Anda di halaman 1dari 10

Profil penyimpanan obat di puskesmas wilayah Surabaya Timur dan Pusat

(Umi Athijah dan kawan-kawan)

PROFIL PENYIMPANAN OBAT DI PUSKESMAS


WILAYAH SURABAYA TIMUR DAN PUSAT
Umi Athijah, I Nyoman Wijaya, Soemiati, Azza Faturrohmah, Arie Sulistyarini,
Gesnita Nugraheni, Catur Dian Setiawan, Rofiah, Lidya Rahmah
Departemen Farmasi Komunitas Fakultas Farmasi Universitas Airlangga

Korespondensi: Dr. Umi Athijah, Apt.


Departemen Farmasi Komunitas, Fakultas Farmasi, Universitas Airlangga,
Surabaya, 60286, email: umiathiyah@yahoo.com

ABSTRACT
The aim of this research was to know the profile of drug storage in Primary Health Center of
East and Central Surabaya. Descriptive study was done to all Primary Health Centre, using a
validated structured questionaire and a check list. There were 20 store rooms and pharmacy
rooms observed at the Primary Health Centre and their staff was interviewed. The result
showed that 40% (8/20) of store rooms and 35% (7/20) of pharmacy rooms met qualification,
the door in 95% (19/20) of store rooms and 90% (18/20) of pharmacy rooms were locked
when not in use. In arranging activity, there was 25% (5/20) of store rooms arranged the
drug according to therapeutic categories, dosage forms, and alphabetics. Fourty five percent
(9/20) of store rooms use FIFO and FEFO systems in stock rotation. In monitoring of
physical quality of drugs, 25% (5/20) of store rooms and 35% (7/20) of pharmacy rooms
monitored the physical stability of drugs by identifying the change of color, smell, purity, and
form. To conclude, drug storage activities was established but they still need some
improvements to reach the optimal drug storage especially in arranging the drugs and
monitoring the quality of drugs.
Keywords: storage, stability, primary health center

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran penyimpanan obat di puskesmas
wilayah Surabaya Timur dan Pusat. Penelitian bersifat deskriptif, dengan seluruh populasi
sebagai sampel penelitian, menggunakan instrumen berupa kuesioner dan check list.
Sebanyak 20 puskesmas diobservasi dan penanggung jawab pengelolaan obat
diwawancara. Dari data pengaturan ruangan didapatkan bahwa luas gudang obat yang
sudah memenuhi persyaratan Departemen Kesehatan RI sebesar 40% (8/20). Dalam
rangka penjaminan keamanan obat yang disimpan didapatkan bahwa sebanyak 95% (19/20)
gudang obat dan 90% (18/20) kamar obat selalu terkunci apabila tidak digunakan. Dari
kegiatan penyusunan obat didapatkan penyusunan berdasarkan kelas terapi, bentuk
sediaan, dan alfabetis hanya ada pada 25% (5/20) gudang obat dan 15% (3/20) kamar obat.
Selain itu, 45% (9/20) puskesmas menerapkan sistem FIFO dan FEFO. Pengamatan mutu
fisik obat dilakukan oleh 25% (5/20) gudang obat dan 35% (7/20) kamar obat. Penyimpanan
obat telah diselenggarakan namun masih harus dilakukan perbaikan khususnya dalam
penyusunan dan pengamatan mutu fisik obat. Apabila penyimpanan obat dilakukan dengan
tepat sesuai standar maka mutu obat akan terjamin sehingga efektivitas terapi menjadi
optimal dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Kata kunci: penyimpanan, stabilitas, puskesmas
213
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 213 -222

