Anda di halaman 1dari 20

LAPORA KASUS

HEMATEMESIS MELE
A
EC GASTRITIS AKUT EROSIF

Oleh

ur Rahmat Wibowo
I11106029

Pembimbing
dr. Bambang S
, Sp. PD

KEPA
ITERAA
KLI
IK ILMU GERIATRI
FAKULTAS KEDOKTERA
DA
ILMU KESEHATA

PROGRAM STUDI PE
DIDIKA
DOKTER
U
IVERSITAS TA
JU
GPURA
RSU DOKTER SOEDARSO
PO
TIA
AK
201

1
BAB I
PE
YAJIA
KASUS
DATA DASAR PASIE

A. IDE
TITAS
Nama : Ny. F
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 61 th
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jalan karya 2 Nipah kuning
Status perkawinan : kawin

B. A
AM
ESIS
Keluhan Utama
Muntah darah

Riwayat Kronologis Penyakit


Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS) Os mengeluh muntah
darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan jumlah
kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya Os mengkonsumsi jamu untuk
meredakan pegel linu yang diminum sebelum tidur. Sekitar pagi hari
sebelum masuk rumah sakit, Os merasa mual-mual terus menerus yang
disertai rasa sakit pada daerah ulu hati, sakitnya terasa pedih. Kemudian
muntah beberapa kali sebelum akhirnya memuntahkan darah. Setelah
memuntahkan darah Os menjadi lemah dan dibawa oleh keluarganya ke
rumah sakit. Malamnya setelah masuk rumah sakit, Os mengeluhkan
BAB berwarna hitam ter. Os baru pertama kali mengalami keluhan
seperti ini.

2
Sejak usia 40-an tahun, Os sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan
untuk menghilangkan pegel linu, dan masih dikonsumsi hingga sebelum
Os masuk rumah.

Riwayat Penyakit Penyerta


Sejak 2 bulan terakhir, Os mengaku sering merasa sakit pada ulu hati,
terasa pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan.
Cepat merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat sakit kuning (hati) di sangkal, riwayat mengkonsumsi alkohol
disangkal, riwayat napas berbunyi (asma) disangkal, riwayat hipertensi
dan kencing manis disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan yang serupa.

Keluhan Sistemik
a. Kulit : tidak ada keluhan
b. Kepala : sering merasa pusing
c. Mata : tidak ada keluhan
d. Telinga : tidak ada keluhan
e. Hidung : tidak ada keluhan
f. Mulut : terasa pahit
g. Tenggorok : tidak ada keluhan
h. Leher : tidak ada keluhan
i. Respirasi : tidak ada keluhan
j. Kardiovaskuler : berdebar-debar
k. Gastrointestinal : nafsu makan menurun, mual, muntah,
l. Genitourinaria : BAB warna hitam ter, BAK tidak ada
keluhan.

3
m. Ekstremitas : tidak ada keluhan, nyeri sendi (-), kaku sendi
(-)
n. Fungsi geriatri : tidak ada keluhan, ingatan masih baik.

C. PEMERIKSAA
FISIK
1. Kesan umum : tampak lemah dan pucat
Kesadaran : kompos mentis, GCS 15
2. Tanda Vital :
Tekanan darah : baring = 130/70 mmHg, duduk = 120/70 mmHg.
Frekuensi nadi : baring = 98x/menit, regular, isi cukup
Laju respirasi : baring = 20x/menit, tipe torakoabdominal .
Suhu : 36,4oC

3. Pemeriksaan per Organ


Kulit : warna kulit hitam, pucat , tidak ada sianosis,
, tidak ada lesi kulit lain, tidak ada dekubitus.
Kepala : tidak ada deformitas, tidak ada nyeri tekan, tidak ada
luka
Mata : konjungtiva pucat, sklera tidak ikterik,
Telinga : daun telinga tidak ada kelainan, tidak ditemukan adanya
tanda radang
Hidung : tidak ada kelainan, tidak terdapat sekret
Mulut, sendi rahang dan gigi : tidak ada kelainan
Tenggorokan : tidak ada kelainan, massa (-), tonsil T1-T1
Leher : derajat gerak tidak ada hambatan. Kelenjar tiroid tidak
membesar, tidak ada bekas luka pada tiroid. Massa lain
tidak teraba. Kelenjar getah bening tidak teraba.
Dada : tidak teraba massa dan tidak ada nyeri tekan.
Paru :
Inspeksi : tidak ada kelainan bentuk, simetris, tidak ada bagian
paru yang tertinggal pada saat bernapas

