingga terbentuk lapisan ganda ion (ionic double layer). Bagian dalam dari lapisan dalam
lapisan ganda ion ini terdiri dari partikel koloid yang bermuatan negatif (anion) sedang
bagian luar merupakan kerumunan kation yang tertarik oleh partikel-partikel tersebut.
(Rahman Arinong,2013)

1. Koloid liat (Koloid Anorganik)

Fraksi liat yang berukuran kurang dari 1 mikron bersifat koloid. Koloid liat tersusun dari
mineral –mineral liat silikat dan bukan silikat yang yang mengkristal secara amorf. Sifat dan
ciri masing-masing mineral liat akan menentukan sifat dan ciri koloid liat. Mineral liat
merupakan mineral baru hasil pengkristalan dari berbagai senjawa hasil penguraian mineral
primer. Liat ini terbentuk dari senyawa SiO2, Al2O3 dan air, adakalanya magnesium, besi,
dan kalium. (Rahman Arinong,2013)

Fraksi liat merupakan koloid tanah yang dapat menyelaputi atau bersifat perekat/semen dari
butir – butir primer tanah sehingga dapat membentuk agregat mikro yang dapat menjerap
atau mengikat unsur hara bagi tanaman. Dengan demikian kompleks koloid tanah ini dapat
mempengaruhi sifat fisika dan kimia atau kesuburan tanah. (Rahman Arinong,2013)

Fraksi liat di dalam tanah terdiri dari beberapa jenis mineral yaitu :

1). Mineral liat Al silikat kristalin

Golongan mineral liat ini umumnya dibagi menjadi beberapa tipe yaitu :

a. Tipe Liat 1 : 1. Struktur mineral liat tipe ini tersusun dari satu lempeng Silika-tetrahedron
dan satu lempeng alumina-oktahedron. Jenis mineral ini adalah Kaolinit, Haloysit,
Anauksit, Dikit. (Rahman Arinong,2013)

b. Tipe Liat 2 : 1. Struktur mineral liat tipe ini tersusun dari dua lempeng Silika-tetrahedron
yang mengapit satu lapisan alumina-oktahedron. Jenis mineral ini adalah
Montmorilonit,Vermikulit, Illit. (Rahman Arinong,2013)

11
c. Tipe Liat 2 : 2. Struktur mineral liat tipe tersusun dari dua lempeng silika- tetrahedron dan
dua lempeng alumina-oktahedron. (Rahman Arinong,2013)

2). Mineral liat Al silikat Amorf

Mineral liat yang amorf dalam tanah adalah Allofan yaitu suatu kombinasi silika dan
aluminium sesquioksida dengan komposisi kira – kira Al2O3. 2SiO2. H2O. Bahan ini
terdapat sebagai bagian dari tanah. Akan tetapi paling banyak terdapat dalam tanah gunung
berapi. (Rahman Arinong,2013)

Alofan dalam tanah tidak dapat diabaikan, karena ia mempunyai pertukaran kation besar.
Kemampuan ini rupanya tergantung pada pH. Alofan juga memiliki kemampuan pertukaran
anion sangat besar yang cukup nyata. Meskipun cara perkembangan muatan negatif dan
positif pada koloid tidak diketahui, terdapatnya didalam tanah dapat mempengaruhi sifat
tanah. (Rahman Arinong,2013)

2. Koloid Humus (Koloid Organik)

Koloid humus yang terbentuk dari proses humifikasi, yaitu perombakan bahan organik yang
kemudian menguraikannya sehingga terbentuk humus. Humus adalah bahan organik yang
tidak dapat melapuk lagi dan berukuran koloid, yaitu dapat mengikat kation –kation,
mengadakan pertukaran ion-ion, dan menjerap molekul air. Humus ini berwarna kehitam-
hitaman sampai hitam, terdiri dari campuran antara sisa-sisa penguraian bahan organik
dengan subtitusi sel-sel jasad hidup dalam tanah, dan keadaanya agak mantap sampai mantap.
Sifat yang lebih baik dari liat ialah bahwa koloid humus dapat mengikat ion-ion lebih banyak
dari pada liat, pada berat yang sama , selain itu daya mengikat molekul airnya jauh lebih
besar. (Rahman Arinong,2013)

Koloid liat dan humus dapat melakukan pertukaran ion, yaitu pertukaran kation- kation
yang terjerap dengan kation kation yang terdapat bebas didalam air tanah . Urutan
pertukarannya dari yang paling sukar ke yang paling mudah ditukar adalah : H, Al, Ba, Ca,
Mg, K, NH4 dan Na. (Rahman Arinong,2013)

C. pH Tanah

pH tanah atau derajat keasaman dibedakan atas asam, netral, dan basa. (Dedi,2012)

Tanah pH (H2O) Tanah pH (H2O)


Luar biasa asam ± 4,5 Netral 6,6 – 7.3
Asam sangat kuat 4,5 – 5,0 Agak basa 7,4 – 7,8
Asam kuat 5,1 – 5,5 Basa sedang 7,9 – 8,4
Asam sedang 5,6 – 6,0 Basa kuat 8,5 – 9,0
Agak asam 6,1 – 6,5 Basa sangat kuat ± 9,0
(Dedi,2012)

12
 Cara Mengukur pH Tanah Menggunakan Kertas Lakmus

Cara mengukur pH tanah menggunakan kertas lakmus adalah sebagai berikut :

a). Ambil sampel tanah dari 5 titik yang berbeda, yaitu 4 titik pada ujung lahan dan 1 titik
di tengah-tengah lahan,

b). Semua sampel tanah dijadikan satu dalam wadah dan dibasahi dengan air dengan
perbandingan 1:1, kemudian diaduk hingga tercampur rata,

c). Biarkan selama kurang lebih 15-20 menit sehingga tanah mengendap (air dan tanah
terpisah),

d). Celupkan ujung kertas lakmus pada air selama 1 menit dan jangan sampai menyentuh
tanah,

e). Segera angkat jika warna kertas lakmus sudah stabil,

f). Cocokkan warna kertas lakmus tersebut dengan bagan warna,

g). Lihat warna tersebut ada pada skala berapa, apakah 0, 1, atau 7

(Azzami,2017)

 Cara Mengukur pH Tanah Menggunakan pH Meter

Dengan menggunakan pH Meter bisa langsung diketahui berapa skala pH tanah tersebut,
sehingga mempermudah kita dalam memberikan perlakuan. Cara menggunakan pH meter
tanah sangat mudah dan praktis, yaitu cukup dengan menusukkan ujung alat pH meter pada
keempat ujung titik lahan dan satu titik ditengah-tengah lahan. Hasil yang diperoleh pada
skala pH akan menunjukkan angka yang sudah dirata-ratakan. (Azzami,2017)

Mengukur kadar keasaman tanah menggunakan pH Meter sangat mempermudah kita dalam
pemberian dosis kapur pertanian. Karena angka atau skala pH hasil pengukuran dapat
diketahui dengan pasti. Secara umum untuk menaikkan 1 tingkat skala pH membutuhkan 2
ton dolomit (kapur pertanian) setiap hektar. Misalnya jika hasil pengukuran menunjukkan
angka skala pH 6 maka untuk memperoleh pH 7 dalam satu hektar lahan dibutuhkan 2 ton
dolomit. Jika hasil pengukuran menunjukkan angka 4, maka dalam satu hektar dibutuhkan 6
ton dolomit untuk memperoleh pH netral (7.0). Pengukuran pH tanah dan pemberian dolomit
atau pengapuran sebaiknya dilakukan saat pengolahan lahan, sehingga ketika benih atau bibit
ditanam pH tanah sudah benar-benar stabil. (Azzami,2017)

13
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Fisika tanah adalah cabang dari ilmu tanah yang membahas sifat-sifat fisik tanah,
pengukuran dan prediksi serta kontrol (pengaturan) proses fisik yang terjadi dalam tanah.

Beberapa sifat fisika tanah yang utama adalah:

1) Tekstur tanah,

2) Struktur tanah,

3) Bobot isi tanah,

4) Warna tanah,

5) Konsistensi tanah, dan

6) Kadar air tanah.

Koloid Tanah adalah bahan mineral dan bahan organik tanah yang sangat halus sehingga
mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat (massa). Termasuk koloid
tanah adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik).

pH tanah atau derajat keasaman dibedakan atas asam, netral, dan basa.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arinong, R. (2013). Koloid Tanah. Koloid Tanah .

Azzamy. (2017, Juni 08). Cara mengukur pH. Retrieved Oktober 04, 2017, from blogspot:
http://mitalom.com/4-cara-sederhana-mengetahui-tanah-masam-dan-faktor-yang-mempengaruhi-
ph-tanah/

Dedi. (2012, Januari). Tanah. Retrieved Oktober 04, 2017, from blogspot:
http://dedigeografi.blogspot.co.id/2012/01/tanah-pedosfer.html

Faisal. (2015, Oktober). Sifat-Sifat Tanah. Retrieved Oktober 04, 2017, from blogspot:
https://sainsmini.blogspot.co.id/2015/10/sifat-sifat-tanah-kimia-dan-fisika.html

Hanafiah, K. A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Divisi Buku Perguruan Tinggi. PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta. 360 halaman. https://bloghamdy.wordpress.com/ilmu-tanah/fisika-tanah/

Hardjowigeno, S. 1992. Ilmu Tanah. Edisi ketiga. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta. 233
halaman. https://bloghamdy.wordpress.com/ilmu-tanah/fisika-tanah/

Madjid, A. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Bahan Ajar Online Fakultas Pertanian Unsri.
https://bloghamdy.wordpress.com/ilmu-tanah/fisika-tanah/

15

Anda mungkin juga menyukai