Anda di halaman 1dari 24

EVALUASI DATA LOG SEBAGAI LANGKAH AWAL

PERENCANAAN REAKTIVASI SUMUR NONNY 882


DI AREA PT.PERTAMINA EP SANGASANGA

PROPOSAL
TUGAS AKHIR

Diajukan sebagai salah satu syarat guna mendapatkan gelar sarjana teknik pada
fakultas teknik perminyakan
STT-MIGAS

Oleh :
Bagus Prasojo
04.01.33

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI MINYAK DAN GAS BUMI
BALIKPAPAN
2009
EVALUASI DATA LOG SEBAGAI LANGKAH AWAL
PERENCANAAN REAKTIVASI SUMUR NONNY 882
DI AREA PT.PERTAMINA EP SANGASANGA

PROPOSAL
TUGAS AKHIR

Disetujui untuk
Jurusan Teknik Perminyakan
Sekolah Tinggi Teknologi Minyak Dan Gas Bumi Balikpapan,
oleh :

Mayda Waruni. K. ST, MT Karmila ,ST


Pembimbing I Pembimbing II
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Dunia perminyakan adalah sebuah industri yang sangat kompleks,
menguntungkan tetapi juga sangat beresiko. Industri ini melibatkan beberapa
disiplin ilmu seperti geologi, geofisika, kimia, ilmu perminyakan serta ilmu-ilmu
lain yang berhubungan dengan dunia perminyakan. Fokus utama dari industri ini
adalah untuk mengeksploitasi kandungan minyak dan gas yang ada di bumi,
sebelum tahapan eksploitasi ini dimulai kita harus tahu dimana tempat terdapatnya
minyak/gas dengan melakukan eksplorasi. Dalam tahapan ini dibutuhkan peran
ahli geologi, geofisika, dan ilmu perminyakan untuk menentukan ada tidaknya
kandungan hidrokarbon disuatu tempat yang kemudian akan dibuktikan dengan
melakukan pemboran eksplorasi dan analisa data sehingga dapat dipastikan
tentang ada tidaknya kandungan serta nilai ekonomis dari kandungan hidrokarbon
tersebut.
Dengan semakin meningkatnya keperluan akan energi MIGAS maka
perusahaan industri MIGAS dituntut untuk meningkatkan produksi mereka atau
minimal mempertahankan tinggi produksi mereka demi memenuhi permintaan
akan tingginya tingkat konsumsi di sektor MIGAS.
Untuk memenuhi hal tersebut maka ada beberapa hal yang dapat dilakukan
antara lain dengan jalan mencari sumber Oil & Gas yang belum diekplotasi atau
bisa juga dengan melakukan reaktivasi pada sumur shut in & abonded.
Akan tetapi sebelum melakukan reaktivasi ada beberapa hal yang perlu
dilakukan mengingat sumur yang akan di reaktivasi adalah sumur-sumur yang
sudah tidak produksi lagi, langkah awal adalah dengan dengan mengetahui reserve
sumur tersebut, melakukan analisa data logging atau bisa juga dengan melakukan
logging yang baru apabila memungkinkan, sejalan dengan itu maka perlu juga
untuk mengetahui sejarah dari sumur yang akan direaktivasi sebagai pendukung.
1.2 MAKSUD DAN TUJUAN PENULISAN
Melakukan analisa data logging sebagai cara untuk mencari data yang
diperlukan untuk melakukan reaktivasi

1.3 BATASAN MASALAH


Pada penulisan ini penulis memberikan suatu batasan bagaimana
melakukan analisa terhadap data logging debagai langkah awal sebelum
melakukan reaktivasi sumur.
BAB II
TEORI DASAR

Pada dasarnya ada 3 macam log dipandang dari segi waktu :

1. Log lapangan

Sering kali ditandai dengan tulisan besar yang bertulisakan Field

Print. Log ini adalah log lapangan yang belum dikoreksi sama sekali.

2. Log Transmisi

Sering ditandai oleh tulisan Field Transmitted Log untuk

menunjukan bahwa mereka bukan turunan dari log lapangan

melainkan log yang dikirimkan dari lapangan melalui jasa satelit atau

telepon.

3. Log Hasil Proses

Ini meliputi log yang sudah disunting, diproses di komputer CSU, dan

tidak harus dilapangan, juga meliputi produk-produk FLIC dan nomor

referensi.

