Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Prolapsus organ panggul adalah keadaan yang sering terjadi terutama pada wanita tua.
Menurut WHO diperkirakan lebih dari 50% wanita yang pernah melahirkan normal akan
mengalami keadaan ini dalam berbagai tingkatan, namun oleh karena tidak semua diantara
mereka mengeluhkan hal ini pada dokter maka angka kejadian yang pasti sulit ditentukan.
Prolapsus organ panggul disebut pula sebagai prolapsus uteriprolapsus genitalis
prolapsus uterovaginalpelvic relaxationdisfungsi dasar panggulprolapsus
urogenitalis atau prolapsus dinding vagina.
Prolapsus organ panggul terjadi akibat kelemahan atau cedera otot dasar panggul
sehingga tidak mampu lagi menyangga organ panggul. Uterus adalah satu satunya organ
yang berada diatas vagina. Bila kandung kemih atau usus bergeser maka keduanya akan
mendorong dinding vagina. Meskipun prolapsus bukan satu keadaan yang bersifat life
threatening, namun keadaan ini menimbulkan rasa tak nyaman dan sangat mengganggu
kehidupan penderita.
Prolaps organ panggul menonjol dari satu atau lebih organ panggul ke dalam vagina.
Organ-organ ini adalah rahim, vagina, usus dan kandung kemih.
Gejala mungkin termasuk: sensasi tonjolan atau sesuatu yang turun atau keluar dari
vagina, yang kadang-kadang perlu mendorong kembali ketidak nyamanan saat
berhubungan seks, masalah buang air kecil: seperti aliran lambat, perasaan tidak
mengosongkan kandung kemih sepenuhnya, perlu buang air kecil lebih sering dan bocor
sedikit urin ketika Anda batuk, bersin atau berolahraga (inkontinensia stres). Bahkan ada
beberapa wanita tidak memiliki gejala apapun.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah definisi prolapsus uteri?
2. Bagaimanakah tanda dan gejala pada penderita prolapsus uteri?
3. Bagaimanakah cara penanganan terjadinya prolapsus uteri?
4. Bagaimanakah contoh kasus prolapsu uteri pada masyarakat?
5. Bagaimanakah cara penerapan asuhan keperawatan pada contoh kasus seperti pada
rumusan masalah no. 4?

C. TUJUAN
1. Tujuan umum:
Agar karya tulis ini bisa bermanfaat dan menambah pengetahuan masyarakat.
2. Tujuan khusus:
- Sebagai pemenuhan tugas Sistem Reproduksi
- Agar mahasiswa/i D3-Keperawatan Poltekes Provinsi Bengkulu semester 3 bisa
memahami semua yang terkait prolapsus uteri.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. KONSEP PENYAKIT

A. PENGERTIAN
Prolapse uteri adalah kondisi rahim runtuh, jatuh, atau perpindahan ke bawah dari
uterus dengan kaitannya dengan vagina. Hal ini juga didefinisikan sebagai menggembung
rahim ke dalam vagina.
Ketika dalam keselarasan, uterus dan struktur yang berdekatan ter-suspensi dalam posisi
yang tepat dengan uterosakrum, bulat, luas, dan ligamen cardinal. Otot-otot dasar panggul
membentuk struktur sling seperti yang mendukung rahim, vagina, kandung kemih, dan
rectum. Prolaps rahim adalah hasil dari dasar panggul relaksasi atau peregangan
berlebihan struktural dari otot-otot dinding panggul dan struktur ligamen.
Uterine prolapse ditandai di bawah klasifikasi yang lebih umum disebut prolaps organ
panggul yang meliputi turunnya anterior, tengah dan struktur posterior ke dalam vagina.
Organ-organ yang menonjol anterior ke dalam vagina adalah kandung kemih yang disebut
sistokel, uretra, yang disebut uretrokel atau kombinasi yang merupakan sebuah
cystourethrocele.
Uterus dan kubah vagina, yang merupakan puncak vagina, membentuk organ-organ
yang merupakan keturunan bagian tengah ke dalam vagina. Kubah vagina sering prolapses
akibat histerektomi.
Tonjolan rektum disebut rektokel dan tonjolan dari bagian dari usus dan peritoneum
disebut enterokel, ini membentuk bagian posterior dari prolaps organ panggul. Informasi
dari titik ke depan ini akan fokus pada prolaps rahim.
Uterine prolapse diklasifikasikan menggunakan sistem penilaian empat bagian yaitu:
kelas 1 (turunnya rahim di atas selaput darah), kelas 2 (turunnya rahim selaput darah),
kelas 3 (turunnya rahim di luar selaput darah) dan kelas 4 (prolaps total)