4
Palpasi : tidak ada kelainan, nyeri tekan (-), fremitus
simetris normal ka/ki
Perkusi : sonor di lapang paru kiri dan kanan
Auskultasi : suara dasar vesikuler, tidak ada suara tambahan

Kardiovaskuler :
a. Jantung
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari di ICS V midclavikula
sinistra
Perkusi : batas jantung kanan di ICS 4 sternal dekstra,
batas jantung kiri atas di ICS 2 parasternal sinistra,
batas jantung kiri bawah di ICS 5 linea
midklavikula sinistra
Auskultasi : irama reguler, M1>M2
Bising sistolik di semua katub jantung ,gallop (-)

b. Denyut nadi perifer


Dorsalis pedis : kiri dan kanan teraba
Abdomen :
Inspeksi : tidak ada kelainan kulit, tidak terdapat jaringan
parut
Palpasi : nyeri tekan ulu hati, hati tidak teraba, lien tidak
teraba,
Perkusi : tidak ada asites, timpani
Auskultasi : bising usus meningkat, tidak ada bruit
Muskuloskeletal : tidak ada deformitas, gerak tidak terbatas, tidak
ada nyeri, tidak ada benjolan/peradangan
Ekstremitas : akral tidak dingin
Neurologik : tidak ada kelainan
Anus/rectum dan alat kelamin tidak dilakukan pemeriksaan

5
D. Status Lokalis : -
E. Status Geriatri :
Status Fungsional
Asesmen aktivitas sehari-hari (activity of daily living)
Untuk melakukan aktivitas fisik seperti mandi, berpakaian, buang air
besar (toilet), bergerak, makan, berjalan, pasien tidak dapat melakukan
sendiri ( dibantu orang lain).
Keterbatasan fungsional
Tidak ada keterbatasan dalam melakukan pekerjaan ringan (misalnya
menggeser meja, mengangkat barang belanjaan); dan melakukan
pekerjaan ringan di rumah yang biasa dilakukan; seperti memasak.
Penapisan Depresi
Kadang-kadang OS merasa kesehatannya menghalangi kegiatannya. OS
jarang sekali merasa sedih selama bulan lalu. OS merasa tidak pernah
tidak diperhatikan oleh keluarga. OS tidak pernah selama bulan lalu
merasa bahwa hidup sudah tidak ada gunanya lagi.
Berdasarkan hal-hal tersebut, curiga adanya depresi pada OS dapat
disingkirkan.

Data Penunjang
Laboratorium ( hasil pemeriksaan tgl 21 Maret 2010)
Hb : 6,7 g/dL
Jumlah leukosit : 8100./L
Jumlah trombosit : 178.000/L
Hematokrit : 20,8%
Ureum : 38 mg/dL
Kreatinin : 1,1 mg/dL
Gula darah : 98 mg/dl

6
F. DIAG
OSA SEME
TARA
Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut Erosif

G. DIAG
OSA BA
DI
G
Hematemesis Melena et causa Tukak Peptikum
Hematemesis Melena et causa Varises Esofagus

H. PEMERIKSAA
PE
U
JA
G
1. Patologi Klinis :
Darah lengkap, hemostasis (waktu perdarahan, pembekuan,
protrombin), elektrolit (Na,K Cl), Fungsi hati (SGPT/SGOT, albumin,
globulin)
2. Patologi Anatomi :
Pertimbangkan dilakukan biopsi lambung
3. Radiologi :
Endoskopi SCBA, USG hati
4. Lain-lain :
Konsul ke dokter penyakit dalam, Periksa EKG

I. TERAPI
1. Suportif
- Tirah baring
- Infus RL 30 tts/menit, ganti dengan NaCl 0,9% apabila akan
dilakukan transfusi darah
- Transfusi PRC hingga Hb mencapai di atas 10 g/dl
2. Simptomatis
- Metoklorpramid 3x 10 mg drip iv
- Asam Traneksamat 3 x 1 g bolus iv
3. Nutrisi
- Makan- makanan yang lunak dalam porsi kecil sedikit-sedikit