PENDAHULUAN 6). Sehingga menjadi suatu hal yang


sangat penting untuk melakukan
Pelayanan kefarmasian di
penelitian mengenai pengelolaan obat
puskesmas meliputi pengelolaan
terutama penyimpanan obat di
sumber daya dan pelayanan farmasi
puskesmas untuk mengetahui
klinik dengan memanfaatkan tenaga,
seberapa jauh kegiatan penyimpanan
dana, prasarana, sarana, dan metode
obat itu dapat berjalan dengan baik.
tata laksana yang sesuai dalam upaya
Lokasi dari penelitian ini mencakup
mencapai tujuan yang ditetapkan (1).
puskesmas di wilayah Surabaya Timur
Pekerjaan kefarmasian adalah
dan Surabaya Pusat. Tujuan dari
pembuatan termasuk pengendalian
penelitian ini untuk mengetahui profil
mutu sediaan farmasi, pengamanan,
penyimpanan obat di puskesmas
pengadaan, penyimpanan dan
wilayah Surabaya Timur dan Surabaya
pendistribusian atau penyaluran obat,
Pusat.
pengelolaan obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat,
serta pengembangan obat, bahan obat, METODE PENELITIAN
dan obat tradisional (2). Kegiatan
Penelitian ini dilakukan dengan
pengelolaan obat di puskesmas
observasi dan bersifat deskriptif yang
merupakan suatu rangkaian kegiatan
bertujuan untuk membuat deskripsi
yang menyangkut lima fungsi pokok
atau gambaran secara sistematis,
yaitu perencanaan, pengadaan,
faktual, dan akurat mengenai fakta-
pendistribusian, penyimpanan serta
fakta, sifat-sifat serta hubungan
penggunaan obat (3).
fenomena yang diselidiki (7). Lokasi
Obat harus terjamin mutunya agar
penelitian meliputi puskesmas di
obat tersebut efektif saat dikonsumsi
Surabaya Timur antara lain Pacar
oleh pasien sehingga akan
Keling, Gading, Pucang Sewu, Mojo,
menghasilkan efek terapi yang
Kalirungkut, Medokan Ayu, Tenggilis,
maksimal. Disinilah peran apoteker
Gunung Anyar, Menur, Klampis
dalam menjamin mutu obat agar tetap
Ngasem, Mulyorejo, dan Rangkah serta
terjaga dengan baik. Apabila obat-
di Surabaya Pusat yaitu Peneleh,
obatan tidak dikelola dan digunakan
Ketabang, Dr. Soetomo, Tembok
sebagaimana mestinya, maka akan
Dukuh, Gundih, Simolawang,
timbul berbagai kerugian, baik medis
Tambakrejo, dan Kedungdoro.
maupun ekonomis (4). Untuk itu,
Sumber data primer didapatkan dari
pengelolaan obat di puskesmas harus
kuesioner melalui wawancara dengan
ditangani secara profesional. Salah
penanggung jawab pengelolaan obat
satu faktor yang mendukung
sebagai responden dan observasi data
penjaminan mutu obat adalah
terstruktur dengan menggunakan check
bagaimana penyimpanan obat yang
list. Data sekunder adalah data
tepat dan sesuai dengan standar yang
puskesmas di Surabaya, diperoleh dari
telah ditetapkan. Kegiatan
arsip Dinas Kesehatan Kota Surabaya.
penyimpanan disini mencakup tiga
Pengumpulan data dilakukan pada
faktor yaitu pengaturan ruangan,
seluruh populasi sebagai sampel
penyusunan obat serta pengamatan
penelitian dengan tiga variabel
mutu fisik obat (5).
penelitian, yaitu pengaturan ruangan,
Berdasarkan beberapa penelitian,
penyusunan obat, dan pengamatan
ditemukan bahwa pada beberapa
mutu fisik obat.
puskesmas kegiatan penyimpanan obat
Uji validitas instrumen penelitian
belum dapat dilakukan dengan baik (5,
dilakukan pada kuesioner dan check
214
Profil penyimpanan obat di puskesmas wilayah Surabaya Timur dan Pusat
(Umi Athijah dan kawan-kawan)

list meliputi uji validitas isi dan rupa. Undang Republik Indonesia Nomor 36
Data penelitian diolah dengan metode Tahun 2009 Tentang Kesehatan,
pengolahan data statistik deskriptif, sumber daya manusia untuk
kemudian ditampilkan dalam distribusi melakukan pekerjaan kefarmasian di
frekuensi berupa tabel. puskesmas adalah apoteker
sedangkan asisten apoteker
hendaknya membantu pekerjaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
apoteker dalam melaksanakan
Tabel 1 dan 2 menunjukkan pelayanan kefarmasian tersebut (9).
pengelola obat di puskesmas terdiri Apoteker sebagai penanggung jawab
dari apoteker dan tenaga teknis pengelolaan obat terdapat pada 70%
kefarmasian Asisten Apoteker (AA) staf (14/20) puskesmas.
non medis. Berdasarkan Undang