2.1. Jenis alat wireline log yang digunakan adalah sebagai berikut :

2.1.1. LOG SPONTANEUS POTENSIAL

Prinsip Kerja

Spontaneus Potensial (SP) log terdiri dari dua buah elektroda yaitu

elektroda berpindah (recording elektrode), ditempatkan di dalam sumur dan

bisa berpindah-pindah dan elektroda statik (ground elektrode), dipasang

tetap dipermukaan. Pengukuran (perekaman) untuk seluruh interval


kedalaman sumur dilakukan dengan mengukur perbedaan potensial listrik

antara kedua elektrode tersebut sementara recording elektroda ditarik

dengan kabel permukaan. Potensial listrik biasanya diukur dalam satuan

milivolt (mv).

Kegunaan SP log

1. Mendeteksi lapisan-lapisan permeabel

2. Menentukan batas-batas lapisan (untuk keperluan korelasi geologi)

3. Menghitung besarnya resistivity air formasi (Rw)

4. Secara kualitatip memberikan petunujk adanya kekotoran tanah liat

(shaliness) pada lapisan permeabel.

Rekaman hasil pengukuran SP umumnya digambarkan pada suatu

rekaman log ditrack 1 (jalur sebelah kiri) dan biasanya ditampilkan bersama

dengan rekaman hasil pengukuran resistivity yang digambarkan ditrack 2

(jalur sebelah kanan). Pada gambar 3.2 menunjukkan contoh kurva SP log.
Gambar 3.3 contoh gambar SP Log

Faktor-faktor yang mempengaruhi pembacaan SP log

1. Tebalnya lapisan,

Jika lapisan permeabel cukup tebal maka penurunan kurva SP tidak pernah

tajam saat melewati 2 lapisan yang berbeda melainkan selalu mempunyai

kemiringan SP konstan mendekati nilai maksimum (SSP) tetapi jika lapisan

formasi tipis (<10ft) maka pengukuran SP akan mempunyai harga lebih

kecil daripada SSP.


2. Resistivity lapisan,

Besarnya harga resistivity akan menurunkan defleksi kurva SP

3. Besarnya perbedaan Rw dan Rmf,

Jika Rmf > Rw maka hasil pengukuran SP menunjukkan defleksi ke kiri

(defleksi negatif) dan jika Rmf < Rw menunjukkan defleksi ke kanan

(defleksi positif) dari shale base line sedangkan jika Rmf =Rw maka kurva

SP tidak akan terdefleksi.

4. Diameter invasi

Pengaruh diameter invasi sangat kecil dalam pembacaan kurva SP log

dimana semakin jauh diameter invasinya maka bentuk kurva dan

defleksinya akan semakin kecil.

5. Resistivity shale + Rs

Jika konduktivitas meningkat maka resistivity akan menurun akibatnya

inflection akan mendekati puncak.

6. Shaliness lapisan

Adanya shale pada formasi permeabel akan menurunkan defleksi SP dan

digambarkan lebih kurang konstan dan seolah-olah mengikuti satu garis

lurus yang dikenal dengan nama shale base line.

Anomali SP terhadap kondisi invasi

Ketika lapisan permeabel yang mengandung air formasi (salt water

sand) terinvasi oleh filtrate lumpur (freshwater mud flitrate) dimana berat
jenis filtrate lumpur akan lebih ringan dibanding air formasi maka filtrate

lumpur cenderung berada diatas batuan permeabel. Invasi yang terjadi akan

kecil bila berada dibawah batuan permeabel dan akan besar bila berada

diatas batuan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 2.2

Pengaruh anomali SP :

1. Diatas batuan permeabel, kurva akan mengelilingi sejauh invasi terjadi.

2. Pada lapisan shale yang impermeabel, SP akan menunjukkan gambar seperti

gergaji (sawtooth). Dibawah lapisan shale defleksi SP akan lebih kecil dari

SSP dan diatas lapisan shale defleksi SP melebihi harga SSP. Anomali ini

disebabkan oleh berkumpulnya filtrate dibawah lapisan shale.

Ketika tidak terjadi invasi , penurunan defleksi SP dapat dilihat

dimana kontak langsung antara filtrate dan interstitial water tidak akan lama

karena dipisahkan dengan mud cake yang berlaku seperti membran kation.