7
- Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam, merokok
dan alkohol
4. Kausal :
b. Medikamentosa
- Lansoprazole 2 x 30 mg bolus iv
- Ranitidine 2 x 150 mg bolus iv
- Antasid 3 x 1 sdt
- Vitamin K 3 x 1 amp

c. Operasi (-)

5. Rehabilitasi Medik

8
BAB II
PEMBAHASA

Dari anamnesis diperoleh data bahwa Sejak 3 hari yang lalu OS mengeluh
muntah darah. Muntah darah berwarna hitam seperti kopi pekat, dengan
jumlah kurang lebih 4 gelas. Sehari sebelumnya OS mengkonsumsi jamu
untuk meredakan pegel linu sebelum tidur. Sekitar pagi hari sebelum masuk
rumah sakit, OS merasa mual-mual terus menerus dan sakit pada daerah ulu
hati, sakitnya terasa pedih dan kemudian muntah beberapa kali sebelum
akhirnya memuntahkan darah. Malamnya setelah masuk rumah sakit, OS
mengeluhkan BAB warna hitam ter. OS baru pertama kali mengalami
keluhan BAB warna hitam dan muntah darah seperti ini.
Sejak 2 bulan terakhir, OS mengaku sering merasa sakit pada ulu hati, terasa
pedih, sakitnya hilang timbul dan sakit mereda dengan makanan. Cepat
merasa kenyang dan terkadang perut terasa kembung.
Sejak usia 40-an tahun, OS sering mengkonsumsi jamu dan obat-obatan pegel
linu, dan masih dikonsumsi hingga sekarang.
Dari pemeriksaan fisik ditemukan adanya nyeri tekan pada epigastrium, dan
konjungtiva pucat.
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, didapatkan diagnosa
sementara yaitu Hematemesis Melena et causa Gastritis erosif. Terdapat
tanda-tanda fisis pada pasien yang mengarahkan diagnosa pada Hematemesis
Melena et causa Gastritis erosif yaitu muntah darah yang berwarna hitam
pekat seperti kopi, BAB yang berwarna hitam seperti ter, mual dan muntah,
nyeri tekan epigastrium , pernah mengalami riwayat gastritis sebelumnya,
serta terdapat riwayat pemakaian obat-obatan dan jamu untuk mengurangi
pegel-pegel dalam jangka waktu yang lama.
Muntah darah yang berwarna hitam pekat seperti kopi diakibatkan oleh
perdarahan yang berasal dari saluran cerna bagian atas yaitu lambung, yang
telah tercampur dengan asam lambung. Warna darah terganung pada jumlah

9
asam lambung yang ada dan lamanya kontak dengan darah. Darah dapat
berwarna merah segar bila tidak tercampur dengan asam lambung atau merah
gelap, coklat, ataupun hitam bila telah bercampur dengan asam lambung atau
enzim pencernaan sehingga hemoglobin mengalami proses oksidasi menjadi
hematin. BAB yang berwarna hitam seperti ter juga diakibatkan oleh
tercampurnya darah dengan asam lambung. BAB hitam (melena) baru
dijumpai apabila terjadi paling sedikit perdarahan sebanyak 50-100 mL.
Perdarahan saluran cerna bagian atas juga dapat bermanifestasi sebagai
hematokesia bila perdarahan banyak dan aktif serta waktu transit saluran
cerna yang cepat.
Berdasarkan anamnesis juga, diperoleh data bahwa pasien merasa sakit di
daerah ulu hati. Sakit ini sudah dirasakan sejak beberapa bulan terakhir dan
hilang timbul. Sakit dirasakan seperti menusuk-nusuk dan perih. Sakit hilang
bila pasien makan. Kadang-kadang pasien merasa mual. Cepat merasa
kenyang dan terkadang terasa kembung. Berdasarkan keterangan ini
disimpulkan bahwa pasien pernah menderita gastritis. Gastritis adalah
inflamasi dari mukosa lambung. Gambaran klinis yang ditemukan berupa
dispepsia yang dikeluhkan pasien ini. Gastritis terjadi karena terjadi gangguan
keseimbangan faktor agresif dan defensif. Gastritis akut dapat disebabkan
oleh NSAIDs, alkohol, gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung maupun
stress. Gastritis kronik disebabkan oleh Helicobacter pylori.