Tabel 1. Pendidikan terakhir pengelola obat di Puskesmas


Pengelola Obat
No Puskesmas Apoteker AA SMA SMP
Surabaya Timur
1 Mulyorejo - 1 - -
2 Pucang Sewu - 2 1 -
3 Pacar Keling - 1 - -
4 Menur - 1 - -
5 Mojo - 1 - -
6 Kalirungkut 1 1 1 -
7 Gading 1 1 1 -
8 Rangkah 1 1 - 1
9 Klampis Ngasem 1 1 1 -
10 Tenggilis 1 1 1 -
11 Gunung Anyar - 1 - -
12 Medokan Ayu 1 2 1 -
Total 6 14 6 1
Surabaya Pusat
1 Peneleh 1 1 1 -
2 Ketabang 1 1 - -
3 Dr. Soetomo 1 1 - -
4 Tembok Dukuh 1 1 1 -
5 Gundih 1 1 1 -
6 Simolawang 1 1 1 -
7 Tambakrejo 1 1 - -
8 Kedungdoro 1 1 - -
Total 8 8 4 0
Total keseluruhan 14 22 10 1
215
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 213 -222

Tabel 2. Demografi penanggung jawab dan pengelola obat*


Lama
Usia Jenis Status Penanggung
Kerja
(tahun) Kelamin Kerja Jawab
(Tahun)
No Puskesmas 30 >30 L P <10 >10 PNS OS** Apoteker AA
Surabaya Timur
1 Mulyorejo
Pucang
2 Sewu
3 Pacar Keling
4 Menur
5 Mojo
6 Kalirungkut
7 Gading
8 Rangkah
Klampis
9 Ngasem
10 Tenggilis
Gunung
11 Anyar
Medokan
12 Ayu
Total 6 6 3 9 7 5 6 6 6 6
Surabaya Pusat
1 Peneleh
2 Ketabang
Dr.
3 Soetomo*
Tembok
4 Dukuh
5 Gundih
6 Simolawang*
7 Tambakrejo
8 Kedungdoro
Total 7 1 3 5 7 1 1 7 8 0
Total keseluruhan 13 7 6 14 14 6 7 13 14 6
* Tersaji data demografi apoteker pengelola obat di Puskesmas Simolawang dan
Dr. Soetomo sedangkan penanggungjawabnya adalah asisten apoteker.
** OS: Outsourcing

Penyimpanan adalah suatu kegiatan menempatkan obat-obatan yang


pengamanan dengan cara diterima pada tempat yang dinilai aman
216
Profil penyimpanan obat di puskesmas wilayah Surabaya Timur dan Pusat
(Umi Athijah dan kawan-kawan)

(tidak hilang), terhindar dari kerusakan meliputi pengaturan tata ruang dan
fisik maupun kimia dan mutunya tetap penyusunan stok obat, pengamatan
terjamin (8). Penyimpanan obat mutu obat serta pencatatan stok obat
dimaksudkan untuk memelihara mutu (3).
obat, menghindari penggunaan yang Variabel penelitian meliputi
tidak bertanggung jawab, menjaga pengaturan ruangan, penataan obat
kelangsungan persediaan, serta serta pengamatan mutu fisik obat.
memudahkan pencarian dan Pengamatan dilakukan di gudang
pengawasan. Hal ini merupakan salah maupun kamar obat di puskesmas
satu konsep pharmaceutical care wilayah Surabaya Timur dan Pusat.
dimana dengan terjaminnya mutu obat Variabel pengaturan ruangan
sampai kepada pasien maka outcome diantaranya luas gudang obat (Tabel 3)
terapi dari pasien tersebut akan yang memenuhi persyaratan
meningkat yang nantinya berpengaruh Departemen Kesehatan RI ( 3x4 m2)
pada peningkatan kualitas hidup (8) sebesar 40% (8/20) dan 35% (7/20)
pasien. Kegiatan penyimpanan obat untuk kamar obat.