Terjadinya tegangan membran (membran potential)

Adanya perbedaan salinitas antara air formasi dan lumpur

menyebabkan adanya aliran ion-ion Na+ dan Cl- bersalinitas tinggi (biasanya

air formasi) ke salinitas rendah (fresh water mud). Shale yang berada di

antara kedua macam cairan ini, ternyata merupakan suatu membran selektif

(selektive membran), yaitu hanya melewatkan ion-ion Na+, sedangkan ion

Cl- ditangkapnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran listrik, dan

tegangan listrik yang terjadi disebut tegangan membran atau membran

potential
Efisiensi mud cake sebagai membran biasanya tidak begitu baik dibanding

shale. Sebagai hasilnya tidak ada liquid junction potential (Ej) untuk

menambah potential membran shale (Esh) sebagai tempat ketika tidak ada

invasi . Bila tidak terjadi invasi , potensial liquid junction diganti dengan

membran potensial mud cake (Emc).

Terjadinya liquid junction potential

Tegangan listrik ini terbentuk pada perbatasan antara invaded zone

dan uninvade zone, dimana mud filtrate dan formation water berada dalam

kontak langsung antara satu dengan lainnya. Ion-ion Na+ dan Cl- mengalir

dari cairan bersalinitas tinggi (air formasi) ke salinitas rendah (mud filtrate).

Karena ion Cl- mempunyai mobilitas yang lebih besar daripada ion Na+

akibatnya ion Cl- akan terkumpul di cairan bersalinitas rendah. Hal ini

mengakibatkan timbulnya arus listrik yang mengalir ke arah cairan

bersalinitas tinggi (cairan formasi). Tegangan listrik yang terjadi disebut

liquid junction potential.

Selama diameter invasi terjadi dibawah bagian lapisan permeabel, SP bisa

bertambah atau berkurang, sesuai kondisi mud dan lubang. Hal ini akan

mengurangi gejala SP yang mungkin dapat terlihat atau menghilang.

Catatan: kurva SP biasanya tidak mampu dengan tepat memberikan ukuran

ketebalan lapisan, karena sifatnya yang malas atau lentur. Perubahan

dari posisi garis-dasar-serpih ke garis permeable tidak tajam melainkan

molor, sehingga garis batas antar lapisan tidak mudah dengan tepat

ditentukan. Garis batas tersebut tidak harus setengah dari garis lenturnya.
2.1.2 LOG GAMMA RAY

Prinsip Kerja

Log Gamma Ray mengukur natural radioaktivity (radioaktifitas

alamiah) yang dikandung suatu batuan. Di alam terdapat banyak bahan

dasar yang secara alamiah mengandung radioaktivitas. Tiga bahan dasar

yang paling umum adalah uranium, thorium dan pottasium 40. Batuan

reservoir (sandstone, limestone, dolomite) tidak/sedikit sekali mengandung

ketiga bahan tersebut. Batuan reservoir mempunyai derajat radioaktivitas

gamma ray yang rendah. Sedangkan untuk shale mengandung banyak

pottasium 40 dan thorium, sehingga derajat radioaktivitas gamma ray sangat

tinggi. Hal ini membuat gamma ray berguna untuk membedakan lapisan

shale dari non shale. Oleh karena itu Gamma Ray Log disebut juga sebagai

Lithologi Log, sehingga Gamma Ray Log dapat menggantikan

Spontaneus Potential bilamana hasil SP kurang baik karena formasi sangat

resistive atau bila kurva SP kehilangan karakternya (Rmf = Rw) atau pun

karena penggunaan lumpur yang tidak konduktif seperti fresh mud, oil base

mud, udara atau gas selama pemboran. Pada gambar 3.3 memperlihatkan

contoh dari kurva gamma ray.


Gambar 3.4 contoh gambar Log Gamma Ray

Log Gamma ray diukur dalam satuan API, dan biasanya hasil

rekaman Gamma Ray digambarkan pada track 1 (jalur sebelah kiri) dan

ditampilkan bersama kurva density atau neutron pada track 2 (jalur sebelah

kanan).
Kegunaan Log Gamma Ray

1. Dapat menggantikan SP Log :

Membedakan shale dari non shale, porous atau non porous

Menentukan batas-batas lapisan dan tebal lapisan

Menunjukkan shaliness dalam type batuan reservoir

Korelasi

2. Dapat dipakai dalam Cased Hole dan Open Hole.

3. Dapat dipakai dalam lubang bor berisi non conductive muds atau yang berisi

salt muds.