Kemungkinan terjadi gastritis Akut pada pasien ini karena terdapat riwayat
pemakaian obat-obat maupun jamu pereda pegel linu. Umumnya obat-obatan
tersebut mengandung bahan-bahan yang dapat mengakibatkan perangsangan
asam lambung yang berlebihan ataupun menghambat serta mengganggu dari
fungsi perlindungan mukosa lambung terhadap asam lambung sehingga dapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan lambung. Kandungan obat-obatan
tersebut diantaranya yang terbanyak adalah NSAIDs (Asam mefenamat) dan
berbagai jenis steroid (prednisone, deksametason dll).

10
Efek samping NSAIDs pada saluran cerna tidak terbatas pada lambung. Efek
samping pada lambung memang yang paling sering terjadi. NSAIDs merusak
mukosa lambung malalui 2 mekanisme yakni : tropikal dan sistemik.
Kerusakan mukosa secara tropikal terjadi karena NSAIDs bersifat asam dan
lipofilik, sehingga mempermudah trapping ion hydrogen masuk mukosa dan
menimbulkan kerusakan. Efek sistemik NSAIDs tampaknya lebih penting
yaitu kerusakan mukosa terjadi akibat produksi prostaglandin menurun,
NSAIDs secara bermakna menekan prostaglandin. Seperti diketahui
prostaglandin merupakan substansi sitiprotektif yang amat penting bagi
mukosa lambung. Efek sitiproteksi itu dilakukan dengan cara menjaga aliran
darah mukosa, meningkatkan sekresi mukus, dan ion bikarbonat dan
meningkatkan epithelial defense. Aliran darah mukosa yang menurun
menimbulkan adhesi neutrofil pada endotel pembuluh darah mukosa dan
memacu lebih jauh proses imunologis. Radikal bebas dan protease yang
dilepaskan akibat proses imunologis tersebut akan merusak mukosa lambung.

Berdasarkan penelitian, terbukti sebagai faktor resiko untuk mendapatkan


efek samping semakin besar dari penggunaan NSAIDs adalah digunakan
secara bersama-sama dengan steroid, usia lanjut > 60 tahun, dan masih
mengkonsumsi obat-obatan tersebut walaupun telah menderita penyakit
gastritis sebelumnya tanpa diberikan obat-obatan pelindung untuk mukosa
lambung.

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat dikatakan bahwa pasien mengalami


Hematemesis Melena et causa Gastritis Akut erosif.

Namun untuk menegakkan diagnosis secara pasti harus dilakukan


pemeriksaan dengan endoskopi. Secara endoskopi akan dijumpai kongesti
mukosa, eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan
kecil-kecil.

Menentukan status hemodinamik pada saat pasien datang sangatlah penting


karena hal ini akan mempengaruhi prognosis. Di samping itu, tanda-tanda
gangguan sirkulasi perifer juga harus diwaspadai. Pada saat pemeriksaan ,

11
tidak didaparkan tanda-tanda hipovolemik sampai syok, yaitu tekanan darah
masih dalam batas normal, nadi dan napas juga dalam batas normal serta
akral tidak dingin. Hanya ditemukan konjungtiva pucat yang menandakan
terjadi anemia, dan hal ini dibuktikan dengan pemeriksaan Hb yang hanya 6,
7 gr/dl.
Hal ini kemungkinan dikarenakan jumlah darah yang hilang tidak teralu
banyak dan pasien telah mendapatkan penaganan sebelumnya di IGD serta
telah mendapat satu kolf transfusi PRC.
Diagnosis banding pasien ini adalah Hematemesis Melena et causa Tukak
Peptikum dan Hematemesis Melena et causa varises esofagus. Berdasarkan
penelitian bahwa penyebab terbanyak dari hematemesis melena adalah
diakibatkan oleh pecahnya varises esofagus, gastritis erosif dan tukak
peptikum. Gejala-gejala yang timbul hampir sama.
Pada Hematemesis Melena yang diakibatkan oleh varises esofagus terdapat
riwayat penyakit atau kelainan hati sebelumnya, dan umumnya darah yang
dimuntahkan berwarna merah segar karena berasal dari pembuluh darah
esofagus yang pecah walaupun terdapat juga warna muntahan darah berwarna
hitam karena ada darah yang mengalir ke lambung dan bercampur dengan
asam lambung. Untuk ,mengetahui apakah terdapat kelainan pada hati dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi hati seperti SGPT, SGOT dan apabila
diperlukan dapat dilakukan USG hati.
Sedangkan Hematemesis Melena yang dikibatkan oleh Tukak Peptikum,
untuk membedakannya dengan gastritis erosif dapat dilakukan pemeriksaan
dengan endoskopi. Pada gastritis erosif dapat dijumpai kongesti mukosa,
eresi-erosi kecil, dan kadang-kadang disertai dengan perdarahan kecil-kecil.
Sedangkan pada tukak peptik dapat dijumpai erosi yang lebih luas dan dalam
atau luka terbuka.
Nyeri pada tukak duedonum umumnya tidak terlokalisasi, rasa sakit timbul
waktu merasa lapar, biasanya terjadi setelah 90-3 jam post prandial dan nyeri
dapat berkurang sementara sesudah makan, minum susu atau minum antasida.
Nyeri spesifik timbul dini hari, antara tengah malam dan jam 3 dini hari yang