Tabel 3. Gudang dan Kamar Obat


Keterangan Jumlah Gudang Obat (%) Jumlah Kamar Obat (%)
Luas:
< 3x4 m2 12 (60) 13 (65)
2
3x4 m 8 (40) 7 (35)

Keleluasaan bergerak saat mengambil obat:


-Ya 13 (65) 18 (90)
-Tidak 7 (35) 2 (10)

Kesesuaian fasilitas dengan kebutuhan penyimpanan dan pelayanan obat:


-Ya 6 (30) 9 (45)
-Tidak 14 (70) 11 (55)

Ruangan terkunci apabila tidak dipakai:


-Ya 19 (95) 18 (90)
-Tidak 1 (5) 2 (10)

Dilakukan pengecekan kondisi fisik obat:


-Ya 19 (95) 19 (95)
-Tidak 1 (5) 1 (5)

Dari jumlah tersebut, responden sehingga jumlah obat yang disimpan


yang menilai bahwa luas gudang obat berbeda.
dapat menampung persediaan obat Apabila gudang obat tidak dapat
sebesar 45% (9/20). Hal ini menampung maka 72,7% (8/11)
dikarenakan cakupan wilayah kerja pengelola obat melakukan penataan
serta kebutuhan akan obat berbeda, sedemikian sehingga dapat masuk ke
gudang obat, sisanya memilih
217
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 213 -222

menyimpan ditempat lain seperti Obat harus disimpan pada kondisi


gudang barang dan kamar obat yang yang tepat untuk menjamin
belum tentu dikondisikan sebagai kestabilannya selama periode shelf life-
tempat menyimpan obat. Selanjutnya nya (12). Faktor lingkungan seperti
sebanyak 65% (13/20) pengelola obat suhu, radiasi, cahaya, udara (terutama
menilai leluasa dalam bergerak saat oksigen, karbon dioksida dan uap air)
mengambil obat di gudang obat dan dan kelembaban juga dapat
90% (18/20) di kamar obat. mempengaruhi stabilitas (11). Lemari
Fasilitas pendukung dalam pendingin merupakan sarana
penyimpanan dan pelayanan obat yaitu prasarana yang harus ada di
lemari atau rak obat dimiliki oleh semua puskesmas (1). Obat-obat seperti
gudang obat dan kamar obat supositoria, serum, dan vaksin harus
sedangkan lemari narkotika- disimpan dalam lemari pendingin untuk
psikotropika terdapat pada 70% (14/20) menjamin stabilitas sediaan (1, 11).
gudang obat dan 35% (7/20) kamar Berdasarkan penelitian ini, lemari
obat (Tabel 4). Lemari narkotika- pendingin hanya ada pada 5% (1/20)
psikotropika termasuk ke dalam sarana gudang obat dan tidak satu pun pada
prasarana yang harus dimiliki kamar obat. Menyikapi hal ini, perlu
puskesmas untuk meningkatkan mendapatkan perhatian mengenai
kualitas pelayanan kefarmasian (1). pengadaan obat di puskesmas terkait
Penggunaan narkotika dan psikotropika dengan ketersediaan vaksin, serum,
harus berdasarkan resep dokter karena dan supositoria serta penyimpanannya
narkotika bersifat adiktif dan di puskesmas.
psikotropika dapat mempengaruhi kerja Ruangan yang kotor dapat
susunan saraf pusat sehingga mengundang tikus dan serangga lain
penggunaannya sering disalahgunakan yang kemudian merusak obat serta
(10). Oleh karena itu, obat golongan mengotori etiket sehingga sulit dibaca.
narkotika perlu disimpan pada lemari Diamati bahwa kebersihan gudang
khusus dan terkunci untuk (Tabel 4) terdapat pada 20% (4/20)
memudahkan pengawasan (11). gudang obat dan 40% (8/20) kamar
obat.