4. Estimasi shale content

5. Perforating depth control in cased hole.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

1. Jenis detektor

2. Radioaktivitas butir batuan (rock matrik0

3. Tebal formasi dan derajat radioaktivitas

4. Berat jenis formasi (density formation)

5. Kondisi lubang bor

Berat lumpur
Jenis casing

Jenis semen dan jumlah semen

Anomali Gamma Ray

Kadang-kadang batuan reservoir mengandung radioaktif isotop dan

tidak mengumpul dengan clay. Hasil rekaman Gamma Ray pada batuan

reservoir ini mungkin tidak berbeda dengan batas lapisan shale. Untuk itu

biasanya digunakan Tool Gamma Ray Spectral, yang dapat membedakan

sumber dari radioaktif . Tool ini dapat membaca lapisan shale dengan

Gamma Ray yang mengandung pottasium dan thorium yang tinggi. Pada

beberapa batuan non reservoir tidak/sedikit mengandung bahan radioaktif.

Oleh karena itu diperlukan faktor yang membedakan antara batuan reservoir

dengan batuan non reservoir.

2.1.3 INDUCTION LOG

Prinsip kerja

Prinsipnya sama seperti Induksi Arus Listrik pada medan magnet

yaitu suatu formasi yang mengelilingi lubang bor dianggap sebagai

kumparan kawat dimana mengalir arus induksi. Jika suatu arus listrik

sebanyak i dialirkan pada kumparan kawat transmisi, maka pada formasi

akan mengalir arus induksi sebanyak i pula, tetapi besarnya arus ini

tergantung pada konduktivitas formasi.

Arus induksi sebanyak i yang mengalir pada formasi akan

menghasilkan medan magnet dengan flux dan selanjutnya akan


mengakibatkan arus induksi sebanyak i pada kumparan kawat penerima

(receiver)

Koreksi hasil rekaman log

1. Pengaruh lubang bor (borehole effect)

2. Pengaruh ketebalan formasi (bed thickness effects)

3. Lapisan-lapisan konduktif yang tipis (thin conductive beds)

4. Pengaruh invasi (invasion effects)

Keunggulan /keterbatasan Induction Log

1. Memungkinkan pengukuran didalam sumur terisi cairan, zat padat atau gas,

misalnya : gas, lumpur emulsi, oil mud, fresh water mud.

2. Karena spasi cukup besar sehingga jangkau pengamatan cukup jauh. Hal ini

memungkinkan pengukuran Rt yang lebih akurat.

3. Dapat (baik) untuk digunakan pada pengukuran resistivity lapisan batuan :

Hingga ketebalan minimal 4 feet (1.3 meter)

Hingga Rt = 50 ohm.m

Faktor yang mempengaruhi

1. Borehole conditions : Rm, Rmc, dh, stand off

Disini perlu koreksi terhadap hasil pengukuran dengan menggunakan chart

R cor-4
2. Lapisan sekitar (adjacent beds) yang diukur adalah Rs

3. Tebal lapisan yang diukur.

Rs dan h mempengaruhi hasil pengukuran, karena itu perlu dikoreksi

dengan menggunakan chart R cor-5 dan R-cor-6.

Gambar 3.5 contoh gambar induction Log

3.4.1.4 FORMATION DENSITY LOG

Density Log dipakai untuk menentukan berat jenis batuan di suatu

formasi. Alat ini termasuk sebagai alat pengukur porositas. Sekarang

dikenal sebagai Formation Density Compensated Log (FDC Log) yang

dapat mengukur langsung besarnya porositas batuan pasir yang ditembus

sumur.

Prinsip kerja

Sumber nuklir dari alat memancarkan sinar gamma berenergi

menengah secara kontinyu ke formasi. Di formasi sinar gamma akan

bertabrakan dengan elektron-elektron yang ada pada formasi tersebut. Pada


setiap tabrakan akan kehilangan energi dan arahnya dibaurkan (comphon

scattering). Pada alat pencatat (detector) akan menghitung sinar

-sinar gamma dengan tingkat energi yang cukup sampai kepada alat.

Sehingga bila jumlah elektron di formasi meningkat maka jumlah tabrakan

meningkat maka pembaurannya pun meningkat pula. Hal ini mengakibatkan

jumlah sinar gamma yang kehilangan energi juga meningkat, sehingga sinar

gamma yang sampai ke alat pencatat menurun. Jadi dengan kata lain bahwa

jumlah sinar gamma yang terukur oleh alat pencatat tergantung pada jumlah

elektron yang ditabrak.

Response daripada density tool ditentukan oleh kerapatan elektron

atau density (jumlah elektron per cm3) daripada formasi. Elektron density

berkaitan dengan berat jenis total (bulk density) (dalam gr/cc) daripada

formasi, dan ini bergantung pada :

berat jenis butir batuan

porositas formasi

berat jenis fluida pengisi pori batuan


Gambar 3.6 contoh gambar density Log
2.1.4 NEUTRON LOG

Neutron Log semula dipakai untuk menggambarkan formasi yang

porous, yang kemudian dipakai untuk menentukan porositasnya. Log ini

mencatat jumlah hydrogen dari formasi. Oleh karena itu di dalam lapisan

yang berisi air atau minyak neutron log akan merefleksikan cairan yang

mengisi pori-pori. Dalam membandingkan neutron log dengan porositas log

lainnya atau data dari core, sering zone-zone yang mengandung gas dapat

diidentifisir.

Kombinasi Neutron Log dengan salah satu atau dua porosity log

yang lain akan menghasilkan harga porositas yang lebih teliti dan dapat

mengidentifikasi lithologi.

Prinsip kerja

Ada tiga jenis hydrogen logging yang biasanya digunakan sekarang :

1. Neutron-gamma tool

2. Neutron-slow neutron tool

3. Neutron-fast neutron tool

Prinsip dasar dari masing-masing alat tersebut di atas adalah sama,

walaupun diperoleh dengan reaksi atom yang berbeda.

Alat tersebut terdiri dari :

Detector untuk :

Capture Gamma Ray

Epithermal Neutron
Thermal neutron

Neutron Source:

beryllum radium

beryllum polonium

beryllum plutonium.

Dalam alat ini sumber neutron memborbardir formasi dengan

neutron energetik. Neutron adalah partikel netral yang masanya hampir

sama besar dengan massa atom hydrogen. Neutron-neutron ini dipancarkan

pada kecepatan dan energi tinggi dan dalam perjalanannya melalui lubang

bor, formasi akan mengalami sejumlah tabrakan dengan inti yang ada

sehingga akan dibaurkan ke segala arah serta kehilangan sebagian

energinya. Jika inti yang ada tersebut adalah hidrogen maka neutron

dilepaskan secara cepat kemudian ditangkap oleh capturing element. Disini

detector mengukur jumlah neutron yang lolos dari formasi. Sehingga jumlah

neutron yang lolos ke detector tergantung kepada jumlah atom hydrogen

yang terdapat dalam formasi dan berbanding lurus dengan jumlah air atau

hidrogen yang terkandung dalam formasi. Hal ini berarti berkaitan dengan

porositas batuan/formasi.

kata lain bahwa porositas batuan (formasi) dapat ditentukan

dengan mengukur jumlah neutron yang mencapai ke detector. Jadi bila

neutron yang mencapai detector menurun maka porositas akan membesar.

Jenis-jenis alat neutron log


1. Side wall Neutron Porositas (SNP)

2. Compensated Neutron Log (CNL)

Peralatan ini mengukur konsentrasi hidrogen pada formasi. Hasil

pengukuran porositas dapat dibandingkan log lain (FDC dan sonic). CNL

dapat digunakan dengan kombinasi log-log lain, biasanya dengan FDC-GR.

Keunggulan CNL

1. Memperoleh responsi yang lebih jauh (deeper response) dari formasi

2. Dapat digunakan sebagai depth control

3. Bisa digunakan dalam open hole atau cased hole

Gambar 3.7 contoh gambar compensated neutron Log


RENCANA DAFTAR PUSTAKA

1. Schlumberger Educational Services. Basic Log Interpretation Seminar.


1986.
2. Philippe Theys, Log Data Acquisition and Quality Control. 1991.
3. Schlumberger Educational Services. Log Interpretation Charts. 1991.
1995. USA.
4. Services Techniques Schlumberger. The Essential of Log Interpretation
Practice. 1972. France.
RENCANA DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
HALAMAN PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
1.2. Maksud dan Tujuan
1.3. Batasan masalah
1.4. Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN UMUM LAPANGAN X


2.1. Sejarah Terbentuknya PT. PERTAMINA EP Sangasanga
2.2. Geologi Regional
2.3. Stratigrafi

BAB III TEORI DASAR


3.1. Cadangan
3.1.1. Perkiraan Cadangan
3.2. Persamaan Volumetrik
3.3. Cadangan Sisa
3.4. Log
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1. Parameter Pengolahan Data
4.1.1. Data Cadangan
4.1.2. Peta Isopach
4.1.3. Pembacaan Data Log
4.1.4. Pengumpulan Data Produksi
4.1.5. Grafik Produksi

BAB V PEMBAHASAN
BAB VI KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai