Data dari
seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD
setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD
tertinggi di Asia Tenggara.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di
Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968,
dimana sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka
Kematian (AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.
Kota Cilegon - Kasus penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) selama 2015 mengalami
peningakatan. Hingga akhir Desember 2015, tercatat ada sebanyak 594 penderita. Jumlah tersebut
terbilang meningkat bila dibandingkan dengan 2014 lalu yang hanya sebanyak 425 penderita.
Dari jumlah tersebut wilayah perkotaan seperti Kecamatan Jombang dan Kecamatan Cilegon
"Penderita DBD didominasi warga diwilayah perkotaan. Hal itu terjadi karena banyak faktor
diantaranya padatnya jumlah penduduk, banyaknya rumah kosong, maraknya sampah rumah
tangga dan sifat indifidualistis para penduduk dalam menjaga lingkungan," kata Kepala Bidang
(Kabid) Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) pada Dinas Kesehatan
Retno menjelaskan, berdasarkan data rekapitulasi selama 2015 masing-masing wilayah penderita
DBD yakni Kecamatan Cilegon sebanyak 113 penderita, Kecamatan Jombang sebanyak 111
Sebanyak 10 penderita dan Kecamatan Cibeber sebanyak 63 penderita. sehingga totalnya sebanyak
594 penderita. "Dari jumlah tersebut penderita yang meninggal dunia di Kecamatan Jombang dua
penderita, Pulomerak satu orang penderita, Grogol satu orang dan Citangkil satu orang. Jadi yang
meinggal lima orang," jelasnya.
Retno mengklaim, meningkatnya kasus DBD pada 2015 itu dikarenakan adanya siklus lima
tahunan, sehingga penyebaran DBD cukup banyak. Meski begitu, pihaknya sudah melakukan
langkah antisipasi dalam serangan DBD siklus lima tahunan tersebut, sehingga lonjakannya tidak
terlalu signifikan. "Antisipasi pencegahan kami banyak dilakukan seperti fogging DBD,
mengadakan lomba anti DBD, sosialisasi anti DBD dan pemeriksaan jenti nyamuk dan
Pada awal 2016, lanjut Retno, belum ditemukan penderita DBD. Pihaknya berharap, penderita
penyakit berbahaya itu bisa ditekan. "Warga juga kami harapkan bisa ikut serta memberantas
serang nyamuk dan menjaga lingkungannya terbebas dari DBD dengan cara menjaga kebersihan
lingkungan," terangnya.