Tabel 4. Fasilitas pendukung dalam penyimpanan dan pelayanan obat


Jumlah Gudang Obat Jumlah Kamar Obat
Fasilitas
(%) (%)
Rak/lemari obat 20 (100) 20 (100)
Lemari pendingin 1 (5) 0 (0)

Lemari narkotika
psikotropika 14 (70) 7 (35)
Kipas angin/AC 8 (40) 20 (100)
Ruangan bersih 4 (20) 8 (40)

Persyaratan gudang dan kamar obat obat. Tabel 3 menyatakan sebanyak


adalah harus berkunci ganda (kunci 95% (19/20) untuk gudang obat dan
dan/atau gembok) (8) demi keamanan 90% (18/20) bagi kamar obat di
obat yang disimpan, terdapat pada puskesmas melakukan penguncian
40% (8/20) baik gudang maupun kamar pada saat tidak dipakai untuk menjamin
218
Profil penyimpanan obat di puskesmas wilayah Surabaya Timur dan Pusat
(Umi Athijah dan kawan-kawan)

keamanan obat di gudang obat Indikator penjaminan stabilitas obat


maupun kamar obat. Sebanyak 60% sebagaimana tertera dalam Tabel 5
(12/20) gudang obat dan 45% (9/20) yaitu jendela terdapat pada 40% (8/20)
kamar obat dikunci saat tidak baik pada gudang maupun kamar obat.
digunakan untuk menghindari Fasilitas lain yaitu jendela bercat atau
pencurian obat serta menjalankan bergorden sebagai penghalang
Standard Operating Procedure (SOP) terhadap sinar matahari terdapat pada
penyimpanan. Indikator penjamin 40% (8/20) gudang obat dan 30%
keamanan yang lain yaitu jendela (6/20) kamar obat. Hal ini disebabkan
berteralis terdapat pada 41,2% (7/20) ketidakpahaman pengelola obat akan
gudang obat dan 75% (15/20) kamar pentingnya hal-hal tersebut terhadap
obat. stabilitas obat.

Tabel 5. Indikator dalam penjaminan stabilitas obat yang disimpan


Jumlah Gudang Jumlah Kamar
Indikator
Obat (%) Obat (%)
Terdapat jendela 11 (55) 20 (100)
Terdapat sirkulasi udara 10 (50) 20 (100)
Jendela bercat/bergorden 9 (45) 17 (85)
Ruangan bebas hama/serangga 17 (85) 12 (60)
Terdapat pallet 20 (100) 12 (60)

Penyusunan obat dilakukan untuk sediaan, dan alfabetis diterapkan pada


menjamin ketepatan pengambilan obat 25% (5/20) gudang obat dan 15%
dan mempercepat pelayanan. (3/20) kamar obat. Tidak satu pun
Penyusunan obat (Tabel 6) gudang obat yang menerapkan
berdasarkan kombinasi bentuk sediaan penyusunan obat hanya berdasarkan
dan alfabetis diterapkan pada sebagian bentuk sediaan namun terdapat 30%
besar gudang obat (75%) dan kamar kamar obat yang menerapkan sistem
obat (50%). Kombinasi penyusunan ini sebagaimana tertera dalam Tabel 6.
obat berdasarkan kelas terapi, bentuk

Tabel 6. Penyusunan obat di Gudang dan Kamar Obat


Penyusunan Obat Jumlah Gudang Obat Jumlah Kamar Obat
(%) (%)
Berdasarkan bentuk sediaan 0 (0) 6 (30)
Berdasarkan kelas terapi, dan 0 (0) 1 (5)
bentuk sediaan
Berdasarkan bentuk sediaan, 15 (75) 10 (50)
dan alfabetis
Berdasarkan kelas terapi, 5 (25) 3 (15)
bentuk sediaan, dan alfabetis