B. ETIOLOGI
Prolaps disebabkan oleh melemahnya jaringan yang mendukung organ-organ panggul.
Hal ini terjadi karena beberapa alasan. Dalam banyak wanita, melahirkan dapat
melemahkan jaringan. Hampir separuh dari semua wanita yang telah memiliki anak
dipengaruhi oleh beberapa derajat prolaps.
Hal ini juga lebih umum pada wanissssssssssssssssssssssssssssssssssssssssssta tua,
terutama pada mereka yang telah melalui masa menopause. Hal seperti kelebihan berat
badan, memiliki batuk mengejan dan memiliki sembelit jangka panjang dapat
meningkatkan risiko dalam mengembangkan sebuah prolaps .
Prolaps juga dapat disebabkan oleh kondisi genetik langka yang mem-pengaruhi
jaringan-jaringan tubuh, seperti sindrom Marfan. Wanita yang paling berisiko untuk
kondisi ini adalah mereka yang telah memiliki banyak kehamilan dan persalinan dalam
kombinasi dengan obesitas. Faktor risiko yang terkait adalah trauma pada saraf pudendus
atau sacral ketika melahirkan. Gangguan tersebut telah dikaitkan dengan partus lama,
bantalan bawah sebelum pelebaran penuh, dan pengiriman kuat plasenta.

2
Penurunan otot akibat penuaan, ketegangan yang berlebihan saat buang air besar dan
komplikasi dari operasi panggul juga telah dikaitkan dengan prolaps rahim dan organ yang
berdekatan. Terkait risiko juga ada seperi halnya tumor panggul dan kondisi neurologis
seperti spina bifida dan neuropati diabetes yang mengganggu persarafan dari otot panggul.
Genetika diduga dalam kondisi ini karena beberapa hubungan keluarga dan generasi
dengan ini dan kondisi yang berkaitan. Sebuah artikel baru-baru ini telah menemukan
bahwa bedah caesar dapat menurunkan risiko untuk prolaps organ panggul.

C. PATOFISIOLOGI
Sebagaimana telah diterangkan prolapsus uteri terdapat dalam beberapa tingkat, dari
yang paling ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya
persalinan per vaginam yang susah, dan terdapatnya kelemahan-kelemahan ligamen-
ligamen yang tergolong dalam fasia endopelvik, dan otot-otot serta fasia-fasia dasar
panggul. Juga dalam keadaan tekanan intraabdominal yang meningkat dan kronik akan
memudahkan penurunan uterus, terutama apabila tonus otot-otot mengurang seperti pada
penderita dalam manopause (Wiknjosastro, 2005).
Serviks uteri terletak diluar vagina, akan tergeser oleh pakaian wanita tersebut, dan
lambat laun menimbulkan ulkus, yang dinamakan ulkus dekubitus. Jika fasia di bagian
depan dinding vagina kendor biasanya trauma obstetrik, ia akan terdorong oleh kandung
kencing sehingga menyebabkan penonjolan dinding depan vagina kebelakang yang
dinamakan sistokel. Sistokel yang pada mulanya hanya ringan saja, dapat menjadi besar
karena persalinan berikutnya, yang kurang lancar, atau yang diselesaikan dalam penurunan
dan menyebabkan urethrokel. Urethrokel harus dibedakan dari divertikulum uretra. Pada
divertikulum keadaan uretra dan kandung kencing normal, hanya dibelakang uretra ada
lubang, yang membuat kantong antara uretra dan vagina (Wiknjosastro, 2005).
Kekendoran fasia dibagian belakang dinding vagina oleh trauma obstetrik atau sebab-
sebab lain dapat menyebabkan turunnya rektum kedepan dan menyebabkan dinding
belakang vagina menonjol ke lumen vagina yang dinamakan rektokel. Enterokel adalah
hernia dari kavum dauglasi. Dinding vagina atas bagian belakang turun dan menonjol
kedepan. Kantong hernia ini dapat berisi usus atau omentum (Wiknjosastro, 2005).
Frekuensi prolapsus genitalia di beberapa negara berlainan, seperti yang dilaporkan di
klinik dGynecologie et Obstetrique Geneva insidensnya 5,7 %, dan pada periode yang
sama di Hamburg 5,4 %, Roma 6,4 %. Dilaporkan di Mesir, India, dan Jepang kejadiannya
tinggi, sedangkan pada orang Negro Amerika, Indonesia berkurang. Pada suku bantu di
Afrika Selatan jarang sekali terjadi. Penyebab terutama adalah melahirkan dan pekerjaan
yang menyebabkan tekanan intraabdominal meningkat serta kelemahan dari ligamentum-
ligamentumkarena hormonal pada usia lanjut. Trauma persalinan, beratnya uterus pada
trauma persalinan, beratnya uterus pada masa involusi uterus, mungkin juga sebagai
penyebab. Pada suku bantu involusi uterus lebih cepat terjadi dari pada orang kulit putih,
dan juga pulihnya otot-otot dasar panggulnya. Hampir tak pernah ditemukan subinvolusi
uteri pada suku Bantu tersebut. Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada
wanita yang telah melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Djafar
Siddik pada penyelidikan selama 2 tahun (1969-1970) memperoleh 63 kasus prolapsus
genitalis dari 5.372 kasus ginekologik multipara dalam masa manepause, dan 31.74 %
pada wanita petani, dari 63 kasus tersebut, 69 % berumur 40 tahun. Jarang sekali prolapsus
uteri dapat ditemukan pada seorang nullipara (Wiknjosastro, 2005).