12
dapat membangunkan pasien, dan rasa sakit terletak pada daerah sebelah
kanan garis tengah perut. Sedangkan rasa sakit pada tukak lambung timbul
setelah makan., dan terjadi pada daerah sebelah kiri dari garis tengah perut

Pemeriksaan penunjang yang diusulkan adalah Darah lengkap, hemostasis


(waktu perdarahan, pembekuan, protrombin), elektrolit (Na, K, Cl), Fungsi
hati (SGPT/SGOT, albumin, globulin), endoskopi dan USG hati.
Pemeriksaan darah berguna untuk menilai keadaan sekaligus sebagai panduan
untuk terapi. Sebagai contohnya kadar Hb dapat digunakan untuk panduan
kapan harus dilakukan tranfusi darah. Karena pasien mengalami kehilangan
darah baik melalui muntah ataupun feses, atau perdarahan di dalam lambung
maka pada pemeriksaan Hb yang diharapkan adalah terjadinya penurunan
kadar Hb. Elektrolit juga diperiksa karena ketika pasien muntah akan terjadi
juga defisit elektrolit yang hilang bersama muntahan tersebut. Defisit
elektrolit ini juga harus dikoreksi.
Pemeriksaan fungsi hati diperlukan, untuk menilai apakah telah terjadi
kelainan pada hati dan sebagai pertimbangan dalam pemberian terapi
khususnya pada obat-obatan yang di metabolisme di hati.
Endoskopi dilakukan untuk mengetahui asal tempat terjadinya sumber
perdarahan, penyebab perdarahan, aktivitas perdarahan dan sebagai
diagnostik pasti. USG hati dilakukan apabila ada indikasi untuk melihat
gambaran keadaan hati.

Terapi kausal yang diberikan pada pasien ini adalah golongan obat
penghambat pompa proton seperti Lansoprazole. Mekanisme kerja PPI adalah
memblokir enzim K+H+ATP ase yang akan memecah K+H+ATP
menghasilkan energi yang akan digunakan untu mengeluarkan enzim HCL
dari kanalikuli sel parietal ke dalam lumen lambung.
Selanjutnya diberikan obat-obatan golongan antihistamin H2 seperti
Ranitidine, obat ini bekerja dengan cara memblokir efek histamin pada sel