Selanjutnya, penataan obat Out) pada 45% (9/20) gudang obat


berdasarkan sistem First In First Out diikuti oleh 40% (8/20) gudang obat
(FIFO) dan FEFO (First Expired First yang berdasarkan sistem FEFO saja
219
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 213 -222

dan 15% (3/20) berdasarkan sistem Penjaminan mutu obat (Tabel 7)


FIFO saja. juga dilakukan dengan melakukan
Sebanyak 70% (14/20) pengelola pengecekan kondisi fisik obat yang
obat menyatakan ada obat yang tidak telah dilakukan oleh hampir semua
dipakai namun masih tersimpan di gudang obat dan kamar obat masing-
gudang obat, dengan alasan masih masing 95% (19/20). Kondisi fisik obat
belum habis masa kadaluarsanya yang paling banyak diamati di gudang
42,8% (6/14), menghindari dan kamar obat meliputi warna, bau,
kekosongan obat 21,4% (3/14), kejernihan, dan bentuk sediaan pada
menunggu dimusnahkan 14,3% (2/14), 25% (5/20) gudang obat dan 35%
dan kombinasinya 21,4% (3/14). (7/20) kamar obat (Tabel 7).

Tabel 7. Kondisi Fisik Obat yang Diamati di Gudang dan Kamar Obat
Jumlah Gudang Obat Jumlah Kamar Obat
Kondisi yang diamati
(%) (%)
Warna 2 (10) 2 (10)
Bentuk 2 (10) 2 (10)
Warna dan kejernihan 1 (5) 0 (0)
Warna dan bentuk 2 (10) 3 (15)
Warna, bau dan bentuk 3 (15) 1 (5)
Warna, kejernihan dan bentuk 2 (10) 2 (10)
Warna, bau, kejernihan, bentuk 5 (25) 7 (35)
Warna, bau, kejernihan,
2 (10) 2 (10)
bentuk, kemasan

Pemeriksaan obat dilakukan pengecekan kondisi fisik obat dilakukan


berdasarkan waktu kadaluarsa (shelf setiap bulan oleh 55% gudang obat dan
life) yang mana pemeriksaan 65% kamar obat sedangkan 5% dari
organoleptis dapat berbeda tergantung gudang dan kamar obat tidak
dari bentuk sediaannya. Waktu melakukan pengecekan (Tabel 8).

Tabel 8. Waktu pengecekan kondisi fisik obat di Gudang Obat


Waktu Jumlah Gudang Jumlah Kamar Obat
Pengecekan Obat (%) (%)
Setiap hari 0 (0) 2 (10)
Setiap pekan 0 (0) 1 (5)
Setiap bulan 11 (55) 13 (65)
Setiap 2 bulan 7 (35) 0 (0)
Setiap 3 bulan 1 (5) 0 (0)
Setiap ambil obat 0 (0) 3 (15)
Tidak dicek 1 (5) 1 (5)

Pengecekan kondisi fisik obat penyimpanan. Dalam hal ini, kerusakan


berkala juga mendokumentasikan obat dalam penyimpanan dialami oleh
tentang obat-obat yang rusak selama 90% (18/20) dan dilakukan
220
Profil penyimpanan obat di puskesmas wilayah Surabaya Timur dan Pusat
(Umi Athijah dan kawan-kawan)

pemusnahan (88,89%), dikembalikan melakukan pengamatan kondisi


pada Gudang Farmasi Kota (GFK) fisik obat berdasarkan perubahan
Surabaya (5,56%) serta kombinasi warna, bau, kejernihan, dan
keduanya pada 5,56%. bentuk. Sedangkan periode
Apabila kegiatan penyimpanan obat pengamatan kondisi fisik obat
telah dijalankan dengan baik dan terbanyak adalah setiap bulan di
sesuai standar maka mutu obat akan 55% (11/20) gudang obat dan di
terjamin sehingga efektivitas obat saat 65% (13/20) kamar obat.
dikonsumsi dapat optimal demi
mencapai tujuan terapi serta Berkaitan dengan hasil penelitian yang
meningkatkan kualitas hidup pasien. diperoleh, disarankan hal-hal berikut:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut terkait dengan suhu dan
KESIMPULAN DAN SARAN
kelembaban ruangan di
Dari hasil penelitian yang diperoleh puskesmas.
dapat disimpulkan bahwa: 2. Perlu dilakukan pengamatan mutu
1. Dalam pengaturan ruangan, fisik secara keseluruhan untuk
sebanyak 40% (8/20) gudang obat menjamin obat yang akan
dan 35% (7/20) kamar obat diserahkan kepada pasien
memenuhi standar luas, 3. Perlu dilakukan penelitian
sehubungan dengan penjaminan mengenai profil pengadaan obat di
keamanan obat yang disimpan, puskesmas
95% (19/20) gudang obat dan 90%
(18/20) kamar obat puskesmas
DAFTAR PUSTAKA
sudah terkunci apabila tidak
digunakan, kunci ganda dimiliki 1. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
oleh 40% (8/20) baik di gudang Pelayanan Kefarmasian di
obat maupun kamar obat, serta Puskesmas. Jakarta: Departemen
41,2% (7/17) gudang obat dan Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat
75% (15/20) berteralis. Untuk
Kesehatan; 2007.
penjaminan stabilitas obat yang 2. Peraturan Pemerintah Republik
disimpan, sebanyak 50% gudang Indonesia Nomor 51 tahun 2009
obat dan semua (100%) kamar tentang Pekerjaan Kefarmasian.
obat memiliki sirkulasi udara Jakarta: Republik Indonesia; 2009.
sedangkan jendela bercat atau 3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman
bergorden pada 52,9% (9/17) Kerja Puskesmas Indonesia DKR
gudang obat dan 85% (17/20) (ed.). Jakarta: Departemen Kesehatan
kamar obat. RI; 1991.
2. Dalam penyusunan obat, hanya 4. Departemen Kesehatan RI. Kebijakan
Obat Nasional. Jakarta: Departemen
25% (5/20) gudang obat dan 15%
Kesehatan RI, Direktorat Jenderal
(3/20) kamar obat menyusun obat Pelayanan Kefarmasian dan Alat
berdasarkan kelas terapi, bentuk Kesehatan; 2005.
sediaan, dan alfabetis. Selain itu, 5. Linarni J, Hasanbasri M. Mutu
45% (9/20) puskesmas melakukan Pelayanan Farmasi di Puskesmas
mutasi obat dengan kombinasi Kota Padang. Working Paper KMPK
cara FIFO dan FEFO. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta;
3. Dalam hal pengamatan mutu fisik 2006.
obat, masing-masing sebanyak 6. BPK RI. Hasil Pemeriksaan Atas
25% (5/20) gudang obat dan 35% Kinerja Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Kota Pangkal Pinang
(7/20) kamar obat di puskesmas
221
Jurnal Farmasi Indonesia Vol. 5 No. 4 Juli 2011: 213 -222

Tahun Anggaran 2004 di Pangkal 10. Zaman-Joenoes N. Ars Prescribendi


Pinang. Jakarta: BPK RI; 2006. Resep yang Rasional. Edisi 2.
7. Nazir M. Metode Penelitian. Bogor: Surabaya: Airlangga University Press;
Ghalia Indonesia; 2005. 2001.
8. Departemen Kesehatan RI. Pedoman 11. Departemen Kesehatan RI.
Pengelolaan Obat Publik dan Farmakope Indonesia. Jakarta:
Perbekalan Kesehatan di Puskesmas. Departemen Kesehatan RI; 1995.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 12. Ansel HC. Pengantar Bentuk Sediaan
2003. Farmasi. Jakarta: UI-Press; 1989.
9. UU No. 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan. Jakarta: Republik
Indonesia; 2009.

222

Anda mungkin juga menyukai