3
D. TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala penderita yang satu
dengan plolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya
penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang
hampir sering dijumpai menurut Wiknjosastro, 200 :
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol
2. Rasa sakit dipinggung dan pinggang, biasanya jika penderita berbaring, keluhan
menghilang dan berkurang
3. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala-gejala :
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita saat berjalan dan
beraktifitas. Gesekan portio uteri oleh celana dapat menimbulkan lecet hingga
dekubitus pada porsio
b. Lekroses karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi
serta luka pada portio
4. Entrokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina

E. MANIFESTASI KLINIS
Gejala sangat berbeda-beda dan bersifat individual. Kadang kala penderita yang satu
dengan prolaps yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun, sebaliknya penderita
lain dengan prolaps ringan mempunyi banyak keluhan. Keluhan-keluhan yang hampir
selalu dijumpai (Wiknjosastro, 2005) :
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genitalia eksterna.
2. Rasa sakit di panggul dan pinggang (backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala:
1) Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian bila lebih
berat juga pada malam hari
2) Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya
3) Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk mengejan.
Kadang- kadang dapat terjadi retensio uriena pada sistokel yang besar sekali.
4. Rektokel dapat menjadi gangguan pada defekasi:
1) Obstipasi karena faeses berkumpul dalam rongga rektokel;
2) Baru dapat defeksi, setelah diadakan tekanan pada rektokel dari vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut:
1) Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan porio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada porsio uteri.
2) Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks, dan karena infeksi
serta luka pada porsio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasapenuh di
vagina.

4
F. KOMPLIKASI
Menurut Wiknjosastro (2005), komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri ialah:
1. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.
Prosidensia uteri disertai degan keluarnya dinding vagina (inversio); karena itu
mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta brkerut, dan berwarna keputih-
putihan.
2. Dekubitus
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan pakaian
dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, dan lambat laun timbul ulkus
dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan karsinoma, lebih-
lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi perlu dilakukan untuk
mendapat kepastian akan adanya karsinoma.
3. Hipertrofi serviks dan elangasio kolli
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi
panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri pada
periksa raba lebih panjang dari biasa.
4. Gangguan miksi dan stress incontinence
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing tidak
dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan ureter,
sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel dapat pula
mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat
menimbulkan stress incontinence.
5. Infeksi jalan kencing
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Akhirnya, hal itu
dapat menyebabkan gagal ginjal.
6. Kemandulan, karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama
sekali keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan.
7. Kesulitan pada waktu partus, jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada
waktu persalinan dapat timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan
persalinan terhalang.
8. Hemoroid, feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan
timbul hemoroid.
9. Inkarserasi usus halus
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan tidak
dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk membebaskan
usus yang terjepit itu.