13
parietal sehingga sel parietal tidak dapat dirangsang untuk mengeluarkan
asam lambung. Efek ini bersifat reversibel.
Selain itu diberikan juga obat-obatan pelindung mukosa lambung seperti
sucralfate yang mekanisme kerjanya melalui pelepasan kutub alumunium
hidroksida yang berikatan dengan kutub positif molekul protein membentuk
lapisan fisiokokemikal pada daerah erosi, yang melindunginya dari pengaruh
agresif asam lambung. Atau dapat diberikan obat-obatan analog prostaglandin
seperti misoprostol yang dapat mengurangi sekresi asam lambung, menambah
sekresi mukus, bikarbonat dan meningkatkan aliran darah mukosa serta
pertahanan dan perbaikan mukosa lambung.
Selain itu diberikan juga obat-obatan antasida yang mempunyai kemampuan
untuk menetralkan asam lambung atau mengikatnya, seperti Magnesium
hidroksida atau Alumunium hidroksida.
Pemberian vitamin K pada kasus-kasus perdarahan saluran cerna bagian atas
diperbolahkan, dengan peetimbangan pemberian tersebut tidak merugikan
dan relatif murah. Vitamin K bermanfaat dalam proses pembekuan darah dan
dapat mengembalikan masa protrombin menjadi normal. Faktor pembekuan
darah yang bergantung pada vitamin K adalah faktor II, VII, IX, dan X.
Apabila terjadi defisiensi vitamin K maka proses pembekuan akan
berlangsung lama dan perdarahan dapat terjadi terus-menerus.
Pemberian obat-obatan antasida dan antagonis reseptor H2 tidak boleh
diberikan pada waktu yang bersamaan, karena obat-obatan antasida dapat
menghambat absorbsi dari obat-obatan lain. Pemberian dapat dilakukan
dengan tenggang waktu 1-2 jam. Sebagai contoh pemberian antasida
dilakukan 1 jam sebelum makan dan obat-obatan antihistamin H2 diberikan 1
jam setelah makan. Untuk obat-obatan antagonis H2 dan cytoprotective agent
pemberiannya boleh dilakukan secara bersama-sama. Apabila kita
menggunakan sucralfate, maka pemberiannya juga jangan diberikan
bersamaan dengan antasida, karena sucralfate membutuhkan PH asam untuk
aktivasi.

14
BAB III.
TI
JAUA
PUSTAKA

A. DEFI
ISI
Hematemesis adalah muntah darah yang berwarna hitam yang berasal dari
saluran cerna bagian atas. Melena yaitu buang air besar berwarna hitam ter
yang berasal dari saluran cerna bagian atas. Yang dimaksud dengan saluran
cerna bagian atas adalah saluran cerna di atas (proksimal) dari ligamentum
Treitz, mulai dari jejenum proksimal, duodenum, gaster dan esofagus.

B. EPIDEMIOLOGI
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) merupakan keadaan gawat
darurat yang sering dijumpai di tiap rumah sakit di seluruh dunia termasuk di
Indonesia. Perdarahan dapat terjadi antara lain karena pecahnya varises
esofagus, gastritis erosif, atau ulkus peptikum. Delapan puluh persen dari
angka kematian akibat perdarahan SCBA di bagian Ilmu Penyakit Dalam
FKUI/RSCM berasal dari pecahnya varises esofagus akibat penyakit sirosis
hati dan hepatoma.
Berdasarkan laporan di SMF Penyakit Dalam RSU dr. Sutomo Surabaya, dari
1673 kasus perdarahan SCBA, penyebab terbanyak adalah 76,9% pecahnya
varises esofagus, 19,2% gastritis erosif, 1,0% tukak peptikum, 0,6% kanker
lambung dan 2,6% karena sebab-sebab lain. Laporan dari RS Pemerintah di
Jakarta, Bandung dan Yogyakarta urutan 3 penyebab terbanyak perdarahan
SCBA sama dengan di RSU dr. Sutomo. Sedangkan laporan dari RS
Pemerintah di Ujung Pandang menyebutkan tukak peptikum menempati
urutan pertama penyebab SCBA. Laporan kasus di RS Swasta yakni RS
Darmo Surabaya perdarahan karena tukak peptikum 51,2%, gastritis erosif
11,7%, varises esofagus 10,9%, keganasan 9,8%, esofagitis 5,3%, sindrom
Mallori-Weiss 1,4%, tidak diketahui 7%, dan penyebab-penyebab lain 2,7%.