5
BAB III
TINJAUAN KASUS

Ny F, 50 tahun, datang dengan keluhan seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS.
Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun setelah
melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk sendiri bila pasien
berbaring, Peranakan dirasakan turun bila pasien batuk atau BAB, nyeri perut (-), perdarahan
(-). Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya. Peranakan turun bila batuk, BAB,
beraktivitas, berjalan atau berdiri, tidak dapat masuk sendiri, namun dapat dimasukkan
seluruhnya bila pasien berbaring. Nyeri perut (+), nyeri punggung bawah (+), perdarahan (+),
nyeri pada peranakan yang turun (-), BAK sering (+), BAK nyeri (-), demam (-), flek-flek
dari kemaluan (+). Pasien adalah ibu rumah tangga, sering mengangkat berat, memompa air
dan mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-),
penyakit jantung (-), batuk lama (-), alergi (+), asma (+). Multiparitas per vaginam (+),
menopause (+) sejak 10 tahun lalu. Riwayat KB (+) spiral.
Pada pemeriksaaan fisik didapatkan keadaan umum compos mentis, kesan gizi lebih,
IMT 27.34, tanda vital dan status generalis tidak ada kelainan. Pada status ginekologik
inspeksi tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina, bentuk bulat, warna
merah muda, discharge (-), erosif (+), pada palpasi teraba massa ukuran 2cmx2cmx3cm,
konsistensi kenyal, inspekulo tidak dilakukan, vaginal touche massa dapat dimasukkan, kesan
uteri atrofi, nyeri goyang (-), massa adneksa (-), nyeri pada adneksa (-).
Pada POPQ didapatkan prolaps uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat III.
Pemeriksaan laboratorium DPL dan kimia darah dalam batas normal, urinalisis terdapat
leukosit penuh, bakteri (+), nitrit (+), protein +2, esterase leukosit (+).

6
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN

A. INFORMASI DATA PASIEN


Nama Pasien : Ny. Fredika LE
Nama Suami : Tn. Budi
Usia : 50 thn
Alamat : Gg. Edy VIII no. 10, Halimun, Jakarta Selatan
Pekerjaan : IRT
Agama : Kristen Protestan
Pendidikan : SMP
No. MRS : 330 21 06
Masuk RS : 24-04-2009 Pk. 10:24

B. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 27 April 2009 WIB dan data
sekunder

C. KELUHAN UTAMA
Seluruh peranakan turun sejak 8 tahun SMRS

D. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Sejak 12 tahun sebelum masuk RS (SMRS), pasien merasa peranakan turun setelah
melahirkan anak ke empat. Awalnya hanya turun sedikit, bisa masuk sendiri bila pasien
berbaring, namun lama kelamaan peranakan turun seluruhnya. Peranakan dirasakan turun
bila pasien batuk atau BAB. Tidak ada nyeri perut maupun perdarahan.
Sejak 8 tahun SMRS peranakan turun seluruhnya, tidak dapat masuk sendiri, namun
pasien masih bisa memasukkan peranakan seluruhnya. Peranakan turun bila pasien sedang
batuk, BAB, beraktivitas, berjalan atau berdiri dan dapat dimasukkan seluruhnya bila
pasien berbaring. Terdapat keluhan nyeri perut, nyeri punggung bawah dan perdarahan,
namun tidak ada keluhan nyeri pada peranakan yang turun.
Pasien kemudian berobat ke PKM, diberi obat (pasien tidak ingat namanya), keluhan
nyeri dan perdarahan hilang namun keluhan peranakan turun masih ada. Pada pasien
terdapat keluhan BAK sering, namun tidak ada keluhan BAK nyeri. Tidak ada keluhan
demam sebelumnya. Hingga saat ini pasien sering mengeluh keluar flek-flek dari
kemaluan. Pasien berobat ke RS atas anjuran dari anaknya.
Pasien merasa bahwa dirinya seorang dokter, seorang artis dan merupakan salah satu
utusan yesus kristus.

E. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, batuk lama disangkal
Alergi (+) kacang dan ikan
Asma (+), minum obat napasin setiap hari, beli sendiri

F. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

7
Hipertensi, Diabetes Melitus, Penyakit jantung, Asma disangkal
Riwayat Obstetri, Pekerjaan, Sosial Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan.

G. RIWAYAT SOSIAL
Pasien seorang ibu rumah tangga, sehari sering melakukan aktivitas berat, seperti
memompa air dan menggendong cucu. Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol, tidak
ada riwayat berbaganti-ganti pasangan.

H. RIWAYAT MENSTRUASI
Menstruasi pertama saat usia 14 tahun, siklus teratur tiap bulan, lama lupa, ganti pembalut
lupa, tidak nyeri. Pasien sudah menopause sejak 10 tahun yang lalu.

I. RIWAYAT MENIKAH
Pasien menikah 1x

J. RIWAYAT KEHAMILAN: P4A0


Anak pertama : wanita, 27 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 3400 gram
Anak kedua : wanita, 26 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL 2700 gram
Anak ketiga : wanita, 20 tahun, lahir spontan di Sp.OG, BL > 3000 gram
Anak keempat : wanita, 12 tahun, lahir spontan di bidan, BL > 300 gram

K. RIWAYAT KB
KB (+) spiral 26 tahun yang lalu, selama 5 tahun.

L. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 27 April 2009 di PW Lt.2 RSCM
Kesadaran : compos mentis
Keadaan gizi : lebih
Status gizi : BB 70 kg TB 160 cm IMT 27.34
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36.8 0C
Pernafasan : 20 x/menit
1. Status Generalis
Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
Paru : vesikuler +/+, tidak ada rhonki, tidak ada wheezing
Jantung : BJ I-II normal, tidak ada murmur, tidak ada gallop
Abdomen : Buncit, lemas, hati limpa tidak teraba, bunyi usus (+) normal, massa
(-),nyeri tekan (-)
Ektremitas : akral hangat, edema (-), capillary refill time < 2
2. Status Ginekologi
Inspeksi : tampak massa uterus keluar sebagian dari introitus vagina, bentuk
bulat, warna merah muda, discharge (-), erosif (+)
Palpasi : teraba massa ukuran 2 cmx2cmx3cm, konsistensi kenyal, nyeri tekan
(-)
Inspekulo : tidak dilakukan

8
Vaginal touch : massa dapat dimasukkan, kesan uteri atrofi, nyeri goyang(-), massa
adneksa(-), nyeri(-).

Aa +3 Ba +6 C +7 POPQ (Pelvic Organ Proplapse


gh 7 pb 2 tvl 8 Quantification)
Ap +2 Bp +5 D +5

Sondase uterus : tertahan


Residu urine : 0 cc
Kesan : prolapsus uteri derajat IV, sistokel derajat IV, rektokel derajat III

M. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (24 Maret 2009)
1. Hematologi rutin
Hb 12.2 13 16 g/dl
Ht 36.6 40 48 %
MCV 77.2 82 93 fl
MCH 25.7 27 31 pg
MCHC 33.3 32 36 g/dl
Leukosit 6.5 5 10 10^3/ l
Trombosit 291 150 400 10^3/ l
2. Hemostasis
BT 02:00 < 02:00 Menit
CT 13:00 < 12:00 Menit
3. Kimia darah
SGOT 15
SGPT 14
Albumin 4.3
Natrium 139
Kalium 4.25
Klorida 113
Ureum 24
Kreatinin 0.8
Glukosa Puasa 96
Glukosa 2 jam PP 118
HbsAg -
4. Urinalisis lengkap
Sedimen
Sel epitel + +
Leukosit penuh 0-1 /LPB
Eritrosit 2-3 2-6 /LPB
Silinder - - /LPK
Kristal - -
Bakteri + -
Berat jenis 1,025 1,003 1,030

9
Ph 6,5 4,5 8
Protein 2+ -
Glukosa - -
Keton - -
Darah/Hb + -
Bilirubin - -
Urobilinoge 3.2 0.1-1.00 mol/l
Nitri + -
Esterase leukosit 3+ -

N. DIAGNOSIS KEPERAWATAN :
1. Perdarahan b.d. gesekan porio uteri oleh celana.
2. Nyeri b.d. tekanan intraabdominal meningkat.
3. Resiko infeksi b.d. adanya luka akibat gesekan massa uterus yang keluar dengan
celana.
4. Ketidakefektifan pola seksualitas b.d. keterbatasan dalam aktivitas seksualitas.
5. Harga diri rendah kronik b.d. rasa bersalah, malu dan kurangnya kasih saying.
6. Ansietas b.d. perubahan harga diri kronik.
7. Gangguan rasa nyaman b.d. rasa takut dan ketidak nyamanan dalam beraktivitas.

O. RENCANA TERAPI
1. Rencana TVH+ KA + KP
2. Persiapan Kolon

P. RENCANA EDUKASI : Menjelaskan rencana untuk edukasi.

Q. LAPORAN PEMBEDAHAN
1. Operator : dr. Darto SpOG
2. Asisten : dr. Tyas, SpOG, dr Rahmedi
3. Konsulen : Prof.dr. Yunizaf, SpOG (K)
4. Tanggal pembedahan : 28 April 2009, lama: 08.30-10.00
5. Diagnosis pra bedah : prolap utero derajat IV sistokel derajat IV, rektokel derajat III
6. Diagnosis pasca bedah: prolap utero derajat IV sistokel derajat IV, rektokel derajat III
7. Tindakan pembedahan: TVH, kolporafi anterior, kolpoperineorafi
8. Jenis pembedahan : elektif, mayor
9. Uraian pembedahan :
Pasien posisi litotomi di atas meja operasi dalam anestesi spinal. Asepsis dan
antisepsis daerah genitalia dan sekitarnya. Porsio dijepit dengan tenakulum, ditarik
keluar dari introitus. Dibuat insisi segitiga di mukosa vagina anterior, dilanjutkan
sirkuler pada mukosa vagina mengelilingi serviks. Mukosa vagina dibebaskan secara
tumpul, dengan jari yang dibungkus kassa. Vesika dan rektum didorong ke atas.
Ligamentum kardinale dan sakrouterina kanan dan kiri dijepit, dipotong, dan diikat
vasa uterina kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong dan diikat. Cavum Douglasi
dikenali, dibuka, dan dilebarkan tajam. Plika vesiko uterina dikenali dan dibuka
tajam.

10
Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dan ligamentum rotundum
kanan dan kiri dijepit. Ligamentum kanan dan kiri dikenali, dijepit, dipotong, dan
diikat. Pangkal tuba dan ligamentum ovarii propium dipotong dan diikat. Uterus
dikeluarkan. Diyakini tidak ada perdarahan pada pedikel, dilakukan reperitonisasi
dengan jahitan Tabac sach. Dilakukan kolporafi anterior. Puncak vagina dijahit
dengan vicryl no.1 dan digantung pada kompleks ligamentum kardinale-sakrouterina
dan rotundum. Dilakukan kolpoperineorafi. Perdarahan selama operasi 100 cc.
Dilakukan PA jaringan uterus.

R. EVALUASI POST OPERASI


1. Observasi tanda vital
2. Obserasi tanda akut abdomen dan perdarahan
3. Imobilisasi 24 jam
4. Realimentasi dini
5. FC 24 jam
6. Ceftriaxone 1x2 g IV
7. Profenid supp 3x1
8. Hematinik 1x1
9. Rawat ruangan

11
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

Olsen AL, Smith VJ, Bergstrom JO, et al. Epidemiology of surgically managed pelvic organ
prolapse and urinary incontinence. Obstet Gynecol. Apr 1997;89(4):501-506. [Medline].
Lazarou G, Scotti RJ, Zhou HS, et al. Preoperative Prolapse Reduction Testing as a Predictor of
Cure of Urinary Retention in Patients with Symptomatic Anterior Wall Prolapse. Int
Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct. 2000;11:S60.
Scotti RJ, Flora R, Greston WM, et al. Characterizing and reporting pelvic floor defects: the
revised New York classification system. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct.
2000;11(1):48-60. [Medline].
Lazarou GL, Chu TW, Scotti RJ, et al. Evaluation of pelvic organ prolapse: inter-observer
reliability of the New York classification system. Int Urogynecol J Pelvic Floor Dysfunct.
2000;11:S57.
Lazarou G, Scotti RJ, Mikhail MS, et al. Pull out strengths of sacral and vaginal attachment sites
in cadavers. J Pel Med Surg. 2004;10:1-4.
Scotti RJ. Investigating the elderly incontinent woman. In: Grody MHT, ed. Benign
Postreproductive Gynecologic Surgery. NY: McGraw-Hill; 1995:114.
Schraub S, Sun XS, Maingon P, et al. Cervical and vaginal cancer associated with pessary
use. Cancer. May 15 1992;69(10):2505-9. [Medline].
Scotti RJ, Lazarou G. Abdominal approaches to uterine suspension. In: Gersherson DM,
ed. Operative Techniques in Gynecologic Surgery. Philadelphia, Pa: WB Saunders Co;
2000:88-99.
Goodman CC, Snyder TEK. Differential Diagnosis for Physical Therapists. 4th ed. St. Louis:
Saunders Elsevier, 2007.
Goodman CC, Fuller KS. Pathology: Implications for the Physical Therapist. 3rd ed. St. Louis:
Saunders Elsevier, 2009

12

Anda mungkin juga menyukai