15
Di negara barat tukak peptikum menempati urutan pertama penyebab
perdarahan SCBA dengan frekuensi sekitar 50%.

C. DIAG
OSIS
Perdarahan saluran cerna bagian atas dapat bermanifestasi sebagai
hematemesis, melena atau keduanya.
Dalam anamnesis yang perlu ditekankan adalah : 1). Sejak kapan terjadinya
perdarahan dan berapa perkiraan darah yang keluar, 2). Riwayat perdarahan
sebelumnya, 3). Riwayat perdarahan dalam keluarga, 4). Ada tidaknya
perdarahan di bagian tubuh lain, 5). Riwayat penggunaan obat-obatan
NSAIDs dan anti koagulan, 6). Kebiasaan minum alkohol, 7). Mencari
kemungkinan adanya penyakit hati kronik, demam berdarah, demam tifoid,
gagal ginjal kronik, diabetes melitus, hipertensi, alergi obat-obatan, 8).
Riwayat transfusi sebelumnya.
Pemeriksaan fisik dapat memperlihatkan stigmata penyebab perdarahan,
seperti stigmata sirosis, anemia, akral dingin dan sebagainya. Status
hemodinamik saat masuk ditentukan dan dipantau karena hal ini akan
mempengaruhi prognosis.
untuk keperluan klinik, maka harus dibedakan apakah perdarahan beeasal dari
varises esofagus dan non-varises, karena antara keduanya terdapat
ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.
Untuk membedakan apakah perdarahan yang terjadi berasal dari saluran cerna
bagian atas atau bawah dapat dilakukan cara praktis yaitu sebagai berikut.

Tabel 1. Perbedaan perdarahan SMB dan SMBB


Perdarahan SCBA Perdarahan SCBB
Manifestasi klinik pada Hematemesis Hematokesia
umumnya dan/melena
Aspirasi nasogastrik Berdarah jernih
Rasio (BUN/Kreatinin) Meningkat > 35 < 35

16
Aukultasi usus Hiperaktif Normal

D. SARA
A DIAG
OSTIK
Sarana diagnostik yang biasa digunakan pada kasus perdarahan saluran cerna
ialah endoskopi gastrointestinal, radiografi dengan barium, radionuklid, dan
anguografi. Pada semua pasien dengan tanda-tanda perdarahan saluran cerna
bagian atas atau yang asal perdarahannya masih meragukan pemeriksaan
endoskopi SCBA merupakan prosedur pilihan. Dengan pemeriksan ini
sebagian besar kasus diagnosis penyebab perdarahan bisa ditegakkan. Selain
itu dengan endoskopi bisa juga dilakukan upaya terapeutik. Bila perdarahan
masih tetap berlanjut atau asal perdarahan sulit dididentifikasi perlu
pertimbangan pemeriksaan dengan radionuklid atau angiografi yang sekaligus
bisa digunakan untuk menghentikan perdarahan.
Tujuan pemeriksaan endoskopi selain menemukan penyebab serta asal
perdarahan, juga untuk menentukan aktivitas perdarahan. Forest membuat
klasifikasi perdarahan tukak peptikum atas dasar temuan endoskopi yang
bernmanfaat untuk menentukan tindakan selanjutnya.3

Tabel 2. Klasifikasi Aktivitas Perdarahan tukak Peptik Menurut Forest


Aktivitas Perdarahan Kriteri Endoskopis
Forest 1a : perdarahan aktif Perdarahan arteri menyembur
Forest 1b : perdarhan aktif Perdarahan merembes
Forest 1c : perdarahan berhenti dan Gumpalan darah pada dasar tukak
masih terdapat sisa-sisa perdarahan atau terlihat pembuluh darah
Forest 1d : perdarahan berhenti tanpa Lesi tanpa tanda sisa perdarahan
sisa-sisa perdarahan

Terapi endoskopi dibagi atas modalitas, yaitu terapi topikal, terapi mekanik,
terapi injeksi, dan terapi termal. Pada terapi mekanik digunakan hemoklip
untuk menjepit tempat perdarahan atau melalui kabel elektrokauter. Teknik

17
pengikatan dengan rubber band banyak digunakan dalam proses pengikatan
varises.

E. PE
ATALAKSA
AA

Langkah resusitasi berupa pemasangan jalur intravena dengan cairan


fisiologis, bila perlu transfusi PRC, darah lengkap (whole blood), mpacked
cell, dan FFP.
Tindakan yang paling sederhana untuk menghentikan perdarahan saluran
cerna bagian atas adalah bilas lambung dengan air es melalui pipa
nasogastrik. Pemasangan pipa nasogastrik dikerjakan melalui lubang hidung
pasien, kemudian dilakukan aspirasi isi lambung. Bila pada aspirasi terdapat
darah, selanjutnya dulakukan bilas lambung dengan air es sampai isi lambung
tampak bersih dari darah atau tampak lebih jernih warnanya. Tindakan
tersebut disebut gastric spooling. Ada 5 manfaat dari tindakan ini, yaitu :
1. Tindakan diagnostik dan pemantauan apakah perdarahn masih berlangsung
terus atau tidak.
2. Menghentikan perdarahan (efek vasokontriksi dari es)
3. Memudahkan pemberian obat-obatan oral ke dalam lambung.
4. Membersihkan darah dari lambung untuk mencegah koma hepatik.
5. Persiapan endoskopi.
Bilas lambung juga dapat dilakukan dengan menggunakan air suhu kamar.
Berdasarkan percobaan pada hewan, kumbah lambung dengan air es kurang
menguntungkan, waktu perdarahan jadi memanjang, perfusi dinding lambung
menurun, dan bisa timbul ulserasi pada mukosa lambung.
Pada perdarahan saluran cerna ini dianggap terdapat gangguan hemostasis
berupa defisiensi kompleks protrombin sehingga diberikan vitamin K
parenteral dan bila diduga terdapat fibrinolisis sekunder dapat diberikan asam
traneksmat parenteral.
Produksi asam lambung yang meningkat karena stress fisik maupun psikis
ditekan dengan pemberian antasida dan antagonis reseptor H2 (ranitidine,
famotidine, atau roksatidine). Antasid diharapkan bermanfaat untuk menekan

18
asam lambung yang sudah berada di lambung sedangkan antagonis reseptor
H2 untuk menekan produksi asam lambung. Selain itu dengan pertimbangan
bahwa proses koagulasi atau pembentukan fibrin akan terganggu oleh suasana
asam, maka diberikan antisekresi asam lambung, mulai dari antagonis
reseptor H2 sampai penghambat pompa proton (omeprazole, lansoprazole,
pantoprazole). Di samping itu terdapat obat-obatan yang bersifat
meningkatkan defense mukosa (sukralfat) yang dapat dipakai sebagai
regimen alternatif.
Pemberian obat yang bersifat vasoaktif akan mengurangi aliran darah
splanknikus sehingga diharapkan proses perdarahan berkurang atau berhenti.
Dapat dipakai vasipresin, somatostatin, atau okreotid. Vasopresin bekerja
sebagai vasokonstriktor pembuluh splanknik, sedangkan somatostatin dan
okreotid melalui efek menghambat sekresi asam lambung dan pepsin,
menurunkan aliran darah di lambung, dan merangsang sekresi mukus
lambung.2
Pemasangan Sengstaken-Blakemore tube (SB tube) dapat dikerjakan pada
kasus yang diduga terdapat varises esofagus. SB tube terdiri dari 2 balon
(lambung dan esopfagus). Balon lambung berfungsi sebagai jangkar agar SB
tube tidak keluar saat balon esofagus dikembangkan. Balon esofagus tersebut
secara mekanik menekan langsung pembuluh darah varises yang robek dan
berdarah. Balon SB tube memiliki 3 lumen, yaitu untuk balon lambung, balon
esifagus, dn untuk memasukkan obat-obatan atau makann ke dalam lambung
atau untuk membilas lambung dengan air es. Komplikasi yang dapt terjadi
adalah pneumonis aspirasi, kerusakan esofagus, dan obstruksi jalan napas.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastroamoro, S dkk., 2007., Panduan Pelayanan Medis Departemen


Penyakit Dalam RSUP Nasional dr. Cipto Mangunkusumo., Jakarta

2. Mansjoer, A dkk., 2001., Hematemesis Melena dalam Kapita Selekta


Kedokteran Edisi ketiga Jilid I., Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia : Media Aesculapius hal.634-636

3. Adi, P., 2006., Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas


dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV., Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia., Jakarta., hal.289-292

4. Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia., 2008., ISO Farmakoterapi., PT.ISFI :


Jakarta.

5. Mubin, AH., 2006., Panduan Praktis Ilmu Penyakit Dalam Edisi 2 :


Diagnosis dan Terapi, EGC : Jakarta

6. Mycek, MJ., Harvey, RA., Champe, PC., 2001., Farmakologi Ulasan


Bergambar Edisi 2., Widya Medika : Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai